Featured Post

LPH #44

Episode 44
BIG BANG Part A



(pov : Yandi)


Aku serba-salah setelah mendengar sesi curhat Vinia. Pelajaran Tata Negara yang membosankan kami habiskan dengan berbincang-bincang. Pak Deden yang sering keluar-masuk kelas membuat kami para muridnya juga susah fokus. Aku kaget sebenarnya saat Vinia terus terang jatuh cinta sama Axel. Dalam posisi ini aku lebih banyak diam jadi pendengar.

Aku sebenarnya antusias saat Vinia cerita bahwa dia sedang jatuh cinta. Namun rasa antusiasku langsung sirna saat Vinia memberitahu siapa cowok yang sudah membuatnya susah tidur.

Axel.

Dari sekian banyak cowok di luar sana, Vinia jatuh cinta sama Axel. Aku gak rela sumpah. Axel memang seorang teman yang sangat baik. Dia memang bajingan, urakan. Tetapi bukan masalah besar. Namun reputasi dia sebagai seorang playboy yang gak segan meniduri para cewek, membuatku was-was.

"Gue tahu Yan. Elo mesti heran kenapa gue malah jatuh cinta sama Axel. Gue sadar kata orang-orang tentang Axel. Tapi elo bisa pegang kata-kata gue. Gue bisa jaga diri."

"Axel tahu kamu suka sama dia?"

Vinia terdiam sambil membenarkan ikat rambutnya. "Gak tahu. Dia dingin banget ma gue. Kami cuma ketemu di studio pas latihan atau pas show, atau di sekolah. Dan kalaupun pergi, selalu sama anak-anak APOLLO. Di WA pun dia jarang nge-WA gue dulu. Itupun tentang band klo dia japri. Ga pernah tentang hal-hal lainnya."

Ah Vinia udah kemakan cara khas playboy. Buat si target penasaran, main tarik-ulur. Tapi aku bingung ngomongnya ke Vinia. Mau jelek-jelekin Axel kok rasanya gak etis. Tapi gak rela juga Vinia kena racun si Axel.

Hedeh.

Setelah jam Tata Negara selesai dan masuk ke Jam pelajaran Sejarah, Vinia kembali ke tempat duduk semula. Ya, sejak minggu lalu aku sudah tidak duduk semeja dengan Vinia karena dia pindah semeja dengan Pinkan. Dengan alasan kasihan sama Pinkan yang pendiam dan seperti gak punya teman. Dan Vinia juga bilang dengan dia pindah, gue bisa semeja sama Xavi dan duduk depan meja Yosi -Zen. Emang bener sih karena susunan meja jadi makin enak.

Vinia-Pinkan
Aku-Xavi
Zen-Yosi

Udah 10 menit berlalu namun Pak Didik hingga kini belum juga datang. Aku lalu memperhatikan Xavi asyik sendiri dengan headset dan tab Samsungnya. Aku nengok ke belakang, Yosi sedang tiduran di meja sementara Zen sedang sibuk ngegambar tengkorak di belakang buku tulisny. Kalau Zen lagi serius gambar gini, dia bukan orang yang menyenangkan di ajak ngobrol. Karena dia bakal cuma jawab, “hmmm...hmmmmm,” sambil pasang muka cuek. Akhirnya aku memperhatikan Xavi yang mengangguk-angguk sendiri. Aku lihat di layar tab-nya dia sedang main game seperti Guitar Heroes tetapi ini layarnya menunjukkan seperangkat alat drum lengkap mulai dari bass drum, snare, tom, simbal dan lain-lain. Dan jemari Xavi nampak lincah bergerak menekan layar seakan-akan di main drum asli. Karena penasaran aku pun mengambil headset di kuping kanan Xavi dan ikut mendengarkan. Xavi mau protes tetapi gak jadi dan lanjut maen.

Wow setiap sentuhan jari Xavi di layar mengeluarkan suara persis asli ketika pedal bass drum di injak, simbal, tom bahkan cowbell di pukul. Ini seperti main drum virtual! Keren ! Hentakan Xavi memainkan “drum” dengan tempo cepat membuatku kagum. Keasyikan kami berdua terhenti ketika Pak Didik akhirnya datang. Kami langsung melepas headset dan Xavi memasukkan tab-nya ke dalam laci. Di sekolah kami gak ada larangan membawa ponsel sih, cuma ponsel akan disita kalau ketahuan digunakan saat jam pelajaran berlangsung. Kalau ketahuan lumayan berat juga buat seseorang yang udah kecanduan dan ketergantungan ponsel, karena ponsel bakal disita selama 2 hari dan disimpan di ruang BP. Aku orangnya gak terlalu suka lama-lama di ponsel sih. Sosmed cuma Facebook dan Whatsapp. Sosmed lain seperti Instagram, Twitter, Path, Line atau apapun itu gak punya. Game ? Apalagi. Gak ada. Aktivitasku di ponsel kalau gak WA, buka Facebook ( cuma baca-baca status orang, jarang update status), buka internet buat ehmm cari bokep, buka Youtube dan buka aplikasi pemutar musik. Udah gitu aja. Jadi meskipun cuma pegang ponsel Lenovo A-2010 bekas punya Mbak Asih, aku gak masalah.

Pak Didik yang baru sampai ternyata sedang ada kesibukan lain, jadi dia meminta kami mengerjakan soal dari buku materi. Nanti di akhir pelajaran, di kumpulkan. Namun Pak Didik masih menunggui kami di kelas sementara ia membuka laptop dan mengerjakan sesuatu. Pak Didik termasuk guru yang santai sih, selama kami mengerjakan soal, selesai tepat waktu dan tidak terlalu gaduh, beliau membiarkan kami mengobrol satu sama lain.

“Xav, jago banget kamu maennya drumnya! Game apa tuh?” tanyaku.

“Maksud elo, yang tadi gue mainin di tab?”

Aku mengangguk.

“Itu bukan game Yan. Tapi apa ya semacam aplikasi drum virtual gitu lah. Download aja di Play Store terus elo masukkin nama aplikasinya. Real Drum. Keren mirip sama persis dengan drum asli tanpa repot beli satu setnya haha.”

“Aku coba ah,” karena aku merasa tertarik, aku langsung mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan kubuka di bawah laci. Aku tertarik karena jaman SMP aku ngeband sempat main drum juga. Sebelum akhirnya hijrah menekuni gitar.

“Eh tapi kalau elo maen Real Drum mesti punya spek ponsel yang lumayan lho. Kalau gak sesuai dengan minimum requirement, Real Drum bakalan nge-lag banget. And sorry to say, ponsel elo dibawah standar. Tetap sih bisa di mainin, cuma ya itu elo ga bakal nyaman.”

“Oh gitu yah?” aku pun memasukkan kembali ponsel ke dalam tas. Rasa antusiasku langsung menghilang karena terganjal spek ponselku yang jadul.

Xavi tertawa, namun ia menahannya. “Minta Mbak Asih beliin ponsel yang terbaru dong Yan. iPhone X atau Samsung S9. Kan warung makan Mbak Asih ramai banget tiap harinya. Omsetnya juga pasti joss tuh.”

Aku menepuk jidat saat Xavi memintaku untuk bilang ke Mbak Asih, minta dibelikan iPhone X yang harga termurahnya 15 juta atau Samsung S9 yang harganya 12-13 juta, sama saja dengan meminta Mbak Asih agar mencoret namaku dari daftar anggota keluarga yang ada di Kartu Keluarga terbaru milik Mbak Asih.

Bahkan mungkin aku juga bakalan dapat bonus tambahan dari Mbak Asih yakni jurus Ashi Barai atau sapuan kaki yang biasanya sukses membuat kakiku nyeri di bagian betis dan terpincang-pincang saat berjalan.

“Gila, mending aku minta di belikan motor daripada buat ponsel yang mahal pake banget. Tuh harga ponselnya bisa buat beli 3 motor bekas kalau di kampungku.”

Xavi terkekeh mendengar penuturanku. “Tar kalau gue lagi bosen, elo pinjem aja tab gue,” katanya sembari membalikkan lembar selanjutnya. Waduh cepat juga Xavi ngerjain soal. Maka aku segera fokus mengerjakan. Setelah menyelesaikan satu lembar, aku bertanya lagi kepada Xavi.

"Kamu sepertinya main alat musik Drum Xav. Kamu dulu pernah nge-band ya?"

Xavi menggeleng.

"Gue gak pernah ikut band. Gue penikmat musik aja," jawabnya santai. "Elo waktu SMP nge-band Yan?" Xavi balik bertanya kepadaku.

"Aku dulu main Band. Iseng latihan-latihan gitu sih. Buat acara manggung di acara sekolah."

"Pegang apa lo? Biar gue tebak. Gitar?"

"Iya."

Ya wajar sih Xavi bisa nebak karena sepulang sekolah kami cukup sering main ke rumah Zen dulu. Di sana kami ngobrol apa saja, sambil ngemil dan gitaran. Selain aku, Yosi dan Zen cukup mahir juga main gitar. Vinia juga jelas dan sepertinya paling jago maen gitar. Cuma Xavi yang gak bisa maen gitar. Namun meskipun gak bisa maen alat musik, wawasan dan koleksi Xavi tentang musik adalah yang paling lengkap. Mulai dari kaset tape, piringan hitam maupun bentuk digital dari berbagai macam genre Xavi punya lengkap. Bahkan dia punya 1 kamar khusus berukuran 4 x 5 meter tempat dia menyimpan semua koleksi musiknya.

Kami berlima sangat menyukai musik. Dan selera kami berbeda-beda. Xavi menyukai genre musik rap,hip-hop, tekno, disko, R & B. Pokoknya musik-musik luar negeri yang lagi populer, Xavi pasti tahu dan punya. Yosi suka lagu-lagu punk rock. Aku suka lagu-lagu lama dari Indonesia baik Pop, Jazz dan Rock. Vinia dia doyan musik Rock & Roll serta Blues. Sementara Zen dia menggilai musik underground, Death Metal, Trash Metal. Pokoknya yang berbau Metal dan memekakkan telinga, Zen nomor 1.

Setelah pelajaran Sejarah selesai maka selanjutnya adalah jam istirahat siang. Biasanya di jam istirahat kedua, aku dan teman-teman menghabiskannya dengan mengobrol santai di gedung parkir motor lantai 3 sambil membawa minuman masing-masing. Siang ini aku, Zen, Xavi, Yosi, Zen, Bembi, Wira, Astra, Riko dan Sigit berkumpul di atas. Tema pembicaraan ternyata masih seputar videoku. Hedeh.

"Yan, elo sangar banget yak. Di gebukkin Puput yang kepalan tangannya gede-gede, elo masih bisa bangkit. Kalau gue yang jadi elo, mending gue pura-pura pingsan aja deh," celetuk Bembi.

"Cemen banget sih elo Bem," tukas Riko

"Bukan masalah cemen, gue bisa ngukur kekuatan gue keles. Senekat-nekatnya gue kalau lawannya Puput ya bonyok gue," balas Bembi sambil memainkan kaleng minuman Sprite.

"Puput tuh dulu asli preman lho waktu SMP, gue dulu satu sekolahan sama dia," papar Wira.

"Preman? Bukannya dari SMP dia udah terkenal karena jago basket?" Tanya Sigit.

"Iya, Puput malah dibilang telat main basket. Dia baru serius main basket karena kalah taruhan saat kelas 2 SMP."

"Taruhan?"

"Iya taruhan. Puput waktu kelas 1-2 itu preman tukang palak, suka berbuat onar, sering berantem sama siapa saja. Secara waktu SMP dia anak paling tinggi dan paling besar di sekolah. Tampilannya uda bikin orang ciut duluan. Namun pada suatu hari setelah sepulang sekolah, Puput ribut sama Yayan. Yayan tuh anak kelas 3 sementara Puput kelas 2. Gak jelas sih apa pasal mereka berdua ribut. Dengar-dengar karena Yayan gak sengaja nabrak motor Puput sampai jatuh dan spionnya patah. Puput yang emosi langsung mengejar Yayan. Yayan dilempar helm full face dan tepat mengenai kepalanya. Yayan yang terjatuh dari motor, langsung di injak-injak badannya sampai beberapa jemari Yayan patah."

"Set dah cuma spion patah dibales sampai matahin jari," celetuk Astra.

"Besoknya teman-teman Yayan balas dendam, terutama teman ekskul basket. Karena Yayan itu anggota ekskul basket. Bukan cuman anggota tetapi pemain inti yang berposisi sebagai Center. Namun ketika mereka hendak mengeroyok Yayan, kapten tim basket Fadli mencegah mereka. Di depan anak-anak basket, Fadli mengajak Puput taruhan. Kalau Puput menang lawan dia, anak basket tidak akan balas dendam. Tetapi kalau Puput kalah, Puput harus gabung dengan tim basket. Sementara para anggota basket bingung dengan keputusan kapten mereka, Puput sudah lebih dulu melayangkan pukulan ke Fadli."

Wira berhenti sejenak sambil meminum Teh Kotak.

"Sepertinya Fadli yang menang. Buktinya Puput semenjak masuk SMA dia langsung gabung ke tim basket  SMA SWASTA XXX," ujar Yosi.


Wira mengangguk. "Benar Yos, Puput malah dijadikan bulan-bulanan sama Fadli sampai akhirnya mengaku kalah. Puput yang sudah kalah taruhan, akhirnya gabung dengan tim basket. Sepertinya Fadli mencium potensi dalam postur Puput yang mencolok. Di bawah gemblengan dan pelatihan khusus dari Fadli, Puput menjadi andalan baru di tim basket. Perlahan sikap Puput mulai lebih santai dan bersahabat," ujar Wira panjang lebar.

"Pantes aja begitu video kesebar, teman-teman Puput gak terima dan berdatangan ke sekolahan kita. Gak nyangka mungkin teman mereka Puput yang begitu tangguh, bisa di TKO sama bos yang satu ini," tukas Sigit sambil menepuk pundak kanan gue.

"Aku bukan bos kali. Udah jangan panggil aku bos," tegasku kepada teman-teman yang lain.

Mereka semua tertawa.

"Ya gak heran sih kalau mereka penasaran dan menjadikan Yandi DPO. Puput yang mereka kenal bisa kalah sama anak yang gak terkenal bahkan kelihatan biasa saja seperti ini," sahut Xavi enteng.

"Haha elo emang sadis Yan, bisa kalahin Puput satu lawan satu secara fair," puji Riko.

"Angkat gelas dan topi buat teman kita yang satu ini deh," ujar Yosi sambil mengangkat sebotol kaleng Pocari Sweet dan hal ini di ikuti teman-teman yang lain. Ketika teman-teman seperti sedang menggodaku, celetukan Zen yang sedari tadi diam membuat tawa mereka reda. Zen bertanya.

"Kalau misal Yandi yang kalah lawan Puput, apa tindakan kalian?"

Pertanyaan tak terduga dari Zen rupanya lama mendapat tanggapan. Riko yang pertama menjawab. "Kalau Yandi kalah, gue bakal kumpulin anak-anak lah. Balas Puput!" Tukas Riko berapi-api.

"Betuuul. Karena Puput sudah menghajar Yandi sampai luka parah. Masak iya Yandi dihajar orang, gue bakal diem aja," tambah Sigit.

"Tuuuuuuuulll!"

"Haha kalian memang lucu. Terutama elo Rik. Buat apa coba elo balas dendam. Kan elo bilang tadi sebelumnya duel Yandi vs Puput itu dilakukan secara fair, satu lawan satu. Justru kalau Yandi kalah, lalu kemudian kita nyerang SMA SWASTA XXX, kita jadi pihak yang salah. Kita sama saja dengan segerombolan teman-teman Puput yang tempo hari mendatangi sekolah kita kemarin," pungkas Zen.

Aku lihat eskpresi wajah Riko agak memerah. "Sekarang gini aja deh Zen. Kan situasinya Yandi yang menang. Bagaimana kalau mereka masih gak terima dan kembali menyerang ke sini lagi. Apa tindakan kita? ujar Riko tajam.

"Santai aja, gak usah khawatir. Anak SMA SWASTA XXX gak akan macam-macam lagi," jawab Zen sambil melirik ke arahku.

Aku tahu maksud tatapan Zen. Pasti dia merujuk ke pertemuan kami + Axel saat mendatangi Toni, Puput dan Viko di tempat biasa anak SMA SWASTA XXX berkumpul. Hasil pertemuan memang menghasilkan kata damai dan masalahku dengan Puput juga sudah di anggap selesai. Tidak akan ada lagi saling serang antara kedua sekolah yang pada dasarnya memang memiliki hubungan baik. Hanya saja, potensi masalah yang jauh lebih besar dan berbahaya yang melibatkan STM XXX menimbulkan ke khawatiran bagi Axel dan Toni.

"Tahu dari mana elo, anak SMA SWASTA XXX gak akan nyerang kita lagi? Apa elo udah gerilya sendirian dan mengalahkan Toni? Seperti halnya elo bantai Gom, Rudi dan Yusuf," ujar Riko sengit ke arah Zen.

Aku langsung mencium hawa ketidaksukaan Riko kepada Zen. Sepertinya peristiwa adu mulut dan saling sindir antar mereka berdua di Kedai Kopi saat aku mengadakan pertemuan karena Sigit di serang anak buah Oscar, masih belum selesai dan malah makin meruncing.

"Kenapa Rik? Elo ada masalah gue habisin mereka bertiga?" balas Zen ketus.

"Gue sih gak ada masalah, cuma tindakan elo dulu yang sok sendirian malah ngrepotin. Kalau saja Yandi dan Sigit gak datang tepat waktu nolongin elo pas di bantai Budi, elo pasti udah kesana-kemari dengan tangan di bungkus gips."

"Hmm, yang nolong gue waktu itu kan Yandi sama Sigit. Tapi kenapa elo Rik yang sewot macam banci sedang datang bulan?"

"Anjing !!" Riko langsung meremas botol kaleng Indocafe dan di lemparkan ke arah Zen kuat-kuat. Kaleng tersebut mengenai muka Zen telak. Hidungnya berdarah karena tergores kaleng.

Zen menyeringai.

Gawat.

Aku langsung berdiri dan menyeret Zen menjauh. Zen berontak namun tidak mengeluarkan sepatah kata apa pun. Tenaga Zen besar juga. Sementara Riko masih nyerocos dan coba di tenangkan beberapa teman.

"Woiy, biasa aja dong! anjing juga elo Rik, pake acara lempar-lemparan segala." ujar Yosi yang tidak suka dengan cara Riko melampiaskan emosi.

"Lu gak usah ikut campur Yos! Bem, lepasin gue!" Riko berontak meminta mereka yang memeganginya untuk melepaskan tangan mereka dari dia. Setelah Riko terbebas, dia pergi begitu saja. Dia sempat beradu pandang dengan Zen yang sudah kutenangkan sebelum akhirnya pergi.

Dan kejadian tersebut bertepatan dengan suara bel yang menjadi tanda jam istirahat kedua sudah usai dan kami harus kembali ke kelas.

"Zen, elo gak apa-apa? Riko keterlaluan. Tumben dia emosian. Ntar di kelas gue tenangin dia," ujar Astra yang satu kelas dengan Riko.

"Udah, cuma luka kecil gini," sahut Zen sembari mengelap goresan di hidung yang sedikit berdarah dengan tisu pemberian Xavi.

"Udah-udah! Balik ke kelas yuk!" saran Xavi dan diikuti oleh Yosi yang sedang bercakap-cakap dengan Sigit.

Ketika tinggal aku dan Zen, aku langsung bilang sesuatu ke Zen.

"Zen, aku gak mau besok dengar kabar bahwa kamu mendatangi Riko ke rumahnya dan melakukan hal sama yang seperti kamu lakukan ke Gom. Ngerti?"

"Santai aja Yan, gak worthed gue habisin Riko."

"Benar lho Ya?" kataku mencoba memastikan.

Zen berbalik dan mendahuluiku pergi.

"This is not a big deal Yan. Balik kelas yok ah."

Aku pun lega mendengarnya. Aku bukan mengkhawatirkan Zen. Aku justru khawatir dengan Riko. Dia kuat. Tetapi tetap saja dia akan menjadi sasaran empuk buat Zen.

Ketika kami sampai di kelas, Bu Retno guru PMP belum datang. Hal itu kami lakukan dengan mengobrol. Aku baru menyadari Vinia belum kembali ke kelas. Karena Pinkan masih duduk sendirian. Baru sekitar 5 menit kemudian Vinia datang. Dia tidak langsung duduk di kursinya. Wajahnya terlihat berseri-seri!

"Yos, geser dikit !" seru Vinia.

Yosi yang sedang asyik ngobrol dengan Xavi cuma bisa nurut dan sedikit bergeser, duduk di antara 2 kursi. Haha.

"Gue abis rapat OSIS guys! Dan gue ada kabar gembira ! Seminggu setelah kita terima raport Semester I, sekolah kita mengadakan Pensi besar-besaran ! Bintang tamu utamanya Paramore !"

"What Paramore !!! Arrghh ! Serius? Hayley Willam udah sembuh total? Bukannya kemarin di last minute konsernya mereka, terpaksa batal gara-gara doi sakit tenggorokan dan infeksi saluran pernafasan!" seru Xavi yang doyan banget sama Paramore.

"Uda fix. Hayley uda sembuh total. Lusa mereka malah main di Manila. Dan jadwal konser mereka yang batal di Indonesia, akan di gelar tanggal 30 Desember. Dan tanggal 31 Desember, mereka main di sekolahan kita!!! Gue yang dengar aja serasa gak percaya. Ini berkat Pak Tomo yang memiliki banyak koneksi dan dapat sponsorship kelas kakap sehingga kita bisa mengundang Paramore!"

Xavi sujud syukur, Yosi yang juga suka Paramore masih speechless, Zen cuek sambil menggambar tengkorak yang terlilit rantai.

"Pak Tomo?" Aku bertanya ke Vinia.

""Iya, Pak Tomo. Sebulan lalu Pak Tomo mengadakan pertemuan dengan semua anggota OSIS. Dia menyampaikan bahwa ingin sekolah kita mengadakan Pensi besar-besaran yang bukan hanya mendatangkan artis dalam negeri, namun juga luar negeri. Akmal uda langsung tunjuk tangan tuh dan nanya tentang budget dari sekolah masalah sponsorship. Pak Tomo bilang budget dari sekolah jelas gak ada, namun untuk sponsorship beliau bilang kami gak usah khawatir. Urusan sponsorship, dia yang akan cari. Akmal dan semua anggota OSIS hanya diminta mengadakan survey secara sembunyi-sembunyi ke semua murid untuk mengumpulkan artis dalam dan luar negeri mana yang ingin mereka saksikan. Begitu survey selesai, langsung dibuat proposal. Dan beliau yang bergerak mencari sponsorship yang mengcover semua biaya. Dan tadi siang, kami rapat dengan Pak Tomo dan beliau mengatakan sudah mendapatkan 3 perusahaan besar yang siap menjadi sponsor bagi Pensi sekolah dan menyanggupi untuk mendatangkan artis yang paling di gemari baik internasional dan nasional, selama jadwal mereka cocok dengan Pensi kita yang menjelang tahun baru."

"Kalau artis luarnya adalah Paramore, yang artis dalam negeri siapa?" tanya Xavi antusias.

Vinia tersenyum memandang Xavi. "Siapa bilang artis Internasionalnya cuma Paramore. 2 artis lain sudah fix, tinggal tunggu konfirmasi 1 band lagi. Kalian mau tahu gak siapa?" lanjutnya.

"Mauu!" jawab kami bertiga serempak.

"Tapi kalian jangan bilang-bilang dulu ya. Selain Paramore ada Luis Fonsi dan."

"Eh bentar-bentar, gue gak salah dengar nih, Luis Fonsi yang nyanyi Despcito?" tanya Xavi lagi.

"Yap!"

Xavi speechless.

"Lanjut Vin. Paramore, Luis Fonsi, terus?" tanya Yosi.

"Ed Sheeran sementara yang masih kita tunggu konfirmasinya adalah band asal Jepang favorit guee, Baby Metaalll"

"BABY METAL ?? SERIUSS?"

Kami menoleh ke arah Zen yang tiba-tiba berhenti menggambar dan langsung bertanya.

"Iya serius, lusa baru ada kabarnya. Maklum susah jadwal mereka. Peluangnya besar sih karena tanggal 29 Desember mereka show di Singapura."

Zen langsung sujud syukur dan berdoa agar Baby Metal beneran datang.

Jika Zen girang mendengar Baby Metal, aku malah tertarik dengan Ed Sheeran. "Vin, udah sembuh tangan Ed ? Bukanya dia juga gagal konser karena patah tulang?"

"Sekarang uda lepas gips sih. 1 bulan lagi uda show lagi dia."

"Waaak kerenn bangettt ini pasti. Gila, penontonnya pasti luber sampai ke jalan nih kalau Paramore, Luis Fonsi, Ed Sheeran dan Baby Metal main di pensi kita," kataku.

"Gak, Pak Tomo membatasi penonton dari luar sekolah kita. Hanya ada 100 tiket Pensi untuk beberapa sekolah yang memiliki hubungan baik denga kita. Pak Tomo ingin kita semua muridnya bisa bersenang-senang dengan bebas tanpa berdesakan dengan penonton asing."

"Pak Tomoo, asli gue pengen cium kakinya. Baik banget dia!" Seru Xavi terharu.

"Samaa, semua anak OSIS juga langsung sembah sujud ke beliau."

"Yang band dalam negeri siapa Vin?"

"Nah, kalau ini ada banyak nama. 5 artis nasional yang di undang. Raisa sama Isyana jelas ada, 3 lainnya Bondan Prakoso feat Fade 2 Black. 2 lainnya ini pasti kesukaan kalian semua."

"Eh apa-apa?" Kami berempat bertanya ke Vinia dengan antusias.

"Yang pertama adalah Rich Chigga alias Rich Brian dan yang terakhir uda confirm bisa untuk manggung. Band Rock yang sedang naik daun dan jadi bahan pembicaraan media nasional dan internasional. Kalau gue sebut nama manajer mereka, elo mesti pada histeris."

"Wah gila..Rich Brian, rapper Indo yang fenomenal itu?" tanya Xavi.

"Yap ! Brian available tanggal segitu, harga cocok. Jadi deh, hihi."

"Eh Vin, band yang terakhir siapa nih? Anjir, gue penasaran !" celetuk Yosi.

"Hoho. Santai Yos. Bintang tamu terakhir, punya manajer yang biasa di panggil racebannon."

Kini giliranku yang speechless. This is too good, too be true ! HANTAMAN !!!!

"Hantaman yaaa!!! Wanjingg ini maaahh. gue ngefans banget sama vokalis Hantaman yang kacau gila, Stefan." tukas Yosi.

"Kalau gue ngefans sama Arya, gitaris mereka yang kharismatik dan cool." Kataku.

"Ah Yandi, selera cowok kita sama. Gue juga ngefans banget sama Arya. Ganteng pisan. Gue wajib poto bareng nih sama Arya." ujar Vinia.

Di saat kami masih mencerna informasi dari Vinia yang sungguh luar biasa ini, Vinia bilang selain bintang tamu. OSIS juga akan memilih 5 band atau penyanyi yang lolos seleksi. Mereka yang lolos seleksi akan menjadi pengisi acara, ya semacam opening act gitu lah. Dan kalian berempat, mesti ikut seleksi !"

"Eh kami?" Tanyaku.

"Iya elo-elo pada kan pinter main gitar, suara elo juga lumayan Yan. Cocok jadi vokalis band lah."

"Eh sebentar-sebentar. Maksud elo Yandi, Zen dan Yosi aja khan? Gue gak bisa maen alat musik Vin." sergah Xavi.

"Oia lupa, ahahah. Yaudah elo jadi penari latar aja hahaha."

Kami berempat tertawa, sementara Xavi cemberut.

"Gue nanti maen disana juga guys sama anak APOLLO 17." ujar Vinia sebelum kembali ke tempat duduknya karena Bu Retno baru saja datang. Perkataan Vinia membuat kami berempat seperti susah fokus sampai pelajaran selesai dan alarm tanda jam pelajaran usai. Selesai berdoa dan teman-teman kami pulang, sambil menunggu, Yosi rupanya tertarik dengan ajakan Vinia.

"Guys, benar juga omongan Vinia. Kek ny seru nih kita bikin Band. Kita bertiga bisa maen gitar. Em gue pegang bass juga bisa sih. Zen pegang gitar sama Yandi. Untuk drummernya....nah ini yang susah."

"Eh kalian belum pulang?" tanya Vinia.

"Lagi mo bikin band nih!" Kata Yosi..

"Haha bikinlah. Cuma pikirin juga tuh Xavi, hihi. Santai aja gais. Pendaftaran baru dibuka minggu depan. Sementara seleksi langsungnya bulan depan. Jadi masih ada waktu 1 bulan untuk kalian latihan. Yawdah, sorry gue balik duluan. Biasa artis banyak kegiatan ini,hihihi."

Setelah Vinia, pulang Yosi meminta kami kumpul bentar di rumah Zen. Xavi ogah memilik balik karena merasa dia gak akan bisa masuk ke band. Namun ketika tadi Yosi menyebut tentang drummer, gue langsung ingat ketangkasan Xavi "bermain" drum meskipin secara virtual. Xavi boleh saja belum pernah main drum secara langsung, namun dia memiliki sense yang baik. Ketukannya saat memainkan part drum di lagu Avenged Sevenfold yang berjudul Afterlife bisa presisi dan tepat. Aku bisa bilang begitu karena aku menyukai semua lagu Avenged Sevenfold. Dan cukup tahu part drum di lagu tersebut terbilang susah. Dan yang lebih penting lagi Xavi sudah tahu benar anatomi suara yang dihasilkan dari setiap bagian 1 set drum.

Maka akupun menceritakan hal ini kepada Zen dan Yosi tentang kemampuan Xavi bermain drum virtual di tab-nya. Untuk meyakinkan keduanya, aku meminta Xavi memainkan part drum di lagu milik Avenged Sevenfold lainnya yakni Bat Country yang jauh lebih susah dan bertempo cepat. Dan Xavi dengan mudah melibas lagu tersebut di depan kami.

"Lihat kan? Xavi sudah tahu prinsip menjadi drummer. Teori dia bisa, tinggal kita latihan bareng saja sambil Xavi membiaskan diri bermain drum langsung. Jadi gimana? Drummer Xavi, Yosi bass, Zen Gitar dan gue nyanyi sambil pegang gitar juga bisa."

"Hahah mantap !!" Kata Yosi. "Ayo ke rumahmu Zen. Kita obrolin lagi."

Zen berdiri. "Ngapain ke rumah gue? Kalau cuma ngobrol doang gak seru, kita langsung latihan sewa studio beberapa jam sekaligus. Ngobrol sambil ngejam langsung, jauh lebih seru. Sekalian kita lemesin tangan. Yos, elo perlu asah lagi maen bass karena agak beda. Gue juga perlu membiasakan diri karena gue biasa maen sendiri. Yandi elo juga mulai sedikit nyanyi sambil maen gitar karena itu sama-sama butuh konsentrasi. Xavi? Terserah elo deh. Elo gebuk-gebuk aja sepuasnya drumnya kayak topeng monyet. Karena menurut gue, maen drum langsung itu beda feelnya. Terlebih lagi juga butuh stamina, tenaga dan konsentrasi. Dekat rumah gue ada studio, kita bisa kesana, siapa tahu ada jadwal kosong 1-2 jam di sana kan lumayan."

Aku dan Yosi langsung menyetujui, sementar Xavi berpikir sejenak, sepertinya ia masih belum yakin. Namun aku segera merangkulnya sembari kami berjalan keluar kelas di ikuti Zen dan Yosi.

"Santai aja Xavi."

30 menit kemudian....

baru juga sekitar 30an detik kami berempat memainkan lagu Avenged Sevenfold yang Bat Country, tiba-tiba Xavi berteriak.

"Stoppp ! Gue udah gak sanggup maen ! Capek, ngos-ngosan dan pegel banget tangan dan kaki gue!!" kata Xavi sambil meletakkan stik di atas drum dan ia merosot dari kursi dan tiduran di lantai studio.

Xavi benar-benar terlihat kepayahan, badannya berkeringat banyak sekali. Baru 10 menitan kami masuk studio yang kami sewa 2 jam, kami pemanasan dulu. Yosi dengan bass dan Zen dengan gitarnya. Sementara aku membantu Xavi membiaskan diri dengan seperangkat drum sungguhan yang ada di depan matanya. Aku meminta Xavi untuk merasakan dulu setiap ketukannya dan memainkan hal-hal sederhana seperti bermain hi-hat, snare dikombinasi dengan 1 dobel pedal dan hal-hal mendasar lainnya.

Hanya saja, karena terlalu semangat di awal dan memforsir tenaga, membuat Xavi menyerah saat kami mulai ngejam bareng.

"Fiuh, sepertinya, ini tidak akan mudah," celetuk Yosi.

Aku langsung mengamini perkataan Yosi sembari memandangi Xavi yang masih terkapar di lantai karena kelelahan.


= BERSAMBUNG =

1 comment for "LPH #44"

  1. Typo om panth, tertulis “mengeroyok yayan” harusnya “mengeroyok puput”

    ReplyDelete

Post a Comment