Featured Post

LPH #47

Episode 47 
Big Bang Part D


(Pov Xavi)


66,125

“24 hari turun 3,5 kilo sekian, boleh juga usaha elo,” puji Maya ketika sore itu kami mengakhiri sesi workout dengan menimbang badan.

Setelah menimbang, gue langsung berbaring di lantai gym sambil terengah-engah. Gila, saking capeknya gue sampe gak kuat angkat tangan. Menu latihan hari ini sangat berat buat gue. Yakni latihan untuk pembentukan lengan dan bahu. Dan latihan ini mengharuskan gue memakai 2 dumbbell masing-masing 4,5 kg. Workout ini terbagi menjadi 3 macam latihan. Pertama adalah lateral raise, dimana gue berdiri lalu mengangkat dumbbell ke samping dengan tangan lurus dan disejajarkan dengan bahu. Lalu tahan posisi selama 3 detik. Latihan ini dilakukan 10 kali repetisi. Untuk menyelesaikan 10 kali repetisi lateral raise, gue butuh watu kurang lebih 15 menit. Lamban memang karena tiap pengulangan gue butuh 1 menit istirahat, padahal harusnya 30 detik. Tapi mau gimana lagi, gue gak buru-buru sih. Yang penting gue bisa selesaikan 10 kali repetisi sesuai permintaan Maya yang justru malah asyik latihan sendiri.

Latihan kedua setelah lateral raise adalah Cuban Press. Dalam posisi berdiri tegap sambil memegang dumbbell, aku mengangkat beban dengan hingga posisi siku membentuk sudut 90 derajat dan menghadap ke bawah. Setelah menahan 1 detik, lalu lengan di putar menghadap ke atas kemudian dorong beban ke atas dengan posisi tangan terangkat lurus di atas kepala. Gue butuh 20 menit lebih untuk menyelesaikannya.

“Ayo tahan, tahan dumbbell di atas, eratkan pegangan. Jangan sampai itu dumbbell lepas dari pegangan dan menimpa kepala elo. Bisa bocor dan bego kalau lo sampai ketimpa dumbbell,” kata Maya yang kali ini mengawasi sekaligus melakukan cuban press di depan gue.

Sudah jelas gue gak mau, kalau beban 4,5 kg ini lepas dari tangan ketika gue angkat di atas kepala. Makanya sekuat tenaga gue menyelesaikan latihan ini. Lebih lama karena gue kasih jarak kurang lebih 90 detik setiap pengulangannya, agar tangan dan lengan gue bisa rileks dikit.

Dan gue agak bernafas lega karena latihan terakhir adalah concentration curl. Di latihan ini gue duduk di bangku pendek, paha dilebarkan. Posisikan siku kanan di dalam lutut dan ketika mulai mengangkat beban, tangan bagian atas bahu harus tetap diam. Ini adalah untuk melatih otot bicep gue. Maya meminta gue untuk melakukan latihan ini sampai bicep gue merasa lelah atau sampai merasakan “panas”. Gue diminta menggunakan dummbell 3 kg. Karena yang menjadi fokus latihan ini kata Maya adalah form bukan ke beban. Beban hanya sebagai sarana saja dan sebaiknya memakai dumbbell ringan yang bisa gue kuasai dengan 1 tangan. Setelah tangan kanan gue uda menyerah setelah selama 1 menit angkat beban, kini beban di pindah ke tangan kiri. Tak lama kemudian, akhirnya gue menyelesaikan sesi workout hari ini. Otot bahu, lengan, tangan rasanya berkedut semua. Ugh.

Ketika gue masih ingin berlama-lama berbaring, Maya lalu meminta gue untuk segera bangun untuk melakukan pendinginan.

“Ayo bangun, mulai pendinginan. Kalau tidak pendinginan setelah angkat beban, suhu tubuhmu akan menjadi dingin dengan tiba-tiba yang bisa menyebabkan tubuh elo nyeri dan sakit ketika lo bangun besok pagi.”

Gue mengamini perkataan Maya karena gue pernah membuktikan sendiri betapa sakitnya badan gue karena lupa melakukan pendinginan setelah selesai latihan karena saking capeknya. Pendinginan dilakukan dengan seated hamstring stretch, yakni duduk di matras, kaki lurus ke depan kemudian memegang ujung ibu jari selama 30-40 detik. Dulu gue tersiksa melakukan ini karena punggung akan terasa sakit dan tangan gue gak sanggup menjangkau ujung jari. Tapi lambat laun gue mulai bisa menjangkau ujung sepatu dengan santai tanpa merasa nyeri di lutut dan punggung.

Lanjut gerakan pendinginan kedua adalah Quad stretch. Gue berdiri dengan tangan kanan memegangi kaki yang ditekuk ke belakang selama 30-40 detik sehingga gue berdiri dengan satu kaki. Setelah selesai, gantian kaki kiri yang yang ditekuk ke belakang.

Dan pendinginan terakhir adalah Shoulder Stretch. Gue berdiri tegap, kemudian menyilangkan lengan kanan melewati dada dan tekan dengan tangan kiri ke arah dalam selama 30-40 detik. Dan ulangi dengan tangan kiri jika tangan kanan selesai.

Selesai pendinginan ini memang rasa nyeri dan ngilu mulai berkurang, tubuh gue berkeringat banyak sekali tetapi justru gue merasa fresh dan lebih enakan. Biasanya setelah selesai latihan, gue dan Maya ngobrol sambil menunggu keringat mengering. Dan kali ini gue hendak meminta sesuatu dari Maya.

“May, kata Mamah elo jago Muaythai ya?”

“Jago sih enggak, cuma bisa. Kenapa emang?” Jawab Maya sambil mengelap keringat di lehernya dengan handuk.

“Ajarin gue Muaythai dong !”

“Ogah.”

“Kok ogah sih?”

“Muaythai bukan olahraga buat orang cengeng.”

“Gue gak cengeng!”

“Yang bilang elo cengeng siapa?”

“Lha itu elo gak mau ngajarin gue muaythai.”

“Gue gak mau ngajarin karena gue gak tahu motivasi elo tiba-tiba minta di ajarin muay thai apaan.Sekarang gue tanya, apa motivasi elo?”

“Ya, sebagai selingan olahraga sih biar gak bosen. Biar gue ada alternatif.”

“Lo pikir muaythai cuma selingan?”

“Aduh, bukan gituu.”

“Alasan lo itu klise banget. Gue tanya untuk terakhir kalinya, kenapa elo minta diajarin muaythai?”

Sepertinya gue mesti jawab jujur ke Maya.

“Karena gue adalah cowok paling lemah di antara semua teman gue. Gue orang yang paling gak bisa berkelahi. Setiap kali teman gue ketemu lawan, gue selalu diminta untuk berlindung di belakang. Pada awalnya gue merasa senang diperlakukan seperti itu oleh teman gue. Karena itu tandanya mereka care sama gue, masih mikirin gue di saat genting. Namun lama-lama timbul perasaan malu dalam diri gue. Sampai kapan gue akan berlindung di balik punggung teman-teman gue. Masak iya gue cuma liat doang ketika mereka berantem. Kalau suatu hari nanti ketika gue sendirian lalu gue diserang, apa gue cuma pasrah di gebukkin orang. Gue gak mau kalau gue di jadikan titik lemah di antara sekawanan teman gue yang jago berantem. Intinya, im tired of being a coward!” jawabku berapi-api. “Gue tahu gue lemah, tetapi paling tidak gue harus bisa balas mereka, tidak pasrah hanya jadi sansak hidup.”

Maya menatap gue. Dia nampak berpikir sejenak jawaban gue tersebut. Tiba-tiba dia berdiri. “Bangun.,” begitu perintahnya.

“Ntar, gue masih capek!”

“Gue hitung sampai 3. Lewat dari 3 detik elo belum berdiri tegap, gue gak akan pernah ajarin elo muaythai |!” tegas Maya.

Maya setuju untuk ngajarin gue? Yossshhh!!! Gue langsung bangkit berdiri.

“Xavi, jawab jujur, udah berapa kali elo skip menu latihan pagi.”

“Uhm di seminggu pertama gue..mengurangi jumlah repetisi. Misal ketika gue harusnya sit up 30x, push up 15x dan squat 20x. Gue cuman mampu tiap gerakan 5x, heeee.” jawab gue sambil pasang tampang polos.

Maya langsung berkacak pinggang, wah dia mau ngomel. Sebelum gue kena omelan gue langsung menambahkan jawaban gue sebelumnya. “Eh itu cuma di seminggu pertama kok ! Ya jelas gue gak kuat karena ini hal baru buat gue. Ya kali yang biasanya gue bangun mepet jam sekolah, gue langsung bisa bangun pagi-pagi terus olahraga. Baru di minggu kedua, perlahan gue mulai bisa membiasakan diri dan mengatur ritme bangun tidur pagi-pagi dan melakukan repetisi sesuai menu. Tanpa kurang 1 gerakan pun. Dan sejak saat itu sampai pagi tadi, gue gak melewatkan 1 hari pun. Bahkan kadang gue lebihkan jumlah repetisinya.”

“Hmm, pantas,” gumam Maya pelan sambil memandangku dari ujung kaki sampai kepala.

“Pantas apaan sih?” aku jadi ikut-ikutan melihat ujung kakiku sendiri.

“Elo gak kerasa emang?”

“Kerasa apaan?”

“Turun 3 kilo itu harusnya lo terasa ketika lo pakai baju atau celana. Lebih agak longgar. Perut elo yang buncit juga uda mulai mayan rata kalau dilihat dari samping, Ya ngeliat perubahan fisik elo, gue tahu sih apa yang elo bilang tadi beneran bukan bohong. Baguslah kalau elo bisa melahap semua menu latihan pagi.”

Bangga juga gue dipuji Maya. Tapi memang benar yang dikatakan Maya, beberapa kaos dan celana yang sering gue pakai terasa lebih enakan alias longgaran dikit. Ah jadi semakin semangat menambah porsi latihan nih. “Kadang gue latihan sendiri sih selesai pulang sekolah, ya latihan jogging di treadmill barang setengah jam buat pemanasan. Sebelum gue mulai latihan ngeband sama teman gue. Selain itu juga juga nurut 100% menu makanan sehat yang elo susun plus menjauhi makanan pantangan.”

“Eh gue tahu lo lagi kena euforia kesenangan olahraga, cuma lo tetap butuh waktu istirahat nge gym. Lo istirahat 5 hari sekali gak boleh sentuh gym, angkat beban. Jangan di forsir.”

“Hehhe siap bos.”

“Baguslah, kalau elo bisa survive lewatin latihan pagi, berarti elo bisa mulai latihan dasar muaythai. Tetapi sebelum gue jelasin latihan dasarnya, gue mau nanya. Menurut elo muaythai itu identik dengan apa?”

Ketika Maya nanya tentang apa itu muaythai, otomatis gue langsung keingat 2 tokoh jagoan muaythai. Sagat dari Street Fighter dan Tony Jaa aktor Thailand yang terkenal lewat film Ong Bak. Satunya tokoh dari game, satunya lagi tokoh beneran haha.

“Muaythai itu lo bisa nendang, pukul. Pokoknya kayak tinju tapi juga bisa nendang.”

“Jawaban elo standar banget. Iya memang benar, di muaythai lo bisa memukul dan menendang tetapi itu kurang lengkap. Muaythai disebut sebagai Seni Delapan Tungkai atau llmu Delapan Tungkai. Teknik serangannya selain pukulan dan tendangan, ada juga menggunakan siku dan lutut. Muaythai menggunakan 8 titik ini untuk menyerang lawan.”

“8...?”

“pukulan kanan kiri, siku kanan kiri, lutut kanan kiri dan tendangan kanan kiri. Totalnya 8. Ngerti?”

“Oh iya. Kalau gue inget-inget lagi, Tony Jaa punya jurus hantaman siku ke kepala lawan dan tendangan lutut ke arah tubuh. Biasanya roboh tu lawannnya.”

“Ya kalau bukan atlit terlatih, kalau kena dua serangan itu pasti langsung knockout. Bukan Cuma knockout, resiko tulang retak dan luka dalam juga besar resikonya. Tulang siku dan tulang lutut termasuk tulang paling keras di tubuh manusia.”

“Wuih keren, gak sabar belaj-“

“Elo gak akan gue ajarin sampai teknik tersebut. Selama elo bisa meninju dan menendang dengan benar, udah lebih dari cukup buat elo membela diri.”

“Yah tanggung banget!”

“Itu berat Xav, butuh waktu berbulan-bulan buat elo seseorang menguasai teknik tersebut dengan benar. Teknik tersebut bukan cuma asal serang, kalau lawan elo jago berantem ,tahan pukul dan serangan elo ga bisa merobohkan dia, elo dalam masalah besar. Karena elo akan terekspose lebar. ”

“Waktu dan uang adalah dua hal yang paling gue punya May. Jangan buat gue memohon ke elo, gue gak mau belajar setengah-setengah.”

Maya menatap gue. “Gue akan mengajari elo tetapi syaratnya satu. Sekali elo bilang nyerah selama gue gembleng, saat itu juga gue akan berhenti melatih elo.”

Gue menatap Maya tajam, tangan gue terkepal karena merasa bersemangat. “Gue siap, gue siap lakuin apapun demi mempertahankan harga diri gue sebagai seorang cowok.”

“Bagus ! gue suka semangat elo! Tetapi kita lihat 2 minggu ke depan, elo masih bisa bersemangat atau enggak. Karena latihan Muaythai butuh gear dan perlengkapan, elo bi-”

“Gue belikan semua peralatan yang dibutuhin, tenang saja!”

“Dasar songong! Elo gak usah beli aneh-aneh. Lo cukup datang ke tempat gue aja.”

“Tempat elo?”

“Gue punya sasana pribadi di rumah. Tar gue kasih alamat lengkapnya. Sementara itu dulu deh.”

“Udah gitu doang, gue kapan mulai latihannya?”

“Elo kelarin dulu program workout yang udah gue susun selama 1 bulan. Ini sudah minggu ketiga, artinya tinggal seminggu lagi kelar. Dan gue lihat, progress elo cukup baik. Pokoknya begitu workout kelar, baru kita bisa mulai latihan muaythai.”

“Nah gitu dong!”

“Oia gimana latihan band elo?”

“Semakin membaik, entah kenapa gue yang biasanya main 1 lagu udah ngos-ngosan kini sampai beberapa lagu, gue masih baik-baik aja. Sampai teman-teman gue heran liat gue tahan lama.”

“Itu artinya latihan elo selama 3 minggu ini on the right track.”

“Hehe itu semua berkat elo May.”

“Elo kasih tahu teman elo kalau elo ikut program latihan sama gue?”

“Enggak, hehehe.”

Maya tersenyum lalu ia menyeka keringatnya dengan handuk kecil kemuduan mengambil tas olahraganya. Saat ia hendak keluar dari gym, tetapi sebelumnya ia menoleh ke arah gue. “Gue nglatih elo muaythai gak gratis lho. Ratenya mahal.”

Gue tersenyum lebar dan mengacungkan kedua jempol ke arahnya.

“Udah gue bilang, duit itu sama sekali bukan masalah buat gue.”


***

Tak lama setelah Maya pulang, gue mandi lalu pulang ke rumah. Gue ke apartemen Mamah kalau pas ada jadwal dengan Maya doang sih. Sebenarnya di rumah ada ruang gym juga tetapi kurang lengkap dibandingkan dengan ruang gym di apartemen Mamah. Dulu sih gue biasanya nginep di apartemen Mamah. Tetapi semenjak ada studio music pribadi di rumah, gue jadi selalu pengen pulang ke rumah di Pondok Indah. Meskipun gak ada latihan sama anak-anak, gue suka menghabiskan waktu ketika mala disini. Baik untuk belajar, browsing internet, sesekali latihan drum sendirian bahkan tak jarang gue tidur di sofa di dalam studio.

Sampai rumah, gue langsung makan malam. Uah kenyang juga makan malam gak pake nasi. Padahal sore tadi gue dibantai Maya dengan workout session yang sangat berat. Tapi setelah makan malam dengan menu salmon fillet panggang, 200 gram kentang, 1 iris zukini, 100 gram wortel, 100 gram jagung muda dan segenggam ketumbar, gue ngrasa tenaga gue sudah kembali. Kenyang tanpa merasa kenyang. Memang ajaib menu makan sehat yang disusun Maya buat gue, ga ada nasi tapi kenyang. Mungkin karena ada kentang juga sih. Semua makan malam tersebut gue siapkan dan masak sendiri. Untuk beratnya pun gue perhatikan benar, pokoknya sebelum gue makan, gue pastikan berat makanan tersebut sesuai dengan berat yang disarankan. Kalau 200 gram, ya tepat 200 gram. 1 sendok makan ya pas 1 sendok makan, bukan sendok nasi  yang besar. Gak lebih gak kurang. Kadang karena ngepasin bener beratnya makanan, baru nyiapin makanan doang bisa sampai 30 menit lebih. Semenjak menjalani menu makan ala Maya, gue jadi sering belanja makanan sendiri, siapin sendiri dan makan sendiri. Bahkan kini gue jadi sering bawa bekal makanan. Teman-teman gue pada amaze ngliat bekal menu siang gue yang begitu minimalis.

Ketika Yandi makan nasi goreng seafood gue makan 2 butir telur rebus.

Ketika Zen makan ketoprak gue makan sandwich roti gandum isi 2 iris mentimun.

Ketika Yosi makan soto sapi gue makan salad campuran selada, tomat, kacang kapri, daun bawang dan 2 sendok makan kacang merah kaleng.

Ketika Vinia makan Sate Ayam gue makan gue makan 125 gram tahu polos dipotong dadu dengan dilumuri sesendok kecap asin, sesendok minyak zaitun dan 100 gram kacang polong.

Sama seperti workout pagi, seminggu awal bawaannya lemes seharian ga makan nasi. Rasanya sungguh tersiksa, benar-benar rindu makan nasi pulen yang mengepul. Orang Indonesia kalau belum makan nasi kan di anggap belum makan. Lha gue dalam seminggu cuma kemasukan nasi 2 kali. Hari senin dan rabu untuk menu makan malam masing-masing 100 gram atau 5-6 kali suap udah abis. Itupun nasinya dari beras merah.
Mau reflek ngemil juga gak boleh ngemil sembaranga. Karena ternyata ngemil pun di atur. Gue cuma diperbolehkan ngemil makanan seperti kenari,almond, kismis, apel, mentimun, biji kuaci, biji labu, keju cottage. Sebenarnya gue bisa saja melebihkan takaran atau menambah porsi tetapi gue malu sama diri gue sendiri. Terutama malu sama poster idola gue yang terpasang di dinding kamar, di wallpaper ponsel bahkan di desktop laptop. Semuanya gue pasang dengan foto yang sama, yakni foto.

Ya, foto Bruce Lee.

Ehm atau lebih tepatnya badan Bruce Lee yang bepostur kecil khas orang Asia namun berotot.

Demi memiliki bentuk badan dan otot mirip Bruce Lee, gue harus disiplin ! baik disiplin latihan pagi dan sore maupun mengatur menu makan sehat ! Di minggu kedua dan ketiga akhirnya gue mulai bisa beradaptasi dengan menu makanan yang aneh ini. Dan malahan gue mulai menikmatinya.

Selesai makan malam gue lalu ke kamar, bukan untuk tidur tetapi mau browsing Youtube. Karena Maya menganjurkan gue baru boleh tidur minimal 2 jam setelah makan malam.

“Setelah makan malam, jangan langsung tidur. Kasih jeda waktu minimal 2 jam. Karena tidur setelah makan malam efeknya sangat buruk. Pertama, berat badan lo naik karena lemak menumpuk. Kedua, asam lambung bisa naik dan memicu sakit maag. Ketiga, ini yang paling serem. Peluang untuk terkena stroke semakin tinggi. Intinya, setelah makan malam kasih waktu pencernaan kita untuk mencerna makanan dengan baik,” ujar Maya setelah ia tahu gue punya kebiasaan buruk di awal-awal program yakni setelah makan malam, kenyang, kena AC, ngantuk terus gue tidur.

Di meja belajar dalam kamar, gue membuka laptop. Youtube-an 2 jam enak kayaknya nih. Sempat bingung mau browsing video apa di Youtube, tiba-tiba gue ingat sesuatu yang menarik ! Di laman pencarian Youtube, gue mengetikan “muaythai” di kolom pencarian. Selanjutnya gue tenggelam dalam video pertarungan Muaythai yang brutal namun juga sangat indah. Gue sengaja memilih video para petarung Muaythai Thailand asli, tempat dimana seni beladiri ini dimulai. Rata-rata para petarung Muaythai berlatih sejak usia dini dan ketika sparring mereka sudah bukan seperti sparring tetapi bertarung beneran, sakit-sakit beneran. Yang menarik kebanyakan badan para petarung tersebut kecil-kecil ya maklum masih keturunan ras Asian yang berpostur kecil . Namun meskipun badan kecil, tapi badannya otot semua men. Gak ada lemak, badan mereka liat seperti pahatan. Aku jadi inget Tony Jaa yang secara postur tidak terlalu mencolok, tetapi postur yang biasa tersebut membuat ia lincah luar biasa.

Di saat gue semakin asyik menonton video pertarungan Muaythai, di salah video rekomendasi muncul video berjudul ONE Women’s Atomweight World Champion 20XX Final : Rumaya Lee vs Nattchapa Rong” dengan tampilan thumbnail kedua petarung tengah berhadapan dengan durasi 3:42. Dan gue seperti mengenali salah satunya yang mirip MAYA!!! Woahh ! Gue langsung mengklik video tersebut. Dengan perasaan berdebar gue menunggu kehadiran Rumaya Lee sebelum masuk ke area. Dan ternyata benar itu adalah Maya, Maya pelatih fitness gue ketika nama RUMAYA LEE muncul di layar diikuti seorang wanita dengan rambut model cornrow berjalan tegap dengan pandangan tajam. Ia memamerkan eskpresi luar biasa serius tanpa tersenyum. Dan berikutnya gue makin dibuat terkejut melihat video pertarungan Maya dengan lawannya dari Thailand. Ikat kepala menunjukkan lawan Maya jelas menguasai Muaythai. Anjir gue yang nonton malah gue yang deg-degan. Dan rasa deg-degan berubah menjadi pacuan adrenaline ketika Maya tanpa ampun menyerang Nattchapa tanpa jeda. Nattchapa yang sepertinya tidak menyangka Maya akan agresif dan terus menghujaninya dengan kombinasi dan pukulan, hanya bisa menangkis dan mengelak hingga akhirnya terpojok di ring berbentuk octagon khas MMA.

Nattchapa rupanya kesal terus diserang, ketika ia berhasil memblok serangan Maya dengan menaikkan lengan dan pahanya, ia langsung melayangkan pukulan kanan. Di saat gue berpikir Maya akan terhantam serangan balik yang berbahaya dari Nattchapa, 5 detik kemudian wasit menghentikan pertarungan dan menyatakan pertandingan selesai dengan TKO ketika salah seorang petarung roboh dan tubuhnya mengejang. Sementara 1 petarung lainnya mengangkat kedua tangan dan berteriak keras .

Yang berteriak tersebut adalah Maya dan yang terkapar adalah Nattchapa.

Gila, gue sampai mengangkat tangan menyaksikannya. Bukan karena kaget melihat Maya memenangkan pertarungan tetapi lebih kepada bagaimana Maya mengeksekusi Nattchapa.

Ketika Nattchapa menyerang balik, entah reflek atau memang sudah Maya perhitungkan, Maya meloncat mundur ke belakang dan kemudian menerjang ke arah Nattchapa dengan serangan lutut kanan yang telat mengenai bagin perut. Serangan lutut ini yang membuat kedua mata Nattchapa nampak mendelik dan pelindung giginya terlepas. Namun ini bukan serangan terakhir Maya karena Maya melayangkan finishing dengan menghantam wajah samping Nattchapa dengan ayunan siku kanan. Dari cara Nattchapa roboh, dia sepertinya sudah kehilangan kesadaran bahkan sebelum tubuhnya roboh di canvas.

Bangke, nih cewek beneran pelatih gue yang cakep ? Gue lansung nelen ludah karena kini gue malah ngeri sendiri. Dan gue langsung terbayang syarat yang di ajukan Maya ke gue tadi sore.

..Gue akan mengajari elo tetapi syaratnya 1. Sekali elo bilang nyerah selama gue gembleng, saat itu juga gue akan berhenti melatih elo…”

Feeling gue buruk sekali. Mampus ! Namun di saat yang sama gue malah tertantang, baru bayangin diri gue melayangkan tendangan lutut di udara membuat adrenalin terpacu. Ah kalau udah gini, gue gak akan bisa tidur dengan tenang. Gue harus melampiaskan ini semua. Tapi mau nyentuh alat fitness lagi kok males akhirnya gue keluar kamar dan bergegas menuju ke lantai 3 lebih tepatnya ke studio musik gue untuk menggebuk drum gue puas-puas. Toh baru jam 9 malam, masih belum terlalu malam. Setelah beberapa menit pemanasan dengan tempo santai, lalu gue ingat kalau teknik double pedal gue masih payah. Ah ini waktu yang tepat untuk melatihnya, mumpung tenaga gue sedang melimpah-limpahnya.

Sempat bingung mau gimana, akhirnya gue improve sajalah mengkombinasikan double pedal dengan pukulan lainnya. Sebelum gue memulai, gue iseng menyalakan perekam suara di ponsel biar ketahuan gimana suara hasil latihan gue.

OK ! HERE WE GO!!

10 menit kemudian………

Wow, ini benaran gue yang ngedrum? gue kesuruan apaan nih ! mantep banget gebukan dan double pedal gue! Untung gue rekam, kalau enggak, gue gak tahu kalau ternyata gue mulai bisa! Ahahaha. Entah apa yang terjadi, tetapi kombinasi tenaga dan luapan semangat dan mungkin juga berkat hasil latihan band intensif baik latihan sama anak-anak maupun latihan sendiri mulai membuahkan hasil !! Karena masih gak percaya, rekaman drum gue putar sekali lagi.



*****
@ Rocket Coffe
Di hari yang sama
*****


(pov : Yandi)


“Halo Mas Yandi.”

Terdengar suara Axel dari belakang sambil menepuk punggungku. Dia lalu duduk di kursi depanku sambil menyeruput minumannya. “Sorry gue telat, si Vinia tumben rempong banget hari ini,” lanjutnya.

Kalau bukan Axel yang mengajakku ketemuan, aku sudah pergi dari tadi karena dia sudah telat 30 menit. Siang tadi selepas pulang sekolah, Axel menemuiku dan bilang nanti malam jam 7 dia mau bicara denganku, penting sekali katanya. Sebenarnya aku agak was-was kalau Axel mengajak bertemu. Karena terakhir kali dia mengajakku pergi keluar, dia membawaku dan juga Zen ke markas anak SMA SWASTA XXX untuk ya menyelesaikan masalahku dengan Puput agar masalah tidak merembet lebih luas lagi. Aku bisa saja sih menolak dengan alasan aku sibuk latihan atau apalah, tetapi aku merasa penasaran dengan apa yang ingin ia bicarakan.

Soal Vinia, bisik Axel Ketika aku bertanya dia mau membicarakan tentang hal apa.

Aku kaget karena subjek pembicaraannya adalah tentang Vinia. Aku langsung berasumsi telah terjadi sesuatu di antara mereka berdua. Dan Axel pasti tahu kalau aku memiliki kedekatan dengan Vinia dan dia pasti berpikir Vinia pernah curhat tentang dirinya kepadaku. Ah sialan, kalau gini subjeknya aku jadi dilema. Karena jujur aku tidak mau terjebak di antara keduanya. Karena aku sama-sama cukup dekat dengan keduanya. Aku sebenarnya gak setuju kalau Vinia sama Axel karena aku tahu model cowok seperti apa si Axel. Dia teman yang baik, sering membantu dan memberikan saran tidak terduga yang sering membantuku membuat keputusan. Tetapi dalam urusan wanita dia adalah bajingan tingkat dewa. Aku tidak mau Vinia berpacaran dengan cowok seperti Axel. Hanya saja mantra “cewek itu suka cowok nakal” sepertinya juga berlaku untuk Vinia. Lihat nanti saja deh apa yang mau disampaikan oleh Axel, kalau dia mau mengorek informasi tentang Vinia lebih lanjut atau bahkan memintaku untuk membantunya mendapatkan Vinia, aku akan bilang tidak mau ikut campur urusan mereka.

“Barusan aku mau pesan Go-Jek buat pulang, lama banget,” kataku

“Haha sori, lo pesan kopi lagi deh. Gue traktir. Bang !” seru Axel memanggil salah satu waitress.

Karena kopiku sudah habis dan ini merupakan gelas ketiga untuk hari ini, aku cuma pesan sebotol air mineral saja. Aku memang sengaja membatasi diriku dalam 1 hari minum kopi maksimal 3 gelas saja.

“Pesan air mineral doang lo?” tanya Axel ketika si waitress sudah kembali ke meja kami sembari membawakan 1 botol Aqua dingin kepadaku.

“Ya, cukup ini. Mau ngomong paan? Sori aku gak bisa lama-lama nih, setengah jam lagi aku mesti balik. Banyak PR.”

“Hahaha rajin amat lo. 30 menit ya? Oke, itu cukuplah. Lagian yang mau gue omongin ini gue juga bingung basa-basinya, jadi to the point saja.”

“Kamu mau ngomongin apa sih tentang Vinia?”

Axel tidak langsung menjawab, dia menyibakkan rambutnya yang cukup panjang di bagian depan. Sekilas aku melihat Axel agak pucat dan berkeringat, mungkin kepanasan atau kecapekan abis latihan kali. Dia mengeluarkan 1 pak rokok yang masih baru. “Gue sambil ngrokok ya?”

Aku mempersilahkan karena memang saat ini kami duduk di outdoor lantai 2 sebuah kedai kopi tengah kota.

Setelah menyalakan rokok dan mengisapnya beberapa kali, Axel langsung bertanya.

“Yan, bantu gue agar Vinia-”

Ah kampret tu kan benar dia mau minta bantuanku buat deketin Vinia. Maka dari itu aku langsung memotong perkataannya.

“Sori aku gak mau bantuin kamu deketin Vinia, aku gak mau ikut campur masalah itu.”

Axel agak terkesiap mendengar perkataanku. Dia sepertinya kecewa aku tidak mau menolongnya untuk mendekati Vinia, padahal seandainya saja dia tahu bahwa Vinia juga menyukai Axel dia pasti tidak akan meminta tolong kepadaku tentang hal ini.

“Si anjir, gak sopan banget sih lu motong omongan orang,” tukas Axel. “Gue bukan mau minta tolong ke elo buat bantuin gue deketin Vinia, justru sebaliknya. Gue mau minta tolong ke elo, bantuin gue supaya Vinia benci setengah mati sama gue.”

Ah. Ini aku kaget sekali mendengarnya. Ketika aku berpikir dia hendak meminta bantuanku untuk mendekati Vinia, ini justru kebalikannya. Kalau Axel kepengen Vinia membencinya berarti bisa jadi mereka sudah pernah berhubungan dan kini Axel hendak meninggalkan Vinia. Bangsat nih orang.

“Hei kamu udah ngapain Vinia?” aku bertanya dengan nada tinggi kepada Axel.

“Woi, bisa kalem aja gak suaranya?”

Aku sadar rupanya suaraku agak meninggi barusan dan membuat beberapa pengunjung di dekat mejaku menoleh.

“Udah gini aja gue mau cerita. Selama gue cerita elo jangan nyela. Dengerin cerita gue sampe kelar, baru elo komentar. Paham?”

Aku mengangguk.

“Mungkin elo kaget atas permintaan gue tadi yang minta bantuan ke elo supaya Vinia benci gue. Gini Yan, elo pasti udah tahu kalau gue playboy, baik elo dengar sendiri dari gue maupun dengar dari orang lain. Dan itu memang benar gue playboy yang hobi nidurin cewek semenjak gue SMP. Entah itu cewek yang statusnya pacar gue maupun pacar orang lain. Bahkan cewek yang baru gue kenal beberapa jam pun pernah gue tidurin. Tante Mira tetangga gue yang sudah beranak 4 pun juga pernah gue embat. Dan gue gak bangga akan hal itu karena anak sulung tante Mira juga pernah gue tidurin, uhuk.”

Axel terbatuk lalu menyambar botol mineral gue, meminumnya kemudian menghisap lagi rokok yang terselip di jemarinya.

Gila, ini sih bukan playboy lagi. Tetapi predator seks!

“Kesimpulannya adalah gue memang bajingan penyuka seks. Karena saking banyak dan gampangnya gue ngentot gue jadi gak ada greget lagi sama hal-hal yang bau cinta-cintaan. Level gue tuh udah gak perlu sampai bilang cinta ke cewek untuk bisa nidurin dia. Pengalaman ini membuat gue dalam waktu 5 detik langsung tahu mana cewek yang naksir sama gue dan butuh 1 menit ngobrol sama dia untuk tahu nih cewek entotable atau enggak. Meskipun ya kalaupun tuh cewek gak entotable, kalau gue suka sama tuh cewek, dalam seminggu udah bisa gue taklukin tuh. Dan Vinia......”

Axel sengaja menggantung perkataannya. Ia menghisap dalam-dalam rokoknya hingga abis dan puntungnya ia jejalkan ke asbak.

“Vinia kenapa?”

“Gue tahu kalau Vinia diam-diam naksir gue dan gue yakin dia pasti uda pernah curhat tentang gue ke elo. Ya kan?”

Sialan, aku jadi salah tingkah. Salah satu sifat Axel yang membuatku kagum semenjak hari pertama kenal sama dia itu karena dia pintar sekali menebak jalan pikiran seseorang. Cara dia menganalisa perkataan dan tindakan lawan bicaranya memang luar biasa. Jadi gak heran kalau dia penakluk para cewek. Aku diam tidak menjawab pertanyaan Axel. Aku malah bertanya sesuatu yang lain.

“Terus kalau kamu sudah tahu Vinia naksir sama kamu, kamu senang kan?”

Axel tersenyum sembari mengambil sebatang rokok lagi. Rokok tersebut tidak langsung ia nyalakan tetapi ia main-mainkan dulu di jemarinya. Buset nih mau ngrokok lagi. Ga kapok apa dari tadi kadang batuk-batuk.

“Enggak, justru gue gak suka kalau Vinia naksir sama gue.”

“Kenapa?”

“Karena justru akan memperumit keadaan. Tapi jujur saja, laki-laki manapun gak mungkin bisa menolak kalau ditaksir cewek bertalenta, karir mulai naik, fans banyak dan cantik seperti Vinia. Gue juga mayan bangga karena bajingan perobek selaput dara macam gue bisa disukai sama Vinia. Elo juga gak akan bisa nolak kan kalau Vinia suka sama elo?”

“Eh?”

Aku bingung di todong seperti itu, agak susah menjawabnya terus terang karena jawabannya sudah pasti kalau Vinia naksir aku. “Maksudnya memperumit keadaan apaan? Kamu sudah punya pacar?”

“Cih gue gak tertarik punya pacar. Orang pacaran yang dituju cuma ngentot doang. Gue gak perlu jadian ma cewek kalau cuma pengen ngentot. Yan, elo tahu Hukum Gossen I ?”

Hukum Gossen I? Bukankah itu adalah hukum ekonomi yang dicetuskan Herman Heinrich Gossen, ekonom asal Jerman yang melakukan penelitian tentang pemuasan kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa. Minggu kemarin aku habis ulangan Ekonomi salah satunya soal tentang Hukum Gossen jadi aku masih bisa ingat dengan jelas.

“Tahu. Kenapa memang?”

“Hukum tersebut mengatakan, kenikmatan marginal akan semakin berkurang jika konsumsi total terus menerus bertambah. Sama kayak cewek. Cewek kalau semakin banyak di konsumsi dalam intensitas yang begitu dekat, dalam periode tertentu justru membuat muak. Kenikmatan waktu orgasme juga terasa makin biasa saja dan hambar. 4-5 tahun terakhir ini gue udah puas banget ngentot. Hanya saja setahun belakangan ini gue uda makin jarang ngentot karena ya itu tadi, gue kena efek Hukum Gossen I.”

“Sebentar-sebentar, apa hubungannya Vinia dengan hukum Gossen I? Apa jangan-jangan kalian berdua sudah...”

Axel menggeleng. “Pikiran elo udah kejauhan.”

Entah kenapa aku lega.

“ketika gue mengalami perasaan bosan luar biasa dengan cewek dan seks, Vinia justru menunjukkan gestur bahwa dia naksir gue. Itu yang membuat gue males. Padahal ketika Jojo sepupu gue, meminta gue untuk ikut audisi gitaris di APOLLO 17, band pengiring Vinia. Gue ngrasa senang karena tepat ketika gue ngrasa bosen dengan kenikmatan duniawi, gue tiba-tiba kangen main musik lagi. Faktor adanya Vinia yang gue suka banget genre musiknya membuat gue semangat. Asli gue ikut audisi karena murni karena musik, gue gak mikirin kalau gue punya peluang ngeband bareng Vinia. Vinia dengan rock n roll-nya buat gue membawa angin segar di scene musik kita sekarang ini. Di tengah serbuan musik dangdut, lagu mellow dan EDM, gue ngrasa musik Vinia membuat rasa haus gue akan musik bagus terobati. Namun ketika Vinia mungkin pertama kali ketemu gue di studio, pandangan mata Vinia ke gue tampak familiar dan gue hapal banget, pandangan cewek yang tiba-tiba suka sama gue. Saat itu juga gue sebenarnya pengen main gak jelas biar gagal. Tetapi gue kasian sama Jojo kalau sampai gue bikin dia malu di depan produsernya Vinia. Long story short, gue ketrima jadi additional gitar sampai gitaris asli mereka sembuh.”

Ternyata ganteng itu juga bisa jadi kutukan ya,batinku ketika Axel berhenti berbicara untuk menyalakan rokoknya.

“Karena udah terlanjur ketrima dan memang jadi pengalaman hebat bisa manggung sama Vinia dan anak APOLLO 17, ya sudahlah gue nikmati saja. Namun sebisa mungkin gue menghindari momen berduaan doang dengan Vinia baik saat selesai latihan atau pas nongkrong bareng mereka. Meskipun di beberapa kali kesempatan gue berdua doang dengan Vinia. Gue akui Vinia memang asyik banget, tomboi tapi tetap awesome. Apalagi ketika melihat dia tengah beraksi di atas panggung. Damn.”

“Vinia memang keren dan enerjik banget sih kalau maen live. Dan kamu juga bisa nyatu banget main sama mereka. Justru melihat kekompakan kamu dengan Vinia, APOLLO 17 di panggung aku heran kalau kamu pengen Vinia benci sama kamu. Memang kamu gak bisa temanan biasa dengan Vinia?”

“Akunya sih biasa aja, tetapi sikap Vinia yang kadang malah grogi dekat sama gue dan kadang over acting ke gue, malah buat gue jadi gak nyaman sama anak-anak. Maka dari itu gue jaga jarak. Semisal di grup WA anak APOLLO gue jarang banget ikut komen, sementara Vinia aktif banget. Selesai latihan gue biasanya langsung cabut, kalaupun terpaksa ikut nongkrong, gue akan pulang duluan sebelum ada yang pulang. Kalau ketemu Vinia di sekolah, gue cuma senyumin biasa aja terus gue pergi. Dan gue yakin sikap gue ini membuat Vinia kesal. Ya kan?”

Kali ini aku cuma ketawa karena memang benar, Vinia pernah curhat betapa dia kesal setengah mati sama tingkah Axel yang jarang ikut nongkrong bareng, ga pernah muncul di grup dan melengos kalau papasan di sekolah. Saat itu aku berpikir bahwa ini cara Axel untuk memantik rasa penasaran Vinia. Namun kini aku tahu apa alasan di balik sikap Axel.

“Selama kalian tetap kompak pas show, seharusnya gak ada masalah kan?”

“Dari permukaan memang nampak gak ada masalah. Namun lama-lama sikap Vinia ke gue makin menjadi. Dia sering nyindir gue baik nyindir gue salah ambil chord, kurang inilah kurang itulah. Kesalahan kecil gue dijadikan masalah besar. Anak-anak pun kadang heran sikap Vinia yang jadi sering rewel gak jelas.”

“Lha itu Vinia sepertinya udah benci sama kamu?”

“Ya di depan anak-anak doang dia rese, tapi di luar itu dia kerap WA gue buat minta maaf. Gue cuma bales singkat OK doang, yang ada malah dia jadi tambah marah. Dia berharap gue balas chat dia panjang lebar. Sorry to say, she is annoying as fuck when she mad.”

“Hehehe, iya memang, kalau Vinia sedang datang bulan, teman-teman lain juga pilih menghindari Vinia. Hmm, Xel aku mau nanya. Kan kamu bilang paling pakar soal cewek, harusnya kamu tahu dong cara menolak cewek.”

“Iyalah, gue punya punchline buat cewek agresif yang suka sama gue tetapi gue gak minat sama sekali.”

“Punchline apa yang kamu katakan ke mereka?”

Sori, gue gak minat sama elo. Elo mau telanjang depan gue juga gue gak akan ngaceng.

Aku yang sedang minum dari botol langsung tersedak mendengar punchline dari Axel. “Gilaa, kasar banget !! gak ditampar kamu bilang kayak gitu  ke cewek?“

“ya gue di tampar lah. Tapi gak masalah sih kena gampar sama cewek. Yang penting gue lega. Lagian gak terasa sakit sama sekali di pukul cewek. Memang kasar sih, but it works like a charm. Makanya reputasi gua jelek banget.”

“Kamu gak akan mengatakan hal itu ke Vinia kan?”

“Enggaklah ! Bisa dibunuh gue sama fansnya Vinia. Makanya gue tanya ke elo, siapa tahu elo punya tips hal apa yang membuat Vinia jadi benci sama gue? Pokoknya saking bencinya dia sama gue, dia uda males ngomong lagi sama gue, kalau bisa cara yang elegan.....EH GUE GAK JADI MINTA BANTUAN ELO YAN! GUE UDAH NEMU CARANYA!”

Aneh banget ini si Axel, dia yang nanya dan dia sendiri yang jawab. Kayak gini jadi jagoan nomor 1 di sekolah, ckckcck. “apaan sih? Aneh?”
“gue sempet kepikiran cara gini juga sih, tetapi terus gue lupa dan cuma iseng doang

“Apa?”

“Show gue di Bali nanti akan jadi penampilan terakhir gue bareng Vinia dan APOLLO 17,” jawab Axel mantap.

“Loh ? Kok gitu? Terus Vinia gimana?”

“Ya gak kenapa-kenapa lah. Gue yakin mereka akan tetap lanjut. Setelah mengisi acara di GEN-X FEST di Bali, jadwal manggung Vinia relatif tidak terlalu padat, hanya seminggu sekali. Mereka tetap bisa lanjut move-on tanpa gue dengan mencari additional gitar lainnya. Dan gue yakin mereka bisa mendapatkannya dengan cepat.”

“Gila, mendadak banget tuh.”

“Mungkin mendadak sih. Dan gue yakin ini cara yang paling halus namun efektif agar Vinia membenci gue.”

“Hedeh.” Aku menghela nafas dengan sikap Axel. Sampai segitunya ia risih dengan Vinia sampai memutuskan cabut setelah tampil di Bali? Axel menatapku sambil terbatuk-batuk.

“Kamu udah batuk-batuk aja masih ngrokok. Gak kasian sama paru-paru tuh, dari tadi ngebul terus,” kataku sedikit menasehati Axel. Muka uda pucet, batuk masih aja ngerokok.

“Santai. Udah biasa. Kalau gak makan asap, otak gue buntu. Gimana menurut elo Yan? Selain gue keluar dari band, tidak ada cara lain. Gue gak mau konfrontasi langsung dengan Vinia.”

Aku memikirkan keputusan Axel tersebut. Sayang juga sih kalau Axel keluar lebih cepat dari band pengiring Vinia. Aku pernah lihat penampilan Axel yang nampak begitu hidup dan luwes, menyatu banget sama Vinia dan anggota APOLLO 17 lainnya. Seolah-olah Axel adalah frontman dari band tersebut. Permainan Axel malah jauh lebih bagus dari Reno gitaris asli APOLLO 17. Vinia juga terlihat semakin bersemangat dan terus tersenyum sepanjang lagu. Energinya nampak semakin meluap-luap. Sesekali aku bisa menangkap pandangan mata Vinia yang nampak berbinar-binar ketika melihat aksi solo Axel di sela penampilan mereka. Keputusan Axel ini jelas akan mempengaruhi Vinia. Mentalnya akan drop. Tetapi memang benar perkataan Axel, ini satu-satunya cara yang paling halus namun justru akan menjadi cara yang paling efektif menyakiti Vinia. Dan dia pasti akan curhat kepadaku. AKu tiba-tiba merasa ngeri apa reaksi Vinia seandainya dia tahu apa isi pertemuanku dengan Axel sore ini.

“Beberapa hari yang lalu kami menengok kondisi Reno, gitaris utama APOLLO 17 yang sudah mulai lepas gips. Dia butuh 1-2 minggu untuk melemaskan kembali jari-jemarinya setelah hampir 2 bulan ga pegang gitar sama sekali. Minggu ketiga dia akan mulai berlatih gitar sendirian. Di minggu ke empat dia akan berlatih sama anak APOLLO 17. Dan mungkin Reno udah siap comeback ke APOLLO 17 bertepatan dengan penampilan mereka di pensi sekolah kita nanti. Jadi keputusan gue mundur setelah acara di Bali, bisa jadi momen yang tepat.”

“Manajemen Vinia gimana tuh? Apa iya mereka akan mengijinkanmu keluar begitu saja selesai tampail di Bali?”

“Urusan itu mah gampang, ntar gue ngomong ke bang Tigor. Gue yakin bang Tigor akan paham dengan keputusan gue ini demi kebaikan semua orang, terutama demi kebaikan Vinia.”

“kamu mau ngomong terus-terang ke bang Tigor tentang alasan kamu kelur?”

“Ya enggaklah. Kalau gue ngomong jujur alasan gue mundur, sama saja gue bikin malu Vinia.”

“Terus elo mau bilang apa?”

Axel cuma tertawa lalu bilang, “Lo tahu beres aja deh. Yan, elo gak boleh cerita yang barusan kita bahas lho. Ke siapapun. Kalau elo nekat cerita ke salah satu temanmu dan Vinia tahu, resiko lo tanggung sendiri.”

“Iyalah, gila apa aku cerita masalah kek gini ke orang lain. Bisa dipecat jadi teman aku sama Vinia. Xel, kamu juga gak boleh cerita masalah ini ke orang lain lho.”

“Hahaha. Sip. Selama gue gak mabok berat, aman dah rahasia.”

“Asuu..” umpatku.

“Hahahaha. Eh gue udah selesi cerita nih. Makasih lho Yan, satu masalah gak penting di hidup gue berkurang satu, diskusi sama elo memang enak. Kalau elo mau balik duluan, duluan aja. Gue masih mau nyantai dulu. Oia, bill-nya gue aja yang bayar.”

“Oke,” jawbaku cepat. Aku lihat sudah jam 8 malam lebih. Aku mesti segera pulang, soalnya aku tadi pamit ke Mbak Asih cuma keluar sebentar. Saat aku tengah memakai jaket, tiba-tiba Axel bilang sesuatu.

“Oia, baru inget gue. Untung elo belum pergi.”

“Kenapa lagi sih?”

“Yan, kemarin elo di datangin Bram ?”

Mendengar nama Bram disebut, aku yang sudah mengenakan jaket dan sudah berdiri dari kursi, otomatis duduk lagi.

“Kalau melihat ekspresi elo, sepertinya elo memang di samperin Bram di sekolah kemarin-kemarin.”

“Iya. Bram mendatangi kami beberapa waktu yang lalu. Pas ada aku, Zen, Yosi dan Xavi. Yosi yang bereaksi paling tidak suka.”

“Apa yang Bram katakan?”

“Bram bilang bahwa kemungkinan ada mata-mata di kelompokku.”

“Mata-mata ? Mata-mata dari Leo?”

“Iya, mau mata-mata dari Leo atau Oscarsama saja. Mata-mata ini yang sudah melaporkan pergerakan kami kepada Leo. Dan informasi ini digunakan Leo untuk menghabisi semua teman-teman di sekelilingku.”

“Oh. Teman elo ada yang sikapnya aneh ga?”

“Gak ada! Aku malah tidak berpikiran sampai sejauh itu. Bahkan aku masih tidak percaya, bisa jadi ini siasat Bram untuk mengadu domba kami anak kelas 1. Justru aku yang bertanya, apa alasan Bram bilang ada mata-mata di antara teman-temanku? Sementara 2 bulan lebih dia tidak ada di sekolah. Namun malah ia lebih banyak tahu banyak hal dibandingkan kami !” kataku setengah emosi.

Axel tertawa melihat aku terlihat begitu kesal. “Elo terlalu naif Yan.”

“Naif? Naif bagaimana?”

“Oscaritu orang yang butuh pengakuan dari semua orang bahwa dia adalah yang nomor 1 di sekolah kita. Untuk mencapai tujuannya, dia akan menggunakan semua cara untuk memuluskan ambisinya. Termasuk menyelipkan mata-mata di antara teman elo. Setelah tahu apa yang bisa elo lakukan, Oscarmulai memperhitungkan elo dan teman-teman elo sebagai salah satu ancaman. Yang namanya ancaman mesti segera dibinasakan, namun sepertinya Oscartidak memilih cara frontal untuk langsung menghabisimu. Dia ingin melemahkan elo dari dalam secara perlahan-lahan. Oscarsedang menunggu waktu yang tepat untuk menghabisi kalian semua anak kelas 1, yang juga mengancam eksistensi Leo adik tirinya. Dan untuk mendapatkan waktu yang tepat tersebut Oscarmembutuhkan informasi dari dalam kelompokmu. Itulah peran utama sang mata-mata. Elo terlalu polos untuk mendapatkan big picture konflik di sekolahan kita. Bagaimanapun juga, mau tidak mau konflik gue, Feri dengan Oscarcs memang mesti diledakkan. Sudah terlambat untuk dipadamkan. Pak Tomo juga sangat mengetahui konflik ini dengan baik. Dia sadar dia tidak bisa menghentikan perang besar kami nanti, yang Pak Tomo bisa lakukan hanyalah meredam untuk sementara dan dia juga sedang mencari waktu yang tepat untuk meledakkan semuanya dengan efek seminimal mungkin. Dan ini semua bisa dengan baik dipotret oleh Bram.”

Selesai mendengar penuturan panjang Axel, aku duduk terhempas di kursi. Pernyataan Axel tersebut seolah membuka mataku terbuka lebih lebar. Perang besar memang dan pasti akan terjadi. Bisa jadi aku dan teman-temanku juga akan terseret konflik ini.

“Gue pribadi tidak terlalu kenal dengan Bram tetapi sejak dia kelas 1 Bram memang sudah menonjol, selain dia anak yang paling kuat di angkatannya. Dia punya 1 lagi kelebihan. Dia punya pergaulan dan jaringan yang sangat luas. Si bangsat ini punya banyak kawan yang tersebar di semua sekolah SMA, STM di Kota XXX. Belum lagi dia juga punya nama di arena drag race liar. Dan koneksi dia yang sangat luas ini membuat orang mikir dua kali untuk ribut sama Bram. Kecuali yah teman elo itu.”

“Siapa ? Yosi?”

“Yap! Tapi gue akui keren banget sih Yosi. Terutama ketika dia berhasil ngalahin Bram di arena DEATHWISH ! THATpS WAS BRILLIANT MATCH ! Sampai adrenalin gue ikut naik dan ujung-ujungnya gue tahan ngentot 3 jam nonstop sama presenter acara Deathwish itu haha.”

“Deathwish ? Kamu menyaksikannya juga?”

“Ya iyalah, mana mungkin gue ketinggalan acara gila kreasi dari Jack. Gue sempat kaget sih liat elo sama Yosi ada disana, si Yosi malah jadi pesertanya pula, cari mati. Tapi gue senang sih Yosi yang menang di final, meskipun yah gue kalah taruhan 4 juta gara-gara gue pegang Bram dan dia kalah lawan yosi, haha.”

“kamu kenal jack?”

“kenal sih enggak, cuma tahu doang. Dan gue juga tahu ada Oscar juga disana yang nonton. Selama dia gak macem-macem sih, gue woles party di THE HANGAR.”

Aku menatap Axel tajam, sepertinya Axel juga mengetahui banyak hal. Selama ini dia baik sama aku, namun aku tidak tahu motifnya apa. Tetapi ya wajar kalau Axel juga mengetahui banyak hal di luar sana, sama seperti Bram.

“Jadi, aku mesti menganggap serius perkataan Bram?”

Axel terbatuk-batuk cukup lama sampai akhirnya tenang ketika ia menghabiskan air mineralku yang masih tersisa. Aku lalu memanggil pelayan dan meminta 2 botol air mineral. Aku sudah tidak peduli kena omel Mbak Asih, perkataan Axel benar-benar memantik rasa penasaranku.

“Gak jadi pulang lo?” tanya Axel dengan suara serak.

“Nanti saja, tanggung.”

“Haha.”

“Jawab pertanyaanku.”

“Bentar, tenggorokan gue masih seret, plus gue kebelet kencing. Ntar gue ke toilet dulu.”

Sambil menunggu Axel balik dari kamar mandi, aku iseng berpikir tentang mata-mata di kelompokku. Riko? Sigit? Bembi? Astra? Wira ? Dodo? Atau malah Yosi dan Zen juga masuk dalam kotak ? Ah gak mungkin keduanya terlibat. Tetapi pada saat hari Xavi dikeroyok, Zen dan Yosi sedang tidak masuk sekolah. Yosi ijin sakit sementara Zen tidak masuk tanpa keterangan. Ah gak mungkin. Gak mungkin. Aku tahu mereka berdua tidak mungkin melakukannya. Nama Yosi dan Zen langsung aku coret dari daftar. Agak bersalah juga karena sempat berpikir 2 teman baikku tersebut salah satunya adalah si mata-mata.

“kamu masih mau ngerokok lagi? ini rokok ketigamu dari pertama kita bicara loh?” aku heran karena sekembali dari toilet, asap rokok udah kembali mengebul dari rokok yang ia pegang.

“bawel lo.”

“gak takut paru-paru lo sakit? Tuh di bungkusnya juga tertulis peringatan merokok membunuhmu.”

“ngapain gue takut? Sejak hari pertama gue mulai rokok, gue uda hapal di luar kepala isi tulisan peringatan di bungkusnya. Mo bungkusnya di pasang gambar paru-paru rusak akibat rokok menurut gue udah gak ngaruh. At least kalau gue ntar mati gara-gara asap rokok,gue udah tahu penyebab gue mampus. Lagian mau gue ngrokok atau enggak, gue tetap mampus juga suatu hari nanti,” jawab Axel ketus.

Terserah deh, batinku.

“oi yand, tadi kita terakhir ngomongin apaan ? lupa gue.”

“soal Bram, aku mesti gimana?”

“menurut gue, omongan Bram yang bisa dipegang cuma 50 %, setengah sisanya Cuma tai kebo.”

“perkataan Bram yang bisa aku percaya di bagian apa?”

“anjir mana gue tahu! Cari tahu sendirilah! Intinya si Bram itu tipikal orang yang bisa berdiri di garis batas antara menjadi kawan atau lawan. Semuanya tergantung masalah perspektif. Sisi mana yang lebih menguntungkan buat dia, disitulah dia menjejakkan kakinya. Menurut gue, si Bram hendak membentuk persekutuan baru, aliansi baru ketika dia nanti naik kelas 3. Kemungkinan dia akan merapat ke elo Yan.”

“Aku tidak sudi satu kelompok dengan Bram! Dia adalah orang yang menyerang dan nyaris membunuh temanku xavi !”

“yan, elo lupa perkataan gue ketika gue mengajak elo dan zen ngobrol banyak setelah balik dari pertemuan dengan toni dan Puput?”

Aku mendengus kesal, ya jelas aku masih ingat. Disana Axel memintaku untuk “merangkul” Bram ke dalam kelompokku.

“Bagus, elo terlihat kesal berarti elo masih inget perkataan gue dulu. Yan, dengar sekali lagi, gue gak mau ngulang lagi nanti. Dengan kekuatan dan potensi yang elo miliki, mau tidak mau, elo akan terlibat dalam pusaran kekuasaan. 3 orang yang pernah elo kalahin itu bukan orang sembarangan. Nando, jati dan terakhir Puput. Mereka itu jagoan semua! Bram uda beberapa kali nantang nando berantem dan selalu kalah. Jati ? levelnya beda tipis dengan deka, sobat si feri. Duel deka dan jati, baik yang menang maupun yang kalah sama-sama bonyok. Puput? Elo udah rasain sendiri kan kekuatannya. Puput itu sebenarnya tangguh cuma dia kalah mental saat duel sama elo. Dan ketiganya elo habisin gitu aja. Mereka Kalah sama anak kelas 1 yang baru datang dari kampung. Itu jelas udah mengundang minat beberapa bajingan di luar sana untuk ngetes elo. tetapi selama masih ada gue, Feri bahkan Oscar di sekolah, mereka akan merunduk. Mereka lebih memilih sabar menanti anak kelas 3 lulus. Begitu Oscar, Budi, Feri, Jati lulus. Bram secara tidak langsung akan jadi orang nomor 1. Tetapi Bram itu sepertinya punya kecenderungan tidak mau jadi penguasa, dia lebih jadi orang bebas. Ketika Bram pada akhirnya melenggangkan jalan buat elo jadi orang nomor 1 di sekolah, para bajingan di luar sana, akan menjadikan elo sebagai target teratas sebagai orang yang harus ditundukkan. Sekolah kita akan diincar oleh banyak orang. Termasuk SMA SWASTA XXX dan tentu saja STM XXX. Dan tanpa dukungan Bram yang menguasai semua bajingan kelas 3 nanti, elo akan habis. Di level tawuran anak SMA, kuantitas adalah segalanya. Inget Yan, tahun depan gue 99% pensiun dari dunia bajingan, gue udah capek. Gue akan tutup mata dan gak akan peduli lagi dengan yang terjadi di sekolah. Gue juga gak akan peduli kalau nanti elo sampai ngemis minta bantuan gue. Itu sudah bukan urusan gue lagi. Titik.”

Kepalaku langsung pening memikirkan perkataan Axel. Aku cuma pengen sekolah dengan tenang, tetapi melihat segala potensi masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang membuat masa depanku di sekolah ini jelas akan penuh dengan kekerasan yang berdarah-darah. Aku juga penasaran dengan maksud 99% pensiun yang ia katakan. Entahlah. Aku gak ngerti jalan pikiran Axel.

“oia, kenapa tadi kamu tiba-tiba bertanya tentang Bram kepadaku?” tanyaku.

Hari pertama Bram masuk sekolah, dia langsung mengajak gue ngobrol serius.”

“tentang apa?”

“Bram bilang dia akan menarik diri dari perang besar di sekolah. Dia beralasan karena faktor fisik dimana kaki kirinya sudah pincang permanen akibat luka parah yang ia derita saat lawan Yosi. Tubuhnya banyak terpasang pen dan plat untuk membantu penyembuhan tulangnya. Singkat kata, dia sudah ringkih. Tetapi Bram juga bilang hanya dia yang mundur, semua teman begundal seangkatannya seperti Satya, Edgar, Farid, Heru dan David akan tetap berada di pihak Oscar.”

“lalu apa jawabanmu?”

“gue cuma bilang, terserah.”

“gitu doang?”

“iya.”

Aku lalu mengurut peningku sendiri karena pusing. Sudah ikut pusing mikirin situasi Vinia dengan Axel, kini Axel justru menambah beban pikiranku tentang Bram dan potensi masalah di masa mendatang. Fiuh, helaan nafasku terlihat berat.

“Berat ya beban di pundak? Itu juga yang gue alamin ketika gue jadi orang nomor 1 di sekolahan dan di kawasan ini. Mau jadi pahlawan atau bajingan, bebannya gak jauh beda. Mau gak mau, elo mesti ngembangin cara berpikir yang lebih luas. Memandang semua masalah dari helicopter view. Gak melulu semua masalah kelar pake otot tapi juga otak. Lo beruntung punya 3 kawan dekat yang gue pikir punya kelebihan masing-masing. Zen yang brutal, Yosi yang pemberani dan Xavi yang hmm apa ya duitnya banyak. Beda sama gue yang apa-apa sendirian. Memang ada Feri cuma gue lebih suka apa-apa sendiri. Selama kalian berempat tetap kompak, gue yakin semua masalah bisa elo hadapin. Tapi inget, elo tetap sebagai leader karena ketiga teman elo itu gak punya sesuatu yang elo miliki.”

“Apa?”

“Kekuatan mental.”

“Kekuatan mental?”

“Elo udah nunjukkin itu semua di depan semua murid ketika elo dapat hukuman dari Pak Tomo. Kalau gue dihukum seperti elo, gue gak yakin bisa tahan asli. Mending gue langsung pilih di DO sama Pak Tomo deh.”

Aku terdiam mendengar perkataan Axel dan menghabiskan tegukan terakhir air mineral di hadapanku.

“Mau cabut? Gue udah kelar sih semua yang mau gue omongin.”

“Iya, aku mau pulang. Udah hampir jam 9 malam. Aku duluan.”

Axel tidak menjawab karena lagi-lagi ia terbatuk-batuk sampai matanya berair. Ia hanya mengibaskan tangannya pertanda untuk menyuruhku pulang.


***

Aku bersyukur karena kedatangan Bram kembali ke sekolah tidak merubah suasana sekolah yang tetap tenang. Tidak ada konflik. Di antara kami berempat tidak ada yang menyinggung tentang mata-mata yang dikatakan oleh Bram. Aku sendiri sudah angkat tangan menebak identitas mata-mata, ya kalaupun ada sih. Aku benar-benar tidak merasakan sesuatu yang aneh di antara teman-teman. Kami sudah sangat akrab. Bahkan seminggu sekali kami main futsal bareng. Meskipun dari semua teman, aku merasa Riko yang terlihat beda. Riko terlihat berbeda karena dia yang paling vocal dan berani adu argument dengan Zen. Bahkan sempat nyaris pecah keributan ketika Riko yang emosi melemparkan botol kaleng dan mengenai muka Zen. Aku sempat khawatir akan terjadi perpecahan atau mungkin perag dingin di antara keduanya. Namun ternyata tidak, keduanya sudah berteman lagi bahkan sering mereka mengobrol berdua dengan wajah santai. Aku berpikir, apa iya karena sikap Riko yang blak-blakan dan emosian lantas membuat ia jadi calon “tersangka”? entahlah.

Sikap Zen dan Yosi juga terlihat biasa saja terkait isu ada mata-mata di antara kami. Tetapi aku punya feeling keduanya juga mulai mencari tahu dengan diam-diam. Selama mereka melakukannya tanpa saling melempar tuduhan dan tidak menimbulkan kegaduhan, aku tidak masalah. Xavi? Dia yang justru sepertinya terpengaruh paling banyak. Karena di antara teman-temannya, ada mata-mata yang diduga juga menjadi orang yang sama yang telah menodongnya dengan pisau dan memukulinya. Ini membuat Xavi kadang jadi lebih pendiam ketika ngumpul sama teman-teman. Kecuali ketika cuma kami berempat.

Sementara itu Axel ternyata serius dengan ucapannya tempo hari bahwa ia akan keluar dari band pengiring Vinia. Karena seminggu setelah mengisi acara di GEN-X FESTIVAL, Vinia mengisi acara off-air di salah satu stasiun TV Swasta. Dan mereka tampil dengan gitaris baru, bukan Axel, juga bukan dengan Reno gitaris asli APOLLO 17. Mereka menggunakan additional player. Dan untuk pertama kalinya aku melihat perform Vinia yang yah dibawah standar. Nada tingginya gak sampai, jarang tersenyum bahkan ketika usai tampil dia langsung keluar dari stage, meninggalkan 2 presenter yang bingung karena sepertinya mereka ingin mengobrol dengan Vinia. Tak lama kemudian muncul berita dari manajemen bahwa kondisi Vinia memang sedang drop karena kelelahan. Aku yakin itu semua akibat keputusan Axel yang tiba-tiba keluar. Padahal penampilan Vinia terutama Axel di GEN-X FESTIVAL baru saja mendapatkan banyak pujian dan ulasan positif dari berbagai media. Apalagi kemudian terungkap bahwa Axel adalah pemilik kanal AXSD di Youtube yang memiliki banyak subscriber. Makin hebohlah media. Bahkan beberapa akun gosip di Instagram mulai membuat postingan tentang potensi asmara yang mungkin terjadi antara Vinia dengan Axel karena keduanya terlihat memiliki chemistry luar biasa di atas panggung.

Begitu tahu Axel menghilang tiba-tiba dari APOLLO 17 bahkan akun Youtube AXSD yang memiliki 1,4 juta subscriber dihapus, membuat kegemparan tersendiri di kalangan penggemar Vinia dan di media massa khususnya di sosmed. Maka otomatis berita tentang  menghilang atau mundurnya Axel mempengaruhi performa Vinia, langsung muncul di mana-mana. Aku merasa kasihan dengan Vinia karena kini ia jadi lebih pendiam akibat pemberitaan tersebut. Di sekolahan pun Axel dan Vinia juga jadi pembicaraan panas. Tentu saja gosip ini hanya terjadi di siswi cewek. Mana berani siswa cowok gosipin Axel. Bisa dibantai. Alhasil Vinia kini lebih sering langsung pulang setelah sekolah. Aku mencoba menghibur Vinia tentu saja dengan pura-pura tidak tahu apa penyebab masalahnya. Namun Vinia terus menghindar dan mengatakan tidak ada apa-apa. Cuma lagi sering gak enak badan.

VINIA
Nanti Yan gw certain, tapi gak sekarang. Thanks, elo dan anak-anak perhatian sama gw. Tapi plis gw lagi pengen sendirian dulu, key?
22:12

Ini adalah balasan WA dari Vinia ketika setelah beberapa kali aku kirim WA bertanya dia kenapa, untuk yang kesekian kalinya. Akhirnya aku dan teman-teman sepakat untuk memberikan privacy kepada Vinia.  Rupanya bukan hanya Vinia yang berubah, selepas keluar dari band, Axel jadi semakin jarang kelihatan datang di sekolah. Ketika aku main ke warung burjo bang Roni dan coba bertanya tentang Axel, bang Roni juga bilang akhir-akhir ini Axel jarang nongkrong disini. Hadeuh, jadi satu-satunya orang yang tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Axel dengan Vinia membuat aku senewen sendiri.

Apapun itu, sepertinya tujuan Axel yang menginginkan agar Vinia membenci dirinya sukses besar.


***

“Yan, lo abis mabuk lem ya? audisi tinggal tiga hari lagi, kita udah sepakat bawain lagunya Padi. Dan sekarang elo usul kita ganti lagu?” tanya Yosi ketika aku menyampaikan sesuatu ke Xavi, Yosi dan Zen setelah kami selesai latihan.

Aku tidak menjawab pertanyaan Yosi. Aku melepas gitar dan kuletakkan di dudukannya. Aku duduk di sofa yang ada di dalam studio.

“Iya Yan, tumben elo gak semangat latihan? Kenapa sih? Gak pengen lolos audisi dan tampil di pensi? Atau jangan-jangan Ketularan virus Vinia elo ya? Virus aneh,” tambah Xavi.

Aku menatap Zen menunggu dia komentar. Zen cuma mengangkat pundaknya.

“Udah selesai belum kalian protes? Kalau udah, aku jelasin.”

“Apaan sih Yan? Cepat lo bilang deh,” tukas Xavi.

“Gini, justru sebaliknya. Setelah hampir sebulan kita latihan, aku merasa ada yang kurang. Dari 3 lagu yang kita latih, aku merasa tidak ada sesuatu yang special yang kita tampilkan. Terlepas dari beberapa gubahan improvisasi di sana-sini di ketiga lagu, tetap saja aku merasa kurang puas. Lagu yang kita bawakan nanti itu menurutku tidak cukup untuk membawa kita lolos. Karena apa? Karena band lain juga pasti gampang bawain nih lagu.”

Yosi manggut-manggut. Xavi memutar-mutar stik drumnya.

“Gue sempat punya pikiran yang sama kayak elo Yan,” ujar Zen.

“Sempat kepikiran? Hahaha.”

“Gue juga mau usul kita ganti lagu karena lagu kita masih standar. Tetapi karena uda mepet juga, yaudah lah. Gue ngikut aja,” papar Zen.

“Lucu kamu Zen, di sebuah band itu setiap anggotanya mesti jujur apa adanya memberikan pendapat. Semua anggotanya mesti sepakat ketika menggarap suatu lagu. Gak seru kalau ada yang merasa terpaksa. Punya pendapat tetapi tidak mau disampaikan ke yang lain,”

“Heee ya mau gimana lagi, ini pertama kalinya gue main musik sama orang lain.”

“Kalau gue dengar alasan elo Yan, gue juga setuju sih. Tapi yang gue sayangkan itu kenapa baru sekarang elo bilang. 3 hari lagi kita udah audisi lho,” ujar Yosi.

“Aku memang mesti minta maaf sih kalian karena baru bilang sekarang, karena ya baru kepikiran tadi selama kita latihan. Tapi 3 hari cukuplah buat kita ngulik satu lagu. Ini satu lagu bukan 1 album.”

“Jadi kamu punya rencana apa buat kita Yan?” tanya Xavi.

“Lebih tepatnya kita mau bawain lagu apa?” tambah Yosi.

Aku tersenyum. “Akustik. Kita bawain lagu akustik.”

“Apa ? akustik?” tanya Yosi.

“Iya Yos, tetapi bukan sembarang akustik. Kita cari lagu yang aslinya ngerock lalu kita kulik bareng sampai jadi akustik.”

“Menarik, kayak album Punk Goes Acoustic.” balas Yosi.

“Setuju gue,” tukas Zen mantap.

“Kamu gimana Xav?”

“Ehmmm, akustik ya? Gue ngikut aja deh, secara gue ini nubi haha.”

“Jadi kita setuju nih ya perform akustik?” tanyaku memastikan.

“Setuju!” jawab mereka bertiga serempak.

“Nah! Oke sebelum kalian bertanya dan semakin ngelantur usulin lagu rock yang mau kita bawain jadi akustik, yang malah jadi kelamaan. Aku mau usulin satu lagu yang sepertinya asyik kalau dijadiin akustik. Lagu aslinya aku yakin kalian semua minimal pernah dengar, ini lagu beraliran grunge, rock alternatif gitu lah. Lagu lama.”

“Grunge ? Nirvana?” tanya Zen.

Aku menggelengkan kepala. “Hehe rata-rata kalau nyebut aliran grunge, band yang otomatis terpikir adalah Nirvana. Gak salah sih, cuma Nirvana uda bikin yang versi unplugged-nya. Dan itu keren. Nih lagu yang aku maksud.”

Aku mencolokkan jack audio speaker ke ponselku dan kemudian aku memutarkan lagu yang aku maksud.

5 menit kemudian…..

“Njir, gue lupa kalau ada lagu sebagus itu. Intronya itu loh! Distorsi dan riff-nya khas banget ! Garang tetapi begitu vokal masuk ah keren pokoknya. Dan menarik pasti klo kita garap akustiknya. Setuju gue lagu ini!” seru Yosi.

“Gue jujur baru pertama kali dengar lagu ini, tetapi memang bagus sih. Gue suka liriknya malah.”

“Hehe iya, liriknya memang cakep.”

“Elo udah hapal Yan liriknya?”

“Belum. cuma di bagian reff-nya aja yang aku hapal. Tapi menurutku masih mudah dihapal liriknya.”

“Yoi.”

Aku lalu memandang Xavi. “Kamu gimana Xav? Yosi sama Zen udah setuju kita kulik lagu tadi.”

Xavi diam saja, ia malah bangkit dari kursi dan mengambil jaket yang tergantung di pojokan. Wah ngambek ini anak sepertinya. Ketika aku hendak memanggilnya, Xavi yang sudah memegang handle pintu menatap kami bertiga.

“Woi, ayo!” serunya.

“Ayo?? Ayo kemana bego? Tahu-tahu main ayo aja,” ujar Yosi.

“Lha katanya kita mau garap akustik?” Balas Xavi

“Terus apa hubungannya akustik dengan ajakan ayo lo barusan?”

“Justru elo yang bego Yos, ya gue bilang ayo itu, ayo buruan kita pergi ke toko peralatan musik. Temenin gue beli gitar akutik. Gue kan gak punya gitar akustik. Masak iya kita latihan akustikan pake gitar listrik!”

Aku, Zen dan Yosi saling berpandangan lalu tertawa bersamaan.

“Dasar horang kayaaahhhh!”


***

Auditorium sekolahan kami mulai penuh, hari ini setiap peserta yang sudah mendaftar dan terdaftar resmi diminta untuk mengikuti general meeting yang di adakan oleh panitia. Peserta yang berupa grup di wakili 1 orang dan kemarin setelah dapat undangan dari panitia, teman-teman otomatis menunjukku sebagai orang yang datang ke general meeting yang di adakan sabtu sore selepas pelajaran sekolah usai.Karena tidak bisa menolak, akhirnya aku yang berangkat. Sementara ketiga temanku pulang ke rumah, asem. Setelah mengisi daftar hadir di depan pintu masuk auditorium, aku mencari tempat duduk yang agak di belakang.

“Halo yank, nanti malam kita jadi nonton Avenger:Infinity War 3D kan? Aku udah beli tiketnya lewat M-TIX,” tanya Dita yang meneleponku ketika aku sudah duduk. Aku melihat beberapa panita tengah mondar-mandir di atas panggung. Sekilas aku mencari keberadaan Vinia namun tidak melihatnya. Setahuku dia masuk susunan panitia pensi dan dia masuk ke Seksi Acara.

“Jadi yang. Dapat tiket jam berapa?”

“Dapat yang jam 9.30 malam yank.”

“Wah malam juga ya?”

“Iya, semua habiss. Untung banget kita dapat 2 kursi di deret F nomor 8 dan 7. Hihi pas tengah.”

“Wah mantap, kamu memang kekasih andalan, hehehe.”

“Bisa aja kamu yang. Eh kamu masih di sekolah yang? Kok kayaknya lagi di tempat ramai.”

“Iya yang, aku lagi di dalam auditorium sekolah, ada general meeting perwakilan para peserta audisi besok.”

“Oh gitu. Udah mau mulai?”

“Sepertinya iya. Tuh panitia sedang cek mic. Makanya berisik.”

“Yawdah, kamu lanjutin dulu acaranya. Nanti kalau sempat dan gak capek, kalau udah sampai pulang, mampir ke rumahku ya yang. Kalau gak capek sih.”

“Ada apa yank?”

“Enggak. Aku mau buatin es kepal Milo, hihihi.”

“Hahahahha. Memangnya kamu bisa?”

“Bisa dong, tinggal bikin es serut dan lelehin Milo bubuk jadi kental manis sih gampang.”

“Hahaha boleh-boleh. Tapi aku  bisa kena diabetes nih.”

“Diabetes? Kok bisa?”

“Lha kan es kepal Milo itu pasti manis banget rasanya, udah gitu yang bikin juga luar biasa manisssss.”

“Ihhhhhhh, hihihi. Sejak kapan sih yang kamu jadi tukang gombal? Haha.”

“Hehehe sejak kenal kamu dong.”

“Dasar jadi makin kangen. Yadah, selesai acara langsung ke rumah aku ya, muah”

“Ya sampai ketemu nanti.”

“Bales ciuman aku dong yang.”

“Eh, enggak ah. Udah ramai nih. Malu.”

“Ih gitu deh, kalau gak cium, aku ngambek nih.”

Hedeh keluar deh sifat manja Dita. Aku menengok ke kiri dan kanan. Ada sih murid lain tetapi berjarak 3 kursi, kalau aku cium pelan, aman gak kedengaran. “Mwah.” Balasku cepat.

“Hehehe, gak sabar dapat ciuman aslinya dari kamu yang. Dah yaa byeee.”

KLIK

Ketika aku hendak mengantongi kembali ponselku, tiba-tiba terdengar suara dari kursi belakang. “Buset, layar ponsel elo sosor juga Yan.”

Aku menengok ke belakang dan kulihat Astra menyunggingkan senyum ke arahku! Waduh ketahuan Astra nih!

“Asem.”

Astra tertawa lalu ia berpindah tempat duduk di sampingku.

“Garap lagu apa kalian besok?” tanyaku kepada Astra.

“Rahasia dong.”

“Haahah dasar. Pada kena sindrom main rahasia-rahasia juga nih.”

“Halah elo juga sama kan, kalau elo gue tanya kalian berempat mau main lagu apa besok, gak kamu jawab kayak semua peserta audisi yang merahasiakan mereka mau perform atau bawain lagu apa.”

“Coba kamu tanya aku.”

“Haha, serius?”

“Tanya aja, aku sih santai.”

“Wahaha, coba gue tanya lo bawain lagu siapa?”

“Silverchair.”

“Wuidiihhh Silverchair yang dari Australia itu?”

“Yoiii.”

“Manttaaaappp. Lagu apaan?”

“Nah kalau itu aku gak mau jawab hahaha.”

“Dasar haha.”

Obrolanku dengan Astra terhenti ketika Fira anak kelas 2 yang jadi ketua Sie Acara pensi sudah mulai berbicara di panggung. Setelah berbasa-basi sejenak menyapa semua perwakilan peserta pada sore hari ini, dia lalu menjelaskan beberapa rule untuk acara audisi yang akan digelar mulai besok pagi jam 9 di tempat ini. Intinya adalah perwakilan peserta hari ini akan diberikan nomor urut yang sudah ditentukan dengan system acak. Dimana nomor tersebut menjadi urutan penampilan. Total ada 71 peserta audisi. Dan pengacakan nomor ditampilkan di sebuah layar besar yang dipasang di panggung.

Di depan nama para peserta, ada kotak yang berputar kencang. Karena peserta di urutkan berdasar abjad maka bandku XYZ berada di paling bawah. Dan ketika Fira bilang STOP dan kotak tersebut sudah menunjukkan nomor urut, secara otomatis kini muncul nama lengkap para peserta audisi berdasarkan nomor urut. Suasana langsung riuh ketika nomor urut sudah ditentukan, banyak yang mengeluh karena merasa tampil di urutan awal. Namun banyak juga yang megeluh karena mendapat nomor urut 60 ke atas karena semakin akhir justru biasanya semakin grogi. Sementara aku masih mencari nama XYZ, Astra berteriak kegirangan karena band-nya mendapat nomor urut 30. Tidak terlalu awal dan tidak terlalu di akhir.

“Dapat nomor berapa kalian?” tanyanya.

“Bentar, aku masih nyari nih!”

“Nama band kalian apaan sih?”

“XYZ.”

“XYZ ? sepertinya gue tadi sempat baca, uhmmm nah itu dia. Nomor 13 ! angka sial ahahahaha!”

13? Aku lansung menyusuri dan menemukan XYZ memang berada di urutan ke 13 yang identik dengan angka sial. Karena aku orangnya gak terlalu percaya hal-hal berbau gak logis, aku biasa saja. Justru enak sih, masih pagi masih fresh. Kami tidak usah terlalu lama menunggu. Aku lalu mencari nomor urut 30. Nomor 30 tertera sebuah nama THE STRIKE!

“Wah dari namanya, sepertinya elo bawain lagu rock ya?”

“Yoiiii !!”

“THE STRIKE ! itu siapa aja?”

“Gue tukang nyanyi, Riko tukang pukul drum, Abas tukang sayat gitar dan di tukang betot bass si Dodo.”

“Wahahha siplah.”

Aku dan Astra kemudian kembali menyimak Fira ketika ia menjelaskan lebih lanjut tentang acara audisi besok. Daftar ulang mulai dibuka jam 8-12 siang dan peserta nomor urut pertama akan perform jam 10 pagi. Daftar ulang lewat dari jam tersebut, peserta di anggap gugur. Kejam juga nih, pikirku. Lalu setiap peserta bebas menampilkan talent mereka maksimal 5 menit dan tidak boleh menampilan sesuatu berbau SARA. Selama audisi, para peserta menunggu di luar auditorium sehingga ketika perform, peserta akan face to face lansung di depan ketiga juri yang identitasnya masih dirahasiakan. Di akhir acara, semua peserta akan dikumpulkan di auditorium untuk mendengarkan langsung 15 nama grup atau peserta yang dipilih oleh ketiga juri untuk mengikuti audisi kedua. Untuk jadwal dan rules audisi kedua akan diberikan kepada 15 peserta yang lolos dalam sebuah acara briefing khusus. Setelah diadakan sesi tanya jawab dan semua merasa puas dari penjelasan yang dsampaikan Fira. Kemudian satu persatu peserta di panggil maju ke depan untuk mengambil stiker nomor urut dan gelang khusus yang harus dipakai semua peserta audisi.

Begitu acara selesai, kami sudah keluar dari auditorium aku dan Astra berpisah jalan. Sambil berjalan menuju gerbang sekolah, aku tersenyum melihat 1 pack plastik bening yang berisi 4 gelang berwarna hijau neon dan 1 buah stiker berukuran besar yang tertera nomor urut yang wajib di tempel di bagian depan baju si ketua kelompak. Di dalam bundle tersebut juga tercetak general rules acara audisi besok. Aku salut kepada panitia karena menyiapkan semuanya dengan detil dan jelas.

Aku tersenyum memandang tulisan di stiker yang menempel di plastic.

XYZ BAND :
YANDI RAHARJO (1F)
ZENO PRAKASA (1F)
YOSI SETIAWAN (1F)
XAVIER TOBIAS (1F)

Aku lalu memfoto isi starter pack tersebut lalu aku share di grup F4.

YANDI
Kita dapat nomor urut 13 gais. #GAKSABAR #XYZ
15:47



= BERSAMBUNG =

No comments for "LPH #47"