Featured Post

LPH #39

Episode 39
The Meeting

 
(Pov Zen)

Saat Axel mengatakan ke gue hal yang agak janggal tersebut rupanya juga membuat Yandi yang tadi sedang sibuk dengan ponselnya langsung menoleh ke arah Axel. Sepertinya perkataan Axel tersebut juga membuatnya kaget. 

“Gue dan Yandi jadi penerus elo? Dalam hal apaan dan kenapa?”tanya gue.

Sebenarnya gue tahu maksud dari pernyataan Axel. Penerus itu konotasinya menjadi “orang pertama” yang menyelesaikan segala macam masalah konflik yang terjadi di dalam sekolah dan juga masalah dengan sekolah lain, seperti sekarang ini dimana sekolah kami terlibat konflik panas yang hampir menyebabkan pecah tawuran. Di luar masalah apakah gue dan Yandi bisa jadi penerus Axel, sebenarnya pernyataan Axel juga aneh karena toh kalau gue dan Yandi naik ke kelas 2, dia akan naik ke kelas 3 dan minimal dia masih “jadi orang nomor 1” sampai dia lulus sekolah. Jadi kalau masih ada dia di pucuk tertinggi piramida bajingan di SMA NEGERI XXX, kami bisa tenang. Karena menurut gue tidak ada sosok kuat di angkatan atas kami, hanya ada 1 sosok paling menonjol yakni Bram. Namun setelah kalah dan terluka parah saat beradu balap dengan Yosi, entah apakah dia masih punya nyali.

Setelah kelulusan Oscar, Budi, Feri, Deka, Darma, Jati dan semua bajingan dari kelas 3 sekarng, sudah jelas tidak ada seorang pun yang bisa menggoyahkan Axel dari posisi nomor 1. Dan faktor kedekatan kami berdua ditambah lagi Axel sekarang ngeband bareng Vinia, membuat tidak akan ada seorang pun yang macam-macam dengan kami, Lebih tepatnya kelompok Yandi.

Dari balik kaca spion, terlihat Axel hanya tersenyum. "Setelah pertemuan ini, kalian akan tahu sendiri," tukas Axel.

"Elo mau fokus bermusik dengan Vinia ya?" kejar gue penasaran.

"Oh rupanya Vinia uda cerita ke kalian kalau gue sekarang gabung ke home bandnya Vinia. Yah, gue suka musik. Namun ada hal lebih penting yang mesti gue lakukan di luar sana. Karena status gue di Apollo 17 hanya additional player. Kalau gitaris utama mereka uda sembuh, gue bakal mundur."

Ah kampret, jawaban Axel justru membuat kening gue makin berkerut. Selanjutnya, kami bertiga lebih banyak diam selama perjalanan. Kurang lebih 15 menit kemudian, Axel mengarahkan mobilnya masuk ke dalam pelataran parkir sebuah cafe. Gue lihat nama tempat kami berhenti.


BIGHOUSE BAR & CAFE

Gue dan Yandi mengikuti Axel yang berjalan santai sambil bersiul-siul. Beberapa orang yang ia temui, Axel sapa berbicara singkat lalu Axel lanjut berjalan menuju tangga. 

"Axel temennya banyak banget ya," ujar Yandi.

Gue mengangguk. "Sepertinya dia orang terkenal disini, hampir semua pengunjung menyapa Axel duluan," ujar gue.

Setelah sampai di atas, suasana disini tidak seramai di bawah. Padahal ada banyak meja kosong. Namun hanya 3 atau 4 meja yang terisi. Gue lihat Axel terus berjalan hingga kemudian ia duduk di kursi di meja yang berada dengan balkon. Di meja tersebut sebelumnya sudah ada 3 orang.

"Woi sini cepat," ujar Axel menoleh ke arah kami.

Saat gue berjalan ke arah Axel, Yandi tiba-tiba berbisik.

"Zen, waspada. Ada beberapa orang yang duduk menyebar di beberapa cafe adalah anak SMA SWASTA XXX. Meja arah jam 9 ada yang bernama Jalu, dia teman dekatnya Puput. Di arah jam 3, yang pake topi merah, aku pernah ketemu dia waktu nyari jejak Sigit dulu. Aku lupa namanya, tapi dia juga anak SMA SWASTA XXX."

Setelah mendengar bisikan Yandi, gue baru sadar orang-orang ini menatap tajam ke arah gue dan Yandi saat kami datang. Gue menghitung tiap meja ada 4 orang. Hohoho, sepertinya kami berada di basecamp anak-anak SMA SWASTA XXX. Secara hitungan kasar ada 20-25 orang di sini. Dan semuanya anak SMA SWASTA XXX.

Menarik.

"Santai Yan. Gue yakin selama kita sama Axel, mereka gak akan macam-macam. Tapi kalaupun pada akhirnya kita bertiga dikeroyok oleh mereka, kita jelas bakalan kalah karena jumlah mereka terlalu banyak. Tapi yah, meskipun bakalan kena hajar orang segini banyak, kita mesti tunjukkan pada mereka bahwa Neraka itu ada hee." 

Yandi tersenyum lalu menepuk pundak gue. Dan sekilas matanya nampak berkilatan. Hahaha, belum apa-apa udah mulai naik juga nih anak. 

Ketika gue dan Yandi duduk di meja yang sama dengan Axel, sekarang ini posisi kami bertiga berhadapan dengan 3 orang yang tengah asyik mengepulkan asap rokok.

"Halo, selamat datang," sambut seseorang yang berambut panjang namun bagian atasnya di kuncir. Dia menaruh rokok di asbak lalu mengulurkan tangannya ke arah gue dan Yandi. "Gue Toni," ucapnya.

 
Toni - SMA SWASTA XXX kelas 3

Yandi menyambut salam dari Toni. Oh ini rupanya orang nomor 1 di SMA SWASTA XXX. Sekilas Toni terlihat berpembawaan santai namun saat gue menjabat tangan Toni, gue langsung bisa merasakan bahwa level Toni bisa dibilang sejajar dengan Axel dan Oscar.

"Hei, kalian tegang banget sih. Puput, Vino. Sambut tamu kita, santai saja," tukas Toni kepada 2 orang yang duduk di dekatnya. Cowok yang masih memiliki luka lebam di muka, berambut cepak nyaris plontos gue mengenalinya. Dia Puput. Sementara cowok satu lagi yang berambut hitam klimis sepertinya bernama Vino menatap kami tajam, dan gue bisa merasakan hawa tidak bersahabat dari dalam tatapan matanya.

 
Vino - SMA SWASTA XXX

Dan gue langsung tahu, tuh orang juga bukan orang sembarangan.

Gue tersenyum, ah beruntung sekali Axel mengajak gue kesini karena bisa bertemu dengan beberapa orang kuat dari sekolah lain, heeee. 

“Sally ! Sini dong, gue mau pesen minuman ! “ seru Toni.

Lalu datang seorang waitres cewek berpakaian cukup ketat dan bersiap untuk mencatat pesanan.

“Siapa yang mau bir? Diablo Original Brew? ” tanya Toni.

Axel, Vino dan gue menyahut. Lama gak minum bir dan situasi yang mengasyikan malam ini membuat gue haus. Dan nama birnya yang berarti Setan dalam bahasa Indonesia membuat gue pengen nyobain.

“Elu apa put? Air mineral lagi haha?”

Puput mengangguk.

“Yandi?Bir?”

“Haha jangan elo cekokin nih bocah pake bir, palingan air mineral sama kayak Puput haha,” sahut Axel.

Yandi cuma nyengir.

“Haha, emang cocok elo berdua. Shel, bir Diablo yang botol 5. Original aja. Terus Aqua dinginnya 2. ” ujar Toni.

Setelah dicatat oleh si waitress dia kemudian pergi.

“Eh elu pesan 5 botol bir? Bukannya cuma 4 orang aja yang mesen bir,” tanya Axel.

“Haha sapa tahu ada yang mo nambah karena kehausan,” jawab Toni.

Tak lama kemudian pesanan kami di antarkan. Dan asli gue gak nyesel ikut mesen Diablo, karena rasanya enak, tidak terlalu kuat alkoholnya. Gue lihat dibotolnya hanya mengandung alkohol tidak sampai 5 %, hanya 4 sekian %.

Setelah semua orang sudah meneguk botol bir dan gue amati Toni dan Axel sedikit berbasa-basi, akhirnya pembicaraan utama malam ini dimulai ketika Toni bilang terimakasih kepada Axel karena sudah datang ke sini malam ini.

“Puput sudah menceritakan penyebabnya kenapa dia terlibat perkelahian dengan Yandi. Dan yang diceritakan Puput kurang lebih sama dengan yang elo ceritakan ke gue berdasarkan keterangan dari Yandi. Dan gue menyetujui perkataan elo tempo hari, bahwa perselisihan mereka berdua memang murni masalah pribadi, lebih tepatnya masalah cewek. Dan ini tidak ada sangkut pautnya dengan perkelahian yang membawa embel-embel mewakili sekolah,” ujar Toni.

“Tuh kan benar seperti yang gue bilang kemarin. Gue kenal baik sama Puput dan juga sama Yandi. Mereka berdua juga sudah saling kenal sebelumnya. Keduanya pasti juga tahu kalau hubungan antara kedua sekolah ini baik dan akrab. Namun diluar itu, ternyata keduanya terlibat permasalahan, yang tidak perlu gue rinci disini apa, yang hanya mereka berdua yang bisa selesaikan. Dan sebenarnya gue anggep masalah ini selesai begitu mereka selesai berkelahi, terlepas dari hal siapa yang benar, siapa yang salah, siapa yang menang dan siapa yang kalah. Gue juga respek sama Puput karena memilih tempat bermain yang jauh dari area sekolah dan mereka berkelahi dengan jantan satu lawan satu dengan fair. Karena Puput pasti juga memilki pemikiran jangan sampai ada temannya tahu dan membuat anak-anak di sekolah terlibat karena ini murni masalah pribadi, bukan masalah antar sekolah,” papar Axel.

Puput yang menjadi subjek pembicaraan lalu ikut buka suara.

“Gue memang sengaja cari tempat yang jauh, biar tidak meluas permasalahan gue dengan Yandi. Gue akui gue kalah secara adil dan gue anggap masalah selesai hari itu juga. Hanya saja, tanpa kami sadari ada seseorang yang merekam perkelahian gue dengan Yandi. Dan begitu video tersebut disebar, banyak isu-isu tidak benar yang membuat teman-teman gue salah paham. Apalagi video tersebut sengaja di setting mute tanpa audio. Sehingga mudah saja jika isu-isu sampah berkembang.”

“Ah elo sama Yandi geblek banget sih, saking asyiknya berkelahi sampai gak ada yang sadar kalau ada orang lain disana. Put, lain kali kalau elo mau tampil di video lagi, muncul kek di video bokep waktu elo ngentot sama Indah, haha,” tukas Axel.

“Anjing, ogah. Bisa dipecat gue dari tim basket sekolah dan bakal ditendang bokap gue keluar dari rumah,” jawab Puput.

Gue, Axel dan Toni tertawa mendengarnya. Yandi hanya tersenyum salah tingkah, sementara Vino yang duduk depan gue masih tetap diam dan tidak tersenyum sama sekali. Dia sibuk sendiri dengan ponsel, rokok dan minumannya. Gue mencoba mengingat-ingat apakah Yosi pernah menyinggung nama Vino dari SMA SWASTA XXX. Namun setelah mencoba gue menyerah karena tidak ingat sama sekali. Dingin banget nih orang seperti gak terpengaruh dengan suasana yang sudah mencair, batin gue tentang Vino. Dalam hal ini gue salut sama Axel karena dia bisa membuat suasana menjadi lebih enak dengan jokes-jokesnya.

“Jadi clear ya bahwa masalah Puput dan Yandi itu murni masalah pribadi, bukan masalah antar sekolah. Put, elo udah selesai urusan dengan Yandi kan?” tanya Toni.

Puput mengangguk. Lalu dia mengangkat botol Aqua yang ia pegang dan melihat ke arah Yandi. Yandi mengangguk kecil lalu juga mengangkat botol Aqua lalu mereka berdua minum Aqua bersamaan.

Damn, aneh banget sih, batin gue geli.

“Hahahahahaha, anyinggggg, baru kali ini gue lihat 2 orang toss pake air mineral hahaha. Sepertinya otak lo berdua agak geser efek berantem dan membuat kalian makin norak.” sahut Axel terus terang sambil memegangi perutnya karena masih tertawa geli melihat tingkah Puput dan Axel,

“Udah cipokan aja sekalian atau cari kamar gih, hahaha,” tambah Toni.

“Preeeeet, gue calon atlet profesional jadi sori gue udah berhenti minum alkohol. Harus banyak minum Aqua biar tetap fokus Yan !” ujar Puput cepat.

Yandi tertawa dan Puput juga ikut tertawa. Mereka berdua seperti mentertawakan kekonyolan mereka sendiri. Di tengah suasana yang semakin enak ini, satu perkataan Vino tiba-tiba setelah berdiam diri terus membuat tawa semua orang reda.

“Motor teman gue yang rusak terkena lemparan tong si Budi gimana tuh? Kalian mesti ganti biaya perbaikannya di bengkel. Kami datang ke sekolah kalian baik-baik eh malah di provokasi dan dilempari tong sampah dan mengenai motor teman gue sampe rusak,” cetus Vino.

Gue yang pada hari itu ada dan menyaksikan bagaimana anak-anak SMA SWASTA XXX mendatangi sekolah gue lalu berteriak-teriak tidak jelas mencari orang yang bernama Yandi, membuat gue muak.

“Kalau gak mau dilempar tong sampah, gak usah sok gaya di sekolah orang lain. Pake acara teriak-teriak di depan sekolah gue,” balas gue tajam.

Vino yang semula menatap ke arah Axel lalu mengalihkan pandanannya ke gue.

“Eh apaan maksud elo? Anak sekolah elo yang duluan nyerang!” Nada suara Vino meninggi.

“Gue tanya, elo waktu itu ada gak disana? Siapa duluan yang memprovokasi? Teman-teman elo atau kami duluan?”

“Gue gak ada disana. Namun teman-teman gue yang kesana bilang, si Budi duluan yang bertindak agresif.”

“Jangan bikin gue mati nahan ketawa deh, gak usah banyak bacot kalau elo emang gak ada disana. Kalau gak mau motor rusak, gak usah sok konvoi. Kalau mau tawuran dan gak mau rugi, gak usah bawa motor. Lucu banget baru kali ini ada orang minta ganti rugi karena motornya dirusak oleh lawan.”

BRAK !

Vino menggebrak meja dengan botol bir sehingga ada sebagian isinya yang tumpah.

Vino berdiri lalu berteriak ke gue.

“Lu mau ribut ! Hah! Kalau gak ada Axel, gue habisin lu!”

“Hahahaha, konyol banget sih elu. Pake nama Axel buat alasan. Kalau gue jadi elu, gue gak sebut-sebut nama orang lain dan langsung pukul. Tapi sebelum elo bisa mukul gue, kepala lo uda gue buat bocor duluan,” kata gue sambil memegang erat botol bir. Ribut-ribut deh, tapi sebenarnya gue mikir juga sih, karena luka di perut dan lengan belum sembuh benar.

Perkataan gue membuat darah Vino mendidih, ia langsung meraih botol bir dan dilemparkan ke arah kepala gue. Karena gue udah siap-siap, maka lemparan botol bisa gue hindari. Bunyi prank keras terdengar karena botol bir yang dilemparkan Vino pecah berantakan menghantam kursi di belakang.

Ketika gue hendak berdiri dan membalas Vino, Yandi memegangi pundak gue dan meremasnya keras. Membuat gue kesakitan dan memilih untuk duduk lagi.

“Woi kalem woi!” seru Axel.

Toni tiba-tiba berdiri dan menampar Vino cukup keras hingga membuat dia terhuyung ke belakang. Vino lalu berdiri tegak dan mendelikkan matanya ke arah Toni.

“Apa-apan lo anjing?!” umpat Vino. Dan harus gue akui entah nyali Vino memang gede atau memang di tolol karena berani memaki Toni dengan sebutan anjing.

“Gue bukan sekedar anjing tapi gue bosnya para anjing di sekolah, sementara elo itu anak anjing yang gak punya otak. Lu pergi sekarang atau kalau enggak....” Toni menatap tajam ke arah Vino sehingga mereka beradu pandang. Hingga akhirnya Vino yang mengendurkan sikap dan mundur, namun sebelum pergi Vino menatap gue, menunjuk jari ke arah gue lalu berkata, “Awas elo ya!” ancam Vino sebelum akhirnya dia pergi. Dan saat Vino pergi, beberapa orang berdiri dari kursi dan mengikuti Vino pergi. Hingga menyisakan 1 meja saja yang terisi.

Setelah Vinio pergi, situasi kembali tenang.

“Sel, sori banget. Tar gue ganti bayar lebih !” seru Toni kepada Selly yang tengah membersihkan pecahan botol bir yang dilemparkan Vino.

Selly mengangguk lalu kembali membersihkan sisa pecah kaca.

“Eh sori, gue minta maaf atas kelakuan Vino. Dia anaknya memang ga punya sumbu, senggol dikit langsung meledak. Dia anak kelas 1, pindahan dari luar kota beberapa bulan lalu. Anaknya memiliki sifat meledak-ledak dan mayan kuat. Dalam waktu kurang lebih sebulan sejak kedatangannya, semua anak kelas 1 di sekolah gue, tunduk ma Vino. Cuman setelah berhasil nguasain anak kelas 1, dia jadi ngelonjak dan mulai cari masalah dengan anak kelas 2. Semua bajingan dari kelas 2 diluar dugaan dibantai sama Vino, kecuali 2 orang. Puput sama Jalu temennnya Puput.” terang Toni.

“Hehehe sekolah elo memang menarik anak-anaknya Ton. Tapi gue yakin elo sama Puput bisalah ngendaliin tuh bocah. Karena gue anggap masalah Yandi dengan Puput sudah selesai. Gak ada alasan untuk saling serang baik secara fisik maupun verbal. Sama-sama enjoy aja. Pokoknya bakal gue pastikan tidak ada anak SMA NEGERI XXX yang bakalan macam-macam dengan anak-anak elo. Kalau ada anak dari sekolah gue yang cari gar-gara, biar mereka berdua, Yandi dan Zen yang urus hahahahaha,” ujar Axel sambil tertawa. 

Gue dan Yandi otomatis memandang ke arah Axel, ngehek banget nih orang.

“Hahaha santai, selama gue masih ada di sekolah, tuh si anak anjing gue jamin gak bakalan macam-macam. Kalau ntar gue udah lulus, tuh ekor anak anjing biar gantian Puput yang pegang hahah.”

Sama dengan kami, Puput juga menatap Toni.

“Oia, kalian berdua nih, sang aktor utama video panas, kalian gak tahu sama sekali kira-kira siapa yang rekam dan nyebarin video kalian? Asumsi gue, yang merekam kalian bukan orang yang lewat, gak sengaja melihat perkelahian kalian lalu merekam dan menyebarkannya. Gue yakin orang ini punya hubungan dengan salah satu dari kalian berdua, ” tanya Axel kepada Puput dan Yandi.

“Gue...gue gak tahu sama sekali, gue gak punya nama yang bisa gue sebutkan,” jawab Puput sambil menaikkan kedua pundaknya.

Yandi melirikku sebelum ia menjawab. “Aku tahu siapa orang yang sudah merekam perkelahianku dengan Puput. Dia bernama Eko, teman masa kecil Dita. Dan informasi lebih detail tentang Eko, Zen yang lebih tahu,” ujar Yandi.

Toni, Axel dan Puput memandang gue bentar lalu kembali menatap Yandi karena masih bingung dengan perkataan Yandi.

“Eko? Teman masa kecil Dita? Tahu darimana elo Yan?”

Yandi diam melihat ke arah gue, oke saatnya gue menerangkan apa yang sudah gue temukan.

“Seperti yang sudah dijelaskan Yandi, orang yang sudah merekam, menyebarkan video dan menyebar isu yang membuat sekolah kita nyaris terlibat tawuran adalah Eko, teman masa kecil Dita. Eko, Yandi dan Puput terlibat cinta segi empat dengan Dita. Puput dan Eko menyukai Dita namun pada akhirnya Yandi yang bisa mendapatkan Dita. Ketika hari dimana Puput dan Yandi bertemu 4 mata, dugaan gue, Eko ini menguntit salah satu dari Yandi atau Puput hingga sampai di pabrik bekas gula di distrik X4. Ketika menyadari orang yang diikuti tidak pulang ke rumah namun pergi ke tempat yang sepi, membuat Eko sadar akan terjadi sesuatu yang menarik. Dan benar saja, dia menjadi saksi mata perkelahian 2 orang yang gue yakin sangat Eko benci. Lalu dengan liciknya ia merekam perkelahian mereka berdua, menguploadnya di Youtube dan memviralkan di sosmed lalu sebagai toppingnya dia juga menyebarkan isu bahwa perkelahian mereka karena saling menghina masalah sekolah untuk mengadu-domba sekolah kita.”

Keempatnya menatap ke arah gue. Puput lalu bertanya,”Mengadu domba kedua sekolah? Apa untungnya buat dia?” 

Gue tersenyum.

“Karena Eko adalah salah satu siswa kelas di......STM XXX. Sekolah yang menjadI musuh bersama sekolah kita. Sehingga tentu saja dia menikmati perseteruan kita, memecah kongsi dan pertemanan antara sekolah kita, tanpa sekalipun membuat tangannya kotor. Dan berdasarkan informasi dari salah seorang kenalan gue, nama Eko cukup populer di STM XXX karena dia adalah juara dalam sebuah kompetisi yang dibuat oleh Anton, kompetisi untuk mencari tahu siapa anak kelas 1 yang paling kuat untuk tahun ini.”

“Idihh, keren,” celetuk Axel.

“Brengsek,” umpat Toni mematikan puntung rokoknya di asbak kemudian menyalakan lagi rokok sebatang. “Kita semua nyaris masuk ke perangkap anak STM XXX. Apa Anton juga terlibat dalam hal ini ya.”

Axel meneguk bir Diablo kemudian menanggapi perkataan Toni. “Ah bajingan tua itu sepertinya tidak terlibat, ini adalah aksi spontan dan opportunis salah seorang anak buahnya. Mana ada waktu Anton mengurusi hal remeh tentang cinta-cintaan seperti ini.”

“Zen,sebentar-sebentar, elo ngomong Eko sebagai pelaku adu domba, apa elo punya buktinya?” tanya Puput.

Gue lalu mengeluarkan ponsel, menaruhnya di atas meja. “Beberapa hari yang lalu gue membuntuti Eko. Namun si brengsek itu sadar kalau sudah gue buntuti. Sebelum gue terlibat duel dengan Eko, gue bertanya kepada Eko, apakah benar dia adalah orang yang telah merekam dan menyebarkan video Yandi vs Puput. Dan ini lah jawaban Eko.” gue lalu memilih salah satu video dan menekan tombol PLAY.

Video yang gue putar menunjukkan gue berada di samping motor dan di depan gue ada Eko yang masih memakai seragam khas anak STM XXX.

“....HAHAHAHAHAHAHHAHAH ! CECUNGUKNYA YANDI DATANG JUGA! PINTER JUGA ELU BISA TAHU KALAU GUE ADALAH ORANG YANG MEREKAM DUEL KEDUANYA ! TAPI PERCUMA ELO KEREN KARENA SEBENTAR LAGI ELO BAKAL MATI KARENA ELO UDAH MANGGIL GUE DENGAN SEBUTAN ORANG GILA! GAK ADA YANG BOLEH MANGGIL GUE DENGAN SEBUTAN GILAAA !!...” 

Tepat sebelum video menunjukkan perkelahian gue yang terekam lewat kamera GO PRO yang gue pasang di samping helm, gue matikan video karena gue gak mau seorang pun melihat video saat gue duel dengan Eko. Sejauh ini hanya Yandi yang gue perlihatkan video tersebut.

Hari dimana gue menguntit lalu terlibat perkelahian dengan Eko, Eko tidak menyadari bahwa gue merekam semua kejadian tersebut melalui kamera GO-PRO yang gue pasang di samping helm. Dan ini menjadi bukti kuat yang membuktikan bahwa Eko dari STM XXX yang menjadi dalang adu domba antara sekolah SMA NEGERI XXX dengan SMA SWASTA XXX

Toni tiba-tiba bertepuk tangan. “Bravo, bravo, pinter banget elo Zen!” Toni mengangkat botol birnya ke arah gue.

Axel? Dia cuma geleng-geleng kepala.

“Wait, elo akhirnya berantem sama Eko?” tanya Puput.

Gue mengangguk. “Informasi tentang pamor Eko sebagai salah satu anak kelas 1 paling kuat di STM XXX memang bukan isapan jempol. Gigi gue tanggal 1, perut dan lengan kena tusuk pisau yang dibawa Eko.”

“Anjing, dia bawa pisau segala?” tanya Puput.

“Yap! Di selipkan di sabuk celananya.”

“Terus elo kalah?”

“Gak, boleh dibilang imbang lah. Gue yakin dalam beberapa minggu ini dia akan kesulitan berjalan karena lutut belakangnya gue jejak sekuat tenaga, kalau gak bengkak ya pasti kena tuh syaraf kakiknya. Lalu gue kasih bonus tendangan di kepala, lengan berlubang kena ujung sabuk dan ...itu saja.”

Gue sengaja tidak bercerita bahwa dalam pertarungan tersebutm gue 2 kali nyaris membunuh Eko dengan cara gue cekik pake sabuk celana.

Puput cuma manggut-manggut, mendengarnya.

“Wah anak-anak kelas 1 dari kedua sekolah kita sama-menariknya Xel,” ujar Toni kepada Axel.

“Bahaya,” tukas Axel tiba-tiba sembari menatap gue.

“Akan muncul masalah yang lebih besar kalau saja Eko mengadu kepada bosnya, Anton. Si tengik itu akan menggunakan Eko sebagai pembenaran bahwa kita sudah menyerang anak buahnya. Kalau sudah begitu, selamat tinggal masa-masa sekolah yang tenang dan mari kita ucapkan selamat datang kepada masa-masa sekolah yang berdarah-darah.”

Damn, salah satu kekhawatiran terbesar gue selama beberapa hari ini dikatakan dengan gamblang oleh Axel.

“Tapi tindakan Zen juga gak salah, wajar kalau keduanya terlibat perkelahian. Malah anaknya yang keluarin pisau. Kalau Zen gak melawan, bisa mampus dia."bela Toni.

"Loe mesti bilang ke anak-anak elo buat jauhin distrik X5, itu boleh dibilang area kekuasaan anak-anak STM XXX berkeliaran," ujar Axel.

"Beres elo juga. Pokoknya kalau sekolah elo di serang duluan sama Anton cs, gue pasti gak bakal tinggal diam," balas Toni.

Setelah botol terakhir Diablo habis, pertemuan malam itu selesai. Diperoleh kesepakatan bahwa masalah Yandi dengan Puput sudah selesai, baik Axel dan Toni akan memastikan tidak lagi acara memperpanjang urusan gesekan antar kedua sekolah dan yang terakhir, kewaspadaan mesti di tingkatkan karena ternyata Eko berasal dari STM XXX, yang menjadi musuh bersama kedua sekolah kami. Bisa jadi Anton sewaktu-waktu akan bergerak disaat dan waktu yang tidak bisa ditebak oleh siapapun.

Ketika kami bertiga sudah masuk ke dalam mobil Axel, Axel lalu bertanya gue dan Yandi masih ada urusan gak malam ini. Karena ada hal penting yang mau disampaikan Axel ke kami berdua. Gue sih selow, Yandi juga oke-oke. Axel kemudian bilang bahwa dia lapar jadi ia mengarahkan mobilnya menuju KFC. Dan sampai di KFC, gue dan Yandi ternyata juga mulai lapar. Setelah kami bertiga sudah membawa nampan makanan minuman kami masing-masing, kami bertiga menuju ke lantai atas dan menemukan tempat sempurna untuk makan sambil ngobrol yang berada di pojok lantai 2. 

"Elo mau ngomong apaan?" tanya gue kepada Axel.

"Ngobrolnya entar abis makan. Laper gue.," sahut Axel sambil mengunyah ayam crispy-nya.

Gue mengangguk.

Setengah jam kami betiga sudah selesai makan dan kenyang. Meja kami juga sudah dibersihkan sehingga makin tenang kami ngobrol.

"Kalian lihat sendiri kan tadi di Bighouse sikap Toni. Dia nampak bersahabat dan bermain peran sebagai seorang teman baik. Padahal sebaliknya dia tidak percaya dengan kita.," ujar Axel.

Asli gue kaget mendengar ucapan Axel. Karena gue tidak mengendus sesuatu yang salah dari sikap dan perkataan Toni.

"Ah kalian berdua memang masih polos. Tidak bisa membaca situasi dan mudah percaya omongan orang lain."

Saat gue sedang memikirkan maksud perkataan Axel, Yandi lalu buka suara.

"Zen, kalau mereka percaya.dan mengaku sebagai teman baik kita, kenapa dia seperti sengaja menaruh puluhan anak buahnya di atas. Itu menjadi tanda bahwa jika tidak ada kesepakatan damai malam ini, kita bakal di serang." terang Yandi.

"Haha pinter juga elu Yan. Benar dan tepat sekali omongan elu, kalau tidak ada kesepakatan damai malam ini, kita pasti dihabisin di sana. Kuncinya ada di tangan Puput. Kalau tadi Puput tidak mengakui kekalahannya dan menganggap masalah kalian belum selesai, sudah pasti Toni akan membela Puput. Dan boom kita dihajar orang segitu banyaknya. Beruntung gue tahu banget sikap Puput. Dia anak basket yang terbiasa bermain fair play. Dia tidak akan sungkan mengaku kalah kalau memang kenyataannya demikian."

Aih bangsat, kenapa gue gak terpikir sampai sejauh itu.

"Sebenarnya sikap Puput sudah kebaca Toni, makanya dia bawa Vino ikut. Secara ekspkisit Toni sudah memilih Vino sebagai penerusnya di depan kita dan Puput. Toni sudah memperkirakan bahwa Puput dan Jalu akan fokus kepada tim basket sekolah di 2 tahun terakhir sekolah, karena tim basket anak SMA SWASTA XXX sedang menjadi yang terbaik di Kota dalam 2 tahun ini. Puput dan Jalu menjadi pemain inti. Sudah pasti, jika terjadi masalah dengan sekolah lain, mereka akan lebih memilih menjauh dari masalah. Karena jika mereka terlibat, mereka bisa dicoret dari tim basket. Dan menarik sekali drama Toni dengan Vino kan. Vino sengaja emang mancing emosi kita. Kalian berdua siap-siap aja bakalan berurusan dengan Vino dalam 2 tahun ke depan. Karena begitu Toni lulus, Vino jadi orang nomor 1 di SMA SWASTA XXX. Dan menilik sikap agresif, penuh emosi Vino, gue yakin hubungan sekolah kita dengan mereka tidak akan sebaik dan setenang seperti sekarang ini." ujar Axel.

"Kan masih ada elo di sekolah kita sampe tahun depan. Selama masih ada elo, gue yakin Vino gak akan macam-macam," kata gue.

"Hahaha. Jangan masukkin gue dalam hitungan tahun depan deh. Gue gak mengurusi masalah ginian lagi. Mau sekolah kita perang sama sekolah lain, gue bakal masa bodoh. Serius. Karena seperti yang gue sampaikan tadi sebelum pertemuan, gue bakal fokus ke hal lain yang jauh lebih penting."

"Santai mah klo gue bilang, gue tahu anak-anak sekolah kita itu militan kalau masalah bela nama sekolah. Cuma kalian mesti bisa ambil hati Bram cs. Karena bagaimanapun juga mereka senior kalian. Kalau sewaktu-waktu pecah tawuran dengan sekolah lain, hanya elo-elo doang yang maju. Bisa mampus berdiri kalian. Kecuali seperti yang gue sampaikan tadi, elo mesti bisa merangkul. Inget merangkul bukan menaklukkan anak kelas 3. Karena penaklukan hanya membawa kebencian yang bisa merusak dari dalam. Berbeda kalau kalian istilahnya bisa mengambil hati mereka. Kalau uda bisa merangkul anak kelas 3, gue yakin sekolah kita bakal tetap jadi yang paling ganteng,haha."

Sial, kalau urusan ngrebut simpati orang lain, gue paling gak bisa. Cuma Yandi yang bisa, batin gue.

"Gimana caranya aku bisa merangkul Bram cs nanti?" tanya Yandi tiba-tiba.

Hedeh. Gawat ini mah.

"Hahaha elo bertanya kepada orang yang salah Yan. Ini sesuatu yang juga gue gagal lakukan disini. Banyak orang bilang gue orang nomor 1 di sekolah. Tapi buktinya gak semua orang, katakanlah otomatis jadi pengikut gue. Tuh bukti nyatanya si Oscar cs. Mau gak mau, elo mesti cari tahu sendiri Yan. Ini bakalan sulit sangat sulit tapi gue tahu elo punya potensi untuk menyatukan semua orang di sekolah kita tanpa menggunakan cara kekerasan. Menjadi orang kuat itu bukan cuma dengan kepalan tangan, tetapi juga menggunakan ini dan ini." Axel menunjuk kepala dan juga dadanya yang bisa juga gue artikan dengan hati.

Ya gue juga setuju dengan Axel. Membuat orang lain takut kepada kita itu gampang, namun membuat orang tersebut tergerak hatinya untuk menjadi pendukung memang butuh lebih dari sekedar kepalan tangan.

Yandi terdiam mendengar nasihat dari Axel.

"Woi, baru dibilangin gitu doang udah ngelamun. Santai saja. Oia, tentang potensi konflik dengan anak STM XXX seperti yang udah gue ceritakan tadi saat pertemuan kalian tenang saja. Gue gak akan tinggal diam saja semisal Anton cs memang serius bergerak. Gue akan hadapin dia sampai dia lulus sekolah dan begitu dia lulus, kalian aman."

Perkataan Axel tersebut seolah-olah membuat sosok Anton begitu menakutkan.

"Anton kuat banget ya?" tanya gue ke Axel.

"Hmm gimana yah. Anton jelas kuat. Level dia sebenarnya sedikit di atas gue. Oscar, Toni bahkan Feri bukan tandingan Anton. Boleh dibilang cuma gue satu-satunya orang yang sanggup hadapin dia. "

"Kamu sudah pernah berantem sama Anton?" tanya Yandi.

Gue melihat Yandi, "Serius elu Yan, nanya Axel uda pernah tonjok-tonjokkan sama Anton? Axel bisa cerita seperti itu jelas pasti udah pernah lah."

Yandi cuma nyengir sambil garuk-garuk kepala.

"Gue udah 3 kali berantem sama Anton. Pertemuan pertama gue kalah, pertemuan kedua gue kalah lagi. Di pertemuan ketiga, gue baru bisa menang telak. Gue kirim Anton masuk rumah sakit selama 3 bulan. Tapi...." 

"Tapi apa?"

"Tapi gue juga masuk rumah sakit pasca menang lawan Anton. 2 bulan gue di rumah sakit, gara-gara beberapa tulang rusuk gue ada yang patah dan posisi patahannya melukai organ dalam tubuh gue sehingga gue mesti operasi. Belum lagi luka berat lainnya."

"Wah anjing, sakit banget tuh kalau rusuk patah. Kalau elo yang menang aja segitu parah, apa kabar nasib Anton?"

"Luka Anton kurang lebih sama kayak gue, namun tulang rusuk dia lebih banyak yang patah plus satu lagi luka yang sangat berat yang kadang membuat gue masih merasa bersalah ke dia. "

"Apaan?"

"Mata kiri Anton buta total karena bola matanya rusak berat akibat pukulan gue yang sangat telak dalam jarak dekat. Selain operasi tulang rusuk, dia juga operasi mata. Karena bola mata kirinya sudah tidak bisa diselamatkan, Anton akhirnya mendapat biji mata baru hasil cangkok dari seorang pendonor yang sebelum ia meninggal, ia merelakan organ tubuh yang masih bisa di donorkan ke orang lain. Meskipun pada akhirnya Anton mendapat bola mata baru, kabarnya penglihatan dia tidak bisa pulih seperi sedia kala. Itu salah satu penyesalan dalam hidup gue, karena sudah membuat orang lain cacat."

Gue dan Yandi saling melihat setelah mendengar cerita tersebut. Fuck, meskipun bola mata adalaj salah satu titik lemah yang rawan terkena pukulan ketika terjadi perkelahian namun butuh sebuah pukulan yang sangat dahsyat untuk mencapai taraf bola mata rusak permanen. 

Damn you guys, you are fucking monster.

"Maka dari itu, cuma Anton yg gue khawatirkan kalau si Eko melapor ke Anton tentang perkelahiannya dengan elo. Zen, gue pernah bilang kan, kalau elo ditantang Budi, elo sebaiknya lari karena level dia jauh di atas elo. Tapi sayang, elo gak dengerin perkataan gue. Hasilnya elo dibantai Budi kan. Nah, kalau nanti suatu hari elo di datangin Anton. Saran gue bukan cuman elo lari sembarang lari. Tapi elo mesti lari ke kantor polisi terdekat. Lebih baik lagi elo punya backingan polisi yang bisa nglindungin elo dari Anton. Terdengar pengecut tapi itu lebih baik daripada elo dikirim ke ruang UGD selama beberapa bulan. Dan peringatan ini juga berlaku buat elo Yan. Pokoknya buat semua orang. Jauhin Anton. Kalau dia mendekati kalian, maka kalian mesti.....?"

"Lari," jawab gue dan Yandi berbarengan.

"Pinter," sahut Axel.

Anjing, berasa hina banget gue.


= BERSAMBUNG =

No comments for "LPH #39"