Featured Post

LPH #9

Episode 9
Cinta Monyet Yang Bisa Membawa Petaka



(pov : Yandi)

Aku beberapa kali mengaca di depan kaca kecil yang berada di atas lemariku. Memastikan rambutku tersisi rapi, meskipun yah rambutku cepak tapi agak tebal. Aku mundur sedikit agar kemeja warna biru tua yang kukenakan terlihat di kaca, kuambil minyak wangi dan kusemprotkan dari bawah baju. Meskipun agak kebesaran kemeja yang kukenakan ini, tapi ini satu-satunya baju yang terlipat rapi dan tidak lecek sama sekali karena kaos-kaos dan kemeja lain yang pas badan, lecek semua. Malu juga kalau aku jalan dengan Dita, tapi tidak kelihatan rapi. Setelah memastikan semua sudah rapi dari rambut hingga celana jeans, aku mengambil hape yang tergeletak di kasur dan kumasukkan ke saku. Kuambil dompet yang berada di dalam tas sekolah. Waduh cuma ada selembar 50 ribuan. Malu juga kalau aku pergi sama Dita cuma bawa uang segini.

“ciee yang mau kencan.” celetuk mba Asih tiba-tiba muncul di depan pintu.

“hadehh mba bikin kaget !” gerutuku.

“adek mau jalan-jalan sama Dita kan? nih uang buat beli buku sama uang jajanmu.” Ujar mba Asih sembari mengulurkan uang 100 ribu sebanyak 3 lembar. Dan senyumku pun mengembang.

“idih nyengir, cepetan turun. Dita uda bete tuh nunggu kamu kelamaan.”

“Siap bos” Segera kuambil uang pemberian mba Asih dan kumasukka ke dompet. Dengan uang 350 ribu di dompet, rasanya aku percaya diri bisa jalan-jalan dengan tenang bersama Dita ke mall.

Cup.

Aku mengecup pipi kanan mba Asih sebagai tanda terimakasih sebelum turun ke bawah.

“Main nyosor aja kamu dek. Nih sekalian sun pipi mba sebelah kiri.” Mba asih tertawa geli karena spontan aku mencium pipinya barusan.
Cuuuup. Bukan hanya mencium pipi kiri mba Asih, aku juga memeluk tubuhnya lalu mencium tangan kanan mba Asih.

“Mba, Yandi jalan-jalan dulu ya.”

“Yaa, eh tapi awas kalau adek pulang kemalaman dan pulang gak bawa buku pelajaran. Mba potong uang jajanmu besok.”ancamnya.

“Iyaaaa mba.”

Aku lalu segera turun dan menuju ke depan. Dita sedang sibuk maenan hape sementara mba wati sedang bersih-bersih tempat lauk yang sudah habis.

“Ayo dit.” Sapaku.

Dita sempat terdiam melihatku lalu memasang muka cemberut.

“lama banget sih mandinya.”

Belum sempat aku menjawab, mba Wati tiba-tiba menimpali perkataan Dita.

“Ya wajar lah Yandi mandinya lama dit, kan malu mau kencan tapi bau kecut hahaha.”

“Hahaha” Dita yang semula cemberut lalu tertawa mendengarnya.

“Hehehe mba Wati ini ah.” aku malu juga dengarnya.

“Mba Wati ini uangnya ya. Es jeruk 1.” Dita berdiri dan memberikan uang 5 ribuan kepada mba Wati.

“Udah gak usah bayar, gratis buat Dita.” Mba Wati menolak uang yang disodorkan Dita.

“Wah makasih lo mba. Sering-sering deh kasih es jeruk gratisan ahaha.”

“Gampang itu.”

“Mba Wati, aku jalan dulu ya.” Aku pamitan dengan mba Wati. Aku sempat melirik ke bagian dada mba Wati yang menonjol karena kaus kuning yang ia pakai terlihat membusung di bagian dada.

“Iya Yan, hati-hati di jalan.”

Aku mengangguk.

Sampai di depan warung, aku baru sadar mau naik apa kesana. Ah pinjem motor mba Asih aja deh. Aku hendak berbalik tapi ditanya sama Dita ada apa kok mau balik. Pas aku bilang mau pinjem motor mba Asih, Dita bilang naik motor dia saja.

“Tuh motornya ada di depan garasi Yan, nih kunci motornya. Sekalian ambil helm 2 ada di bangku teras. Aku tunggu sini aja”

“Oke.” Aku menahan tawa karena kunci motor Dita digantung bukan dengan gantungan kunci yang biasa, tapi digantung dengan boneka Spongebob mayan besar.

“kalau mau ketaw karena lihat gantungan kunco motorku, ketawa aj. Tar gondokkan loh.” Sindir Dita.

“Hahahhaha.” aku tertawa mendengar sindiran Dita.

“Ihh malah ngetawain. Norak ya. Huh.” Lagi-lagi Dita cemberut.

“Lucu kok gak norak, kayak yang punya.” Godaku. “Tunggu sini, aku ambil motormu dulu.”

Aku segera menyeberang jalan menuju rumah Dita yang tepat berseberangan dengan warung makan milik mba Asih. Di depan garasi ada motor Honda Beat warna putih. Aku ke teras dulu mengambil 2 helm. Helm Honda standar warna hitam kupakai, sementara helm KYT warna putih ini pasti helm punya Dita. Helm putih aku taruh di sela motor, lalu kubuka pintu gerbang dan kukeluarkan motor. Gerbang kututup lagi dan gembok aku pasang tanpa menguncinya hanya sebatas menutup slotnya. Hap, aku pun melaju menyeberang dan berhenti di depan Dita yang sepertinya mengamatiku terus. Kuberikan helm lalu dia membonceng di belakang. Sepertinya Dita sengaja duduk agak jauh di jok motor.

“Rumah uda dikunci?” tanyaku sambil menengok ke belakang.

“Udah.”

“Gembok di pintu gerbang gak aku kunci ya. Mau dikunci dulu ga?”

“Engga usah.”

“STNK Motor ini ada sama kamu kan dit?”

“Iya ada di dompet.”

“Oke. Udah siap?”

“Yan, kamu tuh nanya mulu. Kapan jalannya nih.” Ujar Dita.

“Hehehehe.” aku cuma nyengir. Sepertinya sifat Mba Asih yang banyak nanya dalam hal apapun juga menurun kepadaku.

Motorpun melajau dengan kecepatan sedang karena aku ga berani ngebut kalau sedang boncengin cewek. Lagian gak buru-buru juga karena mallnya dekat dari rumah ya paling 5 kilo. Gak sampe 15 menit juga sampai pikirku. Sepanjang perjalanan aku diam saja karena aku melirik dari spion, Dita sedang nunduk ke bawah. Sepertinya dia sedang buka dan maenan hape. Lagian ngobrol sepanjang perjalanan juga ga enak karena pasti ga kedengaran jelas. Perjalanan yang santai perlahan berubah menjadi memyebalkan karena jalanan yang macet. Terpaksa beberapa kali meliuk-liuk di antara mobil-mobil yang kadang berhenti dan kadang jalan meskipun pelan. Tapi aku mesti ekstra hati-hati karena banyak juga motor yang mencoba lewat jalur kiri. Rupanya aksiku ini membuat Dita cukup was-was karena terasa kedua tangannya memegang pinggangku dan rupanya badannya juga terdorong maju ke depan sehingga terasa punggungku bersentuhan dengan badan Dita. Bukan hanya badan. Kedua pahanya juga terasa mengapit pahaku. Beberapa kali Dita memperbaiki posisi duduknya dengan mundur ke belakang, tapi kmungkin karena jok motor yang licin atau pengaruh tuas rem yang sering kutekan membuat Dita terdorong ke depan. Namun sepertinya dia mulai masa bodoh dengan posisi duduk, karena terasa sesekali punggungku bersentuhan dengan tubuhnya. Pegangan tangan Dita jdi pinggangku juga tidak ia lepas, kedua pahanya juga makin sering bersentuhan dengan pahaku. Setelah berjuang menembus kemacetan, akhirnya kami berdua sudah sampai di basement parkiran motor Mall Biru.

“Fiuhh maap ya dit, aku ga enak bawa motornya.” Kataku sembari melepas helm yang kukenakan kutaruh di atas spion kanan dan standar samping motor kuturunkan.

“Hehehe gak apa-apa kok, deg-degan sih awalnya cuma seru juga berkelok-kelok gitu nyari celah haha di antara mobil-mobil. Eh yan, bantuin lepas helm dong. Ih nyangkut lagi nih mesti tali helm,susah dibuka.”

“Oh oke.” Aku pun turun dari motor, sementara Dita masih duduk di jok motor.

“Susah juga ya, karena beberapa kucoba membuka tali pengunci helm ga bisa kebuka juga karena taliny pas banget di bawah dagu Dita.”
Sepertinya Dita tahu kalau aku kesulitan karena penguncinya ada dibawah dagu. Dita lalu mendongak ke atas, akupun sedikit menunduk sehingga aku jadi lebih leluasa membuka pengunci helm dan juga leluasa........melihat leher Dita dan sekilas menatap tonjolan dadanya, hohoho.

KLIK.

Akhirnya pengunci helm bisa dibuka juga lalu aku sekalian membantu melepas helm yang Dita kenakan. Saat helm terlepas, kami sempat beradu pandang sebentar karena posisi wajah kami jadi deket banget. Manisnya kamu dita, batinku. Dita tersenyum akupun tersenyum membalasnya. Dita lalu turun dari motor dan helmnya aku taruh di jok.

“Yan, mau langsung cari buku atau makan dulu ?” Tanyanya.

“Aku masih agak kenyang si.”

“Sama, aku juga. Yadah kita ke Gramedia dulu aja yuk, baru makan.”

“Yuk.”

Lalu kami jalan bersisian menuju ke mall. Saat sudah masuk ke mall, Dita bilang tunggu bentar, dia mau ke toilet. Lalu akupun menunggu Dita di lorong depan toilet. Aku melihat suasana mall ramai sekali, karena di hall sepertinya sedang digelar acara musik. Banyak sekali ABG dan remaja yang berkerumun disana. Suara yang terdengar pun cukup kencang. Lagu yang diputar terdengar sangat asing di telingaku. Aku mengamati di atas panggung terpasang semacam banner besar bertuliskan.

DANCE COVER COMPETITION 20XX !
SPESIAL GUEST : DJ KEVLAR.



“wah ada rame-rame apa tuh. ” Rupanya Dita sudah balik dari toilet. Aku lihat wajah Dita terlihat lebih segar. Sepertinya di kamar mandi, dia sempat dandan dan merapikan rambu hitamnya yang panjang. Aku suka sekali melihat rambut Dita kalau sedang digerai, jadi keliatan makin manis.

“Mau lihat kesana?”

“Yuk.”

“Ada lomba Dance Cover ya rupanya. Karena area di depan panggung, kami berdua hanya bisa melihat dari kejauhan. Aku sih bisa melihat lumayan jelas, tapi karena Dita ga terlalu tinggi ya mungkin sekitar 160 cm dia agak kesulitan.

“mau lihat dari lantai atas gak?” Ajakku.

Dita menatap ke atas, ternyata di pinggir-pinggir pembatas lantai, orang sudah berkerumun melihat acara di hall bawah mall.

“di atas juga ramai. Padahal koreo dance-nya keren-keren dan lagu-lagu k-pop nya juga bagus-bagus. Ah nyesel gak datang lebih awal..”

“Lha mau disini atau pindah.”

“Sepertinya uda mau selesai. Eh tapi tunggu bentar, ada penampilan dari DJ Kevlar nih.!aku nge fans sama dia. Selain ganteng, lagu EDM yang dia buat juga asik, enak buat dance.”

DJ Kevlar? Sepertinya aku akhir-akhir ini sering dengar namanya di sebut di kelas.

Suasana penonton terdengar riuh dan teriakan khas ABG cewek terdengar ketika di atas panggung aku melihat seorang cowok, rambutnya yang panjang berwarna kecoklatan, memakai jaket merah lengkap dengan headset yang dikalungkan di lehernya. Sepertinya aku familiar dengan wajah dan penampilannya.

“Itu DJ Kevlar ya dit?” Tanyaku.

“Iyaa ! aahhh ini lagu kesukaankuuuu, TRANSCE OF LOVE !!” Dita sepertinya terhipnotis dengan DJ Kevlar. Musik beraliran EDM pun terdengar dan sambutan penonton termasuk Dita semakin heboh. Karena aku tidak terlalu suka musik seperti ini, jadi aku biasa saja. Justru perhatianku bukan ke musik yang tengah dimainkan sang DJ di atas panggung, tapi aku lebih penasaran ke orang tersebut. Lama aku berpikir sambil mengamati DJ Kevlar yang kadang melompat-lompat untuk membakar semangat para penonton. Sampai akhirnya lagu selesai dan DJ Kevlar maju sampai ke ujung panggung dan memberikan tepuk tangan untuk semua penonton yang ikut melompat dan bersenang-senang dengannya. Aku lihat Dita memang sepertinya menyukai DJ Kevlar sampai dia terbawa suasana, melompat-lompat sepanjang lagu sampai akhirnya dia terlihat berkeringat.

“Gilaa kereeenn bangettt penampilan livenya!!” Seru Dita.

“Sepertinya aku kenal tu DJ.”

“Iya harusnya kamu kenal, kan dia satu sekolahan denganmu di SMA Negeri XXX. Sama-sama kelas 1, seangkatan sama kita.”

Aku menoleh ke arah Dita dan akhirnya aku mendapat titik terang karena aku tahu siapa itu DJ Kevlar.

“Nama aslinya Kevin Ang-”

“Anggoro. Kevin Anggoro.” Potong Dita cepat.

“Iya Kevin Anggoro, dia satu kelas denganku di 1-F.”

“Serius Yan, dia teman sekelasmu?Wahhh kenalin donggggg !” Seru Dita sampe megang lenganku.

“Aku cuma tahu nama aja, secara pribadi aku gak kenal, ngobrol sama dia aja aku belum pernah.” Aku sempat ingin mengatakan bahwa Kevin itu playboy karena dia lebih banyak bergaul sama cewek-cewek kelas 2. Dia jarang sosialisasi sama teman-teman sekelas. Bahkan aku dengar dan juga lihat sendiri kalau Quenna cs terutaman Queena ngefans bahkan naksir Kevin. Tapi entah kenapa aku tidak mengatakan kepada Dita yang sepertinya bukan hanya ngefans kepada Kevin tapi mungkin juga suka sama dia.
Hadehh..

“Yan, sepertinya kita makan aja dulu yuk, gara-gara loncat sepanjang lagu, aku jadi laper, hehe. Pengen makan Yakiniku Beef Bowl sama Shrimp Cutlet di Yoshinoya.”

“Ayok.”

Lalu kami berdua menuju Yoshinoya yang berada di lantai 3. Beruntung meskipun ramai masih ada tempat kosong. Tapi karena takut ditempati sama orang lain, aku minta Dita duduk duluan. Biar aku yang pesan. Dita nitip pesan Yakiniku Beef Bowl, Shrimp Cutlet dan Teh Ocha dingin. Karena aku memang belum lapar, aku hanya pesan Black Pepper Beef Bowl dan sebotol air mineral. Untung aku sebelumnya pernah diajak makan di Yoshinoya sama mba Asih jadi gak bingung milih menu makanan. Setelah kubayar, aku menunggu pesanan disiapkan, aku melihat ke arah Dita. Dari jauh aku melihat ternyata Dita sedang mengobrol dengan seseorang. Bahkan sesekali Dita tertawa saat berbicara dengannya. Aku melihat Dita sedang ngobrol dengan seseorang yang duduk di kursi pas di meja kami. Dan itu kursi yang seharusnya aku tempati. Aku tidak bisa melihat jelas dengan siapa Dita berbicara karena lawan bicaranya mengenakan jaket hitam berhoodie sehingga tidak terlihat wajahnya kalau dilihat dari samping.

“Mas....mas...ini pesanannya.”

Aku baru berhenti memandang ke arah Dita ketika mba kasir Yoshinoya memanggilku bahwa pesanannya sudah siap. Pasti rasanya aneh kalau tiba-tiba teman Dita ikut gabung makan dengan aku dan Dita, gerutuku dalam hati. Tapi ternyata ketika aku membawa nampan berisi makanan dan minuman, teman Dita sudah pergi. Aku melihat sosok teman Dita itu tingginya hampir sama denganku tapi mungkin lebih tinggi dia sedikit dan berbadan agak gempal karena meskipun memakai jaket, terlihat badannya besar. Nanya ke Dita gak ya cowok itu siapa. Apa jangan-jangan itu cowok yang tadi siang nganterin Dita pulang sekolah? Sialan, masa belum apa-apa aku cemburu, dasar mental jomblo, dibaikkin dikit ma cewek langsung ge’er. Sebaiknya aku pura-pura tidak tahu saja kalau tadi aku sempat lihat Dita ngobrol dengan temannya.

“Ah ini dia makanan datang.” Aku sengaja terdengar lebih ceria.

“Yeeeeeeee. Makasih ya Yan uda dibawain, di traktir pula. Nanti kapan-kapan kalau kita jalan bareng lagi aku gantian yang traktir deh.”

“Iya santai.” entah kenapa aku senang mendengar peluang bahwa lain waktu bisa jalan bareng Dita lagi. Senang tapi kok ya jalan bareng sama cewek yang sudah berkontol, ah maksudku sudah punya kelamin pria,,aduh. Maksudku sudah punya cowok, rasanya hambar..

“Barusan aku ketemu dengan teman SD ku lho.”

“Dimana?”

“Disini di Yoshinoya. Waktu kamu lagi pesan, aku duduk disini sendirian tiba-tiba ada cowok berkepala plontos yang duduk di depanku. Aku sempat takut karena dia agak menyeramkan tapi lama-lama aku seperti kenal dengannya. Cowok itu ternyata Eko, teman akrabku pas SD ! Dari TK sampai SD kami satu sekolah dan berduaan terus hihihi, sampai mamaku dan mama Eko bercanda bahwa sepertinya mereka siap-siap untuk jadi besan. ! Tapi Aku lost contact sama dia karena setelah lulus SD dia ikut mamanya ke luar kota karena papa mamanya cerai. Papanya tetap tingga disini. Eko sempat cerita kalau setelah mamanya meninggal, papanya meminta Eko tinggal dengannya. Eko pun setuju karena dia kangen sama Kota ini. Tadi aku minta dia tunggu bentar jangan pulang dulu karena mau kenalin sama kamu Yan. Tapi katanya lain kali saja karena ga mau ganggu aku pacaran katanya hahaha. Ya setelah kami tukeran nomor dia pulang.”

Aku diam karena bingung mau ngomong apa menanggapi penjelasan Dita tersebut. Kenapa Dita mau kenalin aku dengan Eko ? Lalu kenapa waktu Eko bilang ga mau ganggu dia pacaran, Dita cuma tertawa tanpa bilang kalau kami cuma teman yang kebetulan bertetangga ? Ah sialan, aku paling payah dalam hal nebak-nebak hati cewek. Mending aku berantem sama preman deh daripada nebak perasaan cewek. Karena kalau berantem, uda pasti cuma andelin insting, hasil akhirnya cuma 1, aku yang menang atau lawan yang menang. Lha kalau nebak isi hati cewek? Bagiku itu sama kayak d suruh nembak seekor tikus di tengah sawah jam 12 malem pas kampungku lagi mati lampu ! terus mataku ditutup lagi sama lakban. Setelah di lakban, aku di pakein kacamata item. Belum cukup lakban dan kacamata, aku dipakein helm full face yang kacanya juga hitam. Setelah helm, lalu kepalaku masih ditutup lagi dengan ember warna hitam. Lalu aku badanku diputar-putar searah jarum jam selama 12 kali. Baru aku boleh nembak itu tikus. Itu jelas mission imposibble tingkat dewi kwan im kuliah jurusan ilmu peternakan S3 di Universitas Oxford di Inggris !!

Maka dari itu aku berhenti bertanya-bertanya tentang makna tersirat yang mungkin ada di perkataan Dita barusan. Jadi aku hanya menanggapi singkat.

“Oh...”

“Dit, Kalau Edi temanmu SD, berarti dia seumuran dengan kita juga dong?”tiba-tiba aku merasa penasaran si Eko ini sekolah dimana.

“Iya seumuran kita kok. Tadi aku sempat nanya dia sekolah dimana, Eko bilang di sekolah di STM XXX.”

Mendengar Dita menjawab bahwa Eko sekolah di STM XXX, aku langsung teringat perkataan Yosi tempo hari waktu di sekolah.

“inget baik-baik yan, sekolah yang jadi rival sekolah kita ini adalah STM XXX.....”

Aku jadi berpikir lebih jauh, seandainya saja aku sama Dita pacaran dan si Eko ini juga punya perasaan dengan Dita. Bakalan ada cinta segitiga yang cukup rumit dan bisa merembet kemana-mana. Aku dari SMA Negeri XXX, Dita dari SMA Swasta XXX (hubungan sekolah baik) dan Eko yang naksir Dita dari STM XXX yang notabene musuh besar sekolahku. Sepertinya Eko punya banyak alasan untuk membenciku yakni alasan asmara dan juga alasan perseteruan antar kedua sekolah kami yang memang tidak rukun. Gak lucu juga kalau perang antara sekolah kami berdua pecah hanya gara-gara masalah wanita.

Tapi meski masih samar, tapi aku mulai ada rasa dengan Dita dan tentu saja cinta ini(kalaupun perasaan ini benar tumbuh jadi rasa cinta) tidak bertepuk sebelah tangan. Fiuh....kenapa jadi rumit begini sih. Aku cuma berharap Eko tidak menyukai Dita. Jadi tidak akan ada masalah di belakang jikalau aku dan Dita jadian. Tapi aku tersenyum kecut karena berharap orang lain tidak ada yang menyukai cewek yang aku suka. Siapa juga yang tahu bahwa salah satu alasan Eko mau kembali ke Kota ini karena dia punya harapan untuk bisa bertemu kembali dengan Dita, Cinta monyetnya semasa SD.

Apakah hanya gara-gara perasaanku ini, kedamaian antara SMA Negeri XXX dengan STM XXX yang selama ini bisa ditekan, bisa pecah lagi????

Mampus...... kepalaku pusing memikirkannya kalau kekhawatiranku terjadi dan akhirnya perang SMA Negeri XXX vs STM XXX tidak bisa dielakkan, apakah aku harus jadi pihak yang disalahkan???? Apakah aku mesti diam saja ketika nanti tiba-tiba Eko datang dan menantangku karena dianggap merebut Dita??

Pantang hukumnya bagiku mundur kalau ada laki-laki jantan yang menantangku. Urusan nanti apa yang terjadi dibelakang setelah perseteruan kami berdua, aku tidak sanggup memikirkannya.....



= BERSAMBUNG =

No comments for "LPH #9"