Featured Post

LPH #88

Episode 88
Avenged 666



(POV Rangga)



“Jose, gue barusan send location. Lo kesini jemput gue, ajak beberapa orang dan bawa dua mobil. Secepatnya.”

“Ada apa Mas?” tanya Jose pelan.

“Gue barusan bunuh orang. Dua orang sekaligus. Keadaan masih aman, cuma kalau lo gak bisa kesini dalam waktu 15-20 menit, Polisi duluan yang akan datang jemput gue. Lo bisa kebayang kan reaksi Papa kalau sampai tahu gue ketangkep Polisi?”

Sempat jeda sejenak. “BAIK MAS, DI TUNGGU. MAS RANGGA SEMBUNYI DI TEMPAT AMAN SAJA.”

Klik.

Telepon gue matiin. Gue lalu duduk di atas punggung orang yang mampus gue gorok dengan badik punya di sendiri, benar-benar senjata makan tuan ahaaiy. Gue sebenarnya jarang banget ngerokok tapi entah kenapa gue ngerasa butuh rokok. Rokok yang Magnum Blue yang gue beli sebulan lalu masih terbungkus rapi di dalam tas. Gue ambil dan bakar satu. Tak lupa gue membersihkan kacamata gue yang kotor kena cipratan darah dengan ujung baju. Meski tidak bersih benar namun lumayan lah.

Fuah, mantap juga ngerokok setelah bunuh orang.

“Bram, masih idup lo?” kata gue kepada Bram yang duduk bersandar di tembok, mayan babak-belur juga tuh muka di hajar, di injak-injak. Nafasnya naik turun, dari kedua lubang hidungnya mengeluarkan banyak darah

Bram meludahkan darah yang ada di mulutnya, ia tersenyum. “Cuma gini doang mah, udah biasa,” katanya.

Gue ketawa mendengarnya. “Mau rokok?” tanpa menunggu jawaban dari Bram, gue lempar bungkusan rokok. Bram dengan tangan gemetar berhasil menyalakan rokok dengan Zippo punya gue.

Thanks,”katanya setelah bisa menghisap nikotin. “Rokok gue rusak ke injak sama dua babi ini.”

“Woles, Jose otw kesini. Bram lo kenal sama dua babi ini?”

Tadi setelah gue bunuh mereka berdua, gue buka balaclava yang mereka kenakan. Gue sih gak kenal mereka. Kemungkinan besar mereka memang mengincar Bram, gue cuma di anggap teman Bram yang ikut kena getahnya.

“Yang elo lubangin perutnya ini gue gak kenal,” kata Bram merujuk ke orang yang gue tusuk-tusuk perutnya. Dia orang yang tadi mukul kepala gue dengan batako. Kalau batok kepala gue gak keras, mungkin gue udah mati. Meski ya ini gue mulai agak-agak pusing setelah adrenalin yang tadinya melonjak naik pas bunuh mereka orang sudah turun. Gak usah gue pegang juga udah terasa pendarahan di belakang kepala.

“Kalau yang elo gorok dan sedang lo dudukin ini, gue gak asing wajahnya. Tapi gue masih coba ingat-ingat.”

“Haha, ya wajar kalau ingatan lo bermasalah. Otak lo pasti geser beberapa mili. Santai saja, gue udah kontak Jose. Paling lima menit lagi dia datang. “

“Jose, Jose siapa?”

“Pembantu senior di rumah gue. Tenang, semua bakalan di beresin termasuk TKP.”

Bram tertawa. “Keluarga lo memang spesial haha.”

Gue diam saja memikirkan perkataan Bram barusan. Kalau dalam kondisi normal mungkin gue tersinggung tetapi sekarang ini gue santai saja. Hati kecil gue sesungguhnya gue gak mau hidup dan di besarkan di tengah keluarga besar Klan Djojodiningrat. Kalau dulu Tuhan memberikan gue pilihan sebelum gue di lahirkan, lebih memilih terlahir di tengah keluarga saudagar atau keluarga miskin, 100% gue akan memilih opsi kedua. Mungkin gue akan menderita karena di besarkan di tengah keluarga miskin. Tetapi gue yakin gue mendapat kebebasan, gue bisa memilih jalan hidup gue sendiri apapun jalannya tanpa ada intervensi atau tekanan dari orang tua. Sepengetahuan gue, para orang tua yang hidup di bawah garis kemiskinan tidak memiliki tuntutan yang terlalu tinggi kepada anak-anaknya karena pola pikir mereka jauh lebih simpel, masih bisa hidup untuk hari ini saja sudah bagus.

Sementara di Klan Djojodiningrat, hari dimana Tarangga Narendra Djojodiningrat lahir, semua jalur kehidupan gue udah di atur sedemikian rupa. Suka atau tidak, itulah jalan hidup yang mesti gue tempuh. Hanya Hasprabu Wanandra Djojodiningrat atau biasa di panggil Boy, abang gue, satu-satunya anak di Klan Djojodiningrat yang berani membelot dan keluar dari ketetapan. Apalagi ayah kami, Manggala Daneswara Djojodiningrat adalah anak tertua dari lima bersaudara di Klan Djojodiningrat. Di mana secara ketetapan anak sulung yang akan menjadi pemimpin keluarga setelah kakek kami, “Bhre Maheswara Djojodiningrat XVIII” mangkat dengan tenang di usia 99 tahun. Jadi ketika Papa bersiap untuk melepas gelarnya “Bhre Daneswara Djojodiningrat XIX” otomatis penerus berikutnya adalah putra sulungnya setelah menginjak usia emas 18 tahun. Secara silsilah, Boy, sebagai putra sulung akan menjadi kepala Klan berikutnya dengan gelar “Bhre Wanandra Djojodiningrat XXX”.

Tapi ternyata gelar, kekuasaan, kemewahan tidak berarti apa-apa di mata Boy.Tapi ternyata gelar, kekuasaan, kemewahan tidak berarti apa-apa di mata Boy.


Ia berani dan lantang memilih jalur hidupnya sendiri yang ia utarakan saat seluruh keluarga besar Klan Djojodiningrat yang berjumlah puluhan berkumpul untuk makan malam bersama. Makan malam yang spesial karena malam itu Papa memang berniat untuk menasbihkan Boy sebagai penerus sekaligus pemimpin Klan Djojodiningrat untuk 40 tahun ke depan.

Pesta yang semula meriah bertabur kemewahan menjadi ankward saat dengan tegas Boy menolak gelar penerus keluarga. Boy tahu tidak ada opsi “menolak” dalam keluarga kami, pilihannya cuma satu, terima apapun mandat dari kepala klan. Sehingga setelah menolak, ia juga mengutarakan niat ingin keluar dari Klan Djojodiningrat. Sebuah pernyataan tegas yang membuat semua orang terkejut bukan kepalang, namun Papa yang sempat gue lirik, ia tetap terlihat tenang.

Keluar dari klan Djojodiningrat bukanlah tanpa resiko, karena dalam sejarah Klan Djojodiningrat, jika ada anggota keluarga inti yang ingin keluar, berarti ia siap untuk memutus hubungan darah. Dan ternyata ada satu dua orang yang memilih jalan tersebut karena tidak setuju atau menyukai bisnis keluarga. Kalau sudah memutuskan demikian, satu-satunya cara adalah mesti berhadapan dengan pemimpin Klan. Tak peduli laki, perempuan usia berapapun, dia yang memilih keluar mesti berhadapan dengan pemimpin klan.

Duel satu lawan satu dengan bela diri khas tradisi Djojodiningrat yakni Kalapriyatu. Kalapriyatu adalah teknik bela diri yang berakar dari Kerala India. Keluarga kami punya sejarah panjang yang berkelindan erat dengan leluhur yang berasal dari India. Akar India yang berasimilasi dengan budaya Jawa kuno menjadi sejatinya roh Klan Djojodiningrat.

Kalapriyatu atau kami meyebutnya dengan Kalari sudah di ajarkan kepada semua anak cucu klan ketika sudah menginjak usia 5 tahun, termasuk gue dan Boy tentu saja. Pada dasarnya kalari mengajarkan teknik pukulan, tendangan, kuncian, cengkraman  dan gulat. Lewat Kalari kami juga di ajarkan teknik menggunakan senjata dalam pertarungan seperti pisau, pedang, perisai bahkan panah.  

Papa dengan tenang menanggalkan kemejanya hingga bertelanjang dada, lalu mengajak Boy ke halaman belakang. Papa punya opsi, duel dengan tangan kosong atau dengan senjata. Gue berdoa jangan sampai Papa mengambil senjata karena ujung duel ini bisa fatal. Gue lega karena Papa memilih duel tangan kosong dengan mengeratkan kedua kepalan tangannya. Di usia yang ke 58 tahun Papa masih terlihat sangat bugar, badannya masih sangat bagus, kencang, berotot, kokoh dengan postur 180 cm. Aura yang di tampilkan Papa terlihat mengintimidasi lawan. Boy kemudian juga menanggalkan kemeja bersiap untuk menjalani takdir yang ia pilih di mulai dengan melawan Papa.

Tanpa banyak kata, keduanya kemudian bertarung di saksikan oleh semua keluarga, termasuk Mama yang herannya masih tetap tenang melihat suami serta putra sulungnya duel. Boy yang biasanya tenang kali ini bersikap agresif, sangat agresif. Setiap hantaman dan tendangan yang ia arahkan ke Papa benar-benar dengan 110% kekuatan. Sampai-sampai Papa yang masih bersikap defensif akhirnya terkena pukulan telak beberapa kali hingga membuatnya sedikit limbung dan kemudian meludahkan darah dari dalam mulutnya.

Satu hantaman yang kemudian membuat Papa menunjukkan kepada Boy bahwa beliau memang pantas menjadi pemimpin klan dan menyandang status sebagai Guru Kalari. Hanya dalam tiga sampai empat serangan balasan, Boy tumbang tidak sadarkan diri, ia kalah melawan Papa.

Dari situ gue berpikir Boy akan mengurungkan niatnya untuk keluar dari klan Djojodiningrat setelah ia kalah telak melawan Papa. Tapi ternyata niat Boy memang sudah bulat ingin keluar dari keluarga. Ia nekat dan keluar dari rumah tak lama setelah ia lulus SMA. Meski malam itu ia sudah gue hajar sedemikian rupa agar jangan lari dari tanggung-jawab pada akhirnya Boy tetap memilih pergi. Satu tindakan yang membuat Papa mencabut serta mencoret Boy dari klan Djojodiningrat dan kehilangan semua keistimewaannya. Kepergian Boy membuat gue naik “pangkat” jadi penerus langsung Klan Djojodiningrat. Dan sudah terlambat buat gue untuk menolaknya. Gelar sebagai pemimpin keluarga baru baru resmi gue sandang nanti setelah gue lulus SMA 1,5 tahun lagi. Meski tak bisa menolak namun gue bersumpah di depan Papa dan Mama, akan menyeret Boy ke hadapan mereka lalu memancung kepalanya di depan semua anggota Klan Djojodiningrat bahwa inilah hukuman untuk para pembelot!

Bunyi derap langkah orang yang setengah berlari mendekat membuat lamunan gue buyar. Gue menoleh ke belakang.

Jose dan tiga orang datang. Dua mobil terparkir di ujung gang.

“Mas Rangga tidak apa-apa?” tanya Jose sambil berlutut satu kaki di dekat gue.

“Cuma bocor doang kepala, Jose, tolong beresin dua orang ini. Mereka tiba-tiba nyerang gue dan teman gue. Jadi ya gue mampusin di sini.”

Jose mengeluarkan sapu tangan tebal dari sakunya. ““Baik Mas.Tekan lukanya dengan ini Mas.”

Gue ambil sapu tangan tersebut dan gue pakai untuk menekan luka di kepala belakang.

“Mas Rangga dan temannya, masih kuat jalan? Kalau gak kuat jalan, mobil gue minta ke sini.”

Gue pun langsung berdiri. “Gue sih masih kuat, woy Bram, masih bisa berdiri dan jalan gak lu?”

“Ya masih lah! Cuma gini doang !” Bram berusaha berdiri berpegangan ke tembok di belakangnya hingga akhirnya ia berdiri.

Gue tertawa lalu berjalan beberapa puluh meter menuju mobil Mercy.

“Mas Rangga mau ke rumah sakit ?” tanya Jose saat gue dan Bram sudah duduk di kursi belakang.

“Ke rumah saja, panggilkan Dokter Filipe.”

“Baik Mas! Segera saya kontak Dokter Filipe. Mas Rangga duluan dan gak usah khawatir, akan saya bereskan semuanya di sini, tanpa jejak.”

Gue tertawa mencibir. “Tentu saja gue gak perlu khawatir.”

Pintu mobil lalu di tutup dari luar.

Lalu sopir segera bergegas pergi dari TKP menuju ke rumah.

Lima belas menit kemudian mobil sampai di rumah. Saat gue dan Bram masuk ke dalam rumah, Dokter Filipe dan satu perawat cewek sudah menunggu di ruang tamu. Kami pun langsung menuju ke salah satu kamar di lantai satu. Di kamar tersebut setelah ganti baju dan bersih-bersih sebentar, kami langsung mendapat penanganan. Tanpa banyak kata, Dokter Filipe yang merupakan dokter pribadi Keluarga kami segera bekerja dengan sigap. Gue sedikit mendengus saat luka di kepala gue di bersihkan lalu sepertinya di jahit. Sementara Bram yang kebagian di tangani oleh perawat cewek yang cukup cantik, malah asyik ngobrol dengan si perawat saat luka lebam di wajahnya di bersihkan. Bahkan Bram dengan senang hati membuka baju agar di cek pundak, lengannya yang sedikit memar.

Beruntung benar si Bram ! sementara gue menahan sakit saat kulit kepala gue di jahit tanpa obat bius !

***

Saat gue terbangun, gue lihat Bram tidak ada di tempat tidurnya. Gue lihat jam tangan, hampir jam 8 malam. Setelah di jahit lalu di bebat dengan kassa, gue sepertinya tertidur setelah meminum obat yang di berikan Dokter Filipe. Mungkin Bram juga tertidur karena ia juga dapat obat. Saat gue duduk di tepi tempat tidur, kepala sedikit nyeri tetapi terasa jauh lebih baik. Di saat yang sama gue merasakan hawa dingin masuk ke ruangan.

“Pules banget lo tidur, perasaan gue yang paling babak belur,” kata Bram yang sedang duduk di teras yang terhubung dengan kamar ini. Ia sedang duduk dan nampak menikmati minumannya. Di meja terlihat ada piring kotor. Baru selesai makan ia sepertinya. Gue lalu bangkit dan menyusul ke teras.

“Gue minta rokoknya lagi ya,” ujar Bram sambil menunjukkan rokok yang sedang ia nikmati beserta satu pak Magnum Blue yang tadi gue taruh di meja dalam kamar.

“Ambil,” kata gue sambil menuang teko berisi air mineral ke gelas. Segar rasanya. Gue pun ikut mengambil rokok dan menyulutnya.

Rokok kedua untuk hari ini.

“Gak makan lo?” tanya Bram. “Enak banget asli nasi goreng ati ampela buatan pembantu lo.”

“Ntar aja belum lapar,” kata gue sambil menarik kursi dan duduk. Kok rokoknya gak senikmat tadi ya, batin gue.

“Bram, apa yang lo rasain setelah bunuh orang? Jangan coba bohongin gue, gue tahu elo udah pernah bunuh orang di Hanggar.”

Bram tertawa terkekeh. “Hanggar? Deathwish maksud lo? Ehm, gimana ya. Biasa aja sih, gue anggap biasa karena itu resikonya ikut main di Deatwish. Kematian adalah bagian dari permainan. SIap main ya mesti siap mati. Meski di Deathwish gak mesti berujung kematian tapi tiga dari lima orang yang ikut Deathwish berakhir dengan kematian. Ya karena itu memang permainan menantang malaikat maut. Kalau pun gak mampus yang cedera berat. Seperti halnya setelah gue kalah lawan Yosi di Last Man Standing. Gue memang  gak jadi mati tapi lo liat akibatnya, gue pincang permanen seumur hidup. Masih beruntung gue gak lumpuh dari pinggang ke bawah. Kalau sampai gue lumpuh, gue mending mati bunuh diri dah.”

Bram membicarakan perihal kematian dengan santai seperti seolah ia sedang membicarakan tempat nongkrong favoritnya.

“Ngga, gimana rasanya bunuh orang untuk pertama kalinya hehe?” kali ini Bram yang bertanya. “Gue yakin tadi sore adalah  pengalaman pertama lo bunuh orang dengan tangan lo sendiri.”

Gue menatap kedua tangan gue sendiri. Meski kedua tangan gue bersih tidak ada noda darah, namun bau anyir darah yang khas masih terasa di indra penciuman gue. Entah ini hanyalah perasaan gue semata atau memang tangan masih mengeluarkan aroma darah. Namun yang pasti, masih terasa sensasi di tangan gue saat gue menusuk-nusuk perut si orang pertama dengan badik. Saat di mana ujung badik yang runcing menembus kulit lalu merobek otot perut lalu di ikuti dengan semburan darah dari luka tusuk. Seakan gue belum puas, sensasi saat gue menggorok leher orang kedua dan menancapkan badik ke leher orang tersebut benar-benar sangat….menyenangkan.

“Rasanya…it’s damn god mann, jauh lebih menyenangkan di bandingkan ketika gue mengiris daging atau memotong-motong ikan salmon.”

Bram tertawa mendengarnya. Namun ia hanya berani tertawa, tidak berani memberikan komentar apa-apa.

“Btw, gara-gara elo nyinggung tentang deathwish. Anjing ! akhirnya gue keingat pernah bertemu di mana dengan orang yang udah lo gorok tadi. Dan gue paham kenapa mereka coba nyerang gue dan sori lo juga mesti kena getahnya,” Bram yang tadinya tenang kini terlihat agak sedikit gugup saat ia akhirnya ingat dengan identitas satu dari dua penyerangnya.”

“Siapa?”

“Gue gak tahu namanya tetapi ia adalah kru dari Blood Creep. Lebih tepatnya kru dari Bara pimpinan Blood Creep, gangster dari Kota DDD. Kami bertemu di Hanggar saat Last Man Standing.”

“Oh ya? Coba gue tebak, si gangster tersebut kalah dari elo lalu kini anak buahnya coba balas dendam? Yang namanya Bara tadi lo mampusin juga di sana?”

Bram diam saja. Ia meneguk kopinya dan terlihat memikirkan sesuatu.

“Iya Bara memang mampus di sana. Tetapi…”

“Tetapi apa?”

“Gue bukan lawan Bara di malam itu. Bara mampus di putaran pertama saat melawan…Yosi.”

Gue terkejut mendengarnya. “Yosi? Wah-wah..Tapi aneh juga, kenapa dia menyerang lo tadi? Bukannya lo tidak bertanggung-jawan dengan kematian Bara.”

Bara menatap gue.

“Ada beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, dia tahu bahwa Jack adalah Om gue.”

“Lho, apa hubungannya Jack dengan mereka?”

“Jadi setelah Bara kalah, Yosi di serang sama kru Blood Creep. Padahal udah jelas-jelas ada perjanjian di larang membalas dendam di Hanggar dan selama Last Man Standing masih berjalan. Jack tentu saja marah, dan semua kru BC yang tersisa dan terlibat penyerangan di minta memilih.”

“Memilih apa?”

“Pilih kaki kanan atau kaki kiri yang mau di patahin.”

“Huahahaha, sangat Jack sekali. Tetapi sepertinya tidak mungkin mereka tahu atau di kemudian hari tahu dengan mudah kalau elo adalah keponakan Jack. Gak banyak orang yang tahu hubungan elo dengan Jack,” papar gue.

“Tentu saja, selain elo, tidak ada yang tahu hubungan gue dengan Jack sebenarnya masih keluarga. Teman-teman gue tahunya gue memang dekat dengan Jack karena dia adalah penyandang dana atau yang kasih sponsor gue main di Deathwish,” sambung Bram.

Tiba-tiba terlintas benang merah yang tadinya tidak ada hubungan. Penyambung benang merah tersebut adalah orang yang bertanggung-jawab langsung dengan kematian Bara, yakni …

“Kemungkinan kedua,” kata Bram namun segera gue putus omongannya.

“Gak usah lo jelasin gue udah paham. Dasar logikanya, jika elo yang tidak bertanggung-jawab secara langsung dengan kematian Bara di hajar oleh anak buah Bara, sudah pasti Yosi yang ngebunuh Bara dengan langsung, akan mendapat pembalasan yang sudah tentu lebih dari sekedar di hajar.”

Bram berdiri dari kursi dan memberikan tepuk-tangan.

Proficiat !, memang cocok ente sebagai penerus klan Djojodiningrat.”

“Taik lu ! Mau gue cokok leher lo dengan garpu ini?” kata gue sambil mengambil garpu  yang mempunyai ujung agak runcing.

Bram langsung duduk dan menangkupkan tangan. “Ampun bos ampun,” jawab Bram.

Setelah Bram kembali duduk, masih ada ganjalan dalam pikiran gue.

“Bram, lo percaya dengan yang namanya kebetulan gak? Bisa jadi mereka berdua memang gak sengaja melihat elo di Tribe-Bar lalu memutuskan nyerang elo?bukan cuma sekedar melihat, gue yakin keduanya juga sedang santai di Tribe.”

Bram manggut-manggut. “Percaya sih dan gue rasa memang sebuah kebetulan  keduanya melihat gue sama elo di Tribe. Tetapi itu bukan kebetulan belaka. Ada motif lain sehingga kita dan mereka bisa berada di waktu dan tempat yang sama. Blood Creep itu dari Kota DDD yang jaraknya 2-3 jam kalau lewat tol. Kalau gak lewat tol ya paling cepat 5 jam. Mestinya ada sesuatu yang cukup penting yang membuat mereka jauh-jauh datang ke Kota XXX.”

“Yosi. Tentu saja itulah alasan mereka datang kesini. Mereka sedang merencanakan sesuatu pasti.”

Gue tahu, Bram meski terlihat sangat jahat dengan Yosi, ia masih memiliki keterikatan emosi dengan Yosi. Cuma memang kadang gue gak ngerti jalan pikiran Bram tentang Yosi, apakah semua tindakan Bram yang rumit kepada Yosi bertujuan untuk demi kebaikan atau keburukan Yosi. Cuma Bram yang tahu dan gue gak mau tahu juga.

Itu urusan mereka berdua.

“Ya wajar jika muncul spekulasi mereka datang untuk Yosi, apapun rencanyanya, yang jelas bukan rencana yang menyenangkan untuk di dengar. Namun sepertinya kejadian yang tadi sore, di mana lo ngebunuh dua babi Blood Creep, akan sedikit banyak mengubah banyak hal.”

Gue kembali mengisi gelas dengan air mineral dan menghabiskannya dengan beberapa tegukan. Gue diam. “Lanjutkan,” gue minta Bram untuk menerangkan lebih lanjut.

“Oke gini, anggap saja gue bukan target utama Blood Creep lalu tiba-tiba dua babi melihat kita nongkrong di Tribe. Lalu keduanya memilih tindakan untuk menyerang kita, gue yakin tujuan mereka bukan untuk ngebunuh gue karena mereka bisa melakukannya dengan cepat saat mereka menodong kita dengan sajam. Mereka sepertinya opportunis, memanfaatkan kesempatan. Hanya saja, mereka sedang sial karena gue sedang bersama seseorang yang berstatus ‘someone who shouldn't be bothered’.”

Gue ketawa karena Bram masih sempat-sempatnya mengejek gue secara halus.

“Dan sifat kepo itu dua babi berujung dengan kematian mereka di tangan elo.”

Gue berdehem. “Lo tenang saja Bram, seperti yang gue bilang, Jose sudah membereskan semuanya.”

“Iya gue tahu dan gue gak kan mempertanyakan cara kerja Jose membereskan TKP. Hanya saja…”

“Hanya saja apa?”

“Gue berani bertaruh, keduanya mungkin sempat memberikan info atau memberitahu teman satu kelompoknya bahwa mereka melihat gue di Tribe. Babi kroco yang bertingkah semnbrono seperti mereka, sudah pasti tidak akan berani bertindak sendirian. Mereka pasti sudah kontak-kontak dengan teman mereka. Gue anggep saja mereka memberi kabar kalau mereka melihat gue kepada teman mereka si X. Entah apa saran si X, namun keduanya memutuskan menyerang gue. Setelah mereka berdua terbunuh dan jejaknya menghilang, tidak akan kembali lagi ke Kota HHH, kalau lo jadi si X, apa yang ada di benak lo?”

“Gampang saja, telah terjadi sesuatu dan itu berhubungan dengan satu nama, elo,” jawab gue.

Correct.

“Huaahahah lo naik status donk sama dengan Yosi, jadi buruan utama haha.”

Bram meringis. “Yep.”

“Ya woles saja, lo tinggal lapor ke Jack, bisa lah dia beresin sekaligus itu gangster.”

Bram menggeleng. “Tidak semudah itu. Jack sedang berada di Taipei. Dia sedang tidak bisa di ganggu.”

Gue lalu memajukan posisi kursi dekat Bram.

“Sesuai kesepakatan kita dahulu. Lo bantu gue cari info tentang abang gue dan gue akan bantu lo jika dalam posisi terjepit. Karena lo tadi udah kasih info berharga tentang Boy, gue akan bantu lo. Lagipula kan gue yang mampusin dua babi tuh gangster. Jadi gue gak bisa lepas tangan.”

“Lo mau pake tenaga Klan Djojodiningrat?” tanya Bram.

“Enggak, tapi entahlah. Belum gue coba karena gue belum pernah berada dalam posisi seperti ini sebelumnya. Gak rugi emang gue temenan sama elo haha.”

“Ya…ya...”

“Yos, lo bakal kasih tahu ke Yosi gak, kalau dia sedang di incar sama Blood Creep?”

“Sepertinya gue bakal kasih tahu ke mereka sih..”

“Mereka? Mereka siapa?” gue agak bingung saat Bram merujuk dengan kalimat “mereka” yang artinya lebih dari satu orang. Ada target lain selain Yosi dan Bram?

“Yosi saat tanding di Last Man Standing, dia di temani oleh tiga orang temannya. Rio anak SMA SWASTA YYY, Tejo drag-racer yang mayan punya nama dan terakhir sang jagoan kita Yandi.”

“Wahahahahaha ramai sekali ! seru ini!”

“Bukan cuma ramai, tapi bakalan sangat ramai. Blood Creep tidak tahu jika keempat orang ini punya banyak backing. Yosi dekat dengan LPH karena pengaruh besar kakaknya Dragunov. Belum lagi Yosi dan Rio itu juga dekat dengan komunitas ROCKSPEED. Jangan kira ROCKSPEEED itu tempat tongkrongan biasa, ROCKSPEED itu bar milik Bonar, bos JONG XXX. Grup bajingan senior penguasa lama di daerah pelabuhan X4. Semenjak Bonar menghilang, pengelolaan ROCKSPEED dan JONG XXX di pegang oleh Karjo. Karjo itu punya bengkel modif paling top di Kota XXX. Anak motor gak ada yang gak kenal dengan Mas Karjo. Mas Karjo itu kakaknya Tejo.”

“Huahahahahahahahha tahu banya lo!” gue tertawa ngakak mendengarnya, ini sangat lucu sekaligus seru!

“Ya Bram gitu loh ! Belum lagi Yandi. Yandi bersama ketiga temannya sebagai inti dari XYZ kini muncul jadi satu grup yang patut di segani.”

“Yandi, Yosi, Tejo dan Rio. Lalu di tambah dengan seorang Bram yang punya koneksi luar biasa luas dengan para bajingan seantero Kota XXX di tambah dengan status sebagai keponakan dari Jack yang berada di bawah grup Red Lotus.”

“Di tambah back-up dari calon bos Klan Djojodiningrat,” tukas Bram sambil tertawa.

“Gak kebayang betapa riuhnya haha! Menyentuh salah satu dari kalian berlima, sama saja seperti Blood Creep menekan ‘Nuclear Button’ yang justru meluluh-lantakkan diri mereka sendiri!”

Gue memejamkan mata dan seolah melihat sebuah visi, visi di mana gue melihat kekacauan yang sangat besar meledak di Kota XXX. Alangkah bodohnya gue jika berpangku tangan melihat kekacauan terjadi di depan mata. Kapan lagi gue bisa bunuh orang dengan bebas, GYAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!!!

“Apapun yang sedang lo pikirin, bisa jadi kenyataan dalam waktu 2-3 hari ke depan. Maksimal 4 hari pasca menghilangnya dua babi Blood Creep. Memang secara matematis, sama halnya terjadi perang semua bajingan di Kota XXX melawan Blood Creep. Terdengar kita yang akan menang karena mempunyai lebih banyak orang maupun grup. Hanya saja gue punya feeling Blood Creep yang sekarang ini jauh berbeda dengan Blood Creep semasa di pegang oleh Bara, it could be that they are now far more dangerous.”

“Jadi jika memang Blood Creep baru bergerak empat hari lagi, apa yang elo bakal lakukan di kurun waktu tersebut?”

“Memberi peringatan ke Yosi sudah jelas, namun dalam waktu sesingkat itu gue juga akan mencari info sebanyak mungkin tentang generasi terbaru Blood Creep. Mereka tidak bisa di sepelekan. Terutama bos Blood Creep yang menggantikan Bara.”

Gue terdiam beberapa saat.

“Bram….”

“Apaan?”

“Lo ke dapur bilang ke Mbok Sumi, gue lapar. Buatkan nasi goreng babat, super pedas dan es susu kopi. Gue jadi lapar dengar ini semua.”

Bram sepertinya hendak membantah perintah gue, namun dia lalu paham dengan posisinya. “Okeeee!”

Good….dog…


*****
@ Kelas 2-B SMA NEGERI XXX
Keesokan harinya
*****


(POV Zen)


Setelah terdengar bel tanda istirahat pertama, gue cabut duluan.

“Zen, mau kemana lo?” tanya Yosi melihat gue buru-buru pergi.

“Mo ngerjain PR gue.”

“Anjay ngerjain PR, PR apaan?”

“PR dari XYZ,” jawab gue singkat sambil menatap Yosi, Yandi dan Xavi. Mereka lansung paham dengan maksud gue.

“Zen, inget ya, no ribut-ribut,” kata Yandi.

“Iyalah, gue cuma mau ngobrol sama Rudi. Tar gue susul ke kantin.”

Gue lalu segera turun menuju kelas 2-B, tempat si Rudi. Setelah para siswa cewek sudah keluar semua, beberapa ada yang senyum-senyum liat gue datang, gue masuk ke dalam. Rudi sudah berdiri dan mengenakan jaket. Ia dan gerombolannya melihat gue dengan tatapan tidak bersahabat.


Rudi - Kls 2B (SMA NEGERI XXX)

Saat gue mengambil kursi kosong dan duduk di dekat Rudi, teman-teman Rudi langsung berdiri mengelilingi kami berdua.

Gue tentu saja terkesan, mereka tidak menampakkan rasa takut ke gue, padahal ya gue tahu mereka tahu siapa gue dan apa yang bisa gue perbuat. Cocok ini mah gabung XYZ.

“Kalian santai saja, gue cuma mau ngobrol sama bos kalian,”kata gue sambil menatap teman-teman Rudi.

Rudi lalu duduk bersandar dan menaruh kedua kakinya di atas meja, tepat di depan gue. “Mau apa lo kesini?” tanyanya.

“Gue mau kasih elo undangan. Undangan pesta.”

“Cik pesta, jangan bilang pesta ultah grup kalia, apa namanya?” Rudi dengan sarkas bertanya ke teman-temannya.

“Grup kopi susu sachetan Rud, grup ABC!” jawab salah satu temannya. Rudi dan mereka semua tertawa. Gue bukannya tersinggung malah ikut tertawa. Malah ketawa gue jauh lebih keras daripada mereka. Hal ini membuat mereka yang tadinya ketawa langsung diam. Gue bangkit berdiri.

“Kalau lo mau tahu apa undangan tersebut, gue tunggu lo jam 2 sepulang sekolah di kantin. Lo mau ajak anak-anak K-POP ini juga gak apa-apa, bebas. Yang jelas, undangan ini cuma berlaku sekali. Take it or leave it.”

Rudi menatap gue. Ia tidak berkomentar apa-apa. Maka gue pun keluar dari kelas 2D di iringi tatapan teman-teman Rudi yang tersinggung gue sebut sebagai “anak K-POP” tapi tidak ada yang berani ngomong depan gue.


***

“Apa mau lo Zen?” tanya Rudi tanpa tedeng-aling ketika Rudi akhirnya datang jam 14.05. Telat 5 menit.

Gue tersenyum, gue meminum dulu Coca-Cola dingin yang gue beli di bawah. Cuaca sangat terik, paling nikmat minum yang dingin-dingin.

“Lo gak pesan minum dulu? Santai saja, kali ini gue gak mengajak lo duel. Toh kalaupun duel sama elo, hasilnya gak berubah, malahan bisa jadi makin banyak tulang lo yang gue patahin.

Rudi mencibir.”Itu cuma teori lo. Urusan otot jangan pake dasar logika persamaan,” balas Rudi menatap gue tanpa berkedip.

Wow gue cukup terkesan dengan Rudi, mentalnya kerad. Padahal saat gue duel dengan dia setahun yang lalu, gue patahin lengan dan persendian tangan kirinya, belum lagi gue buat bonyok parah mukanya, sampai Rudi absen dari sekolah kurang lebih sebulan untuk penyembuhan.

Gue mengendurkan psywar dengan duduk menyandarkan punggung di kursi. Gestur santai ini membuat Rudi juga ikut santai, ia lalu ke bawah untuk membeli minuman. Kantin di lantai 2 selepas jam pulang sekolah sepi, hanya ada beberapa siswa yang ada di bawah. Saat mereka melihat gue sama Rudi naik ke lantai 2, mungkin tidak ada yang berani naik ke atas.
“Udah siap dengar undangan pesta yang gue maksud?” kata gue setelah Rudi kembali membawa segelas es teh.

“Bacot lu, cepatan. Gue jam tiga mau futsal,” kata Rudi.

“Ya cepat atau lamanya obrolan kita siang ini tergantun elo sih. Jadi gini, undangan yang gue maksud adalah ‘Lo siap gabung XYZ?’ ?”

Rudi tersedak mendengarnya. Bahkan ia kemudian tertawa terbahak-bahak. “Huahahahahahaahahahaahaahaha! Gue pikir apaan anjing !!! hahaahaha ini lucu bangett!”

Gue biarkan Rudi tertawa sepuasnya sementara gue menikmati Coca-cola.

BRAK!

Tiba-tiba Rudi menggebrak meja. “Lo buang-buang waktu gue! Dengar,saat gue dan anak-anak menarik diri dari grup Oscar dan kami di hajar puluhan orang tanpa bisa berbuat banyak, kami tidak gentar dan tetap ambil keputusan tersebut! Gue mundur karena tidak menyukai kelicikan Leo yang terbongkar. Pasca Leo cabut, gue ngrasa gak ada urusan dengan konflik di sekolah. Kami masa bodoh bukan berarti takut. Gue dan teman-teman gue memang gak banyak seperti kalian. Tapi boleh di coba adu satu lawan satu! Makanya gue ketawa saat elo dengan enteng nawarin gue gabung XYZ. ! Gue di hajar Oscar aja gak gentar dan tetap menolak ikut, apalagi lo seenaknya kasih undangan !”

Wow Rudi benar-benar aneh, setelah tertawa sendirian kini ia marah-marah.

“Rud, biar gak panjang lebar, gini. Lo dengerin apa kata gue. Lima menit. Setelah gue selesai ngomong, keputusan ada di tangan lo. Dan apapun keputusan lo, gue gak akan terima. Tapi ingat tawaran gue cuma sekali, gak akan datang lagi.”

Rudi yang sudah kembali tenang lalu meneguk es tehnya. “Cepat lo mulai kotbah gih!”

“Dengerin baik-baik, gue yakin lo udah dengar kalau anak-anak STM YYY sudah di datangin grup bajingan anak STM XXX yang menyebut diri mereka sebagai WARLORD.  Itu baru langkah pertama, pelan tapi pasti setelah mereka menundukkan semua sekolah di Kota XXX, ia akan datang ke sini. 100 % pasti, tinggal tunggu waktu. Belum lagi SMA SWASTA XXX yang kini di pegang RAGE, grup si Vino yang merasa jumawa karena berhak atas kita karena mereka menang STUDI BANDING. Intinya adalah, dari hari ini hingga nanti kita menjelang lulus SMA, adalah masa-masa perang. Gak bisa enggak. Dan di masa rawan konflik seperti ini, Yandi sebagai pemimpin XYZ sekaligus siswa nomor satu di sini, merasa penting buat kita anak-anak SMA NEGERI XXX untuk merapatkan barisan. Suka atau tidak, terima atau tidak terima, kita semua punya musuh yang sama.

Jika semua grup di sekolah ini tidak kompak, bahkan kalaupun kita semua bersatu, tidak ada jaminan kita bakal survive jika dua sekolah tersebut menyerang. Kalau satu hari nanti,semisal lo dan teman-teman lo diserang, atau anak-anak kelas 1 yang masih apatis di serang, jangan salahkan kami XYZ dan grup anak kelas 3 yang pelan tapi pasti merapat dengan XYZ, berdiam diri. Toh tidak ada kewajiban kami untuk ngebantu kalian. Kami baru bergerak kalau ada anggota kami  yang di serang. Lo boleh bahkan gue salut karena elo dan teman-teman lo punya sikap idealis. Itu bagus! Tapi idealisme tanpa ada dasar pemikiran yang logis, itu idealisme fatalitas! Janga kira lo cuma di pukul-pukul manja sama anak WARLORD atau RAGE. Lo bakal di jadiin anjing. Anjing yang mesti nurut sama tuannya, kalau enggak, lo bakal di jadiin sate rica-rica, secara harafiah. Lo tahu apa yang gue omongin ini bukan sekedar gertakan, tapi sudah pasti datang, seperti halnya kematian. Semua orang pasti mati. Begitu juga dengan WARLORD dan RAGE, mereka pasti datang.

Sekarang keputusan ada di elo Rud. Lo pilih ‘sendirian’ atau bersama XYZ saat mereka datang. Kalau lo tidak sependapat dengan omongan gue barusan, lo bisa pergi sekarang.

Tapi ingat tawaran ini cuma datang satu kali saat ini juga. Semisal lo memilih pergi dan kemudian hari terjadi sesuatu yang menimpa elo atau teman-teman elo, itu urusan kalian sendiri, bukan urusan XYZ atau urusan SMA NEGERI XXX. Lo sujud-sujud minta tolong juga sudah gak ada gunanya.

Namun kalau elo setuju gabung sama gue di XYZ,” gue mengangkat kaleng Coca-Cola. “Mari bersulang..”

Rudi diam namun kemudian ia berdiri, ia berdiri sambil memegang gelas es teh.

“Mana seru bersulang sambil duduk, ayo bersulang sambil berdiri !!” katanya sambil menyeringai.

Good move, Rud, good move, batin gue senang.

Dan kami pun bersulang. “Welcome to the XYZ, besok gue ajak lo ketemu sama Yandi, Yosi dan Xavi. Di sana kita lanjut ngobrol dan kita akan bersulang sekali lagi dengan sebotol bir dingin serta rokok, how bout that?”

“Sepertinya…menyenangkan..” jawab Rudi.

Satu PR gue selesai! Selanjutnya Yosi, dia mesti segera bergerak, secepatnya, tugas dia memang tidak enteng untuk “menaklukkan” anak kelas 1 lewat jalur “diplomasi” karena jalur kekerasan sudah terlihat dan terbukti bahwa Yandi memang siswa terkuat di sekolahan, namun gue yakin Yosi bisa menemukan caranya dan menggenapi kepingan terakhir XYZ.

Jika kepingan XYZ sudah terkumpul menjadi satu, dari kelas 1, 2 dan 3.

Maka gue dan Yandi bisa mengeksekusi tahap selanjutnya…

Khu…khu…khu…


*****
@ Markas Blood Creep
3 Hari setelah dua kru BC menghilang
*****


(POV DOPE)



Tepat jam 22.00 semua member inti dari Blood Creep berkumpul di ruangan big bos.

BLOOD CREEP

Tiga divisi Blood Creep sudah berkumpul.

Bang Rambo sebagai kepala Nighthawk dan gue sebagai wakilnya. Nighthawk punya tugas utama sebagai komandan perang 200 anggota jika terjadi kontak atau pertikaian dengan kelompok lain, pengamanan area pabrik dan markas. Singkatnya kami berdua bertanggung-jawab sebagai garda terdepan Blood Creep.

Bang Chad sebagai kepala Whitehawk dan wakilnya Kabal, bertanggung-jawab dalam hal produksi obat-obatan, menyiapkan dan mencari bahan baku, sekaligus mengatur jalur distribusi.

Sementara untuk jalur negosiasi, mencari klien, menyuap sana-sini, pengamanan jalur kirim pokoknya yang berhubungan dengan segala sesuatu menyangkut kelancaran transaksi yang di setor ke “pusat”, big boss di bantu oleh Leak dan Muse.

Tanpa ba-bi-bu, big boss langsung bertanya kepada Chad.

"Chad, bagaimana urusan dengan Keluarga Azhari? Kita bisa penuhin order mereka?"

"Bisa, tetapi 50 kg kokain butuh waktu 13-14 hari bos."

"Seminggu tidak bisa?"

Gue lihat Chad menghela nafas. "Gak bisa bos. Anak produksi terbatas."

"Ya lo rekrut anak baru dong! Gue gak mau tahu gimana caranya tetapi 50 kg barang punya Azhari mesti siap kirim dalam tempo 7 hari ke depan! Kita semua sudah di ultimatum sama Madame. Ia tidak segan melepas operator yang tidak bisa capai target. Kalau beliau sudah lepas tangan, dalam waktu 1x24 jam, depan markas kita sudah berkumpul satu peleton pasukan yang mengincar kepala kita. Lo pikir kita semua bakalan di tangkap hidup-hidup sama polkis? They're gonna slaughtered us like a bunch of lambs!"

Chad menatap gue. Chad tahu, anak Nighthawk masih bisa di andalkan untuk membantunya. Kami bisa sih tetapi hasilnya pasti tetap tidak sebagus biasanya. Namun itu bisa kami pikirkan belakangan. Akhirnya gue kasih kode dengan mengangguk. 

Chad pun bilang siap.

Gue tahu posisi Chad benar-benar terjepit. Sebenarnya tidak masalah jika target produksi naik 2 atau 3 lipat per hari. Masalahnya adalah, banyak anak produksi yang kena ciduk pasca razia di Westbank beberapa hari yang lalu. Razia yang terjadi gara-gara Leak terlalu perhitungan tidak mengindahkan kenaikan komisi yang di minta "orang dalam" . Akibatnya saat ultah Judo di Westbank, separuh anak produksi kena ciduk bahkan tiga orang di dor sampai mampus saat coba lari sambil memusnahkan barang bukti. Muse sudah coba negosiasi untuk menebus per kepala 15 juta tetapi "orang dalam" sudah angkat tangan karena kasusnya berat.

Kejadian yang membuat big boss murka. Kalau saja Leak tidak bisa mendapatkan deal dengan keluarga Azhari, dia sudah di pancung sama bos. Apalagi terungkap fakta bahwa Leak sempat "pinjam" duit transaksi tanpa sepengetahuan big bos. Meski akhirnya ia bisa mengembalikan uang tersebut + jari kelingking kiri yang di jadikan makanan piranha kesayangan bos, kepercayaan serta kredibilitas Leak di depan kami semua sudah nyaris habis. Kesepakatan kelas kakap dengan keluarga Azhari yakni 50 kg Kokain atau setara 7,5 M membuat samurai yang menempel di lehernya terangkat....meski untuk sementara.

"Bang, kalau sewaktu-waktu Leak di buang, kasih gue kesempatan buat bunuh dia. Keparat gara-gara dia, kita semua jadi susah," gue berbisik ke Bang Rambo yang duduk dekat gue.

"Enak aja, gue juga mau mutilasi itu si kribo. Tunggu instruksi big bos aja. Feeling gua setelah transaksi dengan Keluarga Azhari beres, big bos mau 'buang' Leak," bisik Bang Rambo.

"Ya baguslah, ya berdoa aja big bos gak ikut campur dan memilih kita semua yang menghukum Leak."

Bang Rambo terkekeh. "Ppfftttt berdoa.. berdoa sama siapa? Penunggu pohon beringin? Oia, udah dapat konfirmasi tentang Bandos dan Jetod."

Gue mengangguk. 

"Yadah, lo sampein ke big bos. Dia sih gak akan ngeh kalau ada dua anjing yang ilang tiga hari gak pulang ke kandang."

"Baik bang."

Gue lalu kembali fokus menyimak obrolan bigbos dengan Chad dan orang kepercayaan Chad yakni si Kabal yang sedari tadi sama sekali gak bisa senyum.

Ya iyalah dia gak bisa senyum, adik dia si Bandos hilang tak tahu rimba setelak kontak-kontakan sama gue.

"Oke, gue percaya lo sama Kabal bisa penuhin deadline. Atur aja kalau lo butuh anak baru. Heh Muse, lo tetap keep in touch dengan Keluarga Azhari."

"Beres bos," jawab Muse.

Muse yang sejatinya orang nomor dua persis di bawah Leak, sepertinya siap dapat promosi. Baguslah.

"Sekarang, kalian berdua dari tadi bisik-bisik, gue harap kalian punya info terbaru tentang kenapa dua kru di bawah kalian, Bandos dan Jetod menghilang. Ceritakan dengan singkat, tanpa bertele-tele. Dope, lo aja yang jelasin."

Big boss Kobra menatap ke arah kami berdua dengan tatapan tajam.

Anjing! Gue terlalu remehin big boss! Rupanya dia sudah tahu.

"Bandos dan Jetod terakhir kontak ke gue tiga hari yang lalu. Terakhir Bandos report setelah stalking tiga target, mereka tanpa sengaja melihat Bram. Gue udah minta keduanya hanya mengawasi Bram, jangan sentuh dia karena kita bisa berurusan dengan Jack. Bukannya kita takut dengan Jack, namun terlibat konflik terbuka dengan kelompok lain di saat kita bersiap untuk transaksi besar sangatlah tidak tepat. Hanya saja, setelah itu mereka belum kembali ke markas. Keduanya tidak bisa gue hubungi, di cek di rumah pun mereka memang belum kembali. Lalu setelah gue kirim orang untuk melacak lokasi terakhir keduanya berdasarkan foto terakhir yang di kirim oleh Bandos, kami akhirnya tahu posisi terakhir keduanya. Tiga hari yang lalu mereka berada di TRIBE-BAR, sebuah tempat minum di Kota XXX. Mobil Jetod ada di pakiran basement. Tetapi keduanya menghilang tanpa kabar sampai sekarang.”

Setelah mendengar penjelasan gue, tiba-tiba big bos berdiri dan mengenakan kembali jaket kulitnya.

"2x24 jam," kata big bos singkat.

"2x24 jam untuk apa bos?" Bang Rambo bertanya.

"2x24 jam untuk lenyapkan empat target sekaligus. Gue gak peduli kalian mau eksekusi mereka di mana. Yang jelas, dua hari lagi saat gue balik dari Kota LLL, di dalam lemari pendingin sudah berjejer empat kepala. Setelah acara balas dendam selesai, kita bisa fokus dengan transaksi. Dan satu lagi Dope..”

“Iya bos?”

“Jangan lo merendahkan posisi kita dengan grup-nya Jack yakni Red Lotus. Kita ini berafiliasi dengan sebuah super grup. Lo pikir pusat diam saja jika gue minta bantuan? Jika bisnis kita terganggu, orang pusat juga gak akan suka.”

Kami terdiam sementara big bos sedang mengambil kunci mobil di lacinya. Hoho, potensi terlibat clash dengan para triad Red Lotus berada di depan mata. Ngeri-ngeri sedap namun kami tak akan goyah sedikitpun, karena benar apa kata big bos, kami tidak akan sendirian jika Jack dengan Red Lotus-nya ikut campur.

"Empat target bos?" Bang Rambo bertanya hal yang tidak perlu.

"Tiga anak SMA plus Bram, bos," kata gue pelan.

"Nah itu pinter si Dope! Rambo, IQ lo makin lama makin dangkal aja," sahut big boss.

"Siap boss," gue dan Bang Rambo menjawab bersamaan.

Tepat sebelum Bis boss membuka pintu, beliau mengatakan sesuatu.

"Kalian gak perlu repot cari Jetod dan Bandos. Gue yakin mereka berdua sudah di mampusin, entah sama siapa, itu tugas kalian untuk cari tahu. Kabal, lo bantu Rambo dan Dope beresin itu semua. Sekalian lo balas dendam karena adik lo di mampusin orang. Kuncinya ada di Bram. Selamat bersenang-senang anak-anak! Jangan lupa buat Kota XXX banjir darah! Gyahahaha!"

BLAM ! pintu tertutup keras.

Kabal lalu mendatangi gue 

"Bram target gue, jangan sentuh dia.. Ayo kita berangkat sekarang. We have four cunt to kill and a whole city to burn..."




= BERSAMBUNG =

59 comments for "LPH #88"

  1. passss..ntar balik kerja dibaca.. makasihhh om serpanth..

    ReplyDelete
  2. Kedua... Seru Om Panth... 🙏

    ReplyDelete
  3. wah makin seru nih.... kirain dah mulai bakar2, ternyata baru pemanasan, cerita masa remaja bersama para mafia

    ReplyDelete
  4. Kerenn kerennn..makin lama level ny makin naek..dr level gengster sekolahan jd gengster sungguhan...semua di ramu se alami mungkin...
    Sehat selalu om serpanth...

    ReplyDelete
  5. Bener bener otaknya bram sedap yeee om panth,

    Pelan pelan ,ngalir ,dia coba menggiring rangga buat keluarin gen mafia. Itu horor beud wkakakka....

    Dan rangga seperti terbawa suasana yang dibikin bram, hahahahaha

    Masterpiece wes bram lah....

    Salam bajindul kerad kota kretek.

    ReplyDelete
  6. Mantap boskuuu... adakah... brbrbrbrbmmmmmm.... 👍

    ReplyDelete
  7. Monsternya mulai membuka mata

    ReplyDelete
  8. Shit candu banget ni cerita. Emang om serpanth super bajindul kalo bikin cerita

    ReplyDelete
  9. blood creep ga tau kalo madame yg jd andalannya udah disuap sm zen.. wkwkwkwkwk..salah lawan ini blood creep..zen ediannnn

    ReplyDelete
  10. Sumpah kentang bgt...
    Bangsat mmng om panth..
    Tapi gua ttp nunggu

    ReplyDelete
  11. war war war war👍👍👍👍👍👍

    ReplyDelete
  12. bc belum tau kalo ada bekingan lain ,ggrrrr tambah sangar

    ReplyDelete
  13. Bahasanyaa zen..
    Njiirrr..
    Idealis fatalitas..

    Kereennnn

    ReplyDelete
  14. Makasih om, atas update nya,. Makin berdebar2 aja nih

    ReplyDelete
  15. Hee... Sang monster sudah mulai menikmati perannya......lanjut master

    ReplyDelete
  16. Penasaran sama super grup,big bos nya BC.apakah sama atau bersebrangan sama klan nya rangga

    ReplyDelete
  17. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  18. War war war , makin kesini makin seru hingfay

    ReplyDelete
  19. Kalu ditilik dari bahasa tubuhnya, si Rangga ni punya respect positif sama Yandi...
    Mantapps suhu keren..kereen

    ReplyDelete
  20. Vangke.. seperti minum air laut ni cerita. Tetap sehat ya hu biar bisa tamat ni LPH...

    ReplyDelete
  21. Mas bram hilang ingatan? Kan yandi udah pernah datengin bram ttg masalah tejo kena BC harusnya bram udh tau klo yosi yandi rio jadi trget dong

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kayak ga kenal bram yg lihai memainkan peran heuheu

      Delete
    2. Iya om, sepertinya kelihaian bram udah terbukti dengan sikap yg di ambil rangga Hehehe

      Delete
    3. Oiya ada sedikit typo di percakapan bram dan rangga tentang Kota asal BC dari kota BBB namun dipercakapan tsb ada malah kota DDD & HHH

      trus 1 lagi pas setelah zen berbicara dengam rudi, awal kalimat zen masuk ke kelas 2B tapi setelah percapakan zen keluar dari kelas 2D

      Delete
  22. Burn... Burn... Burn...
    Kota XXX siap membara, cari posisi enak buat liat pesta kembang api.
    Thanks update nya om serpanth.

    ReplyDelete
  23. Anyiiiiiiinnggggg... Keren parah cuk

    ReplyDelete
  24. Akhirnya Bram tahu juga kelemahan nya si Rangga.
    Sepertinya kedepan si rangga bakal jadi anjingnya bram.

    Kfkfffhkfffff..

    ReplyDelete
  25. Ngeri ngeri sedap.. Gue seneng banget cara diplomasi Zen. . Hoho Zen bukan hanya idealis. . Tapi superialis whahaha paan tau..

    Semngat om path.. Bdw, ini pelebaran clash nya ya om.. Muter dulu nyari jalan.. Trus duar rame2 hoho. . Gila2

    ReplyDelete
  26. Tengkyu apdetan nya suhu, semoga lancar teros rl nya, para bajindul mah siap dan support selalu demi kelancaran rl dan apdet nya
    Penasaran sama cara diplomasi nye yosi huu

    ReplyDelete
  27. Wew panas euy aura nya episode selanjut nya

    ReplyDelete
  28. Mantul ceritanya, jd penasaran sama kelanjutanya

    ReplyDelete
  29. Dah di mulai aja . .

    Satu kejadian yg memantik perang besar . .

    Ntah berapa tangan besar yg bakal turun ngelindungin Yandi 🤔

    ReplyDelete
  30. Ayo dilanjut om Panth,,
    Kami rindu keributan
    Ho ho ho ho ho

    ReplyDelete
  31. Disenggol rangga paling ambruk,, hidup rangga.. gw fans rangga

    ReplyDelete
  32. gw salut sama rangga nih, om evan. tapi masih jauh di bawah "the zen effect" yang lihai menerapkan The Art of Devil Whisper. bunuh orang dengan tangan sendiri itu mudah, tapi bikin korban bunuh diri itu seniiiiiii. lanjut om, gw ga sabar nunggu trinitas zen vs rangga vs elang dibanding konflik mafia wkwkwk...

    ReplyDelete
  33. Gw mau seduhin kopi buat yg mau ngeWAR, badas bener dah tuh bocah2 SMA, KERADDDD hahahaha

    ReplyDelete
  34. Keluarga Rangga,,,mafia gede kayaknya

    ReplyDelete
  35. Jadi penasaran, apakah Rangga akan punya andil saat bentrokan antara kota xxx vs blood creep terjadi? Apakah Rangga hanya akan jadi figuran saja mengingat sekarang udah kelas 3 dan setelah itu dia lulus dan baaaammmmm menghilang kaya kakaknya si boy?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Penasaran juga sih, tp masa rangga turun tangan langsung?? Gak deh kayaknya wkakakak, paling cuma nurunin org kepercayaannya buat backup bram dan secara tidak langsung xyz juga.

      Seru begini aja,jangan buka kedok rangga. Wkakakak

      Delete
  36. Episode 42 dst nya bro..tetap di up dong, tetap gahaaar dan memacu adrenalin...
    Bongkaaaar

    ReplyDelete
  37. Xuxuxuxu. Bakalan banjir nih

    ReplyDelete
  38. Makin sudah ditebak....saling berkaitan

    ReplyDelete
  39. Maha Bajindul Serphant dengan LPHnya...

    ReplyDelete
  40. Bang, kapan nih updatenya??
    Kalo eps #89 gak update, update eps #46 dst. aja bang

    ReplyDelete
  41. Maaf kalau oot,,dari yang baca masterpiece karya bang serpanth ini apakah ada yang masih ngikuti forum semprot sebelah?mau tanya donk,,kok ane sejak sore kemaren tiba2 kaga bisa akses tu forum lagi?

    ReplyDelete
  42. Mantap makin rame nih pertempuran besok mulai banyak yang terlibat...ditunggu episode 89

    ReplyDelete

Post a Comment