Featured Post

LPH #80

Episode 80
TRIPLE THREAT 

(POV Yandi)


“Eciee, friendzone nih ye,”

“Wah Vinia nginjek kodok nih hahaha,”

“Fix guys, kita gak bisa godain Vinia lagi. Pacarnya ketua XYZ cuy, seram!”

“Halah, sok ngartis! Lebay!”

“Setelah sama Axel,sekarang sama Yandi? Ya ampun jauh banget sih bedanya, turun levelnya kebangetan.”

Dan masih banyak lagi godaan, sindiran bernada kasar yang kudengar saat aku dan Vinia jalan bareng dari kelas menuju kantin. Padahal kami ya gak jalan berdua, ada Yosi, Xavi, Zen dan beberapa teman yang lain. Kalau aku dan teman yang lain merasa risih, biasanya sama temanku perkataan tidak enak di dengar itu akan di balas dengan tatapan ke arah mereka yang sudah melontarkan sindiran, yang kebanyakan dari anak kelas 2 dan 3.

Semenjak video maupun fotoku bersama Vinia saat berada di BOWIE beredar di salah satu akun gossip sosmed, boleh di bilang kami jadi sasaran gossip satu sekolahan. Aku sih masih biasa saja tetapi saat ada yang menyinggung nama Axel dan membandingkannya denganku, ini sudah agak keterlaluan. Aku agak terpancing, gak peduli yang melontarkan sindiran tajam itu adalah sekelompok cewek anak kelas 3 di kantin, tetap mau aku konfrontir.

“Silahkan hina, rendahin aku, aku gak masalah. Tetapi tolong jangan singgung perasaan Vinia,” itu yang tadinya mau aku katakan di depan mereka tapi urung kulakukan karena Vinia merespon dengan memegang tanganku sambil menarikku menjauh lalu dengan sengaja berkata agak keras.

“Yayang Yandi, kita makan di lantai 2 aja yuk,di sini banyak orang kepo gak jelas.”

Entah Vinia bisa ngrasa bahwa aku tadi sempat panas atau tidak, perkataan dan  juga tindakannya bisa membuatku tenang. Namun agak geli juga karena di panggil “Yayang” oleh Vinia. Aku tahu itu sebagai bentuk sindiran balik Vinia kepada para haters atau orang-orang sirik yang ada di sekolah ini.  

“Gile, kejem juga mulut cewek-cewek sini,” tukas Wira saat kami sedang menunggu makanan serta minuman kami di antar.

“Baru nyadar lo?” sambar Yosi. “Cewek-cewek sekolahan kita memang terkenal judes dan sok ngartis, pilih-pilih teman bergaul. Gue sih gak heran.”

“Iya parah emang, di balik mulut dan bibir seksi mereka, tersembunyi racun,” komen Astra.

“Yelah, lo di sodorin bibir mereka juga pasti lo sambar,” Yosi menimpali komentar Astra.

“Wah kalau bibir atas gue mungkin nolak, tapi kalau bibir bawah, bisa gue pertimbangkan,” balas Astra tak hilang akal menjawab sindiran Yosi.

“Anijr, emang punya duit lo? Pacaran sama cewek tipe mereka, selain lo mesti tajir, lo mesti siap makan hati dah.”

“Komen lo seolah elo udah pernah pacaran sama cewek sini Yos. Elo aja malah pacaran sama anak sekolah sebelah,” timpal Xavi.

Su’e lo main nyambar saja.”

Pada dasarnya kami tidak terpengaruh dengan gossip murahan yang mengatakan aku dan Vinia pacaran diam-diam, terutama para teman di lingkaran F4 dan XYZ. Bahkan beredarnya foto yang di ambil diam-diam oleh salah satu pengunjung BOWIE bisa menjadi bukti ke Zen, Xavi dan Yosi bahwa masalahku dengan Vinia sudah clear. Itu yang paling penting sih.

“Kapan-kapan kita nongkrong di café tempat kalian berdua mojok yuk, ambience dan sajian live music-nya seperti cukup menyenangkan serta Instagramable,” pinta Xavi yang berbicara ke arahku.

“Asyik kok memang, tapi aku lupa tempatnya Karena agak susah kesana,” aku sengaja melempar tanggung-jawab kepada Vinia karena BOWIE adalah tempat yang cukup special buatnya, jadi aku tidak mau sembarangan mengajak teman ke sana.

Vinia tersenyum sambil mengaduk isi es buah yang ia pesan. “Boleeh, atur waktu saja.Tapi ada syaratnya?” jawab Vinia.

“Syarat? Semacam membership gitu?” kejar Xavi yang masih penasaran.

“Kalian mesti nyumbang performance alias main di depan para pengunjung BOWIE. Bukan asal main lho ya! Itu pub khusus Jazz, Blues dan Slow Rock. Kalau nekat main musiK metal di sana, kalian bisa di tendang keluar dan di blacklist seumur hidup gak boleh masuk ke sana.”

“Hahahah ya enggaklah! Jadi deal nih, kita boleh di ajak kesana Vin? Masak iya Cuma yayang Yandi yang lo ajak ke sana,” goda Xavi sambil menyenggol lenganku.

Asem si Sapi, aku jadi salah tingkah.

“Wahahaha yayang Yandi merah mukanya,” Yosi menimpali gurauan Xavi.

Aku Cuma bisa ketawa, Vinia tertawa tergelak di ikuti yang lain.

Memang kalau sedang nongkrong, ngobrol ngalor-ngidul dengan teman-teman dekat kayak gini, sejenak jadi lupa dengan berbagai masalah yang seperti tak henti-hentinya datang menghadang. Hal ini membutku enjoy melewati sisa hari di sekolah. Sabtu ini sebenarnya kami pulang lebih awal sekitar jam 11 siang karena ada rapat para guru, namun kami semua memilih segera pulang dan istirahat lalu jam 3 kami berlima (aku, Zen, Yosi, Xavi dan Wira) ketemu di rumah Xavi untuk latihan singkat terakhir sebelum sesuatu yang besar menanti kami esok pagi di sasana sekolah. Vinia yang biasanya ngajak nongkrong setiap pulang sekolah lebih awal juga memilih segera pulang karena ada acara off-air di Kota sebelah.

Sampai di rumah, aku makan siang, lalu bersantai di kamar, hanya berbaring tidak melakukan apa-apa, tidur siang pun aku malas karena pikiranku mulai kembali sibuk memikirkan apa yang sudah terjadi belakangan dan serentetan masalah laten yang bisa datang kapan saja.

Awalnya jelas aku stress terutama efek putus dari Dita sepulang dari Lombok. Setelah putus, masalah datang bak tsunami. Ya urusan dengan SMA SWASTA XXX, dengan STM XXX, dengan para senior kelas 3, dengan anak kelas 1 baru lalu di tambah dengan strategi kotor Pak Tomo dengan bantuan Pak Indra beserta anaknya si Toni, alumni siswa bajingan nomor 1 dari SMA SWASTA XXX yang boleh di bilang kemampuannya tidak berbeda jauh dengan mendiang Axel. Semesta seolah belum puas memporak-porandakan kehidupanku, lalu muncul masalah dimana namaku terseret ke dalam pusaran balas dendam sekelompok gangster berbahaya.

Kepala rasanya mau pecah, sampai susah tidur. Sampai aku sudah tidak sanggup lagi mikir strategi A, B, C, dst. Tapi momen dimana aku bisa berdamai dengan Vinia, menjadi titik balik dan membuatku sadar. Bahwa satu-satunya jalan keluar ada di balik punggung si “masalah”. Untuk mencapai ujung lorong tersebut, aku mesti berjalan maju dan bersiap dengan segala kemungkinan.

Apapun itu.

Semua masalah pasti bisa selesai, namun aku mesti sadar, sadar-sesadarnya bahwa tidak semua ujung lorong itu akan berakhir happy ending seperti kemauanku. Bisa saja, ujung lorong tersebut bermuara dan terkoneksi dengan masalah baru yang jauh lebih berat level masalahnya.

Tapi aku tidak punya kapabilitas untuk terus-menerus memprediksi menerka apa yang akan terjadi selanjutnya.

Jalani dan hadapi saja selayaknya laki-laki. Mau datang satu persatu atau langsung tumpek bleg semua masalah di waktu yang bersaaman, hadapi saja pokoknya.

Aku teringat satu pesan sahabatku dari kampung, Wawan. Bahwa aku punya kelebihan namun juga bisa jadi kekurangan, tergantung persepsi dan dari kacamata mana aku melihatnya.

“Kamu itu beda di antara semua berandalan di kampung ini kawan. Kamu itu selalu bisa pakai ini dulu baru bertindak pakai ini,” ujar Wawan menunjuk kepalanya sendiri lalu mengepalkan tangannya yang memang besar dan sakit banget kena benda itu haha.

“Kalau aku dan anak berandalan sini kan emosinya di taruh di atas otak. Gak pakai otak malahan, hajar aja dulu mikir belakangan,” lanjutnya.

“Cuma jangan senang dulu kamu kawan. Kebanyakan mikir apa-apa di depan duluan, buat kamu kehilangan rasa spontan. Reaksi kamu jadi tumpul banyakin mikir.”

Aku bisa menangkap jelas nasihat dari kawan karibku di kampung itu. Kelebihan bisa jadi kekurangan, intinya aku mesti lebih bijak lagi dalam menghadapi masalah.

Ada masalah yang memang harus aku pikirkan dulu sebelum mengambil keputusan dan bertindak karena kalau gegabahnya, ekor masalah bisa jadi masalah baru.

Ada pula masalah “ringan” yang butuh spontanitas dan kreatifitas untuk menyelesaikannya.

Pemikiran agar aku lebih pandai, bijak memilah masalah membuatku mengerti inilah seninya orang hidup. Inilah esensi kehidupan ! Di tempa masalah tidak mundur, di hajar kenyataan tidak rubuh !  

Kalau gak mau dapat masalah di hidup, mending mati saja sana berkalang tanah dengan sebuah nisan terpasak tertulis :

“Di sini terbaring seorang fulan dengan jasad di makan cacing-cacing tanah, dimana tidak akan ada satu pun manusia yang datang untuk mengingat dan merayakan perayaan semasa ia hidup. Karena semasa si pengecut ini masih bisa berjalan di atas Bumi, ia tidak melakukan sesuatu yang berarti di saat ia punya kesempatan untuk berjuang menjadi seorang manusia pejuang. Namun ia takut dengan semua persimpangan jalan yang ia temui dan pada akhirnya lebih memilih mati sebagai fulan tanpa nama yang pantas untuk di kenang.”

Pikiran-pikiran positif terus mengalir ke dalam diriku, membuatku mungkin saja terlihat santai di depan teman-teman, terutama ketika kemarin Zen yang secara mengejutkan bisa mendapatkan data lengkap Blood Creep lalu memaparkannya di depanku, Yosi dan Xavi.

Aku memang terlihat santai karena sembari mendengar presentasi Zen, aku berpikir rencanaku dan Yosi yang awalnya gagal total kini mendapat angin segar.

Dan aku yakin 100% rencana tersebut bisa di lanjutkan seusai Zen rampung memberikan penjelasan. Yosi sempat melirikku sesaat sebelum ia pergi keluar untuk merokok.

Yosi juga tahu rencana kami semula bisa di lanjutkan!

Aih, males juga di rumah ini, aku perlu hiburan. Komik yang kubeli sudah aku baca semua, apa aku ke Gramedia dulu aja ya? Beli komik baru sekalian ngadem baru ke rumah Xavi.

Nah gitu aja lah!
Setengah jam kemudian aku sudah berada di Mall Biru. Panas banget cuacanya tadi waktu naik Gojek ke sini. Panas-panas gini memang enaknya ngadem kena AC Mall. Aku langsung menuju Gramedia yang berada di lantai 3. Sesekali pandangan mataku teralihkan saat melihat ada cewek-cewek cakep bersliweran di mall. Selain cantik, mana baju mereka ngepas bodi semua pula. Yang dadanya besar santai saja jalan dengan baju ketat gitu. Setelah beberapa kali mencuci muka dan menyeka dengan handuk kering yang kubawa di tas, aku sudah bisa menenangkan diri.

Kali ini mataku gak jelalatan lagi. Mau langsung ke Gramedia menuju floor komik-komik baru dan rasanya senang juga karena Tokyo Ghoul: Re volume 3 sudah terbit. Selebihnya belum ada One-Punchman, Hero Academy volume terbaru. Tapi dapat 1 komik ini sudah senang sih karena komik Tokyo Ghoul ini termasuk padat dan banyak dialognya. Butuh waktu sekitar 1 jam untuk membacanya dengan cermat.

Pas aku mau menuju kasir tiba-tiba ada yang menyapaku.

“Eh Yandi? Wah gak nyangka ketemu sama elo di sini. Sendirian ya?”

“Ciee siapa tuh Din? Tumbenan lo nyapa cowok duluan.”

“Apa sih.Orang cuma teman.”

Aku masih terkejut melihat 2 cewek ini datang entah darimana. Cewek yang menyapa aku pertama adalah Kak Dini, yang kerja di Bowie.

 Dini

Dini sedang bersama satu teman ceweknya. Karena aku masih bingung dan gak nyangka ketemu sama Kak Dini di toko buku, jadi aku Cuma tersenyum salah tingkah. Kak Dini berpenampilan santai kaos hitam polos, celana jeans warna abu-abu, sepatu kets. Sederhana sih tetapi sudah cukup untuk membuat cowok manapun betah memandang Kak Dini, apalagi bajunya memamerkan lekuk badan terutama di bagian dada dan pinggul. Aih...

“Ye Cuma nyengir,” kata Kak Dini  kepadaku.

“Eh iya..”

“Iya apa Yan?”

“Iya..iya Cuma sendiri…” aku agak tergagap menjawabnya.

Kak Dini tertawa. “Manda, ini Yandi. Yandi, ini Manda,” lanjut Kak Dini mengenalkanku dengan temannya yang berkulit coklat langsat, rambut panjang. Posturnya tinggi langsing, Kak Dini kalah tinggi dengan Kak Manda. Sepertinya tinggi Kak Manda sama denganku, 172-173 cm.

“Halo Yandi,” teman Dini yang bernama Manda mengulurkan tangannya. Aku pun menyambut dan menjabat tangannya. Wow halus men.

“Halo juga kak.”

“Kak? Ngejek banget lu.”

Lah, aneh kok aku di sangka mengejek Kak Manda sih. Kalau dia temannya Kak Dini, berarti ya dia seumuran dengan Kak Dini, berarti ya 20 tahun dong umurnya. Beda tiga tahun denganku.

“Wait Din, jangan bilang ini si Yandi masih sekolah dah,” Tanya Kak Manda ke arah Kak Dini.

“Kok Tanya ke gue, tanya aja langsung ke anaknya,” sahut Kak Dini.

Kak Manda lalu menatapku sambil geleng-geleng.

“Elo masih SMA? Kelas berapa?”

“Kelas 2 SMA Kak,” kujawab sesopan mungkin.

“Ckckck. Din, Din. Selera elo brondong tohhh. Pantes aja lu cuekkin tuh cowok-cowok di kampus.”
“Ishh, ngomong apa sih lo Man, ngelantur aja.”

Kak Manda senyum-senyum jahat.

“Yan, temenin Dini dulu, gue mau ke toilet. Awas jangan lo culik teman gue ini.”

Aku Cuma bisa mengiyakan. Lalu Kak Manda pergi ke toilet yang berada di dekat lift. Agak jauh dari Gramedia. Sudah lebih dari cukup memberikanku waktu 10-15 menit dengan Kak Dini.

“Sory kalau Manda agak rese’. Emang kek gitu sifatnya,” Kak Dini meminta maaf.

“Ah enggak kok Kak.”

“Kak….Kak…Uda gue bilang lu panggil nama gue aja. Dini. Gak usah pake tambahan Kak di depannya.”
“Hee maap-maap.” Aku baru ngeh kalau Dini sudah menenteng 1 kantong belanja Gramedia. “Beli buku apa Din?” agak kagok sih aku langsung memanggilnya nama tapi ya udahlah kuturuti.

Dini mengeluarkan buku yang ada di dalam kantung plastik.

“Nih.”

Wow keren cover bukunya. Sepertinya ini buku import. Karena selain quote di atas judul berbahasa Inggris, tampilannya juga berbeda dengan buku Indonesia kebanyakan.

“Novel psikologi sih, maklum anak Psikologi bacaannya rada aneh,”jelas Dini.

“Sepertinya bagus,” kataku.

“High Recommended buat yang suka baca buku ‘berat’, hehe. Lu suka baca juga ya Yan?” 

Kutunjukkan komik yang mau kubayar di kasir. “Suka baca, cuma sebatas komik saja. Kadang baca nove atau sosial politik atau sejarah.”

Wih keren. Gue kalau komik cuma suka Doraemon sih, hihi. Yang ringan-ringan aja,” kata Dini samping tersenyum.

Duh ilee, baru kelihatan kalau Dini punya lesung pipit tiap ia tersenyum. Aih sebagai orang yang suka membaca dan menabung (masalah), aku cenderung nyaman dengan cewek yang juga hobi baca buku, ohohoho. Mantanku di SMP, si Arum, juga hobi baca. Kalau Dita dia cuma suka sebatas novel aja, kalau novel dan lain-lain jarang, lebih suka nonton film.

“Hehehe siapa sih yang gak suka Doraemon. Lagi libur ya Din?”

Pertanyaanku basi banget, tapi ya mau gimana, cuma itu yang terpikir sih.

“Iya libur, gue memang sengaja mengajukan syarat weekend off pas gue iseng lamar kerjaan di BOWIE sebagai pekerja part-time. Nothing to lose sih, kalau di terima ya syukur berarti gue mayan ada kegiatan buat isi waktu. Kalau gak keterima berarti gue memang mesti fokus kuliah.”

Aku sebenarnya ingin ngobrol lagi tetapi ini udah jam 3 kurang 15 menit dan Kak Manda udah balik dari kamar mandi.

“Din, ayo udah mau jam 3 nih. Gue gak mau telat masuk ke dalam studio karena bangku kita ke tengah, rempong kalau mesti gelap-gelapan nyusurin bangku lewatin orang yang udah pada duduk,” kata Kak Manda.

Dini langsung melihat ke jam tangannya. “Yan, gue duluan ya. Kami mau nonton premier film Fast Furious yang baru tuh.”

“Yan, lu mau ikut nonton gak?” ajak Kak Manda.

“Ngawur lu, mana ada tiket lagi. Sold out kan tadi pagi waktu gue booking M-TIX,”

“Haha santai Dini, itu pertanyaan retoris lah. Kalau lihat gaya si Yandi yang pake celana jeans pendek dan nenteng tas, dia keknya mau siap-siap olahraga tuh, benar gak Yan?”

Wah tajam juga pengamatan Kak Manda.

“Iya Mbak, mau ke tempat kawan, latihan Gym.”

“Waaah anak Gym nih. Kok pas banget sama elu Din, yang pengen cari barengan nge-Gym. Ahaha.”

“Apaan sih Man, udah yuk ah. Duluan ya Yandi,” ujar Dini sembari menggamit lengan Kak Manda yang ceriwis.

“Iyaa.”

“Bubye brondong manis-nya Dini!” Kak Manda setengah berteriak sambil melambai-lambaikan tangan ke arahku.

Tentu saja beberapa pengunjung langsung menolah ke arah kami, ampun dah aku jadi malu di lihatin orang-orang. Parah juga teman Dini, teriak-teriak di dalam Gramedia yang tenang. Aku pun langsung menuju kasir untuk segera menyelesaikan pembayaran komik yang kubeli. Beres beli komik aku langsung cuss ke lobi mall untuk order Go-Jek ke rumah Xavi.

Pas mau pesan Go-jek inilah aku baru tahu kalau ada WA dari Dini dan Vinia masuk hampir bersamaan.

Aku buka dulu WA dari Vinia.

VINIA
Pengen nonton ini tapi apa daya, jadwal pada sampai seminggu ke depan, hikkss.
14.55

Langsung kubalas WA dari Vinia.

YANDI
Ayok nonton.
14.56

VINIA
Mauuuuu tapi gak bisa sekarang, minggu depan kita nonton yaaaa.
Btw, Lagi dimana Yan? Lagi nunggu EO nih mau meeting jam 3 tapi belum nongol, payah.
14.57

Minggu depan? Entahlah, tapi aku iyakan dulu saja.

YANDI
Ayuk lah. Ini aku mau ke rumah Xavi.
14.58

VINIA
Demi apapun gue pengen ikut nongkrong sama kalian di rumah Xavi, tapi tuntutan jadi penyanyi baru gini amat dah. Susah mau nyantai, hiks. Yadah ya, ini orang EO-nya uda datang. Hati-hati dah ke rumah Xavi.
15.00

YANDI
Ya.
15.01

Entah apa perasaanku aja atau memang Vinia jadi makin sering WA ya.. Hmm..Sebelumnya aku sering sih WA dengan Vinia tetapi tidak se-intens seperti sekarang. Auk ah.

Sebelum aku baca WA dari Dini, aku order Go-jek terlebih dahulu karena ini udah jam 3 lewat. Telat ini. Sambil menunggu Go-Jek menjemput aku buka WA dari Dini.

DINI BOWIE
Yan sori kalau si Manda tadi rese.
14.55

Aku ketawa membacanya karena menurutku bukan masalah sih, justru menyenangkan punya teman yang ceriwis. Meskipun ya tadi kak Manda beberapa kali membuatku salah tingkah.

YANDI
Gak apa2 kok.
Met nonton filmnya ya.
15.03

Aku balas singkat saja karena si Bang Go-Jek sudah berhenti di depanku, dia sedang nonton film bioskop. Aku pun segera naik ke atas motor Vario menuju rumah Xavi yang kira-kira setengah jam untuk sampai ke sana. Saat aku hendak memasukkan ponsel  yang masih kupegang ke dalam saku celana, Dini membalas WA ku.

DINI BOWIE
Kapan2 main lagi ke BOWIE gih. Gue tunggu penampilanmu selanjutnya
:D
15.04

YANDI
Hehehe siap.
lagu dangdut tapi.
15.05

DINI BOWIE
Dangdut? Hahaha bisa di bakar sama Bang Marvin.
15.06

YANDI
Hehehe enggaklah aku nekat main dangdut.
15.07

DINI BOWIE
Film udah mulai nih. Dah ya, lo WA nan mulu, gak jalan ke tempat gym?
15.09

WA dari Dini gak aku bales lagi karena batere nge-drop. Jadi ponsel langsung kumasukkan ke dalam saku celana. Lagian kurang nyaman kalau WA nan sambil bonceng di belakang.

Dini.

Setelah aku balik dari BOWIE, Dini tiba-tiba WA aku duluan. Dia memuji penampilanku waktu aku secara dadakan manggung di BOWIE. Semenjak itu aku dan Dini jadi mayan sering WA nan sih dan semuanya bukan karena aku duluan yang WA dia. Karena aku malu aja. Kami mulai chatting biasanya karena dia komen status WA ku.

Padahal aku biasa buat status di WA foto-foto gak jelas sih. Lebih sering foto makanan Mbak Asih malahan. Ah jadi keinget waktu aku pernah pasang foto nasi berikut sayur lodeh beserta bandeng presto. Apa yang terjadi? Vinia dan Dini sama-sama mengkomentari statusku tersebut.

Di waktu yang bersamaan dan isinya kurang lebih sama. Sama-sama jadi kepengen makan sayur lodeh haha.

Dari beberapa kali WA dengan Dini, aku jadi tahu kalau Dini itu kerja di BOWIE memang hanya untuk isi waktu sih. Saat ia menjelaskan bahwa ia berasal dari Bali dan kedua orang tuanya bekerja di PN Denpasar, sudah bisa di tebak, dia berasal dari keluarga berada. Kerja di BOWIE selain dekat dengan kosan, hanya untuk have fun, karena suka dengan pub yang sering ada live music.

Gaji dari BOWIE paling Cuma buat beli pulsa. Entah kenapa Dini agak dengan mudahnya cerita tentang dirinya. Mungkin karena ia memang punya sifat terbuka dan gampang akrab sama orang. Hal ini yang membuatku juga menjelaskan namun tidak secara mendetail tentangku. Aku tinggal di Kota XXX ikut kakak setelah orangtuaku meninggal di kampung. Itu saja.

Fiuh, aku tidak mau berpikiran terlalu jauh. Baik  Vinia, Dini memang jadi sering kontak-kontakkan denganku. Tapi aku anggap biasa saja, mereka hanya teman. Mereka cantik ? sudah pasti. Seksi ? iya. Pinter? Jangan tanya.

Ada dua hal sebenarnya yang membuat alam bawah sadarku untuk sekarang ini menolak” menaruh perasaan lebih kepada cewek, bukan Cuma ke Vinia maupun Dini, tetapi kepada semua cewek.

Hal pertama, karena saat ini aku berada di periode dimana kekerasan sangat lekat denganku. Semua masalah yang aku terlibat di dalamnya, semuanya mengandung kekerasan dan kenakalan. Dan aku memperkirakan sampai aku lulus SMA nanti, aku tidak akan bisa jauh dari yang namanya kekerasan. Kalau memang benar seperti itu, betapa repotnya jika aku punya pacar. Dalam hal ini aku sangat menyetujui perkataan Zen, bahwa punya cewek di saat seperti ini, Cuma nambahin masalah saja.

Hal kedua, jujur aku tidak memungkiri bahwa aku masih sayang sama Dita. Bahkan factor pertama yang kusebut di atas, akan aku acuhkan jika seandainya aku dan Dita bisa balikkan. Secara emosi aku sudah merasa terikat dengan Dita terlebih kami berdua sudah sama-sama melanggar “batasan”.  Seminggu yang sangat gila di Lombok lalu tiba-tiba selesai begitu saja. Dita bahkan langsung mengatakan tepat di depan mukaku bahwa tidak mungkin kami bisa balikkan.

Dita menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri aku membalas ciuman Vinia. Hal yang membuat kecurigaan dan kecemburuannya karena kedekatanku dengan Vinia seolah terbukti, bahwa aku ada main dengan Vinia di belakangnya.

Aku tidak pernah mengkhianati Dita bahkan saat tahu ia jadi korban perkosaan aku jadi semakin tidak mungkin melepasnya. Tetapi apa daya, kalaupun Dita mau mendengar penjelasanku kenapa aku bisa nekat mencium Vinia pada malam itu, aku pun tidak tahu akan ngomong apa lagi. Aku tidak membela diri.

Semua keputusan ada di tangan Dita.

Dan keputusannya adalah kami putus tanpa ada harapan untuk balikkan.

Aku tidak bisa apa-apa lagi selain menerimanya, setuju atau tidak, suka atau tidak, ikhlas atau tidak.

This is the end.

Godamn..aku benar-benar kangen dengan Dita. Jalanan yang macet membuat Bang Go-Jek bertanya kepadaku apakah aku setuju jika dia mengambil jalur agak memutar sehingga jarak tempuh jadi sedikit lebih jauh namun lebih arusnya lebih lancar. Aku menyetujuinya. Karena tahu perjalanan masih agak jauh, aku merogoh ponsel dan headset.

Di saat aku mellow seperti ini, tiba-tiba saja aku ingin sekali mendengar satu lagu lawas yang tersimpan di ponselku. Aku tidak peduli jika batere ponsel tinggal 10%. Dengan batere segitu, masih cukup untuk memutar beberapa buah lagu termasuk lagu yang sangat ini ku dengar saat ini juga.

(kalau lagi dekat sama headset, sebaiknya di dengerin nih lagu pake headset biar lo tahu betapa berkecamuknya peraasaan jagoan kita ini kalu lagi galau, haha)

MINORU – MERINDUKANMU
Jika kau dengar hatiku
Berbisik memanggil namamu
Bayangmu seakan menjelma
Nyata walau jarak memisahkan
Disini sendiri jauh darimu
Kulewati malam sepi menghujam
Tanpamu kurasakan mati
Tak seperti saat kau disisi
Ku merindukanmu.
Ku pandang senja memerah
Menyimpan kisah tentang kau dan aku
Berharap semua kan berlalu
Hingga tiba waktu kan kutemukanmu
Disini sendiri jauh darimu
Kulewati malam sepi menghujam
Tanpamu kurasakan mati
Tak seperti saat kau disisi
Disini sendiri jauh darimu
Kulewati malam sepi.
Tanpamu kurasakan mati
Tanpamu tak ada gairah
Kau tulis namamu di dalam hatiku
Dan kau ada di setiap mimpiku
Ku merindukanmu.

***

“Maap, maap aku telat,” kataku saat masuk ke Gym. Wira, Zen, Yosi dan Xavi sedang pemanasan rupanya. Akupun langsung masuk ke dalam toilet yang ada di dalam ruangan gym untuk mengganti celana dan baju yang lebih enak di pakai olahraga.

“Tumben lu telaat,” tanya Xavi yang memimpin pemanasan.
“Ketiduran terus macet ke sini tadi,” sialan, aku makin fasih berbohong nih, kataku sambil bergabung ikut ke pemanasan.

“Santai aja sih, Yan. Ini juga pada ngaret semua, baru juga ini mulai 5 menit yang lalu,” kata Zen.

“Oh, oke.”

Karena sudah lengkap kami berlima pun pemanasan dengan serius. Ini akan menjadi persiapan kami yang terakhir sebelum besok “kami berlima mengikuti permainan” Pak Indra. Setelah pemanasan rupanya, Xavi memutuskan menu sore ini adalah pemantapan fisik tanpa ada sesi shadow boxing dan tanpa melibatkan sansak.

“Sebaiknya gak usah pake sesi sparring, ini pengkondisian aja, simpan tenaga dan sesi baku hantam buat besok,”jelas Xavi di sela latihan fisik.

Aku sih setuju. Dan teman-teman lain  juga oke-oke saja. Jadi latihan ini di isi dengan treadmill, angkat kettle, dumbbell, skipping rope selama kurang lebih 45 menit. Latihan dasar ini sudah lebih dari cukup menguji stamina kami berlima. Setelah istirahat 5 menit, langsung ke pendinginan.
Selesai pendinginan kami duduk meluruskan kaki sembari istirahat. Di momen ini aku ingin menyampaikan sesuatu kepada keempat temanku.

“Akhirnya hari penentuan nasib kita akan di tentukan. Apapun hasilnya akan sangat berpengaruh kepada kita. Kalian siap?”

“Siaap!”

“15 orang plus Toni, entah apa yang di rencanakan Indra,”keluh Wira sambil mengusap dahinya yang penuh peluh. Aku menepuk pundak Wira.

“Kita tidak usah memusingkan sesuatu yang berada di luar kuasa kita. Apapun rencana Pak Indra, Toni dan tentu saja PakTomo, seperti yang pernah kita sepakati bersama, kita libas tanpa ragu. Termasuk format yang di pakai oleh Pak Indra untuk mengadu kita semua. Cuma satu pesanku kepada kalian semua. Mau satu lawan satu, satu lawan dua dan seterusnya, cobalah untuk mengalahkan lawan di hadapan kalian.

ermasuk kemungkinan kita berlima bisa saja saling di adu. Feelingku mengatakan fisik dan psikis kita akan di peras sampai titik terakhir. Semakin cepat menang, semakin banyak tenaga di hemat. Aku sih yakin latihan fisik yang kita intens lakukan dalam 2 minggu terakhir akan menampakan hasil, akan sangat membantu kita di setiap challenge. Hanya saja factor mental yang akan di uji, juga factor X yang tidak bisa di remehkan.”

“Singkatny, knock our opponent, whoever it its, as soon as posibble, to save our ass in the next rounds. I’m i correct?” ujar Yosi meringkas perkataanku tadi.

Aku mengacungkan jempol ke arah Yosi.

“Yap.”

“Setuju gue sama lo berdua,” tambah Xavi.

“Itu aja sih yang mau aku sampaikan ke kalian. Intinya istirahat yang baik malam ini, besok akan jadi hari yang sangat….panjang,” kataku menutup sesi latihan terakhir. Kami lalu menyudahi latihan, Wira, Zen dan Yosi membubarkan diri sementara aku masih berbicara dengan XavI. Aku mau minta file film-film baru untuk menemaniku malam mingguku. Lagi asyik ngobrol dengan Xavi.

Tiba-tiba.
*****
@ Ruang Gym rumah Xavi
Di saat yang sama…
*****

(POV Yosi)

REJA
Yos, sekolahan gw habis! Edo, Riki, Fadlan masuk rumah sakit.Ketiganya masuk ICU semalam.. gue dan Puluhan teman gw juga cedera berat. Gila, cuma 2 hari sekolahan gw di takedown!! Kalau udah kayak gini, kami gak ada opsi lain lagi selain jadi anjing mereka.
16.56

REJA
cepat atau lambat, mereka akan datang ke tempat kalian. Yang jelas, warlord sudah mulai bergerak. I'm warning you.
17.00

Emosi gue langsung memuncak saat membaca WA dari Reja, teman SMP gue yang bersekolah di STM YYY. Bukan tanpa alasan jika Reja mengabari gue, karena ia tahu sekolahan gue ada sasaran utama, primary target. Tentu sebelum mendatangi kami, Warlord akan terlebih dahulu memberangus sekolah lain di Kota XXX. Anjing !!!! STM YYY, sekolahan bang Sindu, takluk dalam 2 hari! Edo, Riki, Fadlan, dedengkot bajingan anak kelas 3 STM YYY di habisin sampe masuk ICU.

Vandalisme logo Warlord di depan nama STM YYY menjadi tanda bahwa STM YYY  sudah resmi" di kuasai Warlord.

Warlord milik Elang dari STM XXX.

Belum juga rampung urusan dengan Blood Creep, cepat atau lambat Warlord akan mendatangi sekolahan gue dengan gelombang kekuatan yang tak terbayangkan sebelumnya.

"ARGGHHHHH !!!"

Gue berteriak, gua udah pusing dengan semua masalah yang datang bak tsunami!!! Gue langsung berlari mendekati sansak dan menghujaninya dengan pukulan, tendangan sekuat yang gue bisa sembari berteriak.

"BAJINGAN,!! TAIKK !!! MAJU KALIAN SEMUA !!!!! GUE GAK PEDULI !!!! GUE BUNUH ELO SEMUA SETANNNNN !!!! GUE GAK TAKUT JAHANAM !!!! "

BUGHH !! BUGH !  BUGH !!!! BUGH !!!! BUGH !!! BUGH !!!

Emosi gue meledak tak terkendali, gue lampiaskan semua ketakutan, kekhawatiran, paranoid yang membebani pikiran gue. Gue baru berhenti saat ada yang memegang dan menahan gue dari belakang.

"Yos, kamu kenapa?!"

Yandi rupanya yang memegangi gue dan menyeret gue menjauhi sansak. Wira, Rio, Xavi dan Zen juga mengerubungi gue. Semua bertanya gue kenapa. Dengan terengah-engah, gue jawab semua pertanyaan mereka dengan satu jawaban singkat.

"Warlord...... Mereka bergerak. Mereka sudah bergerak...."


*****
@ pasar festival
Malam harinya
*****
(POV Yandi)


Setelah selesai makan, aku merasa sumpek, mau langsung ngamar buat nonton film hasil minta ke Xavi kok ya masih sore jam 6 an. Kayak anak perawan saja jam 6 sore sudah masuk kamar, maka aku pun jalan-jalan keluar. Sumpek di rumah. Aku lalu jalan menuju taman kompleks dekat rumah. Pikiran lagi sumpek gini, menghirup udara malam biasanya cukup ampuh untuk mengurangi penat. Taman cukup ramai, banyak juga orang pacaran di sini karena memang tempatnya semakin cantik dengan adanya pemasangan lampu hias yang baru dan ada spot untuk perform, paling banyak sih pentas seni.


Vak, banyak benar yang pacaran. Jadi inget kalau aku sering ngobrol ngalor-ngidul dengan Dita di sini. Akhirnya aku pun berjalan memutari pinggir taman saja sambil memikirkan sesuatu. Perkataan Yosi bahwa Warlord sudah bergerak mau tidak mau membuat pikiranku terusik.

Baru sebulan kegiatan sekolah dimulai pasca libur Tahun Ajaran Baru, Warlord sudah bergerak. Bukan Cuma sekedar bergerak, tetapi mereka sudah mencaplok satu sekolahan sesama sekolah STM. STM YYY yang menurut Yosi bukan sembarang isinya. Isinya juga banyak siswa berandalan. Namun tetap saja, mereka di habisin dengan mudah oleh Elang cs. Aku lalu menenangkan Yosi dengan mengatakan hal yang paling sederhana yang pasti ia pahami dengan cepat.

“Biarkan, biarkan Warlord atau siapapun mendatangi kita. Kita sambut dengan tangan terbuka. Selama kita tetap solid, kita hadapi dengan kepala tegak.”
Yosi langsung tenang. Tapi aku memang serius, mau datang besok kek lusa kek, bodo amat. Remuk, remuk sekalian.

Karena suasana di taman semakin ramai dan semakin banyak yang pacaran aku pun memilih keluar dari area taman karena takut baper keinget Dita terus. Saat itulah samar-sama aku mendengar suara riuh dari arah lapangan bola. Jalan menuju lapangan bola juga ramai oleh motor yang berjajar. Aku lalu menyeberang jalan dan bertanya ke salah satu mas-mas yang sedang mengarahkan orang parker motor.

“Ada acara apa mas di lapangan? Kok ramai.”

“Oh, ada acara dangdutan mas. Itu nikahan anak Pak Haji Ahmad buat acara dangdutan.”

“Oh iya?” enak nih dangdutan, udah lama aku gak nonton dangdut semenjak pindah ke Kota.

“Bintang tamunya Nella Kharisma lho mas,” lanjut si mas.

Nella Kharisma?

Mendengar nama Mbak Nella Kharismya yang jauh lebih aku suka daripada Via Vallen, membuatku menepuk pundak si mas parkir lalu berlari menembus keramaian.

Mbak Nella Kharisma, aku datangg, jangan pulang dulu!

Wanjir lapangan bola penuh, samar-samar aku mencium bau alcohol di sekitaran tempat dangdutan. Karena penuh, rasanya gak mungkin aku nekat menembus ke depan. Jadi aku dapat posisi agak jauh di belakang, namun dengan adanya layar besar di samping panggung, membuatku bisa melihat Mbak Nell Kharisma dengan jelas.


Ya ampuunn, ayu tenan ndesssss!

Sepertinya Mbak Nella baru mau mulai nyanyi asik, gak ketinggalan. Haha ini asli membuatku jadi keinget suasana nonton dangdut di kampung.

Hanya saja, di saat aku berharap menyanyikan Jaran Goyang , lagu yang membuat nama Nella Kharisma booming, justru ia menyanyikan lagu yang membuatku mengumpat pelan.

“Bajingan, dari sekian banyak kemungkinan lagu, ia malah nyanyi lagu orang putus cinta, ‘Wegah Kelangan’. Asu tenan koe mbaaak.”

Oke, kalau aku nangis, kamu tanggung jawab mbak !

(HAHAHA, sesekali gue ajak lo pada dengerin dangdut, tariik mang!)

Nella Kharisma – Wegah Kelingan
Rungokno jerit atiku iki
Sing bingung noto roso ning ati
Pengenku koe ngerti, sing tak pikir saiki
Tulung koe aja salah tompo
Ojo mbok pikir aku ngeliyo
Kabeh iki kahanan, ra iso neruske katresnan
Jujur aku iseh sayang, wegah kelangan
Mergo tresno wes tak patri ning njero ati
Nanging arep piye maneh iki wes kahanan, kudu pisahan
Njalukku koe ojo nangis mergo lungaku
Mungkin iki wis ginaris, dudu penjalukku
Nglungani sliramu abot rasane pangapurane
Ora ono niatku ngelarani atimu
Rungokno aku senajane aku sing kleru
Tak akoni pancen gede roso tresnoku
Yo mung kanggo awakmu
Cukup pisan iki koe loro ati
Ora tak baleni anggonku lek ngelarani
Jujur aku iseh sayang, wegah kelangan
Mergo tresno wes tak patri ning njero ati
Nanging arep piye maneh iki wes kahanan, kudu pisahan
Njalukku koe ojo nangis mergo lungaku
Mungkin iki wis ginaris, dudu penjalukku
Nglungani sliramu abot rasane pangapurane
Mung kependem roso tresno
Bebarengan ora bakal dadi nyoto
Pengen langgeng yo kui karepmu
Nanging wong tuaku ora setuju
Jujur aku iseh sayang, wegah kelangan
Mergo tresno wes tak patri ning njero ati
Nanging arep piye maneh iki wes kahanan, kudu pisahan
Njalukku koe ojo nangis mergo lungaku
Mungkin iki wis ginaris, dudu penjalukku
Nglungani sliramu abot rasane pangapurane

Anjrit, ini lagu memang parah, benar-benar membuat hati rasanya di iris-iris lalu di siram air jeruk! Perihhhhh komandaaaaannnnnnnnnn!

“Jujur aku iseh sayang, wegah kelangan
Mergo tresno wes tak patri ning njero ati
Nanging arep piye maneh iki wes kahanan, kudu pisahan”

Asu, aku gak kuat di lirik tersebut, diam-diam aku menyeka air mata.Aku masih sayang Dita, hiksss. Efek lagu jika kita sedang mengalami situasi yang sama atau mirip dengan lagu tersebut, mengerikan! Di tengah riuhnya penonton, aku menyeka air mata yang nyaris saja netes.

Namun di saat break lagu dan Mbak Nella menyapa para penonton, instingku mengatakan ada yang tidak beres terutama hawa di sekitarku. Aku lalu mengedarkan pandangan. Namun aku tidak melihat sesuatu yang aneh. Aku lalu mundur jauh di belakang dengan dengan tukang bakso. Saat berjalan inilah Aku merasa ada seseorang yang terus mengikutiku sedari tadi, aku tidak tahu siapa tetapi aku bisa merasakan sedang di awasi. Ini bukan sekedar perasaan was-was biasa. Apa jangan-jangan ada orang Blood Creep yang sudah menguntitku?

Sialan, aku harus segera pergi dari sini dan memanfaatkan keramaian serta kerumumunan orang di tempat ini agar bisa menyelinap pergi. Aku tidak tahu siapa mereka dan berapa jumlahnya, namun memang aku tidak ada opsi lain, aku harus segera pergi secepatnya meninggalkan Mbak Nella Kharisma! Bangsat baru dapat 1 lagu udah ada yang gangguin !
Bajingan, awas aja kalau aku dapat kesempat menyerang balik, kuhajar orang BC yang sudah menggangguku di momen dimana aku bisa melihat dan menikmati langsung sajian penyanyi dangdut favoritku nomor 2. Nomor 1 nya tetap Haji Rhoma Irama.

*****
@ Kediaman Pak Tomo
Minggu Pagi
*****

(POV Pak Tomo)


“Wah aromanya enak sekali Pak.”

Aku menoleh ke belakang dan melihat Bu Soraya keluar dari kamar. Ia sudah berpakaian rapi bahkan sudah memakai make-up. Gak akan ada yang menyangka kalau usia Bu Soraya 46 tahun. Cantik dan anggun.

“Hanya omelette sederhana. Sudah mandi Bu Soraya?” pertanyaan retoris tentu saja.

“Sudah dong, kalau gak mandi, gak berani pulang saya. Apalagi Suami saya pulang hari ini. Sudah pasti minta jatah preman dia hehe. Kalau nemu aroma pria lain di badan saya, bisa curiga dia Pak.”

“Hehe suami Bu Soraya kan sudah 4 bulan tugas dan tinggal di  rig offshore, di tengah laut lepas yang jauh dari mana-mana. Udah pasti suami Bu Soraya bosen ngebor minyak bumi, jadi ya sampai di rumah nanti, siap-siap aja Bu Soraya di bor depan belakang sama suami seharian, hehe.”

“Sudah pasti itu Pak, bakalan enak-enak seharian saya sama suami. Apalagi anak-anak saya yang kuliah, gak pulang ke rumah weekend ini.”

“Wah mantab sekali Bu. Siap di bor sampai puas hehe.”

“Ahh Pak Tomo bisa saja. Pagi-pagi udah ngomongin dibor depan belakang, tar saya jadi pengen lagi lho.”

Aku tersenyum saja mendengarnya. Aku lalu meletakkan 2 omelette telur di meja makan. Selain omelette, aku juga sudah memasak nasi goreng untuk sarapan. Semuanya kini sudah terhidang, berikut jus jeruk, susu segar, kopi dan air putih.

“Mari Bu kita sarapan dulu sebelum Bu Soraya pergi jemput suami di Bandara.”

Bu Soraya, yang juga merupakan kawan lama di kampus, memuji nasi goreng buatan saya. Kami berbincang ringan tentang berbagai hal termasuk pekerjaan karena Bu Soraya ini bekerja sebagai Kepala Sub Bagian Keuangan Dinas Pendidikan Kota HHH.

“Pak Tomo, Bapak itu nunggu apa lagi sih? Pekerjaan sudah mapan, usia sudah lebih dari cukup bahkan di antara semua kawan-kawan, tinggal Pak Tomo satu-satunya yang belum menikah,” Bu Soraya bertanya hal yang sudah sering aku dengar kalau ketemu kawan lama.

“Tidak ada yang saya tunggu sih Bu. Saya merasa tidak ada kekurangan apapun meski saya belum menikah. Untuk urusan seks, tanpa harus menikah pun, saya masih bisa memenuhi hasrat saya kok. Saya tidak mau menikah cuma karena seks. Ada hal-hal lain di luar itu yang saya rasa, lebih baik untuk saat ini saya hidup sendiri saja.”

Bu Soraya cuma geleng-geleng kepala. “Dua hal dari Pak Tomo yang tidak pernah berubah dari pertama kita kenal sampai sekarang.”

“Apa itu Bu?”

“Jago urusan di tempat tidur dan keras kepala, susah untuk di bilangin.”

Aku tertawa cukup keras mendengarnya, Bu Soraya juga ikut tertawa.

Setelah menghabiskan sarapan, Bu Soraya lalu pamit pergi. Aku tidak pernah merasa khawatir jika tetangga melihat ada perempuan yang pergi dari rumahku pagi-pagi karena aku tahu benar, tidak akan ada yang memperdulikannya. Inilah salah satu alasan kenapa aku menyukai tinggal di lingkungan ini. Tidak ada yang saling peduli, semuanya punya kehidupan masing-masing.

Setelah Bu Soraya pergi, aku mencuci piring dan gelas kotor. Di gelas terakhir yang ku cuci, kulihat jam di arlojiku menunjukkan pukal 06.50.

Berarti sebentar lagi.

Sambil minum kopi Toraja hitam kental dan pahit, enak nih. Sambil menenteng secangkir kopi panas dan cemilan, kunyalakan TV 42 inci yang ada di ruang tengah.

Saat TV menyala, aku cukup suprise melihat 3 orang sudah berdiri di atas ring. Ketiganya masih berdiri, samar-samar aku mendengar suara Pak Indra yang tengah menteror mental mereka bertiga.

Mantap sekali partai pertamanya, Yandi langsung naik ke atas ring !

Yandi, aku tidak punya masalah pribadi denganmu tetapi untuk kebaikan SMA NEGERI XXX, kamu harus kusingkirkan.

Semakin cepat kamu aku singkirkan, akan lebih baik.

Kecuali, kamu bisa menunjukkan sesuatu yang bisa merubah pemikiranku.

Namun sayang sekali, aku bukan orang yang mudah merubah keputusan atau ketetapan yang sudah aku pikirkan dengan matang sebelumnya.

Nak Yandi, peluangmu untuk tetap berada di SMA NEGERI XXX hanyalah 1 %.

*****
@ ruang ganti sasana sekolahan
Menjelang battle royale
*****

(POV Yandi)


Semua orang sudah meninggalkan ruang ganti yang luas sekali dan memiliki banyak loker. Hanya menyisakan aku saja yang sedang menganti baju. Aku mendengar langkah seseorang mendekatiku. Di saat aku mengira itu Xavi, Yosi, Wira atau Zen, justru yang muncul adalah Toni.

“Selamat pagi Yan.”

Aku agak terkejut namun segera menguasai keadaan dan balas menyapanya.

“Pagi Bang.”

“Bang? Gak usah pake Bang lah. Panggil gue Toni saja.”

“Oh Oke.”

“Gimana sudah siap?”

Aku mengangguk. “Siap gak siap, mesti siap.”

Toni tertawa kecil. Ia lalu menatapku dengan tatapan mata yang tajam. Ekspresi ramahnya sudah hilang.

"By the way, kami sudah tahu kalau kalian telah macam-macam dan meremehkan kami di Studi Banding. Termasuk Vino tentu saja. Dia benar-benar marah dengan tindakan Oscar dan Feri. Bayu dan Vino memang tangguh terutama Vino tetapi tidak akan semudah itu keduanya bisa mengalahkan Oscar dan Feri. Semua yang mengenal Oscar dan Feri akan langsung tahu bahwa keduanya tidak serius bahkan seperti sengaja mengalah.

Sejak saat itu Vino menyusun banyak rencana sebagai tindakan balas dendam atas penghinaan yang senior kalian lakukan. Gue tahu kalau elo gak terlibat dalam drama murahan mereka berdua, tapi suka atau tidak suka, You have to take all the responsibility, because you’re the leader now.. Yan, gue tunggu di partai puncak karena cuma elo satu-satunya bisa gue ajak main jadi jangan mampus dulu. Good luck!"

Dugh !!

Setelah Toni menghilang, aku memukul pintu loker hingga penyok.

Salah satu kekhwatiranku ternyata terbukti kan.

Para dedengkot SMA SWASTA XXX mengetahui gelagat aneh Feri dan Oscar. Kalau sudah seperti ini, gak ada lagi yang bisa kulakukan selain menerima sasaran”kemarahan”. Setelah mencuci muka dan menatap pantulan mukaku di depan kaca, aku menguatkan tekad.

Let’s do this !

Rupanya tinggal aku saja yang belum bergabung. Setelah aku bergabung dengan semua orang, semuanya sedang saling membantu mengenakan half mitt glove. Aku pun mengenakannya dan di bantu Xavi untuk mengatur tingkat kekencangannya. Ketika semua orang sudah mengenakan half mitt glove, jam di sasana berdentang 6 kali.

Lalu dari balik pintu lain yang ada di sanana, Pak Indra keluar. Ia memerkan senyum jahatnya kepada kami semua.

"2 minggu berlalu cepat juga ya, gue uda ketemu sama pejuh, peler, jembut yang sok bajingan, kalian para pengemis respek yang berlagak paling jagoan. Akhirnya hari ini gue akan bungkam kalian semua dan menyadarkan kalau kalian itu tidak setangguh yang kalian pikir. Yang namanya gue panggil namanya langsung naik ke atas ring!" Hardik Pak Indra tanpa banyak basa-basi. Semburan kata-katanya benar-benar toxic.

"Galang!" panggil Pak Indra menyebutkan nama salah satu anak kelas yang bertampang dingin dan terlihat selalu mengenakan bandana.

"Hadir Pak!" seru Galang lalu melangkah masuk ke dalam ring melalui tangga yang ada di tiap sudut. Galang mengenakan kaos singlet, celana training panjang warna hitam, sepatu kets Nike. Ia berkacak pinggang sambil memutar-mutar lehernya. Siapapun lawannya harus mewaspadai serangan kaki Galang yang terbukti merobohkan teman-temannya sendiri tanpa ampun.

"Yandi!"

Aku agak terkejut saat tiba-tiba namaku di sebut Pak Indra dengan lantang.

"Asik, si bos langsung turun tangan di partai pertama. Semangat boss. Sial banget itu anak kelas 1. Siap-siap muntah aja tuh anak kena bogem si bos," celetuk Wira.

"Waspada Yan, Galang bukan anak kemarin sore dalam urusan kek gini," ujar Yosi.

Setelah menarik nafas, aku pun berjalan masuk ke dalam ring. Aku mengenakan kaos oblong warna putih yang berbahan enak, celana jeans pendek di atas lutut dan sepatu kets Converse..

Aku memukul-mukul telapak tanganku dengan half mitt glove warna hitam. Aku siap ! Siapapun lawannya, tinggal tunggu aba-aba dari Pak Indra. Galang menatapku dan tersenyum sinis.

"Wuih lawan gue Yandi langsung, siswa yang konon terkuat di sekolahan kita saat ini, entah ini gue sedang beruntung atau sedang sial, hehe!” ujar Galang yang mencoba memprovokasiku. Aku membalas perkataan Galang dengan senyuman dan perkataan singkat.

"Ah itu cuma gosip."

"Hahaha! Rendah diri dan tidak sombong. Tipikal orang munafik yang paling gue demen!!" jawab Galang sambil mulai memasang sikap siap duel denganku di ring.
Di saat kami berdua mengira sudah bersiap di atas ring, tiba-tiba.

"Heru!"

Aku dan Galang terkejut karena ternyata Pak Indra barusan memanggil satu orang lagi dan kali ini dari kelas 3 untuk naik ke atas ring. Heru sempat terdiam lalu dengan santai ia masuk bergabung dengaku dan Galang di dalam ring. Ia bertelanjang dada, mengenakan celana coklat kargo dan sepatu Vans hitam.

"Keren, ini keren. Mari bersenang-senang hahahaha!" ujar Heru nampak bersemangat sambil memutar-mutar kedua lengannya.

"Aturannya sederhana. Ini bukan pertandingan tinju, jadi kalian bisa keluarkan semua kemampuan dan nyali yang lo punya untuk menang. Hanya ada 1 pemenang di tiap sesi. Lo keluar dari ring, lo kalah. Tidak ada wasit atau siapapun yang akan menghentikan  jalannya perkelahian. Kalian bertanggung jawab atas diri kalian sendiri !! Buat yang kalah, itu artinya kalian sudah meletakkan satu kaki kalian di pintu keluar SMA NEGERI XXX secara sukarela !NGERTI?!" tegas Pak Indra.

Otomatis aku melihat ke arah teman-temanku. Ternyata kekhawatiran kita benar, kita semua yang ada di sini akan bertarung untuk mempertaruhkan status kesiswaan di SMA NEGERI XXX.

Jadi di atas ring saat ini ada aku, Galang dan Heru. Aku pernah sekali berantem dengan Heru, dia kuat. Ini sama saja setiap orang akan menghadapi 2 lawan sekaligus. Fiuh, Ini akan sangat menguras tenaga dan emosi !!

Keparat Pak Tomo ! Aku mengeratkan kepalan tangan. Oke, anda jual saya beli !!!!

"Let the....Shitshow.. BEGIN !!!"


= BERSAMBUNG =

12 comments for "LPH #80"

  1. Terima kasih updatenya suhu.. Akhirnya sudah lengkap semua yg post lawasnya..
    Duh Dini.. Nggemesin juga..

    ReplyDelete
  2. Lets the SHITSHOW BEGIN !!!!!!

    Bugh bugh kraaakk, bummm !!!!!!!

    ReplyDelete
  3. Semangat trus bang upload nya
    Jd gak sabar next chapter

    ReplyDelete
  4. Salut untuk Boss Serpanth...

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. Mantap om serpihan..terimakasih update nya

    ReplyDelete
  7. Mntaf om serphant. . .the best momen

    ReplyDelete
  8. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  9. Kenapa taman Indonesia kaya nya dioret oret oom?

    ReplyDelete

Post a Comment