LPH #79
Episode 79
Enemy of The State
(POV Zen)
Setelah setengah jam membaca data tentang Blood Creep, gue mendapat bayangan struktur beserta beberapa orang penting di bawah kendali Kobra, leader Blood Creep.
Blood Creep terbagi menjadi 3 divisi. Divisi Nighthawk adalah yang divisi yang mengurusi segala macam urusan kasar atau dengan kata lain tukang jagal-nya Blood Creep. Rambo menjadi pimpinan Nighthawk di bantu dengan Dope. Gue yakin, kedua orang ini yang membuat Tejo kehilangan lidahnya. Lalu berikutnya ada Divisi Whitehawk, yang mengurusi produksi serta distribusi drugs. Chad dan wakilnya Kabal yang memegang Whitehawk. Selain Whitehawk dan Nighthawk, ada Leak dan Muse yang memiliki peran sebagai penghubung Blood Creep dengan pihak-pihak yang bisa mereka suap untuk kelancaran bisnis Blood Creep.
Catatan kejahatan Rambo, Dope, Chad, Kabal, Leak dan Muse sangatlah panjang. Penjara atau lapas seolah sudah menjadi rumah kedua mereka. Mereka semua punya kesamaan yakni pernah di pidana karena kasus pembunuhan, pemerasan, penculikan dan narkoba. Hanya saja mereka semua sampai sekarang masih berkeliaran keluar masuk penjara karena punya backing yang kuat. Seolah hukum yang berlaku sekarang ini, hanyalah permainan.
Itu baru dedengkot inti Blood Creep. Kalau dibandingkan dengan Kobra, keenam orang tersebut bagaikan anak bau kencur di dunia hitam. Kobra baru setahun ini keluar dari penjara, setelah menjalani hukuman 5 tahun karena kasus pembunuhan di sertai mutilasi, kanibalisme, penjualan organ, pedophilia, necrophilia dan masih banyak lagi. Saking berbahayanya seorang Kobra, ia selalu di tempatkan di sel khusus seorang diri setelah sebelumnya ia membunuh semua rekan satu selnya. Bukan hanya dibunuh, mayatnya juga ia makan.
Logikanya, orang psiko seperti Kobra harunys di hukum mati atau dibiarkan membusuk selamanya di bangsal RSJ tetapi ia kini bisa bebas setelah ada satu nama, yang masih misteri, menebusnya dengan bayaran 1 Milliar. Setelah Kobra bebas, ia langsung di tempatkan sebagai orang nomor 1 Blood Creep yang baru. Singkatnya, Kobra itu bagaikan setan berwujud manusia. Bahkan mungkin lebih jahat dan sadis daripada setan sesungguhnya hahaha. Dan ada fakta menarik bahwa Kobra ternyata adalah paman dari Bara.Rupanya Kobra berniat membalaskan dendam terhadap keponakannya yang terbunuh.
Kobra….Tepat seperti dugaan gue. His madness is amazing.
Khu…khu…khu….
TOK…TOK…
“Zen, di cariin Xavi di depan tuh, dia di teras,” kata Mama sambil mengetuk pelan pintu kamar yang memang selalu gue biarkan terbuka ketika kedua orangtua gue sedang berada di rumah.
“Baik Ma, sebentar,” gue lalu menutup layar laptop yang sedang gue buka di meja belajar. Mata gue memang sudah agak lelah sedari tadi menatap layar laptop di tambah dengan hal-hal mengerikan yang gue baca.
“Ajak Xavi makan sekalian, mama lagi masak nasi goreng.”
“Entahlah Ma, dia mau ikut makan atau tidak. Setahu Zen dia udah gak makan nasi di atas jam 7 malam.”
“Oh gitu, lagi diet ya? Mama perhatikan Xavi makin lama makin terlihat segar, tidak segemuk dulu. Berarti dietnya memang sesuai dan cocok. Kan ada tuh orang yang juga diet ketat. Lebih kurusan memang iya tapi bawaannya jadi lesu, kurang seger gitu lho.”
“Xavi bukan cuma diet dan jaga pola makan Ma, olahraganya juga rajin.”
“Pantes. Yaudah kamu temuin Xavi gih, Mama ada buah pisang, apel dan melon di kulkas kalau dia masih mau makan buah.”
“Iya Ma. Oia Bapak mana Ma?”
“Bapak abis makan terus langsung istirahat di kamar karena besok pagi jam 5 subuh ada flight ke Medan.”
“Nanti bangunin Zen Ma, biar Zen yang antar Bapak ke bandara. Agak susah kalau cari Taxi jam segitu.”
“Baiklah sayang,” kata Mama sembari menuju ke dapur.
Setelah mengambil beberapa buah pisang, apel dan 2 botol air mineral, gue ke teras. Xavi langsung nyengir melihat gue. Ia meringis bukan karena apa yang gue bawa tetapi karena…
“Sorry banget bro, gue tadi lagi bawa mobil, anterin Asha pulang. Pas gue angkat elu tumbenan langsung nyerocos aja. Eh pas mau gue jawab, ponsel drop mati batere. Daripada ribet ya setelah anterin Asha pulang, gue langsung kesini. Jadi ada-apa? Elo kedengeran excited banget di telepon.”
“Sialan lo.”
Xavi ketawa lalu menyomot sebutir apel saat gue taruh buah-buahan dan minuman di meja teras.
“Bentar.”
Gue memastikan pintu rumah sudah tertutup rapat karena apa yang mau gue omongin ke Xavi agak menyerempet sesuatu yang berbahaya.
“Gue tadi nelpon elu karena gue dapat data informasi lengkap tentang Blood Creep mulai dari nama, salinan E-KTP, SIM, Paspor, catatan kepolisian semua anggota Blood Creep, pokoknya lengkap A-Z.”
Xavi yang tadiny sedang asik makan apel, langsung terperangah dan segera meletakkan apel yang tersisa separuh.
“Serius lu? Elu dapat darimana? Yosi yang biasanya moncer dapat info model begini aja mentok.”
“Om Benny, ’orang penting’ kenalan nyokap lo.”
Gue mesti memasang alasan yang sangat beresiko ke Xavi tentang asal data Blood Creep. Gak mungkin gue cerita dapat dari Madame Rose yang gue kenal dari WOMB, salah satu forum underground di deepweeb. Tidak ada yang boleh tahu tentang keterlibatan Madame Rose. Jadi Om Benny, menjadi satu-satunya ”tameng” yang bisa gue jadikan alasan paling gampang dan paling logis yang bisa di terima Xavi tanpa mempertanyakan keabsahan info tersebut.
Gue sebut beresiko karena akan terbongkar dan situasi akan menjadi rumit buat gue jika seandainya setelah ini, Xavi iseng sekedar berkirim pesan atau WA untuk sekedar mengucapkan rasa terima kasih ke Om Benny atas bantuannya tentang data BC. Om Benny yang tidak tahu menahu sudah pasti bingung. Endingnya gue bakal di sidang Xavi.
Tetapi lebih baik gue bertaruh resiko dengan Om Benny daripada Madame Rose.
“Damn bro, elu pakai jampi-jampi kok Om Benny bisa kasih elo data sedetail dan selengkap itu tentang Blood Creep. Gue sempat kepikiran sih waktu Yosi cerita ia benar-benar kesulitan mendapatkan info tentang Blood Creep meski source-nya sudah datang langsung ke Kota BBB. Tapi gue bingung, gimana cara minta tolongnya ke Om Benny. Kalau pun gue berani minta tolong ke beliau, belum tentu Om Benny mau mencarikan info tentang BC. Jadi gue benar-benar salut karena elo bisa mendekati Om Benny sedemikian rupa dan mendapatkan hasil yang sangat maksimal.”
Gue merasa tidak perlu menjawab pertanyaan dari Xavi yang bersifat retoris. Namun gue segera mengalihkan pembicaraan menjauhi tema tentang sumber data. Gue mau menjelaskan rencana gue tentang ”What next after this.”.
“Gue udah baca profiling komplotan BC. Seperti Yosi dan kita khawatirkan, BC pada dasarnya adalah gangster kriminal di jalanan yang kini beralih peran menjadi sindikat produsen dan distributor drugs. ”
Tiba-tiba Xavi menyela.
“Wait Zen. Hold it right there. Ada sesuatu yang janggal menurut gue.”
“Apa?”
“Jika Om Benny sudah memiliki data tentang keberadaaan suatu sindikat kejahatan pengedar narkoba kelas berat macam BC. Alih-alih memberikan data tersebut kepada elo, kenapa elo gak minta ke Om Benny untuk menyerahkan data BC tersebut ke kepolisian untuk di gerebek? Itu akan jauh lebih baik karena pihak berwajib yang akan membereskan BC sekaligus membereskan ancaman kepada Rio, Yosi dan Yandi. Sekali tepuk dua masalah selesai, bahkan kita tidak perlu cari penyakit karena berurusan langsung dengan BC. Zen, ini cara yang paling efektif lho.”
Shit, gue sudah menduga Xavi akan berpikir tindakan yang jauh lebih logis dan lebih efisien. Bahkan siapapun gue pikir juga akan memberikan pertanyaan, saran yang sama bahwa cukup berikan data ke Kepolisian, mereka yang akan mengurus semua dan dalam sekejap masalah akan selesai tanpa harus mengotori tangan kami.
Konstruksi kebohongan yang gue susun kini mesti di hadapkan dengan premis simpel dari Xavi. Namun gue sudah menyiapkan antitesis dari pertanyaan Xavi, tentu dengan suatu kebohongan baru dan asumsi umum.
“Gue udah melakukannya. Tetapi Om Benny bilang jika ia mendapat infomasi tersebut dari BIN, BNN dan mereka punya alasan kuat untuk ‘membiarkan’ BC beroperasi untuk saat.”
“Anjir, mereka ngebiarin BC beroperasi di depan hidung begitu aja? Tindakan mereka sama halnya membiarkan drugs tersebar di jalanan dengan bebasnya !”
“Beliau tidak menjawab dengan gamblang dan terbuka mungkin karena tidak ingin membocorkan operasi tersebut. Namun sepertinya mereka ingin membereskan dari hulu. Kalau hulunya sudah di sumbat, otomatis hilir kering. Entah seperti hulu kartel narkoba di negeri ini.”
Xavi terdiam, ia tahu benar apa yang gue katakan itu logis. Namun Xavi masih terlihat ragu-ragu dan ia seperti masih menyimpan ganjalan. Gue lalu menghajar sikap skeptis Xavi dengan satu statement.
“Om Benny mau memberikan info lengkap tentang BC agar kita waspada dan tahu siapa saja orang-orang berbahaya di dalam BC. Tidak lebih. Rekomendasi Om Benny adalah ‘pelajari data tentang BC. Selanjutnya kami yang urus’. Beliau juga memberikan peringatan keras kepada gue jika gue main-main dengan informasi tentang BC, seperti misalnya melapor ke Polisi atau caru masalah dengan BC, semua resiko seperti ikut terjaring operasi penangkapan atau terlibat konflik dengan BC yang bisa mengancam nyawa, kita yang akan menanggung sendirI. Karena Om Benny akan cuci tangan dengan masalah yang kita timbulkan. ”
Xavi terdiam, ia menatap ke arah luar rumah sambil meminum air mineral yang gue bawa. Gue membiarkan Xavi untuk mencerna pernyataan gue dulu.
“Gak mungkin kita menunggu Polisi. Jadi apa usulan elo Zen? Dengan data lengkap BC yang elo pegang, elo pasti punya rencana. Gue akan support dalam hal pendanaan. Apapun, berapapun demi menolong kedua sahabat kita. Yosi dan Yandi sudah sering menolong kita, sekarang saatnya kita yang membantu keduanya.”
Yes! Kalau Xavi sudah percaya sama gue seperti ini, gue akan lebih mudah meminta sesuatu.
“Pada dasarnya gue punya dua hal yang mesti kita siapkan. Pertama, secepatnya kita berempat perlu ketemuan lagi. Gue mau jelaskan dan buka data tentang BC kepada elo, Yandi dan Yosi. Akan lebih baik jika kita semua tahu siapa yang kita hadapi, tak peduli betapa seramnya para dedengkot BC, karena sekarang BC sudah terekpose tidak lagi berada di balik kegelapan. Hal ini membuat kita bisa mengidentifikasi jika suatu saat mereka berada di dekat kita. Karena mereka BC tidak tahu kalau foto dan identitas mereka sudah kita ketahui. Ini keuntungan kita saat ini. ”
“Mau pertemuan kapan?”
“Besok malam. Lebih cepat lebih baik. Sebelum hari Minggu pokoknya, karena kita tidak tahu kejutan apa lagi yang di siapkan Indra dan Tomo.”
“Setuju. Mau di rumah gue?”
“Masalah tempat dimana kita ketemu, masalah gampang. Ini gue mau sampaikan langkah kedua kita. Langkah yang gue harap cuma kita berdua yang tahu tanpa melibatkan Yosi dan Yandi.”
Xavi langsung terlihat tertarik.
“Apa?”
“Gue perlu duit 60-70 juta secepatnya.”
Xavi lalu mengeluarkan ponselnya dan sibuk sendiri.
“Done. Gue barusan tranfer ke rekening elo 100.”
Ponsel gue berbunyi dan gue cek ada notifikasi m-banking bahwa ada uang 100 juta masuk rekening gue. Gue ketawa, enteng benar ini anak main transfer duit ke gue, gak pake nanya untuk apaan itu duit. Langsung main transfer aja dan gue cuma minta 60-70, ini malah transfer 100.
“Bangsat, elo gak nanya dulu tuh duit mau gue pakai untuk apa? Main transfer aja, kebanyakan pula haha.”
“Santai aja mah kalau urusan duit. Kan di Lombok kita udah sepakat bagi tugas. Elo dan Yandi jadi perencana utama, Yosi pegang anak-anak baru plus jadi menteri luar negeri karena punya koneksi amat sangat luas dari berbagai kalangan serta akses informasi bersifat bawah tanah di Kota XXX. Sementara gue, gue bakalan support apapun rencana XYZ terutama kita berempat. Logistik, keuangan kalau perlu pengaruh Mama. Tetapi Yandi sudah secara spesifik tidak ingin kita memanfaatkan pengaruh Mama gue sebagai keuntungan karena ‘cuma bikin malu kalau kita bawa-bawa nama ortu dalam hal bajingan kek gini.’.”
“Oke, kalau elo udah memberikan ketegasan seperti itu, gue gak akan sungkan lagi. Jadi gini uang tersebut bakal gue pakai untuk membeli ya semacam ‘senjata rahasia’.”
Gue sengaja berhenti bicara dan memberikan intonasi lebih ke kata senjata rahasia karena gue ingin melihat reaksi dia seperti apa.
“Wah gila elo. Lo mau beli senjata api di black market? Yandi udah pasti gak suka tuh.”
“Psstt!!!” gue mendesis ke Xavi agar ia memelankan suara. Xavi pun reflek menutup mulut dengan tangannya. Ia sepertinya terlalu terkejut mendengar jawaban gue tadi sehingga agak lepas control tadi.
“Bukan senjata api lah. Terlalu beresiko. Senjata yang gue maksud adalah semacam senjata kimia. Lebih jelasnya serum pelemas otot. Modified muscle relaxant.”
Xavi terbelalak kaget saat mendengarnya. “Modified muscle relaxant...What do you mean with ‘modified’?”
“Muscle relaxant yang di jual di apotik-apotik itu masih punya efek samping cukup banyak.”
“Lalu?”
“Dengan sedikit modifikasi di sana-sini, gue bisa buat serum mucle relaxant yang bisa ‘melumpuhkan’ orang dengan kondisi si korban tetap sadar, tak perduli seberapa kuat maupun seberapa besar posturnya. Selama beberapa menit ia akan mengalami paralyzed. Berdiri pun gak akan sanggup. Dan yang lebih menyenangkan, zat kimia serum tersebut akan hilang tanpa jejak di dalam tubuh manusia. No trace at all, thanks to our body metabolism.”
Secara mengejutkan reaksi yang di tunjukkan oleh Xavi justru terlihat tidak senang.
“How come? Bagaimana bisa elo punya ide seperti itu Zen? bahkan membuat serum seperti yang elo bilang tadi? Semua obat-obatan medis maupun tradisional herbal sekalipun pasti punya efek samping.”
“Gue setuju, semua ada efek sampingnya tetapi itu masih sebatas ke dalam takaran dosis. Gak usah obat, elo kebanyakan minum air juga bisa mampus. Bukannya sombong tetapi i’m pretty good for what i am going to do with those things. Lagipula, serum ini hanya melumpuhkan, bukan untuk mematikan orang. Serum tersebut untuk jaga-jaga saja jikalau kita terlibat kontak fisik dengan anggota BC. Dengan serum ini, kita sama saja membeli waktu untuk melarikan diri. Karena naif rasanya jika kita mesti frontal berkelahi dengan para anggota BC.”
Tentu saja gue mesti berbohong, kalau gue cerita ZEUZ dengan kadar formula tertentu bisa matiin orang, bakalan stres dia. Xavi terlihat ragu, ia tahu benar serum gue cukup berbahaya dan rawan di salah gunakan. Namun ia juga tahu kalau manfaat serum tersebut bisa sangat membantu di saat-saat genting.
“Pada dasarnya gue gak setuju kita pakai hal-hal semacam itu, seperti serum yang lo bilang tadi. Tetapi karena lawan kita adalah para penjahat kejam, gue bisa menerima bahwa serum tersebut adalah alat untuk membela diri. Zen, i’m buying your idea. Keparat memang elo sampai bisa kepikiran membuat serum semacam itu. Kalau elo bukan orang paling jago urusan Kimia, gue udah tarik tuh dana. Tetapi seberapa yakin elo bisa membuat, memodifikasi muscle relaxant sesuai versi elo?”
“Nah. Gue ada request lain. Karena elo udah setuju tentang serum gue, gue perlu bantuan elo lagi.”
“Apaan?” tanya Xavi yang kini kembali rileks sambil mengunyah pisang.
“Gue perlu tempat yang bisa gue jadikan mini lab. Gue gak bisa kerjain itu serum di lokasi biasa. Karena kalau gak ada lab, gue gak bisa meneliti bahwa serum tersebut memang sesuai dengan apa yang gue rancang. Termasuk mengujinya ke beberapa objek bergerak seperti tikus dan kelinci percobaan.”
“Gampang. Lo bisa pakai rumah gue yang di X3. Rumah kamuflase kalau ada yang nanya di mana rumah gue.”
Gue ingat satu rumah sederhana yang memiliki tipe 21 di kawasan perumahan lama yang agak sepi. Tempat yang dulu di akui Xavi sebagai rumahnya jika kami ingin berkunjung ke rumahnya. Sebelum identitas asli Xavi terbongkar bahwa ia adalah anak tunggal salah satu perempuan paling berkuasa di negeri ini.
“Sempurna.”
“Duitnya cukup buat elo beli peralatan ?”
“Uang yang elo tranfer, sudah lebih dari cukup untuk membeli peralatan standar minimal untuk sebuah lab sederhana beserta bahan-bahan kimia.”
“Jadi kapan elo mulai membuat obat mencret tersebut?”
“Secepatnya.”
“Oke, besok gue bawain kunci rumahnya. Btw, lo mau buat seberapa banyak?”
“Karena ini sesuatu yang baru, perlu trial and error. Estimasi gue 8-10 serum dalam waktu seminggu. Serum akan gue kemas dalam tabung dosis beberapa miligram, kecil namun mesti terjamin keamanannya. Karena elo pasti gak ingin secara tidak sengaja terkena suntikan karena seal-nya terlepas saat elo kantungin, bukan?”
“Anjrit, iya benar. Amit-amit dah. Serum terssebut mesti elo kemas serapi dan seaman mungkin. Zen, Yandi jelas tidak akan menyukai rencana kita ini. Tapi ini sudah semakin urgent. Jadi sebaiknya tentang serum ini, cuma kita yang tahu. Gue tegesin, cuma kita berdua.”
“Deal,” gue jawab sambil mengunyah sebutir apel merah yang cukup manis.
“Eh gimana kalau sebelum elo mulai bikin lab di rumah X2, besok sore kita ketemu di rumah situ saja gimana? Elo bisa menceritakan data tentang BC ke gue, Yandi dan Yosi dengan bebas. Masalah nanti itu data mau kita apain, bisa kita bahaas dan tentukan sekalian.”
Gue suka dengan gagasan Xavi tersebut. “Oke setuju gue, oia besok lo bawa sekalian proyektor ya?”
“Proyektor? Buat apa?”
“Semua data BC ada di laptop, besok gue presentasikan ke kalian. Selengkap-lengkapnya.”
“Oke siap.Gue bawa pas sore kita ketemu di rumah X2 aja ya. Males gue bawa proyektor ke sekolahan.”
“Beres. Atur aja.”
Setelah berbicara tentang beberapa hal lain di luar masalah BC, Xavi kemudian pamit pulang. Setelah Xavi pulang, gue duduk-duduk dulu di teras sembari menghabiskan apel.
Sorry bro, gue harus bohongin elo. Untuk beberapa minggu ke depan, gue akan ubah rumah lo jadi lokasi pembuatan 110 serum ZEUZ. 100 untuk Madame Rose sebagai bagian dari kesepakatan dan 10 ZEUZ akan kita pakai sendiri.
Dan maaf juga kalau gue gak cerita bahwa Zeus versi dosis aman, punya efek lain yang bisa memicu serangan jantung ke beberapa orang yang memang aktif memakai drugs. Padahal mayoritas anggota dan juga bos BC semuanya adalah pecandu drugs. Drugs yang di gunakan Kobra cs bahkan jauh lebih mengerikan. Kokain dengan dosis maniak dan juga flaka yang jauh lebih buruk daripada kokain.
Para pemakai Flaka akan mengalami gejala ‘excited delirium’ sesaat setelah flaka masuk ke dalam badan. ‘excited delirium’ atau lonjakan adrenalin secara ekstrem yang memicu sifat agresif dan kekuatan. Singkatnya, flaka membuat para pemakainya serasa seperti hulk yang super duper kuat penuh amarah. Dalam kondisi seperti itu, kekuatan fisiknya akan melebihi batas normal manusia. Seperti halnya manusia yang bisa melakukan sesuatu yang ajaib di saat nyawanya sedang terancam. Dalam kondisi yang sedang high rush karena pengaruh adrenaline, Amphetamine, Dopamine yang di produksi oleh otak jika di tambah dengan ZEUZ…
Boom !! meleleh tuh syarat otak haha.
Resiko serangan jantung meningkat 90% dan jika itu terjadi, 99% orang tersebut pasti mampus.
Sepertinya Xavi gak perlu pegang ZEUZ, karena ia tidak pantas untuk membunuh orang. Dia masih ‘putih’. Gue tidak akan tega merusak kehidupan seseorang seperti Xavi. Lain halnya dengan gue. Biar gue saja yang jadi eksekutor jika seandainya ZEUZ terpaksa di gunakan saat berhadapan dengan BC.
Toh gue matiin dua, tiga, empat atau lima orang lagi atau lebih, gak ada bedanya.
Sekali dayung, 100 jatah Zeus untuk Madame Rose beres plus gue dapat Zeus ekstra yang bisa gue pakai untuk menghabisi semua anggota BC sekaligus.
Gue meminta dan Iblis pun menunjukkan jalan-Nya.
Mantap !
Gue tiba-tiba teringat sesuatu dan mengetikkan satu pesan singkat di WA. Tak lama kemudian orang yang barusan gue WA malah telepon.
“Lusa bisa?”
“Idiiih, to the point banget sih kamu Zen. Iya besok gue bisa, tapi besok gue shift pagi.”
“Masih sempat berarti kalau gue kesana sorean jam 3.”
“Gak usah, malam aja.”
“Kok malam? Elo lembur ?”
“Enggak.”
Damn, gue sebal kalau ngomong sama cewek dengan bahasa yang muter-muter kek gini.
“Lha tadi katanya elo shift pagi...”
Citra ketawa, ia sepertinya senang membuat gue kesal.
“Hihihi. Kangen gue lihat wajahmu kalau lagi kesal.”
Gue diam saja tidak menanggapi perkataan Citra.
“Cie ngambek...”
“Jadi gimana besok? Kalau gak bisa yaudah.”
Lagi-lagi Citra tertawa, setelah ia selesai ketawa, baru Citra ngomong.
“Maksud gue gini loh bebeb Zen yang ganteng tapi gampang marah sama cewek. Besok gue memang shift pagi sampai jam 4 sore. Daripada elo datang ke GOLDEN SPA, mending kamu datang ke kosan gue saja. Jadi bisa lebih fleksibel waktunya, gitu lho. Biar lebih private aja hihi.”
Here we go again...Gue males sebenarnya kalau mesti ke kosannya. Gue lebih suka datang ke GOLDEN, bayar, booking Citra, pijit 1 jam selesai terus pulang. Kalau mesti datang ke kosannya, biasanya lama.
“Oke, besok jam 7 malam gue ke kosan lo.”
“Eh bentar, bentar. Gue baru inget kalau besok lapangan bola samping kosan ada panggung hajatan orang nikahan. Biasanya rame berisik gitu. Sebaiknya ketemuan di luar saja.”
Gue langsung tanggap dengan permintaan Citra.
“Yadah, besok gue booking kamar di Hotel Grand XXX.”
“Nah itu kamu ngerti. Yadah besok jam 7 malam ya. Zen, bisa sekalian jemput gak di kosan?”
Hedeh, ngelunjak nih.
“Bisa tapi gue jemputnya pakai motor. Mau?”
“Mau naik odong-odong atau becak sekalipun kalau kamu yang jemput, gue sih mau-mau aja, heeee.”
“Oke, besok gue jemput jam 7.”
“Iya. Bubye ganteng, sampai jumpa besok.”
KLIK.
Sambungan telepon langsung gue matikan. Gue cuma butuh pijitan tangan elo Cit sebelum gue battle besok lusa di Sekolah.
Gue gak butuh yang lainnya.
****
Yandi dan Yosi terlihat sangat penasaran ketika di jam istirahat pertama, Xavi meminta keduanya nanti sore datang ke rumahnya yang di X2. Xavi tidak mau menjelaskan dengan gamblang. Yang jelas, nanti hanya pertemuan antara kami berempat saja, tidak ada orang lain. Namun karena ada feeling pertemuan nanti berhubungan dengan BC, Yandi dan Yosi memaksa, setelah sepulang sekolah, langsung saja kami berempat menuju rumah di X2. Karena Xavi setuju, maka gue pun juga menyanggupi.
“Tenang, ada security yang gue minta kirim proyektor dan laptop ke rumah X2 sekarang. Jadi ntar kita kesana, udah siap semua. Lo tinggal colok tuh USB lo yang super duper berharga,” bisik Xavi.
“Beres.”
Setelah sekolah yang terasa membosankan hari ini selesai, kami berempat lalu menuju rumah X2. Yandi dan Yosi agak kaget saat melihat di ruang tamu sudah tersedia laptop dan proyetor. Setelah menutup seluruh tirai, menyalakan laptop dan proyetor Maka gue pun langsung bersiap untuk presentasi di depan ketiga teman gue.
“Guys, gue mau tunjukkan sesuatu kepada kalian bertiga terutama ke Yandi dan Yosi karena apa yang mau gue sampaikan sekarang ini adalah data rahasia tentang Blood Creep.”
Gue amati ekspresi Yandi dan Yosi. Jika air muka Yandi masih terlihat tenang, lain halnya dengan Yosi yang seperti menahan nafas saat gue bilang akan menampilkan data lengkap tentang Blood Creep, yang kini mengincar dirinya.
“File ini berisi data Blood Creep mulai dari nama orang-orang yang terlibat di dalamnya, salinan E-KTP, SIM, Paspor, catatan kepolisian semua anggota Blood Creep, pokoknya lengkap A-Z. Gak usah panjang lebar, gue langsung saja buka semua identitas para dedengkont Blood Creep dimana tingkat kebenarannya mencapai 99% alias sangat valid. Karena data ini gue peroleh berkat bantuan Om Benny.”
Yandi dan Yosi tahu tentang Om Benny, “orang sakti” yang menolong gue saat gue di seret ke kantor Polisi oleh bokap si Gom dulu waktu masih awal kelas 1. Dengan menyebut nama Om Benny, seharunsnya garansi kevalidan data ini 100%. Tetapi karena gue mencatut nama Om Benny tanpa sepengetahuannya, gue hanya menyebut tingkat keabsahannya 99% bukan 100%. Gue senang karena ketiga teman gue tidak ada yang mempertanyakan hal ini.
Karena Sejujurnya masih ada 1% dalam diri gue yang bersikap sembrono karena sudah sangat percaya dengan data dari Madame Rose tanpa ada validasi atau kroscek. Kalaupun gue mesti ngecek kebenaran data ini, gue pun bingung dan ragu mau memulai dari mana. Bahkan kalau di pikir lagi, kenapa coba Madame Rose mau membantu gue menyingkirkan salah satu pabrik duitnya. Siapa gue? Gue cuma seorang remaja 17 tahun yang pernah membantunya membuatkan ZEUZ. Kecenderungan Madame Rose yang membantu gue dengan imbalan 100 bitcoin + 100 ZEUZ tidaklah terlalu kuat. Ada semacam faktor X. Entah faktor X dalam diri gue atau Faktor X alias rencana rahasia Madame Rose, gue tidak tahu pasti.
Bisa saja setelah gue menelepon Madame Rose tempo hari, dia langsung kontak ke Blood Creep lalu bercerita bahwa ada segerombolan bocah sedang mencari tahu tentang Blood Creep. Kobra lalu mempersilahkan Madame Rose untuk memberikan data tersebut, yang bisa saja palsu ke gue. Dugaan gue diperkuat dengan permintaan Madame Rose yang meminta gue untuk mengabari gue tentang langkah gue selanjutnya.
Fuck. Kalau Madame Rose dan Blood Creep memang bekerjasama, kami akan menjadi sasaran empuk. Jebakan setan.
Akan tetapi karena gue ngrasa kami semakin kehabisan waktu, gue telan mentah-mentah data ini dan sebentar lagi akan gue sajikan ke pada tiga sohib gue dengan tambahan keterangan “99% valid.”
Praise the demon in the highest throne of hell, O father satan scum on earth.
Nasib, hidup mati kami semua akan bergantung dengan data ini. Kalaupun memang ada niat busuk, kalau cuma gue yang kena gue gak masalah. Akan jadi penyesalan gue yang terbesar kalau ketiga teman gue juga kena..Tindakan kami selanjutnya sudah pasti based on this data. Gue harap tidak ada hell-twist di balik data yang di berikan oleh Madame Rose.
Gue membuka halaman presentasi dengan menampilkan logo Blood Creep.
Satu jam kemudian....
Selesai gue menerangkan review data lengkap Blood Creep tanpa ada satupun yang gue tutupin, gue sampaikan apa adanya tentang betapa bahanyanya sindikat ini, berbagai reaksi di tunjukkan ketiga teman gue.
Yandi diam sambil memainkan tutup botol Aqua di meja. Ia sedang berpikir sesuatu.
Xavi bersandar di sofa sambil mengurut-urut keningnya.
Yosi?? Dia berdiri mondar-mandir sambil merokok di dalam ruangan.
Karena mulai pengap, ia lalu membuka pintu dan merokok di luar.
Gue mematikan laptop dan proyektor lalu menyulut sebatang rokok sambil tetap duduk di sofa. Ruangan ini jadi semakin hening. Keheningan lalu terpecah saat tiba-tiba terdengar gemuruh pelan dan tiba-tiba hujan turun dengan intensitas sedang. Bau tanah yang tersiram air hujan membuat gue tadinya ikutan tegang, kemudian mulai tenang. Xavi lalu berdiri dan menyibakkan semua tirai. Sehingga terlihat langit rupanya cukup mendung.
“Apa yang mesti kita lakukan sekarang? Seperti yang tadi Zen sampaikan, suka atau tidak suka opsi lapor ke Polisi harus kita coret,” tanya Xavi sambil menatap gue dan Yandi.
Jujur saja, gue sendiri gak bisa memutuskan. Karena opsi paling aman, melapor ke Polisi sudah gue block dengan dalih kita justru akan di interograsi balik oleh kepolisian perihal darimana kami mendapat data Blood Creep yang masuk kategori sangat rahasia. Hal ini secara tidak langsung akan mengganggu posisi Om Benny di kesatuannya karena sudah membuka data rahasia dari BIN, BNN ke sembarang orang.
Yandi lalu membuka sebotol air Mineral dan meneguk hampir setengahnya.
“Tolong panggilkan Yosi ke sini,” pinta Yandi kepada Xavi. Xavi pun langsung menyusul Yosi ke teras.
“We’re pretty fuck up, huh?” kata gue ke Yandi saat tinggal kami berdua di ruang tamu.
Yandi tersenyum lalu menjawab. “Nah, you don’t have to.”
Gue gak sempat bertanya apa maksud dari jawaban Yandi barusan karena Yosi dan Xavi sudah kembali ke ruang tamu.
“Xav, kamu tadi tanya apa yang harus kami lakukan sekarang kan?”
Yandi mengulang pertanyaan dari Xavi sebelumnya dan Xavi mengangguk.
“Aku dan Yosi sebenarnya sudah memiliki rencana atau tindakan selanjutnya setelah kita punya data tentang Blood Creep. Namun rencana tersebut urung di lakukan karena Yosi tidak bisa mendapatkan data penting tentang Blood Creep. Tetapi setelah Zen presentasi barusan, aku merasa mendapat angin segar karena game on dude!, rencana tersebut kini bisa dilakukan,” ujar Yandi dengan nada suara yang terdengar optimis. Apapun rencana tersebut, hal ini cukup melegakan.
Xavi geleng-geleng. “ Emang sialan elo berdua. Terus apa rencana kita selanjutnya?”
“Biar Yosi aja yang ngejawab,” tukas Yandi.
“Bentar Yan, tinggal 3 kali isap lagi, tanggung rokoknya,” ujar Yosi kalem.
Gue baru nyadar kalau ekspresi Yosi kini jauh lebih tenang. Tidak terlihat gelisah seperti sebelumnya. Apapun rencana kalian berdua, gue yakin itu adalah rencana terbaik untuk saat ini.
Setelah Yosi mematikan puntung rokoknya ke dalam asbak, Yosi lalu mulai bercerita.
“kasih data tersebut ke gue.”
Ekspetasi gue buyar saat Yosi mengatakan dengan singkat, apa rencana kami selanjutnya.
“Lalu?” gue bertanya ke Yosi.
“Tadi gue keluar ke teras untuk menelepon salah satu teman. Bang Sadli namanya, dia alumni SMA NEGERI XXX juga, dia kawan dari abang gue. Bang Sadli ini boleh dibilang orang yang punya jaringan komunikasi yang sangat luas, semua bajingan tahu siapa Bang Sadli. Bang Sadli ini juga yang udah coba menolong gue dengan datang langsung ke Kota BBB untuk cari tahu tentang BC, meskipun hasilnya nihil tetapi dia tetap luar biasa membantu gue.”
“Data BC di berikan kepada Bang Sadli, oke. And Then?”
“Selanjutnya gue dan Bang Sadli akan membawa data tersebut kepada Mas Karjo. Kalian masih ingat kan cerita gue tentang siapa itu Mas Karjo?”
Tentu saja gue mengingatnya. Mas Karjo adalah kakak si Tejo, teman Yosi yang lidahnya kena potong oleh Blood Creep. Background dari Mas Karjo rupanya kerad juga. Dia adalah anggota JONG XXX, salah satu gangster gaek dari Kota XXX. Sepertinya udah mulai kebaca rencana Yosi dan Yandi.
“Jadi pada akhirnya jalan keluar dari masalah ini adalah dengan membawakan data BC ke Mas Karjo lalu . BUM ! JONK XXX vs Blood Creep?”
“Gotcha!. Untuk masalah level seperti ini, mau tak mau hanya bisa di selesaikan antar gangster melawan gangster. Kita hanya bisa berdoa, berharap JONK XXX bisa membasmi Blood Creep.” jawab Yosi.
Gue ketawa, ini rencana yang brilian. Gangster model Blood Creep memang antidot-nya juga sesama gangster. Mas Karjo akan membalaskan dendam kepada Blood Creep dengan bantuan kelompoknya. Gila ini mah. Bisa jadi perang antar gangster.
Parah, parah.... Sudah terbayang potensi kerusuhan yang sangat besar.
Tetapi ini cara paling aman, meskipun pada akhirnya kami mesti menggantungkan harapan kepada orang lain.
“Agak kurang sopan sebenarnya jika kita cuma duduk diam dan menonton perang antar gangster, karena bagaimanapun juga, kita bagian dari masalah,” ujar Yandi.
“Hey, hey apa maksud elo Yan? Bukankah kita sudah sepakat, bahwa masalah ini sudah di luar kendali XYZ?” protes Yosi.
“Iya benar, tetapi kurang afdol kalau kita jadi penonton.”
“Elo waras bro?” ujar Yosi sambil menyentuh kening Yandi.
“Si anjing elo Yan, masih kurang apa masalah di depan mata? Event Pak Indra tinggal 2 hari lho,” umpat Xavi kesal.
“Dengar, menurutku peluang untuk terlibat perang terbuka antara BC dengan JONG XXX kecil kemungkinan terjadi,apalagi setelah kita punya data begini lengkap tentang Blood Creep.”
Gue tertarik dengan analisa Yandi.
“Maksudnya gimana Yan?” Xavi bertanya sambil menopang dagu.
“Perang terbuka sama saja dengan mengundang perhatian pihak kepolisian, sebuah hal yang akan di hindari oleh kedua pihak. First strike akan sangat berpengaruh dan bola kini ada di tangan Mas Karjo. Karena setelah data ini kita serahkan ke Mas Karjo, aku berani bertaruh, daripada menghabisi anggota BC, Mas Karjo akan mengincar langsung kepala Blood Creep. Si Kobra.
Seperti halnya saat kita menangkap ular, pegang kepalanya jangan pegang ekornya. Sebelum ada data ini, kita Cuma tahu Blood Creep sebagai sebuah kelompok, kalau sekarang? Sudah terang benderang siapa saja orang-orang di balik Blood Creep. Sebuah kunjungan tiba-tiba ke tempat Kobra saat ia sedang sendiri, sudah pasti akan jadi opsi terbaik…”
“Hmm benar juga kata lo Yan. Kini kita bisa lebih waspada jika seandainya satu saat kita di kuntit oleh anggota BC. Semua foto anggota BC sudah ada kita pegang.”
Sama seperti Yosi, gue juga sependapat dengan Yandi,tetapi mendekati Kobra tidak akan semudah itu. Yang jelas momentum serangan pertama yang mengejutkan akan sangat vital. Masalahnya akan jadi runyam jika malah Blood Creep akhirnya beraksi dan mendapatkan salah satu dari tiga incaran mereka.
Pola gangster itu pada dasarnya sama. Setelah menentukan target, mempelajari kegiatan target sehingga akan mendapatkan output atau waktu terbaik untuk “mengambil” target.
Culik, sekap, disiksa dan endingnya di bunuh.
Itulah urutan polanya.
Gak kebayang kalau salah satu di antara Yandi, Yosi atau Rio malah lebih dahulu tertangkap Blood Creep.
“Jangan sampai lengah kalian berdua meskipun nanti data sudah di pegang Mas Karjo. Jangan sampai tertangkap BC sebelum JONG XXX bertindak.”
Yandi tertawa dan bilang. “Ya liat sikontol aja deh. Situasi, kondisi, toleransi, ke depannya.”
Kami bertiga tertawa mendengar jokes Yandi. Gilaaa dia masih nyantai masih sok idealis cuy. Udah putus kali urat takutnya si Yandi.
Memang harus gue akui, elo kerad banget dalam hal ginian.
Saat hujan mulai mereda, Yosi lalu mengenakan jaket dan meminta gue untuk mentransfer data BC ke USB-nya.
“Gue gak mau buang waktu, ini gue mau ke tempat Bang Sadli.”
“Aku ikut?” ujar Yandi.
“Gak usah, karena setelah ke tempat Bang Sadli, gue mau langsung cus ke rumah Mas Karjo.”
Setelah gue berikan USB yang berisi data BC, gue minta sesuatu ke Yosi di depan Xavi dan Yandi.
“Yos, tolong elo jangan cerita ke Mas Karjo atau Bang Sadli sekalipun tentang sumber atau informan yang memberikan database Blood Creep. Karena bagaimanapun juga kita mesti melindungi nama Om Benny. Dengan dia memberikan data rahasia BC kepada kita pun, beliau sudah mengambil resiko cukup besar. Jadi sebaiknya, kita tidak perlu menambah masalah atau beban kepada beliau.”
“Iya benar Yos,” tambah Xavi.
“Got it.” jawab Yosi sembari mengacungkan jempol.
“Kalau teman lo itu dan Mas Karjo Tanya, lo dapat data tentang Blood Creep darimana, elo mau jawab apaan?”
“Tenang, tar gue jawab dapat dari browsing di Forum 46 subfor Disturbing Pictures.”
“Goblok.”
“Su’e!”
“Hahahasuuu.”
Kami bertiga jelas saja kompak memaki Yosi. Yosi hanya ketawa. “Tenang saja, percaya sama gue. Informan kita akan tetap terjamin kerahasiaannya.”
Yosi lalu balik duluan. Kami bertiga pun juga hendak pulang. Setelah Xavi mengunci pintu depan, secara diam-diam ia menyelipkan kunci rumah ke dalam kantung jaketku. Gue mengacungkan jempol ke arah Xavi. Yandi pulang bareng di antar Xavi, sementara gue gak langsung pulang.
Malam ini gue akan memulai berbelanja menyulap rumah sederhana ini menjadi satu minilab, tempat gue berpacu dengan waktu membuat 120-130 serum ZEUZ.
Bantuan JONG XXX tentu saja sebuah satu keuntungan besar namun menurut gue, akan jauh lebih menenangkan jika gue bisa menyimpan 20-30 ZEUZ untuk jaga-jaga.
Udara lumayan dingin rupanya setelah hujan, rokok’an sebatang lagi dulu ah sebelum kerja keras bagai quda.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa gue sampai rela peras otak, tenaga bahkan bertaruh nyawa untuk sahabat-sahabat gue.
Demi sahabat..Sebuah frasa yang dulu gue anggap mitos. Perkenalan gue dengan Yandi,Yosi, Xavi dan Vinia membuat gue sadar bahwa ada hal yang lebih penting daripada cinta dan juga benci.
Friendship above all, right?
*****
@ Rooftop ROCKSPEED
2 jam kemudian
*****
(POV Yosi)
“Gak nyangka gue kalau elo kenal sama si Sadli haha, ayo duduk-duduk,” pinta Mas Karjo mempersilahkan gue dan Bang Sadli duduk di meja bundar di mana sudah ada seseorang yang duduk. Gue sepertinya baru kali ini melihat orang ini. Njir, seram oi aura nih orang, mana wajahnya ada kayak bekas luka.
“Permisi yang Bang,” gue bersikap sopan dengan menyapa terlebih dahulu. Bang Sadli juga menyapanya. Namun reaksi orang ini datar saja, ia malah meneguk setengah gelas bir hingga tandas.
Mas Karjo menyadari situasi aneh ini, ia lalu ikut duduk di samping orang tersebut.
“Oia kenalin ini teman gue, Hasan. Kebetulan lagi lewat dan mampir ke sini. San, yang tengil ini Yosi, adiknya Niko. Terus yang mas-mas salon berambut klimis ini namanya Sadli.”
Bang Hasan sempat menatap gue beberapa saat sebelu akhirnya ia Cuma mengangguk-angguk kecil. Gue yakin ini karena Mas Karjo mengenalkan gue ke Bang Hasan dengan tambahan “Adiknya Niko”. Sepertinya Bang Hasan kenal sama Bang Niko. Mungkin lain waktu dengan situasi yang lebih kalem, gue akan Tanya ke Mas Karjo apa hubungan Bang Hasan dengan Bang Niko.
“Su’e. Udah berapa kali gue bilang mas, itu bukan salon, tapi barbershop,” timpal Bang Sadli.
“Sama aja ah, lebih asik di salon, ada kapster cewek bahenol. Lha tempat elo? Isinya cowok-cowok rapi wangi yang kemana-mana nenteng sisir rambut sama pomade.”
Anjir, gue ngakak karena leader LPH sedang di bully oleh bajingan tua. Kalah abu ini mah,hahaha.
Setelah datang minuman 4 kaleng bir, Mas Karjo langsung bertanya.
“Gue yakin kalian kesini untuk cari gue bukan untuk ramah-tamah.”
Bang Sadli menyerahkan USB ke dekat gelas Mas Karjo.
“Semua data tentang sindikat yang sudah ngerjain Tejo,ada di sini. Lengkap. Yosi yang dapetin,” ujar Bang Sadli pelan.
Satu alis Mas Karjo terangkat. Ia mengambil USB tersebut.
“Pex, pinjem laptop lo bentar,” seru Mas Karjo kepada Apex, manajer Rockspeed yang sedang browsing di meja bartender. Ia Nampak serius, bahkan sepertinya ia tidak menyadari kedatangan gue dan Bang Sadli.
“Bentar Mas, lagi cek e-mail supplier wine,” sahut Apex.
“Apa? Coba elo ulangin lagi perkataan lo barusan?” nada suara Mas Karjo langsung berubah. Apex langsung paham dan buru-buru menyerahkan laptopnya di atas meja.
“Maaf Mas, ini.”
Apex agak kaget karena baru ngeh ada gue dan Bang Sadli. Ia cuma meringis saat tiba-tiba Bang Sadli batuk-batuk. Lebih tepatnya pura-pura batuk.
“Uhuk..uhuk..sejuta..uhuk..”
Bang Sadli menyindir hutang si Apex. Apex langsung meringis,“Iye santai, gue bayar cash abis ini.”
Mas Karjo langsung menoleh ke si Apex.”Pex, lo ada hutang sama Sadli?”
“Eh, iya Mas.”
“Berapa? Sejuta?”
Apex berdiri tegak sambil sedikit membungkuk-bungkuk. “Iya Mas.”
Mas Karjo lalu bertanya ke Bang Sadli, “Udah berapa lama tuh duit lo belum di balikin sama Apex, Sad?”
“Hmm, waktu taruhan Final Piala Dunia tahun kemarin sih Bang, berarti ya udah setahun lebih,” jawab Bang Sadli tanpa tedeng-aling.
“Asu, bikin malu aja lo. Cepat balikin duit si Sadli. Cash sekarang juga,” perintah Mas Karjo tegas.
“Siap Mas.” Apex dengan cekatan mengambil tas kecil dan mengeluarkan 10 lembar uang 100 ribuan.
“Lunas ya Sad,” ujar Apex.
PLAK !
Tiba-tiba Mas Karjo menampar pelan pipi Apex. “1 juta + bunganya dong! Lo kasih Sadli 1 juta lagi. Gue tahu lo lagi banyak duit karena lo pinter main saham.”
Tanpa banyak cing-cong Apex memberikan 1 juta lagi.
“Nah gitu. Udah lo buka e-mail pakai PC di ruang admin aja, gue pinjam bentar laptop lu.”
Apex lalu mohon diri dan pergi. Sementara gue dan Bang Sadli yang dapat jackpot sejuta berusaha keras menahan tawa melihat scene barusan. Gue asli baru kali ini liat sisi ketegasan dalam diri Mas Karjo, padahal dia pembawaannya santai, kalem jarang banget nge-gas.
Mas Karjo lalu sibuk memeriksa data yang ada di USB di laptop. Gue lihat tidak ada perubahan di air muka maupun ekspresi Mas Karjo. Gue dan Bang Sadli duduk santai menikmati sekaleng bir sambil menunggu Mas Karjo buka suara.
“San, lo coba lihat kesini. Gue yakin lo kenal sama nih tikus,” ujar Mas Karjo.
Bang Hasan yang tadinya sibuk dengan ponselnya, lalu menatap ke arah laptop. Awalnya ia melihat dari jarak normal namun kemudian mendekatkan diri ke laptop.
“Hohoho, masih hidup ternyata dia….Baguslah, nanti gue pastiin dia beneran mampus.”
Njiiir, gue dan Bang Sadli saling menatap setelah mendengar suara baritone Bang Hasan. Mas Karjo dan Bang Hasan sepertinya mengenali salah satu profil anggota Blood Creep.
Tak lama kemudian, Mas Karjo menutup layar laptop dan mencabut USB.
“Ini USB gue pinjam dulu ya, ntar mau gue baca sekali lagi dengan detail”ujarnya.
“Ambil aja Mas gak apa-apa, itu USB memang buat Mas Karjo.”
“Oh oke.”
Mas Karjo lalu memasukkan USB ke kantung kemejanya.
Gue yang penasaran lalu bertanya ke Mas Karjo, “Jadi apa tindakan Mas Karjo sekarang.”
“Wait..”
“Apa?” gue ragu mendengar jawaban singkat dari Mas Karjo barusan berkesan ambigu.
“Elo duduk manis saja Yos, focus ke sekolahan, urusan dengan Blood Creep, gue yang ambil alih. Database dari lho ini sungguh luar biasa. Makanya gue akan pelajari dan berpikir the best way to handle this madness.”
Jawaban Mas Karjo sesuai dengan prediksi gue, Bang Sadli maupun Yandi. Mas Karjo dengan JONG XXX yang akan membereskan Blood Creep.
“Mulai besok, beberapa teman Hasan akan mengawasi lo, Yandi dan Rio selama kalian beraktivtas di luar sekolah. Gue gak mau kecolongan karena Blood Creep isinya manusia berwujud setan semua. Selama gue belum dapat strategi yang tepat, lo akan aman di bawah pengawasan Bang Hasan dan teman-temannya. Di tambah saat ini gue gak bisa leluasa bergerak karena berada dalam pengawasan Polisi. Pokoknya tunggu instruksi dari gue selanjutnya. Untuk saat ini, jalani aktivitas lo seperti biasa. Gue yakin elo aman di bawah supervisi Hasan.”
Gue meneguk sisa bir di kaleng, entah gue mesti senang atau sedih mendengar jawaban panjang dari Mas Karjo.
= BERSAMBUNG =
Terimakasih update nya om serphant
ReplyDeletemakasih banyak om serpanth atas updetannya....
ReplyDeletesemoga RL nya lancar jaya dan makin sukses, terutama blog om serpanth semoga makin ramai, dan menambah kejayaan om serpanth dengan karya2nya
untuk para fans, jgn lupa klik iklannya dan promote terus, untuk kejayaan blog ini....
Alamat forumnya g diganti hu???
ReplyDeleteWait gegara lawan yg gak bisa dihancurkan dng cara sembarangan. Mantap tu strategi Mas Karjo
ReplyDelete