Featured Post

LPH #94

Episode 94
Turn Back Guts

(Pov Yosi)


“Selamat siang anak-anak, karena Bapak Hamdan sedang berhalangan hadir kali ini, kalian dapat tugas untuk mengerjakan lembar pertanyaan di Halaman 35-38 buku Paket Ilmu Tata Negara. Jawaban di tulis di buku tulis masing-masing kemudian di akhir pelajaran, di kumpulkan dan di bawa ke Meja Pak Hamdan di ruang Guru,” kata Bu Sumi yang tiba-tiba saja datang dan menuliskan tugas yang mesti kami kerjakan di white board.

“Anjrit, 4 lembar semua soal uraian pula,” gue mengeluh sambil membuka-buka lembaran soal di halaman 35-38.

“Yos, Yos. Lo semua pelajaran ngeluh mulu,” komen Xavi yang duduk satu meja sama gue.

Saat gue hendak menimpali perkataan Xavi, nama gue dan Yandi di panggil Bu Sumi. “Yosi, Yandi?”

“Hadir Bu!” gue jawab sambil berseru dan mengangkat tangan. Yandi cuma mengangkat tangan saja.

“Di tunggu Bu Rini di ruang BP sekarang. Buat yang lain jangan ribut sendiri di kelas dan cepat selesaikan tugasnya. Ibu tinggal dulu.”

Gue menengok ke arah Yandi yang duduk di belakang gue dan Xavi. “Kenapa pula kita di panggil?”

Yandi cuma mengangkat kedua bahunya.

“Bu Rini kangen ma kalian, wahai para siswa begundal,” sindir Zen.

“Ecieeee, yang di panggil sama Bu Guru MILF,” tambah Xavi.

Gue acungkan jari tengah buat mereka berdua.

Yandi langsung berdiri. “Ayo Yos, biar cepat kelar. Tugasnya banyak nih,” ajaknya.

Gue segera berdiri dan berjalan mengikuti Yandi di tengah tatapan teman-teman sekelas kami. “Yan, sepertinya ini karena kita masuk sekolah dengan muka berantakan macam jalur Gaza,” kata gue saat kami berjalan di lorong kelas.

“Ya tentu saja. Semalam kelihatannya sepele gak ada luka, tapi begitu bangun pagi, bengkaknya baru kelihatan. Mbak Asih sudah melarangku berangkat ke sekolah tapi aku setuju dengan kata Mas Karjo bahwa kita mesti tetap masuk sekolah. Paling tidak, kalau pun terjadi sesuatu, bukan di saat kita berada di rumah. Aku lebih mikirin keselamatan keluargaku,” begitu katanya.

“Tenang Yan. Keluarga kita aman, orang-orangnya Mas Karjo sudah mulai bekerja. Gue tadi pagi berangkat lebih awal jadi gak ketemu bokap. Males gue di tanya-tanya.”

“Iya. Aku jadi agak tenang. Oia, Yos, kamu ada ide, kita mau kasih alasan apa ke Bu Rini?” tanya Yandi.

Gue menatap Yandi yang luka-luka di wajahnya masih belum sembuh benar. “Gue ada ide. Lo ntar tinggal ikuin gue aja. Di jamin lancar.”

“Eh apa ?  kasih tahu dulu?”

Gue meringis, “Udah santai.”

Yandi menatap gue dengan pandangan curiga, mungkin ia sudah mencium rekayasa kebohongan yang merugikan dirinya hahaha.

“TOK-TOK..Selamat siang Bu Rini,” setelah mengetuk pintu ruangan BP yang terbuka separuh, gue menyapa Bu Rini yang tengah sibuk dengan laptopnya. Ia melirik ke arah pintu dan melihat kami berdua.

“Masuk,” jawabnya sambil membenarkan letak kacamata dan menutup layar laptopnya,

Aish, gue memang setuju dengan perkataan Xavi tadi di kelas, Bu Rini memang MILF banget.  Usianya mungkin sekitar 40 tahunan, kulitnya khas perempuan Indonesia coklat sawo matang, dan rambutnya selalu di biarkan tergerai. Face-facenya mirip dengan penyanyi Anggun C. Sasmi versi jarang tersenyum. Kalau menurut anak-anak sih, sifat judesnya karenna belum menikah. Tapi entah udah kawin apa belum hahahaha. Ya meski memang bukan pengampu mata pelajaran, Bu Rini sudah terkenal killer, tegas dan piawai menangani para murid bengal yang mendapat “undangan khusus” dari beliau. Gue sendiri udah mayan sering mondar-mandir ke ruang BP pas kelas 1. Setelah sekian lama tidak pernah di undang ke sini, akhirnya rekor tersebut pecah juga siang ini.

“Duduk sini,” pintanya.

Gue dan Yandi langsung duduk di dua kursi depan mejanya. Buset udah di siapin dua kursi, bakalan lama ini.

“Kalian berdua tahu kenapa Ibu panggil?” tanyanya.

Gue injak pelan kaki Yandi, gue kasih kode biar selanjutnya gue yang ambil kendali. Yandi yang tadinya hendak bicara langsung diam.

“Tahu Bu,” gue yang jawab.

“Apa Yos?”

“Karena penampilan kami hari ini Bu.”

“Kenapa dengan penampilan kalian?”

“Kami masuk ke sekolah dengan penampilan seperti orang yang habis berkelahi.”

“Baguslah kalau kamu tahu. Jadi Ibu bisa langsung ke pokok masalah. Apa sebenarnya terjadi kepada kalian berdua? Dalam sebulan ini kalian berdua sudah sering absen karena alasan sakit. Terutama kamu, Yandi,” kata Bu Rini tegas sambil memandang kami berdua bergantian.

Ini Bu Rini pasti merujuk ke hal dimana setelah habis-habisan di sasana tinju sekolah, gue dan Yandi adalah siswa yang paling belakangan masuk. Gue mesti istirahat di rumah seminggu untuk menyembuhkan luka gegar otak minor setelah kena hantam kursi lipat dari Edgar. 

Meski luka gue mayan parah dan cederanya bisa jauh lebih parah, entah kenapa gue gak merasa dendam dengan perbuatan Edgar. Mungkin karena kemarin gue agak kerepotan adu pukul dengan Andreas, gue jadi lengah dan kena jackpot dari Edgar. Meski cedera terbilang parah, tapi cedera Yandi tetap yang paling kacau. Seperti mengulang kejadian final clash di aula dulu, dia kembali terlibat perkelahian maraton. Sekitar sepuluh hari Yandi absen karena cederanya. Sepuluh hari udah sembuh total itu buat gue udah mukjizat.

Gatotkaca, otot kawat balung besi, is real dude!

Sebelum Bu Rini berpikir yang tidak-tidak gue segera membuat pengakuan palsu. “Kami berdua berkelahi kemarin, Bu."

Yandi agak terkejut karena ia mengira gue akan berkata jujur. Tentu saja tidak kawan, gue tidak sebodoh itu.

"Kalian berdua berkelahi sih itu sudah pasti, gak mungkin kalian begini karena cedera main bola. Pertanyaan Ibu simpel, kalian berkelahi dengan siapa? Dan kenapa? Kalian beruntung lho Pak Tomo sedang ada rapat di luar, jadi beliau tidak datang ke sekolah hari ini. Kalian kan tahu, sesibuk-sibuknya Pak Tomo, dia selalu ada waktu khusus untuk menangani siswa bandel seperti kalian berdua,” sindir Bu Rini halus namun tajam. “Saya bisa saja me-report kalian ke beliau dan asal kalian tahu ya, Pak Tomo bisa saja bertindak tegas sampai ke tahap ekstrem karena tindakan indispliner kalian ini sudah berulang-kali terjadi, bukan cuma satu atau dua kali saja."

Sialan, memang nyebelin sih ini MILF. Sifatnya yang suka “cari muka” di depan Pak Tomo sudah bukan jadi rahasia lagi. Peristiwa battle royale kemarin menjadi bukti bahwa Pak Tomo sepertinya memang sudah jengah dengan keberadaan para siswa bengal seperti kami. Seharusnya kami sudah kena DO. Tetapi telah terjadi sesuatu di belakang layar sehingga Pak Tomo seperti “mengampuni” kelima belas siswa yang di anggap sebagai siswa perusuh dan sering berbuat masalah di luar sekolah. Meski di ampuni, namun Yandi sudah mengingatkan kami semua agar sebisa mungkin menghindari masalah.

Cuma ya kemarin Blood Creep sudah mengambil inisiatif teror terbuka kepada kami. Gue dan Yandi beruntung bisa lolos dari sergapan dan ancaman penculikan Blood Creep, namun sobat gue, Rio kurang beruntung dan kini ia menjadi tawanan. Sialan memikirkan ini membuat darah gue mendidih, mana bisa gue sekolah dengan tenang namun di saat yang sama Rio bisa saja terus-menerus kena siksa!

Gue coba meredakan emosi dengan menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan. Oke, gue mesti fokus dan segera keluar dari ruangan BP ini dengan hukuman yang seminimal mungkin kami dapat dari Bu Rini.

“Saya dan Yandi berkelahi satu sama lain Bu, tidak berkelahi dengan siapapun.”

Satu alis Bu Rini naik mendengar perkataanku. “Kamu dan Yandi berkelahi, kok bisa?”

“Karena masalah cewek Bu. Saya dan Yandi suka dengan cewek yang sama. Meski kami teman, tetapi kami perlu menyelesaikan, siapa dari kami berdua yang pantas jadi pacarnya.”

Anjing, gue setengah mati menahan tawa saat Yandi diam-diam menginjak kaki gue.

“Kalian ini ! kalian pikir cewek itu semacam trofi? Yang menang yang berhak atas trofi tersebut! Siapa cewek yang kalian sukai? Vinia?” hardiknya.

Njir, nama Vinia di bawa-bawa haha. Gue menggeleng cepat. “Bukan Vinia. Cewek yang kami suka anak SMA SWASTA XXX Bu dan kami berdua berkelahi atas inisiatif sendiri tanpa sepengetahuan cewek tersebut. Yang kalah mundur, tidak lanjut PDKT.”

“Konyol sekali kalian berdua. Terus siapa yang menang?”

“Yang menang Yandi bu…Tetapi..”

“Tapi apa?”

“Tapi ternyata si cewek yang kami suka melihat kami berkelahi.”

“Kok bisa?”

“Saya dan Yandi berkelahi di halaman depan rumah saya Bu. Rupanya si cewek tersebut datang ke rumahku dan melihat kami berkelahi. Ia takut untuk melerai. Begitu perkelahian selesai, cewek yang namanya Dea, langsung datang menghampiri saya Bu. Rupanya Dea lebih menaruh perhatian kepada saya di banding Yandi. Saya boleh saja kalah lawan Yandi, tetapi saya memenangkan hati Dea Bu.”

Bu Rini geleng-geleng kepala, namun ekspresinya mulai melembut. Terdengar konyol namun sepertinya ia percaya haahaha.

“Yandi, itu benar?” kali ini Bu Rini bertanya kepada Yandi yang sedari tadi diam.

“Iya Bu. Saya memang lebih kuat daripada Yosi tetapi kalau Dea lebih memilih Yosi, saya bisa apa? Seperti yang Ibu bilang tadi kan, cewek itu bukan trofi. Perasaannya gak bisa di paksa. Jadi yawislah, saya mundur saja. Yang penting masalah saya dan Yosi selesai dengan cara jantan.”

Wkakakakakakak pinter juga Yandi ! bisa improvisasi.

“Ya baguslah kalau masalah kalian sudah selesai, tapi Ibu menyayangkan kenapa urusan cewek di selesaikan dengan cara yang tidak perlu. Yandi sih bilang saja ikhlas, tapi saya yakin perih juga kan udah muka babak belur, melihat cewek tersebut lebih peduli dengan Yosi.”

“Iya bu, perih si Bu,” respon Yandi.

Fuuuakkkkkkkkkk! Gue setengah mati nahan tawa, gue bayangin hal yang sedih-sedih agar tidak kelepasan tawa. Aduhh perut gue saki nahan tawa, mana Yandi juga makin meresapi perannya sebagai cowok melas, wakaka.

“Yasudah kalian bisa kembali ke kelas dan mengerjakan tugas, untuk kali ini Ibu bisa pahami. Namun jika sekali lagi kalian terlibat masalah. Ibu tidak akan segan memanggil orang tua kalian.”

“Baik Bu, terimakasih.”’

“Makasiih Bu.”

Setelah menyalami Bu Rini gue dan Yandi buru-buru keluar dari ruangan. Kami tidak langsung kembali ke kelas melainkan ke kamar mandi dekat kantin. Karena di sana kami berdua akhirnya bisa ketawa sekeras-kerasnya.

“Parahhh kamu Yosss, gila sampai nangis aku ketawa,” kata Yandi setelah tawanya mereda,

“Hahhahah! Ada bagusnya juga gue kadang nemenin Dea nonton drama korea, jadi bisa kepikiran kek gini. Gue kasih tahu Yos, mereka para Guru akan lebih ‘menerima’ alibi kita berkelahi karena rebutan cewek daripada kita berkelahi dengan anak sekolah lain atau lebih gila lagi, dengan gangster. Lo tahu kan gimana perubahan ekspresi Bu Rini pas gue cerita kita berantem karena cewek. Drama, semua cewek itu suka drama!”

“Kalau kasusku itu memang benaran terjadi sih?” ujar Yandi.

“Maksudnya?”

“Kan aku pernah berantem sama Puput karena masalah cewek juga Yos. Si Dita. Plus Eko pula.”

Gue ketawa nyengir kali ini. Yandi merangkul pundak gue dan kemudian mengajak untuk segera kembali ke kelas karena ada banyak tugas yang mesti di kumpulkan di akhir jam pelajaran Ilmu Tata Negara.

“Eh nanti gak usah cerita tentang ‘drama’ di ruang BP ke teman-teman ya?”katanya.

“Tentu saja, gue malu juga anjir kalau anak-anak lain tahu hahaha.”

                                   ***

Setelah jam pulang sekolah, Yandi meminta kami bertiga untuk tetap tinggal sebentar di kelas. Yandi diam saja saat Xavi mengatakan, “Nah sekarang saatnya kamu atau Yosi cerita tentang apa yang terjadi kemarin. Kalau cuma salah satu dari kalian yang lebam-lebam, gue gak akan terlalu penasaran. Tapi ini kalian berdua kompak masuk ke sekolah dengan muka kek gini.”

“Blood Creep-lah Xav, siapa lagi,” komen Zen pelan karena kelas belum sepenuhnya kosong.

Gak heran sih kalau Zen bisa langsung on the spot menebak apa yang terjadi.

“Hey kalian para boyband gak pulang?” tanya Vinia menghampiri kami.

“Belum Vin, ini mau bahas lagu BTS mana yang mau kami cover, Fake Love atau Boy With Love,” jawab gue spontan.

“Eh seriusssss?”

“BTS? Apaan tuh?” tanya Zen heran. Ternyata ada hal yang Zen tidak tahu juga haha.

“BTS di Death Stranding-nya Hideo Kojima? Gue udah beli Death Stranding tapi belum sempat gue mainin,” tukas Xavi.

Vinia geleng-geleng sambil menatap gue. “Bohong banget sih elo Yos.”

“Hahahaha, ya kali Vin kami mau cover lagu dari BTS..Bria Tuna Susila..”

“Hahaha gelo. Kangen lho gue nge-band sama kalian. Kapan yukkkkk !”

“Boleh-boleh,” kata Yandi. “Itu yang punya studio biar yang ngatur.”

“Kalau gue sih sekarang juga bisa kalau kalian mau main ke rumah. Sekarang pertanyaannya, kapan Vin lo ada waktu? Kita-kita mah cuma warga sipil yang sok sibuk,” sahut Xavi enteng.

Gebleg Xavi malah ngajakin main band sekarang ! dia gak tahu apa kalau dua hari sebelum blitzkrieg itu krusial. Banyak hal yang mesti kami bicarakan dulu.

“Aduhh kena deh gue, guenya yang gak bisa. Gue lagi padat nih sampai mingggu depan. Nanti gue kabarin dehh. Ini  mau langsung ke studio.”

“Vin, lo gak bosen apa? Setelah sibuk rekaman, show eh sekalinya libur malah ngajakin kita nge-band,” tanya Zen.

“Benar-benar,” gue setuju dengan Zen. “Cinta benar lo sama kita-kita Vin.”

“Kalau nge-band sama kalian tuh beda, pasti bawaannya seru. Pokoknya kalau main sama kalian tuh gak ada bosannya. Duh, gue mesti cabut sekarang nih. Dah ya duluan, awas lo kalian gak usah ngomong yang aneh-aneh, pulang gih cepetan terutama Yosi dan Yandi.”

Gue dan Yandi nyengir aja sih di sindir Vinia. Kemudian Vinia pamit cabut duluan, setelah Vinia pergi, kini di kelas tinggal kami berempat.

“Kadang gue kasihan sama Vinia. Musik yang semula bisa bebas ia nikmati, mainkan kapan saja ia mau, kini jadi rutininas macam orang kerja kantoran. Masih mending sih orang kerja kantoran, sabtu minggu atau tanggal merah bisa libur. Meski bayaran manggung dan nilai kontrak rekamannya besar, tetapi industri musik membuat mereka menjadi budak industri. Musik menjadi rutinitas bukan lagi panggilan jiwa,” ujar Zen pelan.

Njir dalam banget omongan Zen. Kami diam mengamini perkataan Zen karena bukan sekali ini saja kami mendengar keluhan Vinia betapa ia capek menjalani rutinitasnya tersebut.

“Dengar, mereka sudah datang. Blood Creep. Kemarin aku dan Yosi mendapat teror, kami nyaris kena culik. Namun kami beruntung lolos karena teman-teman Mas Karjo datang di saat yang genting. Hanya saja, Rio kurang beruntung. Ia kini di sekap oleh Blood Creep dan meminta tebusan lima Miliar Rupiah di mana ada kesepakatan pertukaran di lakukan Hari Rabu Malam di Kota BBB. Tetapi kita tidak akan datang kesana hari Rabu, kita ke sana besok malam. Blitzkrieg mission. Untuk sekarang ini itu yang bisa ku ceritakan karena aku mesti pulang sekarang. Kita lanjut nanti malam saja, di rumah Xavi, gimana?” ujar Yandi cepat.

“Siapppp! Rumah gue mah terbuka 24 jam buat kalian.”

“Hmm, blitzkrieg dengan memanfaatkan data yang kita milik tentang Blood Creep ya? Interesting.Oke, sampai jumpa malam nanti.”

Lalu kami pulang. Namun gue gak langsung pulang ke rumah, karena gue mesti memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Gak mungkin gue  besok ikut misi tanpa minimal memberitahu seseorang. Seseorang yang selalu jadi rujukan gue kalau ada masalah. Gue biasanya selalu telepon dia dulu sebelum ke tempatnya namun untuk kali ini gue pengan langsung datang.

Halaman parkir CUT2CUT agak lengang. Gue lihat Anta sedang sibuk dengan satu customer, tidak ada antrian.

“Halo Yos! Mau potong rambut lo! Udah jabrik macam Sid Vicious, lah bonyok tuh muka,” sambutnya saat melihat gue masuk ke toko dan kebetulan di dalam ada poster Sid dalam ukuran besar terpasang di salah satu sudut dinding CUT2CUT. Bahkan lagu yang mengalun pelan juga berkumandang musik dari Sex Pistol.




Anarki bukan hanya di UK, besok pun Anarki berkibar kencang di Kota BBB, batin gue.

“Entarlah gue potong, lagi keren-kerennya gini hehehe. Eh Bang Sadli ada di mana?”

“Oh Bang Sadli lagi keluar makan tadi kayaknya. Lo telepon aja.”

“Enggak usah, gue tunggu aja. “

“Sip.”

Gue perhatikan orang yang baru saja selesai dengan Anta. Potong apaan sih, masih panjang gitu. Sepertinya orang itu tahu yang gue pikirkan, setelah membayar, ia memperhatikan gue dengan tatapan sinis.


Deadmeat,” katanya lirih sambil berlalu pergi.

Apa-apaan sih tuh anak? Gue agak familiar sebenarnya tetapi lupa dan gak minat untuk mengingat-ingatnya. Ada hal yang lebih penting di banding mengurus remah rengginang.

“Lo kenal Arkham juga Yos?”

“Arkham?”

“Arkham anak STM XXX kelas 1.”

Gue tersenyum. Kini gue ingat. Satu dari 13 bajingan dari SMP yang tersebar di Kota XXX. Arkham. “Cuma tahu nama saja dan kalau pun pernah ketemu udah lama, udah asing gue. Tapi yang jelas ia tahu gue siapa. Eh tu anak potong apaan, masih panjang gitu.”

“Oh Arkham bukan potong, cuma ngrapiin bagian samping dan atas dikit sih.”

“Sering kesini Arkham?”

“Ya mayan, sebulan sekali kayaknya dia rapiin rambut ke sini. STM XXX kan mirip-mirip sama sekolahan elo, gak ngurusin rambut muridnya selama nilainya tinggi.”

“Oh.”

Arkham mah bukan bagian gue, masih terlalu awal kalau dia berani cari perkara sama gue. Dejan dan Goku pasti senang kenalan dengan Arkham. Ah tapi Arkham kabarnya bukan anak kelas 1 STM XXX yang paling di takuti di angkatannya. Ada anak yang bernama Agung yang boleh di bilang yang pegang semua anak kelas 1 STM XXX. Kalau urusan dengan Blood Creep ini berakhir dengan happy ending, baru gue ada waktu untuk cari tahu lagi.

Pintu CUT2CUT berbunyi seperti denting bel pelan tiap ada orang yang masuk. Gue lihat orang yang gue tunggu datang.

“Halooo jabrik ! baru keliatan lo,” sapa Bang Sadli yang langsung duduk di sofa dekat gue.

Jabrik entah kenapa gue mulai tidak suka di panggil jabrik.

“Haha iya Bang.”

“Mo potong rambut lo? Kalau iya gue handle langsung nih mumpung gak ada customer.”

“Ehehehe, lain kali aja Bang. Gue mau bicarain sesuatu dengan Abang.”

Sepertinya gue mesti bernazar kalau besok kami semua bisa keluar dari Kota BBB hidup-hidup, gue potong rambut.

“Wah, hidup lo memang meriah Yos! Gak seru kalau gak ada masalah haha,” komentar Anta yang sedang menyapu potongan rambut yang berserakan di lantai toko.

“Anying, ya gak gitu juga kali,” balas gue kecut.

Bang Sadli berdiri. “Kita ngobrol di atas sambil rokok’an saja.”

Gue lalu mengikuti Bang Sadli. Rupanya ia terus naik hingga ke rooftop ruko dua lantai miliknya. Wah keren juga nih rooftop. Ada semacam mini bar gitu lengkap dengan berbagai macam botol minuman mahal dan kursi-kursi kecil.Tempatnya juga teduh, tidak panas karena ada atapnya. Sofanya juga nyaman benar. Semilir angin di sini juga enak.


“Widihh, usaha baru nih kayaknya.”

“Ya so far cuma buat teman-teman dekat atau klien ngomongin kerjaan Yos. Yang lantai 2 gue jadiin private room. Capek gue bersihin lantai 2 dari abu, puntung rokok, kaleng-kaleng bir kalau anak-anak sedang kumpul di sini. Kalau lo haus, ambil aja minuman di kulkas,” jelasnya.

Anak-anak yang ia maksud pasti kru LPH. Gue lalu minuman air mineral dingin gue ambil dua botol tanggung.

“Thanks,” ucap Bang Sadli saat gue sodorkan satu Aqua untuknya. Saat ia menawari gue rokok, gue menggeleng. “Tumben.”

“Udah tadi Bang.”

“Hahaha, antek Blood Creep sepertinya menghajar lo cukup keras sampai ilang selera rokok lo haha. Memang gak salah gue join to the party besok. Siapa tahu, candu nikotin gue ilang setelah silahturahmi ke Kota BBB.”

Lah, gue kaget mendengarnya. “Bang Sadli..udah tahu?”

Dia mengangguk. “Semalam Mas Karjo telpon gue dan cerita semuanya. Jadi lo bisa hemat nafas gak perlu cerita ke gue panjang lebar. Sekarang yang penting adalah, what next? Secara pribadi, Mas Karjo meminta gue untuk ikut karena ia punya sedikit kekhawatiran.”

“Kekhawatiran apa Bang?”

“Mas Karjo sepertinya tidak akan bisa ikut besok malam, karena ia dapat bisikan, ia sedang di intai sama Kepolisian. Bahkan konon begitu Mas Karjo pergi keluar Kota XXX, ia akan langsung di amankan alias di tangkap dan di jebloskan ke penjara dengan tuduhan praktik money laundry, pemerasaan, penyuapan dan lain sebagainya. Tuduhan yang sudah pasti membuatnya bisa mendekam cukup lama di sel dan efeknya bisa membuat ROCKSPEED dan unit usaha lainnya kolaps. ”

“Wanjirr, kek tahanan Kota gitu Bang?”

“Ya kurang-lebih seperti itu.”

Gue lemas mendengarnya, “Masa iya Blitzkrieg batal? Nasib Rio gimana? Gue gak mungkin diam saja besok Bang.”

“Udeh lo santai. Mas Karjo adalah singa tua yang udah khatam situasi seperti ini. Dia sudah menyiapkan rencana.”

“Rencana apa Bang?”

“Blitzkrieg tetap jalan meski ia tidak bisa ikut. Sebagai gantinya ia tetap mengirim beberapa orang kepercayaannya plus gue untuk pergi pesta. Mas Karjo tidak bisa mengirim banyak orang karena akan sangat menarik perhatian Polisi jika ada pergerakan massa yang cukup besar. Gue secara spesifik di minta untuk mengawasi elo dan teman-teman lo. Karena meski kita kesana dengan unit kecil, mungkin tidak sampai sepuluh orang, untuk tugasnya tetap di bagi-bagi. JONK XXX akan jadi martir yang bergerak di depan. Mereka akan jadi penghancur. Sementara kita, jaga mereka dari belakang.”

Kening gue berkerut dan mendesah kesal.

“Bang, lawan kita tuh ratusan loh, preman berbahaya yang gak segan bunuh orang. Kalau kita cuma bersepuluh, apa tidak masuk ke kandang hyena itu namanya,” kata gue sambil menyandarkan punggung ke sofa.

Bang Sadli tertawa tergelak. Ia melemparkan bungkus rokok. “Omong kosong lu bisa berhenti ngrokok. Rokok dulu gih biar lemesan tuh otak lo.”

Kali ini gue gak bisa menolak, gue memang butuh nikotin sekarang ini.

“Jadi dalam bayangan lo blitzkrieg itu puluhan orang naik truk atau bus konvoy dari sini ke Kota BBB, gitu Yos?”

Anjir pedes amat sindirannya.

“Ya gak gitu juga kali Bang. Itu sih namanya tawuran atau perang kota.”

“Nah itu tahu. Kita akan bergerak dengan sedikit orang karena kita sudah punya tujuan. Kita tuh gak nembak ke ruang gelap. Kita tahu apa, siapa dan dimana kita bisa menemukan  target, berkat data penting dari teman lo yang sakti mandraguna! Brian aja yang kakak sepupunya Intel, gak tembus. Teman lo malah tiba-tiba kasih A-Z tentang Blood Creep. 

Intinya gini Yos, kita gak mungkin frontal lawan ratusan orang Blood Creep. Kita pegang kepalanya Kobra langsung, kalau si raja ular udah kepegang, ekornya akan auto kejang. Ngerti kan maksud gue? Ini konsep Blitzkrieg yang akan kita jalankan besok. Secara di atas kertas ini akan sulit, namun kenyataannya akan jauh lebih sulit.”

Gue agak lega mendengar penjelasan Bang Sadli. “Jadi kapan kita ketemu untuk brifing sebelum berangkat kesana besok Malam Bang?”

“Besok sepertinya, sore atau malam sebelum kita berangkat. Malam ini lo ajak ngobrol dulu teman-teman lo. Yandi, Xavi dan Zen. Buat mereka paham resikonya dulu. Kalau sudah sepakat besok kita ketemu. Untuk waktu dan tempatnya gue kabari lagi karena gue juga perlu mengurus satu atau dua hal dulu malam ini.”

“LPH bang?”

Bang Sadli menggeleng. “Tentu saja tidak, gue besok ikut sebagai Sadlli bukan sebagai Guy.”

Ponsel yang gue letakkan berbunyi.

ASTRA VIDEO CALLING…

Gue biarkan dulu, karena gue tengah ngobrol dengan Bang Sadli. Tetapi ponsel Bang Sadli yang ia letakkan di meja juga berbunyi. “Taka nelepon,” katanya.

Bang Sadli meraih ponsel dan kemudian mengangkat telepon dengan berjalan menjauh. Gue pun menyambar telepon dan mengangkat panggilan Astra. Yang pertama gue lihat adalah muka Astra yang panik.

“YOS!!!! SEKOLAHAN KITA DI SERANG !!!! DI BAKAR ORANG !! ADA ANAK YANG KATANYA JUGA KENA TUSUK DI DALAM!!!”

Di saat gue sedang mencerna omongan Astra yang sepertinya tidak mungkin terjadi, Astra lalu mengarahkan layar ke arah gerbang sekolah, dari dalam area sekolah ada asap hitam membumbung tinggi, di gerbang banyak siswa yang berlarian keluar dengan wajah panik, di saat yang sama ada juga warga yang berlari masuk ke dalam area sekolah.

Chaosssss!!!!

*****
@ Balkon Kamar Xavi
Malam harinya
******

(POV Zen)


Semuanya sibuk dengan pikiran kami masing-masing setelah Yosi menceritakan dengan detail kejadian teror di sekolah sekitar jam 3 sore. Yosi bisa bercerita dengan detail karena setelah di telepon Astra yang masih nongkrong dekat sekolah, ia langsung menuju sekolah. Dari penjelasan Astra dan beberapa teman yang ada di luar sekolah, mereka melihat dua orang berboncengan naik motor trail. Mereka parkir motor di dekat gerbang sekolah. Keduanya bersikap biasa saja dan melenggang masuk ke dalam halaman sekolah.

“Astra dan anak-anak mengira mereka ya semacam instruktur atau apalah karena jam setengah 4 ada ekskul basket yang biasanya mengundang beberapa pebasket senior. Jadi ya gak ada aneh, gerak-gerik mereka pun tidak mencurigakan tidak celingak-celinguk.”

Gue langsung  menimpalinya. “Karena mereka sudah tahu persis apa yang mesti mereka lakukan, apa yang jadi target dan yang jelas mereka sudah mengetahui situasi sekolah sebelumnya.”

“Tepat. Lalu tak lama kemudian terdengar suara ribut dari dalam di susul dua orang ini yang lari dan langsung tancap gas dengan motor trail. Selebihnya ya kita semua sudah tahu apa yang terjadi.”

“Blood fucking Creppp !!!” geram Xavi.

“Bagaimana keadaan Andreas?” Yandi bertanya kepada Yosi.

“Akses ke RS Medika di batasi, hanya keluarga dan beberapa guru yang di perbolehkan menjenguk, tapi kabarnya dia kritis masuk UGD karena luka tusuknya sedemikian parah. Salah satu anak kelas 1 yang di tanya Astra katanya melihat di perut Andreas masih menancap pisau. Galang, Max, Andreas, Pak Tarmiji, Pak Sobri jadi saksi kunci peristiwa ini.”

BUGH !

Yandi meninju pagar balkon.

“Blood Creep sudah keterlaluan !! mereka meski kita basmi !”

Yosi kemudian menjelaskan dengan detail tentang Blitzkrieg termasuk Mas Karjo yang tidak akan bisa ikut karena sedang di pantau ketat oleh Kepolisian. Selain teman-teman Mas Karjo yang kemarin menolong Yandi dan Yosi, orang yang bernama Sadli yang menurut cerita Yosi adalah alumni SMA NEGERI XXX dan juga sohib kakaknya, yang di minta Mas Karjo untuk menggantikan dirinya,

“Kalian berdua ikut? Untuk situasi yang mungkin di hadapi di sana, tidak perlu gue ceritakan detail pasti kalian sudah bisa membayangan betapa berbahayanya misi besok,” tanya Yosi kepada gue dan Xavi.

“Dan akan semakin berbahaya buat kalian kalau gue gak ikut. 100% ikut,” gue jawab tanpa ragu. 

Tentu saja gue tidak mungkin berdiam diri, sementara gue tahu ada peluang untuk memberangus Blood Creep dengan bantuan Madame Rose. Gue memang belum mengabari Madame Rose karena masih menunggu dengan detail rencana Blitzkrieg. Namun setelah gue pikir, asal mengetahui kapan kami berangkat ke Kota BBB, itu sudah cukup untuk Madame Rose “menarik” backup darinya dan membiarkan Blood Creep sendirian.

Gue sadar, gue seharusnya tidak 100% percaya dengan Madame Rose. Logikanya, kenapa ia mau saja salah satu pabrik duitnya di hancurkan? Bahkan boleh di bilang tidak ada jaminan dia akan menepati janjinya. 100 bitcoin & 100 ZEUZ sudah gue serahkan ke dia. Jadi jaminan yang gue pegang adalah janji Madame Rose. 

Resiko besar tersebut mau tidak mau mesti gue ambil, tidak ada cara lain menghancurkan Blood Creep tanpa “bantuan” Madame Rose. Data lengkap tentang Blood Creep menjadi jalan kami masuk ke Kota BBB. Jika itu semua tipuan, sama saja gue mengantar nyawa teman-teman gue jurang kematian. Mau itu tipuan atau tidak, gue harus ikut besok, Kalau pun kami di jagal, gue juga mesti mati bersama teman-teman gue dengan penuh penyesalan tentu saja.

“Masak lo nanya itu ke gue Yos? Sebelum lo nanya, mestinya lo udah tahu jawaban gue.”

Kami tertawa mendengarnya. “Xavi beast mode oN,” kata Yandi.

“Yan, ini gue perlu siapin apa saja?”

“Nanti, tunggu briefing besok. Eh dengar-dengar besok sekolah di liburkan dulu selama tiga hari yaa?”

“Wait gue coba cari tahu dulu di grup WA,” jawab Xavi,

Saat kami menunggu Xavi memastikan berita tersebut, telepon yang ada di kamar Xavi berbunyi. Xavi segera masuk ke dalam kamar dan mengangkatnya.

“Andreas. Kasian juga tuh anak, dapat jackpot dari antek Blood Creep,” kata gue di hadapan Yandi dan Yosi.

“Fuck, jadi makin tambah dosa gue…” keluh Yosi.

“Lho apa hubungannya sama elo? Dosa ya dosa para jahanam itulah. Ini sepenuhnya sudah tanggung-jawab mereka. Udah lah saran gue buang rasa bersalah lho. Kalau mau ngebuang rasa bersalah lo, kita mesti tumpas Blood Creep,” kata gue sambil membakar sebatang rokok lagi.

“Zen benar Yos. Gak ada gunanya kamu menyimpan perasaan bersalah, ini sudah di luar kendali kita. Kita yang memulai kita yang bereskan. Jangan sampai mereka datang lagi mengganggu keluarga  kita, itu yang penting,” tegas Yandi.

Gue jadi tergelitik mendengarnya dan melontarkan pertanyaan yang sifatnya retoris.

“Itu berarti sama saja kita mesti membunuh para dedengkot Blood Creep dong Yan.”

Yandi menatap gue. “Jika keadaan memaksa demikian, apa boleh buat. Demi ketenangan keluargaku, aku akan lakukan apa saja, termasuk-”

“Yosi, lo nunggu teman lo di sini? Tuh kata Pak Priyo, ada teman lo sudah ada di posko.”

Omongan Yandi terputus karena Xavi menyela pembicaraan. Namun gue tahu benar apa maksudnya.

Oke fix, saatnya ZEUZ keluar untuk menegakkan keadilan dengan mencabut nyawa para begundal jahanam Blood Creep, heuheuheuheuheu..

“Hah? Teman gue yang mana?” Yosi kaget karena ada yang mencarinya.

“Prast namanya.”

Yosi yang semula duduk di bangku langsung berdiri tegak. “Goku. Goku yang datang kesini.”

“Goku yang anak kelas 1? yang ada di TKP pas teror di sekolah?”

“Iya tentu saja.”

“Bagaimana ia bisa tahu rumah gue dan yang penting bagaimana ia bisa tahu lo ada di sini? Dan kenapa ia mencari elo?” tanya Xavi.

Yosi hanya menjawab singkat. “Kalau Goku bisa sampai tahu gue ada di sini, berarti otak dia berjalan dengan benar. Keren.”

“Yadah lo telepon posko saja, nomor 21. Terserah mau lo ajak bicara di mana.”

“Beres, biar gue yang tangani,” katanya sambil Yosi mengacungkan jempol. Ia lalu masuk ke kamar, menelepon ke posko dan kemudian turun. Kami lalu melihat dari balkon, Yosi duduk di bangku taman belakang. Agar tidak di kira mengawasi, Yandi mengajak gue dan Xavi masuk ke kamar. Yandi dan Xavi main PS4 sementara gue mengambil ponsel yang tadi di gue charge. Gue bawa ponsel keluar dan duduk di balkon pojok.Sehingga gue bisa bicara dengan Madame Rose tanpa khawatir Yandi atau Xavi mendengar pembicaraan gue.

Untuk menelepon Madame Rose gue mesti menggunakan nomor sim card khusus karena ia hanya mau menerima telepon dari nomor yang ia kenal. Setelah mengganti salah satu slot simcard dengan micro simcard khusus yang gue simpan di dompet, gue menelepon Madame.

Setelah tujuh kali nada tunggu, panggilan gue di angkat dan suara merdu yang menipu terdengar.

“Hello darla…”

“Selamat malam Madame Rose. Apa kabar?”

“Malam juga ganteng, kabar baik.”

“Lagi ganggu gak Madame?”

“Enggak kok, lagi santai sambil melihat Menara Eifell dari kamar hotel.”

“Wah lagi di Paris ya Madame?”

“Iya, lagi ada kerjaan di sini jadu ya sekalian piknik tipis-tipis. Bosen ngunyah sosis lokal mulu, pengen selingan sarapan sosis ala Eropa nan tebal, hhahaha.”

“Hahahaha, mantap.”

“Zen, kalau ada perlu urgent boleh bilang sekarang.”

“Madame, besok malam gue dan teman-teman akan berkunjung ke Kota BBB. Blood Creep. Boleh di bantu, siapin jalur aman ke sana?”

“Hihiihihihihihi, akhirnya. Done.”

Dengan mudahnya Madame Rose bilang Done, padahal gue agak ngeri-ngeri sedap. ‘Done’ dari seorang Madame Rose tentu saja akan sangat membantu sekali buat gue.

“Zen dulu aku pernah bilang kan, bahwa aku akan membantumu dengan memberikan peluang kesuksesan 30%. Karena aku sedang feeling good dan aku senang ngobrol dengan remaja berbahaya sepertimu, aku akan memberikan kompensasi tambahan.”

What? Penasaran gue. “Kompensasi tambahan apa Madame?”

“50%. Peluangmu untuk membereskan Blood Creep. Tapi 50% tersebut akan sia-sia kalau….”

“Kalau apa Madame?”

“Jadi begini Zen, tentang rencana menghapus Blood Creep, sudah pernah aku ceritakan ke  Capo Viggo dan beliau setuju asal aku sudah menemukan penggantinya yang lebih baik. Kabar baiknya, aku sudah menemukan operator yang jauh lebih menjanjikan di bandingkan Blood Creep. Operator pengganti Blood Creep ini akan membantumu besok. Aku akan mengirimkan nomornya kepadamu, setelah kamu sampai di Kota BBB, kamu langsung kontak dia. Jangan khawatir, dia juga kuberikan nomormu yang ini. Selanjutnya kalian bisa bicarakan satu atau dua hal yang sama-sama menguntungkan. Bagaimana?”

This. Is. So. Fucking. Good. News!

“Siap Madame ! terimakasih!”

“Tentu saja, oia Zen, nyaris aku lupa bilang satu hal lagi, ini malah hal yang paling penting. Cappo Viggo tidak mau Blood Creep jadi masalah laten di kemudian hari jadi beliau ingin kamu bereskan Kobra dan para leader di Blood Creep, sampai mereka benar-benar ‘hilang’. Kamu paham kan maksudku?”

Tentu saja gue paham !artinya di bunuh ! ahahah kok gue merinding senang ya?

“Paham Madame.”

“Sepertinya kamu punya pengalaman menghilangkan nyawa orang, iya?”

“Tentu saja Madame. Untuk menemukan formula ZEUZ yang tepat, tentu gue membutuhkan tikus ujicoba. Tikus yang gue maksud tentu saja bukan tikus lab, melainkan beberapa orang yang yah, kalaupun mati, tidak akan ada yang menangisi.”

“Zennnn, kamu kok keren banget siihhh. Intinya tuh gini, Jangan sampai mereka tertangkap hidup-hidup dan masuk ke sel. Si operator hanya bisa membantumu di belakang layar, ia tidak bisa terang-terangan terlibat. Jadi harus kamu dan teman-temanmu yang melakukannya. Kamu bisa?”

Gue bersyukur masih menyimpan 5 serum ZEUZ dosis mematikan. Ini akan sangat membantu.

“Bisa.”

“Haha luar biasa! Jika kamu bisa melakukannya, Capo Viggo akan sangat senang mendengarnya.”

Gue jadi penasaran siapakah Capo Viggo yang Madame maksud. “Madame, siapa itu Capo Viggo?”

“Hihiihi, kalau kamu bisa memenuhi permintaaan kami, aku beritahu.”

Aahaha keparat. “Boleh-boleh.”

“Ada lagi yang perlu kamu sampaikan Zen? Kalau tidak ada aku mau menyantap lagi sosis Eropa lagi nih..”

“Sudah itu saja Madame Rose, terimakasih dan selamat menikmati liburannya.”

“Terimakasih, aku harap kamu bisa berhasil besok. Aku tidak ingin kehilangan anak muda yang sangat menarik, jenius dan berbakat seperti kamu. Bye Darling. Muah.”

KLIK.

Tak lama setelah sambungan telepon putus, ada satu SMS masuk.

MADAME ROSE
Viper
08xxxxxxxxx
21.06

Madame mengirimkan satu nama dan nomor telepon. Orang bernama Viper ini sepertinya adalah operator baru yang mengincar kue yang di pegang Blood Creep sekarang ini. Seperti instruksi Madame, aku akan menghubungi Viper setelah gue sampai Kota BBB. Setelah nomor tersebut gue simpan, gue matikan ponsel dan kukeluarkan micro simcard yang akan jadi kunci penting untuk menumbangkan Blood Creep.

Untuk sekarang ini, gue memang tidak ada pilihan lain selain melaksanakan perintah Madame Rose sampai ke tahap menghabisi nyawa Kobra dan para anteknya.

Menghabisi nyawa para manusia jahanam memang sepertinya menyenangkan.

Pikiran jadi lebih enteng setelah menelepon Madame Rose. Saat gue kembali masuk ke kamar Xavi, Yosi juga sudah kembali.

“Udah selesai lo ketemuan sama Goku?” tanya gue.

Yosi tidak langsung menjawab. Ia duduk di sofa. Dari ekspresinya yang seperti menahan amarah.

“FUUUCKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK!!”

Gue, Xavi dan Yandi kaget karena tiba-tiba Yosi mengumpat dan terlihat sangat marah.

“Bakalan gue bunuh mereka blood creepp jahanam !!!!!”

“Yos, ada apa?” tanya Yandi. Namun Yosi masih terdiam. Gue langsung menghampiri Yosi dan memberikan bir dingin yang gue ambil dari kulkas. Yosi menyambar dan meneguknya.

Yosi meletakkan kaleng bir di meja dengan kasar lalu mengatakan sesuatu yang membuat gue memaklumi ledakan emosi yang di rasakan Yosi sekarang ini.

“Andreas meninggal di RS, nyawanya tidak bisa tertolong.”

“Serius?” Yandi terperangah kaget.

“Iya, beneran Yan ! ini di grup XYZ juga. Nih barusan ada edaran dari Bu Retno di grup WA2F bahwa mulai besok Selasa sampai kamis, sekolah di liburkan 3 hari agar mempercepat proses petugas untuk olah TKP. Sama berita duka serta info pemakaman Andreas yang di lakukan besok pagi di TPU X2,” sahut Xavi sambil menunjukkan layar ponsel.

Poor boy,” gue bergumam pelan. Padahal dia salah satu anak kelas 1 yang cukup menarik di mata gue.

Pak Tomo, apa yang akan anda lakukan sekarang? Satu siswa Bapak meninggal terbunuh lho di sekolahan, heuheheu. Ah iya! Gue baru kepikiran satu nama.

“Yos, si Bram apa kabar? Masa Iya elo, Yandi, Rio dan Tejo di jadiin TO tetapi Bram gak kena getah? Mungkin dia tidak berhubungan langsung dengan Bara, namun dia kan satu sekolah dengan kita. Orang Blood Creep pasti tahu tentang hal ini. Logikanya udah jelas, seperti peribahasa, ‘sekali mendayung, dua atau tiga pulau terlampaui’.”

Yosi menatap gue. “Damn…” lalu ia berdiri.

“Mo kemana Yos?” tanya Yandi.

“Gue ada urusan lain. Besok gue kabarin, kita kumpul dan ketemu di mana sebelum pergi ke Kota BBB.”

Setelah Yosi pergi, gue berdiri dan mengambil jaket yang gue letakkan di meja. “Sebaiknya kita pulang dan istirahat saja Yan. Gak usah mengkhawatirkan Yosi, kalau pun ia sekarang mencari Bram, mereka cuma bicara saja, ya mungkin setelah bertukar satu atau dua pukulan. Tapi dia baik-baik saja.”

“Kamu duluan saja, masih ada yang perlu kubicarakan dengan Xavi.”

“Oke. Gue duluan dan sampai jumpa besok.”

Fiuhh, sepertinya gue akan susah tidur malam ini saking gak sabar menunggu hari keberangkatan ke Kota BBB.

Khu…khu…khu…

*****
@ TPU X2, Pemakaman Andreas
Keesokan harinya
******

(Pov Goku)


“Bakalan sepi ini sekolahan..” ratap Max,

“Ya sepi lah, sekolah di liburin 3 hari,” sahut Galang.

“Bukan itu maksud gue anjing. Andreas udah gak ada!“

“Lo bisa sopan gak? Ini kita di TPU. Tanah kuburan Andreas masih basah,” gue menegur keduanya. “Pusing gue dengar kalian ngoceh mulu dari tadi.”

Gue lalu menjauh dari kerumunan pelayat yang tadinya ramai, kini berangsur berkurang. Para pelayat di dominasi dari sekolahan kami terutama dari teman-teman seangkatan. Guru-guru juga lengkap termasuk Pak Tomo. Gue lalu berteduh di bawah pohon kamboja besar dan mengeluarkan sebatang rokok. Dari sini gue melihat keluarga Andreas masih belum beranjak dari kuburan, di temani Pak Tomo, Bu Rini dan wali kelas gue Bu Shinta. Gue salut sama Pak Tomo karena ia menunjukkan atensinya dan sedari tadi gue perhatikan terus berada di samping Ayah Andreas.

“Kenapa kalian kesini?” kata gue kepada Max dan Galang yang mendatangi gue.

Mereka diam dan ikut membakar rokok. “Lo masih ada hutang sama kita,” kata Galang.

“Hutang apaan?”

“Hutang penjelasan. Lo masih belum menjelaskan kepada gue, kepada Max tentang hasil pembicaraan lo dengan Yosi semalam.”

Sejak pagi kami ketemu di rumah Andreas saat melayat, mereka memang sepertinya sengaja tidak bertanya tentang pembicaraan gue dengan Yosi, mungkin karena waktu dan tempatnya yang kurang tepat. Semalam gue juga gak ngabari di grup. Pikiran gue terlalu ruwet untuk bercerita di grup. Bagaimana tidak, sore hari gue main bola sama Andreas, adu pamer skill pula dan malamnya dia meninggal.

Gue masih shock.

Bukan cuma gue, teman-teman sekelas Andreas juga gue lihat tadi di rumah duka tak malu untuk menangis saat mereka melihat jenazah Andreas di ruang tamu. Galang dan Max yang masuk untuk melihat Andreas untuk yang terakhir kalinya, kalau gue memilih tetap di luar. Entahlah, antara gak tega atau takut gue nangis, campur aduk jadi satu.

Saat gue mau menjelaskan tentang semalam, gue melihat satu sosok berpakaian serba hitam berjalan ke arah kami. Galang dan Max lantas juga menyadari seseorang yang mendekati kami.

“Liat siapa yang datang? Sang serigala penyendiri pun keluar dari sarangnya untuk memberikan penghormatan terakhir,” gue sengaja menyindirnya dengan mengucapkan hal tersebut cukup keras. Gue gak peduli kalau dia tersinggung dengan omongan gue.

Max menyodok pelan perut gue lalu menghampirinya. Gue mengdengus pelan.

“Dejan..” sambut Max.

Dejan menyambut salam Max. Berikutnya Dejan menghampiri Galang dan Galang menyambut salam Dejan. Namun gue tidak merespon uluran tangannya. Bahkan gue menampik tangan Dejan.

PLAK !

“Hei, apa-apan lu Gokz!” Max yang komplain. Sementara Dejan tidak merespon apa-apa. Wajahnya tetap dingin.

“Mau apa lo kesini?” tukas gue.

“Lo bodoh ya? Masih bertanya orang datang ke pemakaman mau ngapain?”

Gue jentikkan puntung rokok hingga mengenai kemeja Dejan lalu menggenggam kedua kerah leher Dejan dan menariknya mendekat wajah gue.

“Apa lo bilang? Mau gue kirim lo kesana nemenin Andreas?”

Dejan tesenyum sinis. “Kalau gue mau, sepuluh detik dari sekarang, lo yang nyusul Andreas.”

Bring it on!!!” balas gue gak mau kalah.

“Gokz!” seru Max sambil menarik gue menjauh, sementara Galang menghalangi Dejan dengan menyilangkan tangan di depannya, pertanda agar Dejan tidak reaktif.

“Jan, selow ya. Ini anak tumben labil dan kenakan-kanakan, seolah cuma dia doang yang sedih dengan cara Andreas pergi,” sindir Galang dengan sangat tajam tepat di depan gue.

“Gue sih santai Lang,” jawab Dejan sambil merapikan kerah kemejanya yang kusut karena gue pegang erat tadi.

“Gokz, lo kalau mulai gak asyik gini, gue males juga,” sahut Max lalu mendorong gue. Wajahnya juga kesal.

Dalam hal ini, Galang dan Max seolah menampar gue dengan tangan yang tak terlihat. Mereka benar, sikap gue sangat kekanak-kanakkan sedari semalam. Seolah cuma gue yang sedih dengan cara Andreas mati. Gue menepikan perasaan kedua teman gue tersebut. Bahkan Dejan yang penyendiri pun keluar dari zona nyamannya dan datang untuk melayat. 

Ini menjadi bukti bahwa Andreas, dengan sikapnya yang agresif namun setiakawan dan sebenarnya orang yang menyenangkan, membuat kami benar-benar kehilangan. Gue tidak merasakan hawa permusuhan dari Dejan sekarang ini, bahkan ia mengajak gue salaman namun gue tampik. Memang guenya yang bersikap kek anak kecil.

Jadi gue dengan sikap jantan, mendekati Dejan dan mengucapkan permintaan maaf sambil mengulurkan tangan. “Gue yang salah, gue minta maaf, Dej.”

Dejan diam tidak bergeming sambil menatap gue, kedua tangannya ia masukkan ke saku celana.

“Gue baru maafin lo setelah lo cerita apa saja yang lo tahu tentang kejadian kemarin, kalian bertiga adalah saksi mata teror di sekolah kemarin dan orang pertama yang menemukan serta gue dengar dari anak-anak yang mengantar Andres ke rumah sakit. Ceritakan semuanya termasuk kemungkinan bedebah yang melakukannya. Gue tahu lo pasti tahu sesuatu, karena lo punya banyak kenalan serta teman, beda sama gue,” ujar Dejan tegas.

Auranya berubah. Hoho, ia coba mengintimidasi gue. Oke.

“Katakanlah kalau gue mau cerita ke elo tentang apa saja yang gue mau, lo mau apa? Sikap gue akan tergantung dengan apa yang akan lo lakukan dengan informasi yang gue kasih,” kini gue berbalik menantangnya.

“Bajingan kalian berdua…” keluh Max sementara Galang hanya tersenyum mendengar kami saling gertak.

“Balas dendam lah ! mau ngapain lagi! Gue bakal kirim bedebah yang sudah ngebunuh Andreas untuk menemani Andreas. Biar di sana, Andreas bisa bersenang-senang dan menghajar balik para pecundang yang sudah membuatnya kesakitan. Itu satu-satunya cara yang gue tahu agar Andreas bisa tenang di sana.”

Anjing, perkataan Dejan memang sangat hiperbola namun hal ini memantik perasaan gue!

“Berarti kita berada di kapal yang sama….kawan,” kata gue.

Kami menyeringai bersamaan lalu bersalaman.

“Gak gue sangka, kepergian Andreas membuat kita berada di kapal yang sama, ahaha! Menarik !” tukas Galang dengan suara girang.

“Hell yeah !!! Bigmac has join the party ! fuck yah! Nah sekarang, Gokz, saatnya lo ceritakan semuanya!” seru Max.

“Sebaiknya kita cari tempat yang lebih enak, para guru masih ada di sana. Kita bisa di curigai merencanakan sesuatu jika bergerombol di sini. Apalagi Pak Tomo sudah memperingatkan jika ada anak kelas 1 yang coba-coba ikut campur kasus ini, bakalan di DO. Cih ! persetan dengan DO!” kata gue.

“Setuju. Kita sebaiknya pindah tempat dan sebaiknya bukan di ruang publik karena masalahnya cukup sensitif, kita ke rumah gue saja. Di sana kita bisa ngobrol dengan bebas sambil ngrokok, ngopi,” ajak Ga we waslang.

“Sip, eh Dej, lo tadi ke sini naik apa?” tanya Max. Kami tadi bertiga kesini bareng naik mobil Max.

“Jalan kaki, rumah gue deket sini.”

Nice, yok pas berempat kita naik mobil gue.”

Dalam hati, gue merasa senang karena Dejan punya solidaritas yang tinggi. Dengan kemampuannya yang gue rasa overpower dibanding kami semua, dimana mungkin cuma Yandi yang bisa mengalahkan Dejan, tentu ini tambahan kekuatan yang luar biasa.

Kami berempat lalu menuju ke rumah Galang yang berada di daerah X3. Rumahnya ada di tengah perumahan yang padat namun benar apa kata Galang, kami bisa ngobrol dengan nyaman di temani rokok dan kopi di teras balkon kamar Galang yang menghadap ke sungai kecil. Karena kedua orang tua Galang bekerja, dan semua siswa SMA NEGERI XXX di liburkan tiga hari oleh pihak sekolah, kami bisa kumpul dengan tenang hari ini.

Di sana gue lalu menjelaskan tentang pembicaraan gue dengan Yosi semalam. Galang mencibir saat gue cerita bahwa Yosi menjawab bahwa mereka tidak tahu menahu tentang penyebab teror di sekolah. Lalu tentang luka lebam mereka berdua, Yosi bilang ia dan Yandi terlibat satu perselisihan yang membuat mereka berkelahi satu sama lain.

“Ya tentu saja, Yosi ngejawab seperti itu. Ini seperti lo nanya ke maling, apa dia maling,” cibir Galang.

“Ye, lo kira gue goblog. Itu kan cuma pertanyaan pancingan. Kalau orang bohong, gue dikit-dikit bisa tahu.”

“Terus lo ngeliat gelagat dan cara Yosi ngejawab gimana, kelihatan dia bohong?” tanya Max.

“Entah Yosinya ngomong jujur atau memang dia udah lihai bohong, gue gak bisa menyimpulkan. Apalagi Galang terus nelpon kasih kabar tentang Andreas, ya gue blank.”

Galang ketawa.

“Hilihkintil lu Gokz!” sambar Max kesal.

“Ya kan dari kita gak ada yang bisa ngebuktiin Yosi bicara jujur apa tidak,” gue berkilah tentu saja.

“Apa perlu gue buat Yosi ngomong jujur?” timpal Dejan.

“Woi selow anjir, lagi ruwet gini gak usah cari perkara sama XYZ, nih gue tambah lagi kopinya,” ujar Max sambil menuang teko berisi kopi hitam ke gelas Dejan sudah habis.

“Kenapa memang? Kan kuncinya ada di Yosi.”

“Dej, dengerin. Lo mau serang XYZ secara frontal, itu urusan lo-”

“Lo takut sama XYZ? Para bajingan kelas 1 kalau di kumpulkan buat lawan XYZ juga gak beda jauh.”

Gue menepuk jidat. Ini gue asli bisa emosi lagi dan berantem sama Dejan. Namun Galang yang pinter ngebaca situasi lalu menjelaskan ke Dejan.

“Ini bukan masalah takut atau tidak sama XYZ, Dej. Ini masalah prioritas. Ganggu XYZ cuma bikin runyam sekarang. Tujuan kita sekarang ini kan nemuin pelakunya.”

“Bagaimana? Balik lagi kan kuncinya di Yosi. Gokz udah coba pakai cara sopan, nanya dan dapat bantahan. Berarti ya sekarang perlu pakai cara gue,” jawab Dejan.

Bangsat memang Dejan haha. Ternyata Tuhan memang maha Adil karena gak semua orang kuat itu di karunia otak yang sehat.

“Udah lo ngemeng wahai jagoan? Lo pikir gue udah selesai bicara. Yang gue ceritain tadi baru separuh. Setelah gue selesai cerita, gue pengen tahu apakah lo masih mengusulkan pakai cara frontal seperti ide brilian lo tadi,” gue timpali omongan Dejan.

“Boleh, tapi sebentar, satu menit,” kata Dejan sambil mengeluarkan ponsel dan sibuk dengan ponselnya.

“Lo ngapain sih? Jangan bilang lo ngabari cewek lo dah, gak ada yang percaya lo punya cewek.”

Galang dan Max terkekeh mendengar omongan gue.

“Berisik lo jabrik, gue pesan pizza dulu pakai Go-Food. Lapar gue dari tadi cuma di suguhin kopi ma rokok doang. Di kira gue ke sini mau belajar nge-dukun,” balas Dejan.

Huanjiggg, kini gue dan Max ketawa ngakakk. Sementara Galang yang kena sindiran telak cuma bisa mengumpat. “Asuuuuuuuuuuuuuuuuuu.”

Dejan rupanya memesan tiga box pizza sekaligus. Satu box untuk kami bertiga, dua box untuk dia sendiri, jancuk.Ternyata Dejan asyik juga bisa bercanda dan gak pelit, meski gaya bercandanya agak seram haha.

Sambil mengunyah pizza yang masih hangat, gue lanjut cerita.

“Setelah dapat kabar dari Galang, gue memang sempat blank. Gue kek orang ling-lung karena masih shock. Karena bingung mau kemana, gue ke tempat tongkrongan di mana anak-anak RUMBLE biasa ngumpul.”

“RUMBLE?”

“RUMBLE itu komunitas gue, komunitas biker RX-King di Kota XXX,” gue jelasin sekalian ke teman-teman.

“Nah meski sepi, gue senang karena di situ ada Kak Vivie, ketua RUMBLE. Dia orang yang bantu gue cari info keberadaan Yosi sebelumnya.”

“Tunggu Gokz, itu ketua geng biker RX-King namanya Vivie? Cewek dia bray?” tanya Max dengan nada heran.

Buat orang yang baru tahu kalau orang yang paling di kagumi dan di segani di kalangan biker RX-King Kota XXX adalah cewek adalah reaksi yang wajar. Namun buat kalangan biker di kota sini, Kak Vivie bukanlah sosok asing.

“Kalian semua asli Kota XXX sini?” gue bertanya kepada mereka bertiga dan ketiganya mengangguk.

“Kenapa memangnya?”

“Kalau kalian dari SMP sudah nakal, kalian pasti minimal pernah dengar nama SOPHOMORE,” kata gue sambil memutarkan-mutar batang rokok yang gue pegang dan sesekali menghembuskan asap rokok berbentuk lingkaran dari mulut.

“Gue pernah dengar nama tapi agak lupa, tapi yang jelas udah lama banget,” sahut Max sambil berpikir keras.

“SOPHOMORE.. yang pernah bikin geger dulu 3-4 tahun lalu? Kalau gak salah mereka terlibat masalah di jalan, berantem sampai kejar-kejaran di jalan, ada yang sampai mati kan? Terus Polisi banned semua kegiatan atau komunitas yang membawa atribut SOPHOMORE,” terang Galang.

“Cih SOPHOMORE, club bikers yang isinya tukang palak? Gue pernah beberapa kali nginjek kepala beberapa dari mereka karena mereka memalak ke orang yang salah,” tukas Dejan dingin.

“Ya..Ya..kalian berdua benar, reputasi SOPHOMORE memang jelek banget. Geng rusuh. Lang, insiden yang lo singgung memang benar ada dua orang SOPHOMORE yang mati. Salah satunya malah ketua SOPHOMORE namanya Bang Yudi. Nah Kak Vivie ini pacarnya mendiang Bang Yudi.”

“Wow drama benar dah.”

“Hooo jadi setelah SOPHOMORE di-banned, Vivie ini membentuk geng motor baru yang lebih spesifik yakni komunitas biker RX-King, gue yakin anggotanya juga mantan anak SOPHOMORE, kan?” komen Galang.

“Eh tolong lo koreksi di bagian ‘geng motor’. Kami bukan geng motor. Tapi club bikers. Memang benar omongan lo kalau hampir separuh anggota RUMBLE adalah mantan anggota SOPHOMORE. Namun Kak Vivie sudah menegaskan kami bukan lah kumpulan para bikers pembuat onar, kami murni pecinta motor cepat nan merdu dan kerap ikut drag race sih di Dermaga. Yosi gue yakin udah tahu siapa RUMBLE.”

“Oke, sori klo gue tadi pakai istilah geng motor dan lo gak suka mendengarnya,” kata Galang.

Gue angkat gelas kopi. “Nevermind.” Kadang apapun masalahnya, cukup dengan permintaan maaf, masalaah akan selesai. Namun gue akui memang tidak semua masalah akan selesai dengan ucapan maaf. Contohnya tentu saja kasus Andreas. Mereka boleh minta maaf tapi setelah gue buat kaki tangan mereka buntung.

“Max, penasaran gue sama Kak Vivie, lo ada fotonya?” tanya Max.

Gue buka ponsel yang gue letakkan di lantai. Gue tunjukkin foto profile nya di Whastsapp. Foto yang gue yakin buat mereka bertiga kaget melihat sosok Kak Vivie.


“Anjirrrr, hijaberrrr men, cantik ugaa ! bahkan dia punya sesuatu yang menonjol namun bukan bakat, ckck!” komen Max sambil berdecak kagum.

“Wew, jadi pengen punya motor RX-King, hahaha!” ujar Galang.

“Pantes lo betah. Bisa bawa motor juga dia?” ejek Dejan.

“HAHAHA,” gue ketawa mendengar ejekan dari Dejan. “Kalau lo bisa ngalahin Kak Vivie balap motor, gue berani sembah dan cium kaki lo di halaman sekolah. Tapi kalau sampai lo kalah, lo juga lakuin hal yang sama, lo sembah dan cium kaki gue di sekolah. Mau di tambah duit berapapun gue juga berani. Jadi berani gak lo? Kalau lo berani, setelah masalah Andreas ini selesai, gue ajak ke tempat Kak Vivie, heuheu,” kata gue percaya diri.

Gue sih gak tau, apa Dejan pinter bawa motor kencang. Tapi kalau pun iya, gue 1000% Kak Vivie yang memang. She is such a beast on the highspeed!

“Modyar lo Dej, di tantang sama Vivie lovers!haha!” sahut  Galang sambil ketawa.

Dejan tidak mengatakan apa-apa hanya mencibir singkat. Gue tahu Dejan bisa ngrasa gue tidak membual tentang Kak Vivie karena gue sampai berani taruhan harga diri. Senang juga bisa ngebuat Dejan mati kutu gue skakmat, haha.

“Ya cukuplah info tentang RUMBLE dan Kak Vivie. Intinya gini pas gue curhat ke Kak Vivie tentang situasi gue yang alamin, Kak Vivie bercerita sesuatu tentang Yosi.”

“Apaan?”

“Kak Vivie mencari tahu tentang Yosi karena ia penasaran kenapa gue tiba-tiba minta tolong di bantu mencari keberadaan Yosi. Karena anak-anak RUMBLE sering ikut balap liar di jalan Dermaga, biasanya setelah balapan mereka pada nongkrong di ROCKSPEED. Nah dalam beberapa hari ini, dari anak RUMBLE, Kak Vivie dapat info bahwa dalam beberapa hari terahir mereka sering melihat Yosi mondar-mandir di ROCKSPEED.

Gerak-geriknya cukup mencurigakankan karena ia langsung naik ke lantai dua ROCKSPEED. Tidak sembarang orang yang di perbolehkan naik ke lantai tersebut. Bukan cuma kehadiran Yosi, beberapa hari ini kabarnya juga banyak muncul bikers berpenampilan dan berperawakan seram di ROCKSPEED. Mereka nongkrong dan bergerombol minum-minum di sana.”

“Kalau cuma menghubungkan Yosi dan kehadiran orang-orang asing di ROCKSPEED, terlalu umum, susah di cari keterkaitannya,” ujar Max.

“Nah gue juga mengatakan hal yang kurang lebih sama seperti yang lo bilang barusan. Namun rupanya, Kak Vivie belum menceritakan satu hal penting, punchline.”

Gue lihat ketiga teman gue sepertinya sudah tidak sabar mendengar punchline tersebut.

“Hari Minggu Malam, Kak Vivie sedang berada di Rockspeed bersama temannya. Pada saat itulah ia melihat kedatangan seseorang. Yosi mengenakan jaket rapat dan hoodie di tegakkan, ia berjalan cepat tanpa menyapa siapapun. Yosi datang bersama seseorang biker berbadan besar, wajah seram yang mengendarai moge Harley Davidson. Bahkan bukan cuma Yosi. Karena berselang beberapa saat kemudian, datang lagi dua orang.

Keduanya memang seperti menghindar masuk dari pintu depan. Kak Vivie yang merasa gerak-gerik keduanya mencurigakan, langsung mengawasi dan melihat mereka masuk dan naik ke lantai dua lewat pintu samping khusus karyawan.

Dua orang ini, satu berbadan lebih besar daripada yang pertama datang dengan Yosi dan yang satu lagi sebaya dengan Yosi, berambut cepak. Penampilannya kacau, bajunya kotor hanya bercelana pendek, tidak mengenakan alas kaki dan wajahnya lebam-lebam.”

Gue menikmati pemandangan wajah ketiga teman gue yang mulai paham apa yang barusan gue jelaskan panjang-lebar.

“Tidak perlu memiliki otak sejenius Albert Einstein untuk menebak bahwa si rambut cepak, sebaya dengan Yosi adalah Yandi,” tukas Galang.

“Damn..nah ini mulai kelihatan garis merahnya. Jelas telah terjadi sesuatu Hari Minggu kemarin ! dan kemungkinan besar keduanya tidak mungkin berkelahi satu sama lain. Fix, Yosi dan Yandi pasti tahu sesuatu tentang peristiwa teror.”

BRAK !

“Anjing ! bikin kaget woi!” kata gue kesal. Kami melonjak kaget saat Dejan tiba-tiba menggebrak meja.

“Udah gue bilang, sikat saja Yosi, kita datangin dan seret dia! Kalau perlu Yandi sekalian ! jadi gak perlu pusing mikirin, otak-atik gak jelas Cuma buang waktu. Langsung kita paksa buka mulut!” kata Dejan berapi-api.

“Gak akan semudah itu tong !” tukas gue.

“Gokz, sepertinya kali ini gue sependapat dengan Dejan,” kata Galang pelan.

“Jadi lo setuju kita clash dengan XYZ nih?!”

Galang menggeleng. “Kita gak perlu langsung frontal dengan XYZ. Kan urusan kita cuma ke Yandi dan Yosi. Kita datangin mereka sekarang. Kita paksa keduanya bicara.”

Max ketawa ngakak di saat kami serius. “Buajingann, jadi kita mau kasarnya mau nyulik dua pentolan kelas berat XYZ nih?”

Galang menyeringai, “Kenapa, lo takut?”

“Berani-beraniny lo bilang gue penakut Lang! Ayo kita berangkat sekarang ! Gokz, lo tanya lagi ke Kakak Vivie lo, di mana Yosi atau Yandi sekarang!”

Memang bangsat nih tiga orang, gak bisa di ajak main cakep. “Tunggu dulu wahai para jagoan ! gak mungkin kita bisa kasarnya culik keduanya sekaligus. Kita pilih salah satu, Yosi atau Yandi.”

“Yosi !” kata ketiganya serempak.

“Gue dengar Yandi itu rumahnya juga jadi tempat makan, kagak mungkin kita seret Yandi tanpa membuat keributan. Itupun kalau kita berempat bisa ‘bawa’ Yandi. Kalian ngerti kan maksud gue? Yosi adalah yang paling realistis, gue sih tahu rumahnya dan rumahnya terbilang daerah sepi. Bokapnya punya toko otomatif yang lokasi agak jauh dari rumah. Jadi kalau kita beruntung, Yosi sendirian di rumah, kita ada peluang lebih bagus di banding lawan Yandi cuk,” saran Galang.

“Oke fix kita bungkus Yosi!” seru Max.

“Nah gitu kek dari tadi!” kata Dejan sambil berdiri.

Mau gak mau gue pun ikut karena kalah suara. Kami berempat dengan menggunakan mobil Max menuju rumah Yosi. Galang yang jadi penunjuk jalan karena ia yang tahu lokasi rumah Yosi. Ketika kami masuk ke suatu kompleks rumah, Galang meminta kami pelan-pelan. “Pelan-pelan, Max gue agak lupa gangnya yang mana, mirip semua anjing gangnya.”

“Yelahhhhh! Katany tadi lo bilang tahu!” dengus Max kesal karena kami sepertinya berputar-putar di area yang sama.

“Makanya gue bilang pelan-pelan, atau sini gue yang bawa mobil! Cerewet benar lo kayak nenek gayung!”

“Nenek gayung your face far(mukelujauh) !gak dari tadi lo bilang nyet!”

“Yadah lo minggir kiri bentar, gue yang bawa!”

Gue yang awalnya ketawa melihat Max dan Galang debat gak jelas, melihat satu sosok keluar dari rumah dan mengunci pintu gerbang. Jaraknya sekitar 20 meter dari mobil kami berhenti. Gue langsung mencengkeram lengan baju Max dan Galang, mencegah mereka keluar dari mobil.

“KALIAN JANGAN KELUAR ! ITU YOSI !”

Kami yang berada di mobil sempat terdiam karena Yosi yang berpenampilan serba hitam melihat ke arah mobil kami untuk beberapa lama lalu melihat ke sekitarnya, ia terlihat sangat waspada. Yosi kemudian masuk ke dalam mobil sedan Civic hitam. Ia duduk di kursi penumpang depan.Berarti ia sedang bersama seseorang. Lalu mobil melaju perlahan.

“Max, tolong lo bilang kalau kaca film mobil ini sepenuhnya aman!” gue khawatir kalau Yosi melihat kami.

“Aman ! kita gak akan kelihatan dari luar, kecuali Yosi menempelkan wajahnya ke kaca baru kita ketahuan!”

“Baguslah! Kalian gak usah tukaran, biar Max yang bawa,” gue juga bersyukur mobil Jazz milik Max ini berwarna hitam tidak mencolok. Kalau warnanya kuning, baru juga lima menit menguntit pasti langsung ketahuan.

Namun rupanya belum sempat mobil ini jalan, Honda Civic yang terparkir di depan kami berjalan dan mengikuti mobil yang di tumpangi Yosi.

“Shit, rupanya bukan cuma kita yang ngebuntut Yosi, ini gimana?Siapa mereka?” tanya Max.

“Tenang, jalankan mobil begitu dua Civic belok di depan sana. Ambil jarak 40-50 meter. Lo bisa Max?”

“Urusan berantem mungkin gue nomor dua, tetapi urusan bawa mobil, gue nomor satu.”

“Sepertinya mobil Civic di belakang Yosi, masih satu kelompok sama Yosi,” ujar Dejan.

“Gue juga punya pikiran yang sama,” komen Galang.

Begitu mobil Civic terakhie sudah menghilang dari pandangan , Max mulai melajukan pelan mobilnya. Gue akui, untuk urusan bawa mobil Max memang tidak membuat. Ia pintar menjaga jarak dengan kedua mobil Civic baik saat jalan lengang maupun padat yang memang jelas berjalan beriringan. Saat berhenti di lampu merah pun, ia sengaja memposisikan mobil di belakang mobil Box. Sementara Civic selisih 3-4 mobil di depan kami.

Saat mobil masuk ke Jalan Tendean, tiba-tiba kedua Civic masuk ke dalam SPBU. Kedua Civic bukan mengisi bahan bakar, melainkan berhenti di depan minimarket yang berada di area SPBU. Max dengan cerdik langsung mengantri di jalur PERTAMAX PLUS. Ada 4-5 mobil yang antri. Dengan posisis seperti ini kami bisa mengamati kedua Civic dengan jarak aman.

“Hohoho, ternyata oh ternyata ada mobil Civic ketiga..” gumam Dejan yang duduk di belakang  sama gue.

Kami melihat begitu dua mobil Civic berhenti parkir, satu mobil Civic datang dan berhenti tepat di samping kedua mobil. Lalu secara bersamaan, beberapa orang keluar dari mobil.

“Yandi, Yosi, Xavier dan Zen !! wah-wah….” kata Galang.

Feeling gue mengatakan akan terjadi sesuatu yang besar tatkala selain keempat pentolan XYZ, mereka juga bersama beberapa orang yang tidak gue kenal. Namun perawakan dan penampilan mereka jelas, level bajingan !

Yandi dan Xavi masuk ke dalam mini market sementara Zen dan Yosi nampak berbicara dengan orang yang bersama mereka. Apa yang sedang mereka rencanakan.

Setelah Yandi dan Xavi keluar membawa tiga kantung besar dan ia bagikan ke Zen dan Yosi, mereka lalu kembali masuk ke dalam mobil.

Yosi masuk ke mobil Civic sebelah kiri. Zen masuk ke mobil Civic yang tengah. Sementara Yandi dan Xavi masuk ke mobil sebelah kanan.

Sisanya gue tidak terlalu memperhatikan. Ketiga mobil itu perlahan meninggalkan SPBU. “Max, mereka sudah mulai gerak,” kata Galang sementara kami masih mengantri di belakang satu mobil.

“Selow Lang, gue lihat ketiganya masuk lurus ke Tendean, 200 meter dari sini masih ada lampu merah yang pakai timer 70 detik, apapun tujuannya mereka pasti berhenti.”

“Ya kalau mereka gak kena lampu merah,” dengus Galang.

“Mau kemana mereka? Sampai-sampai konvoy tiga mobil,” kata Dejan.

“Sepertinya mereka sedang merencanakan pergi ke suatu tempat dimana feeling gue berhubungan dengan kasus kemarin.”

Dalam hati gue berdoa agar kami tidak kehilangan jejak.

Lima menit kemudian, akhirnya kami selesai mengisi BBM dalam kondisi full tank. Max tetap melajukan mobil dengan kecepatan sedang dan tidak terburu-buru. Dari jauh kami lihat timer di lampu merah  sudah ke angka 20.

“kelihatan gak mobil Civic? Galang yang duduk di samping Max celingak-celinguk.”

“Lang, lo santai dah, gue bisa ikut stres liat lo gelisah gitu.”

Galang tertawa. “Ini gue bukan gelisah, ini gue excited ! sayang banget kalau kita kehilangan jejak. ”

Kami lalu melihat mobil Civic ketiga mobil Civic berada tidak terlalu jauh.  Kami senang karena kami tida kehilangan jejak. Setelah beberapa menit, gue baru sadar, bahwa kami sedang mengarah ke jalur masuk Tol. Tol ini akan membawa para pengendara mobil keluar dari Kota XXX.

“Max, sepertinya mereka masuk ke tol…” gue panggil Max.

“Iya tenang, gue ada E-Toll masih ada 500ribuan saldonya. Guys sepertinya kita akan ikut jalan-jalan keluar kota, lanjut gak nih? Kalau mau sampai di sini saja kita menguntit mereka, masih ada kesempatan, di depan ada pertigaan. Lurus masuk ke jalur tol, kalau ke kanan kembali ke dalam Kota XXX, ” kata Max.

“Kita tidak tahu tujuan mereka kemana namun yang jelas ini bukan piknik atau touring,” gue menambahkan omongan Max.

“Ya lanjut dong, masa iya kita putar balik setelah melihat XYZ kemungkinan punya hajat besar,” jawab Galang.

“Daripada bengong di rumah tiga hari, lebih baik ikut mereka jalan-jalan,” tukas Dejan.

“Okeee, sepakatt, kita ikuti kemanapun XYZ pergi, Max!”

“Beres Gokzz!!!”

Tepat di pertigaan kami pun tetap melaju lurus menuju empat gardu tol, Ketiga Civic masuk ke gardu tol yang berbeda-beda. Max tetap menjaga jarak. Tol ini menghubungkan Kota XXX dengan kelima Kota lainnya, Kota HHH, Kota RRR, Kota LLL, Kota BBB dan yang terjauh Kota MMM.

Sambil tetap menjaga jarak, Max tetap siaga jika sewaktu-waktu ketiga Civic keluar dari Tol. Kami memilih diam karena Max perlu fokus dan konsentrasi menguntit ketiganya. Arus kendaraan di tol yang cukup padat sangat membantu kami. Gue lihat jam di ponsel, jam 3 sore. Setelah satu jam perjalanan, Kota HHH kami lewati dan begitu juga Kota RRR dan Kota LLL. Setelah hampir dua jam di tol, kini tersisa dua Kota lagi.

Where is the fuck they’re going..” kata Galang.

“Semoga mereka menuju Kota BBB…” ujar Dejan.

Gue melihat ke arah Dejan. “Kenapa?”

“Karena gue dulu sering pergi menginap di rumah Nenek gue di Kota BBB. Tapi semenjak nenek meninggal dua tahu lalu, gue gak pernah kesini lagi.”

“Ohhh.”

“Dejan…keinginan lo terkabul, tuh mereka nyalain sein ke kiri!”

Gue lihat ketiga mobil perlahan masuk ke jalur kiri lalu 50 meter kemudian ketiganya keluar dari jalan tol.  Ada empat sampai lima mobil selain ketiga mobil yang ikut keluar tol sehingga membuat keberadaan mobil kami tetap aman dan tidak mencurigakan.

“Hohooo mantapp.”

“Dej, lo hafal daerah sini kan? Karena gue jarang banget ke sini.”

“Santai Max, gue hafal jalanann di Kota BBB. Kota ini sebenarnya tidak terlalu besar dan cukup mudah di hafal.”

Gue juga ikut senang mendengarnya karena jika ada salah satu dari kami familiar dengan jalanan di Kota BBB, tentu saja itu hal yang bagus. Saat mobil kami mendekati simpang empat, lampu lalu-lintas berwarna hijau.

Dan terjadi hal yang tidak kami duga.

“Eh anjing, ketiga mobil misah-misah!! Ini kita mau ikutin yang mana?” pekik Max.

“Yang ada Yosi saja!” sahut Galang,

“Yang mana bangke!! tiga mobil identik semua, mana sempat gue perhatiin plat mobilnya !”

Gue lihat satu mobil sudah berbelok ke kiri, satu mobil sudah berada agak jauh di depan, sementara mobil terakhir juga sudah berbelok ke kanan.

“Woii yang mana ! belakang kita truk !”

Gue dengar truk sudah mengklakson karena Max memelankan mobil.

Fuck! Yang mana nih gue juga bingung.

“Max, lo lurus saja !Kita ikutin saja mobil yang di depan karena ini jalur masuk ke tengah Kota BBB. Toh siapapun yang kita ikutin sekarang, tetap ada salah satu orang XYZ.”

“Oke!”

Max pun kini  melajukan mobil dengan pasti dan mengejar mobil Civic yang nyaris sudah tidak terlihat.

Sementara Max sibuk mengejar, gue juga sibuk dengan pikiran gue sendiri.

XYZ, apa yang akan kalian lakukan di Kota BBB ini….



= BERSAMBUNG =

80 comments for "LPH #94"

  1. Pertamak .
    Nunggu perang besar di mulai .
    Ga sabar nunggu lanjutan nya ..

    ReplyDelete
  2. Kayak e anak kelas 1 akan di ospek di kota BBB

    ReplyDelete
  3. Teruskan dong om, kita gak sabar ini...

    ReplyDelete
  4. Apakah cappo vigo ada hubungan nya dengan usaha ilegal joni? Hmm

    ReplyDelete
  5. pesta di mulai .. semoga om panth sekeluarga selalu di berikan kesehatan ..

    ReplyDelete
  6. Ga sabar nunggu chapter selanjutnya...
    Perang segera di mulai...
    Thanks up nya om @serpanth

    ReplyDelete
  7. Keren abis...gak bs komen lain lg

    ReplyDelete
  8. Terima kasih update nya om Serphant, makin seruuu...
    sekali2 harus di kasih pelajaran nih anak2 junior kelas 1 hehe..

    ReplyDelete
  9. Komen dulu ,terima ksih updateny Om

    ReplyDelete
  10. khu...khu..khuuu....
    zen the butcher will be in action.

    ReplyDelete
  11. Ok. Sepertinya. Sebelum clash dengan Blood Creep dimulai. Kayaknya bakal ada pre-show dulu antara empat pentolan XYZ dengan goku dan kawan2 kelas 1.

    And well, sadli a.k.a GUY ikut turun tangan untuk menemani yandi cs + melaksanakan pertolongan dari ketua JONK XXX. And well, kira2 seperti apa ya yang bakal backup yandi dari bantuan yang dikirim oleh madam rose?

    ReplyDelete
  12. Nuhun update nya om serphant🤘

    ReplyDelete
  13. Dari sini, mungkin inilah nanti yg menjadi trigger buat pentolan kelas 1 gabung XYZ. Level bahaya sudah kategori NAGA .wkakakaka
    Sebenernya sih kayake kru blitzkrieg udh tau kalo ad curut2 yg ngikut sih wkakak.
    Yosi : udeh biarin aja,anggep aja ini ujian pertama mereka

    Zen adalah aset XYZ di underworld. Zen tau planning blitzkrieg, jadi dia tau bagaimana memposisikan VIPER, zen udh dlu gerak dengan 5 serum DEATHLY ZEUZ,tampaknya zen sudah 3-4 langkah didepan rencana.

    ReplyDelete
  14. kcomment duly baru baca... 😍😍

    ReplyDelete
  15. Kerennn bangg makasih update nya

    ReplyDelete
  16. Hoho adegan bunuh bunuhan mau di mulai

    ReplyDelete
  17. Makasih updatenya om panth.. Ga sabar nunggu kelanjutannya..

    Pena saran sm cappo vigo ama viper

    ReplyDelete
  18. Mksh suhu update nya .. bram+rangga msh blm keliatin nih ..

    ReplyDelete
  19. Soor kali awak bacanya, bah...

    Kalo bisa jangan lama kali lah Boss Serpanth apdetnya...

    Gregetan... Gak sabar...

    ReplyDelete
  20. Beghh...udah mulai perang yak..

    Seepphh
    Anak kelas 1 kayaknya udah jadi 1 geng...
    Tinggal jadiin 1 aja nih
    Wkwkwk

    ReplyDelete
  21. Yosi, kira2 kemana dia setelah dr rumah xavi? Pas zen abis singgung soal bram... Jadi penasaran komposisi Blitzkrieg

    ReplyDelete
  22. Om, Rangga ikut serta gak di misi Blitzkrieg?

    Pentolan kelas 1 setelah ini malah jadi respek sama xyz dan dengan senang hati bergabung. Rage, warlord hanya biji krikil sepertinya. Hehe

    ReplyDelete
  23. Sabar guys.. seperti biasa sebelum pertempuran besar akan ada side story yang akan menyertainya. POV dari pak Tomo, Jong XXX dll.
    Enjoy aja ceritanya..

    ReplyDelete
  24. Update sepanjang ini.. masih aja berasa nanggung 👍👍👍

    ReplyDelete
  25. Yg jadi penggantinya kobra jangan" si boy nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepemikiran..kayanya boy ada dilingkaran madame

      Delete
  26. Pas banget motongnya, makasih banget om 🙏👍

    ReplyDelete
  27. Penasaran ni bocah bocah ujungnya ngebantu Atau ngeribetin .

    ReplyDelete
  28. Awal bajingan kelas 1 respek ma xyz kyankya

    ReplyDelete
  29. Horraaarghhh..
    Gak bisa menerka2 apa yang akan terjadi selanjutnya.
    Tapi yg membuat penasaran apakah ada twist di ending blood creep .

    Terima kasih suhu update nya.
    Sehat selalu buat suhu serpanth beserta keluarga.
    😀

    ReplyDelete
  30. Kunci nya ada di madame, zen, mas karjo, sadli
    Terutama zen & mas karjo, pasti mereka mikir keras habis2 san.
    Karena taruhan nya nyawa kalau gagal.

    Bakal asyik nih kalau ada POV ZEN, penasaran strategi profesor cilik ini.
    😃

    ReplyDelete
  31. Mantappp.....the party started

    ReplyDelete
  32. whohoho dah mau di mulai nih hajatanya ,my lord zen tunjukan pesonamu

    ReplyDelete
  33. Wow anak kelas 1 ikutan clash nih..
    Wkwkwk.
    Pasti kaget mereka bertiga..

    Thanks updatenya om panth .

    Gk sabar menunggu update berikutnya..

    ReplyDelete
  34. XYZ, bisalah kasih sedikit pelajaran buat bocil bocil kelas 1 ni wkwkwk

    ReplyDelete
  35. Terimakasih update nya om serphant

    ReplyDelete
  36. Pak tomo ikut pesta gak ya ?
    Pengen lihat pak tomo ngamuk, karna sudah ganggu sekolah yg dia pimpin

    ReplyDelete
  37. Mantap, ditunggu kelanjutanx... 👍

    ReplyDelete
  38. Wahhh wahhh, sepertinya ada 4 sukarelawan dalam misi ini

    ReplyDelete
  39. Belum mulai ja.udh naik nih andrenalin bacanya,,menunggu pertarungan seruuuu,,Khu Khu kkhu...

    #FORZALABAJINDULA*

    ReplyDelete
  40. om Serpanth emang jawara pemuas dahaga pas lagi WFH gini...tetap jaga kesehatan All Bajindul...

    ReplyDelete
  41. Gilaaaa,,bab ini gilaaaaaa. Yang bikin ni cerbung juga lebih gilaaaa. Banyak faktor yang bikin XYZ bisa sukses
    1. Kehadiran leader LPH si guy alias sadli
    2. Backup madame rose lewat viper (belum lagi zeuz udah di tangan cobra sang bigboss BloodCreep)
    3. Member kelas kakap jonk xxx
    Diluar 3 faktor diatas,,yang masih jadi tanda tanya peran Tomo lewat mafia red lotusnya,terus ni begundal2 kelas 1 bakal jadi tambahan tenaga ato malah jadi antiklimaks karena mereka kaga tahu siapa yang bakal mereka hadapin, duo babi si Bram sama Rangga. Ane jadi penasaran apakah cappo viggo ini bapaknya si boy yak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bapaknya boy jauh lebih superior udah di bahas pas pov rangga dulu

      Delete
  42. pesta XYZ dimulai bersama penyusup. selamat berpesta XYZ selamat berpesta.

    ReplyDelete
  43. XYZ party
    XYZ party
    XYZ party

    ReplyDelete
  44. Pas tegang-tegangnya ... Pas beud motongnya...

    ReplyDelete
  45. Nih kayaknya kru XYZ dll udh sadar klo dikuntit, makanyam mao mergokin yg nguntit... Civic 1 depan,civic 2 sebelah kiri,civic 3 sebelah kanan... Sisanya cm the real bajindul yg tau skenarionya... Hahahahaha...

    ReplyDelete
  46. Bakar kota BBB guys

    Wooohhooo
    Langsung tancap Om Panth,,,

    Tengkyu
    Pembukaan yang seru

    ReplyDelete
  47. Ditunggu pestanya, penasaran sama zen, xuxuxuxu

    ReplyDelete
  48. Terima kasih om...karya yg luar biasa...
    Semangatt dan semoga selalu sehat om...

    ReplyDelete
  49. Kalo rencana mereka sampe berantakan gara gara bocah kelas 1.

    Bakal ngamuk nihh xyz

    ReplyDelete
  50. Ane berharap ni budak kelas 1 ngikutin mobil nya zen biar dejan nemu sahabat sepersikopatan kukuku......

    ReplyDelete
  51. Hunting rumah baru Om Serphant baru ketemu minggu kemaren, marathon baca dan weeew. Semoga Om Serphant selalu sehat.....

    ReplyDelete
  52. Fuck !!!!
    Seperti biasa Selalu menarik dan membuat kami penasaran.

    ReplyDelete
  53. Jancukkkk....merinding rek, bayangin pertempuran yg bakal terjadi.

    Tq update-nya Om Serpanth, sehat slalu.....

    ReplyDelete
  54. Feel nya dapet, seru nya dapet, comedynya juga, mantap jiwa suhu ini memang

    ReplyDelete
  55. Worst generation sma n 1 xxx ngeri juga. Terutama dejan nih

    ReplyDelete
  56. Ok. Perang akan segera dimulai. Om serpanth..terimakasih updatenya

    ReplyDelete
  57. Bakal seru nih kota bbb, kayanya Yandi akan jadi monster. Yg jadi misteri apa Tomo akan ikutan dan ngeliat Yandi

    ReplyDelete
  58. Tetep Luar biasa.

    Tabik
    Kitut

    ReplyDelete
  59. Aq berdoa moga pak tomo berada di pihak xyz cos sekolah yg jadi korban jangan sampe pak tomo marah y ke xyz

    ReplyDelete
  60. 🔥🔥🔥 BOOM 🔥🔥🔥

    ReplyDelete
  61. Teagang cuyyyy , kek nonton bokep jepang pake subtitel indo .. .. .

    ReplyDelete
  62. Ya elaaah..
    Palingan 4 bocah itu kalau ketahuan langsung disuruh pulang sama anggota JONK XXX.


    😁😁😁😁😁😂😂

    ReplyDelete
  63. wanjiiiiiiir
    twistnya mantaaaaaab kaleee oomm....khu khu khuuuu
    jd egk sabar bkal ngrusuh apa jd "tambahan"
    hohoho

    ReplyDelete
  64. Bala bantuan yg tidak direncanakan gerakan anak kelas 1 ni. Saat pertarungan berlangsung dan kepayahan karena Blood Creep yg lebih banyak diserbu deh ma ajak kelas 1 ini. Tu Viper alias dari Mas Karjo oah ???

    ReplyDelete
  65. Wahhhhh... Mantap.
    . Perang besar, hancurkan bloodcreep

    ReplyDelete
  66. Finish... menanti Eps 95... Khu Khu Khu...

    ReplyDelete

Post a Comment