Featured Post

LPH #87

Episode 87
Nuclear Button



 (POV Yandi)



Setelah menyapa Pak Mansur, security sekaligus penjaga rumah Xavi, yang sudah kukenal baik, aku dipersilahkan langsung menuju ke halaman belakang.

“Sudah banyak Pak teman-teman disana?”

“Sudah, sudah banyak,” jelas Pak Mansur.

Aku memang sengaja berbasa-basi sejenak karena gak enak langsung ngeloyor pergi. Padahal tanpa aku bertanya pun, di halaman dan depan rumah sudah banyak motor serta mobil yang terparkir. Sebuah pemandangan yang biasa terlihat jika XYZ berkumpul di rumah Xavi.

“Yaudah Pak, aku ke belakang dulu.

“Iya.”

Samar-samar aku mendengar suara musik yang cukup kencang terdengar.

“Holla boss!” sapa Astra yang melihat kedatanganku. Ia menghampiri dan kami bersalaman.

Teriakan Astra membuat semua teman-teman menoleh dan mengerubungiku, untuk bersalaman dan bertanya kabar, menanyakan kondisiku, apakah aku sudah sembuh dan lain-lain. Ya wajar sih karena aku seminggu tidak masuk sekolah karena babak-belur cukup parah pasca event Pak Indra. Sempat menginap dua hari di klinik Dr Burhan lalu selebihnya rawat jalan di rumah.

“Aku baik, sudah lumayan sembuh,” aku mencoba menjawab sambil membalas salaman teman-temanku.

“Udah woi halal-bihalalnya! Tar maaf-maafannya di lanjut lagi pas Lebaran!” pekik satu suara yang terdengar nyaring dari pinggir kolam.

Aku senang mendengar suara Yosi! “Halo Yoss!” kubalas teriakannya. Yosi tersenyum lebar. Ia sedang duduk-duduk santai di pinggir kolam bareng Zen, Wira dan Xavi. Mereka langsung berdiri dan turut menghampiriku.

“Anjir masih bengkak juga tuh muka,” sapa Yosi sambil menepuk-nepuk pundakku.

“Ah besok juga udah kempes, gimana kepalamu?” aku bertanya kabar ke Yosi yang mengalami luka cukup parah hingga berdarah-darah akibat tindakan licik Edgar. Yosi mengenakan topi saat ini.

“Cuma beberapa jahitan doang, udah mau kering ini,” jawabnya.

“Padahal gue berharap Yosi amnesia, pas dia amnesia dan bertanya ‘aku siapa?’ mau gue jawab, ‘kamu adalah titisan Lucinta Luna.’ biar di ngondek, hahahah!” sahut Xavi yang juga menyalamiku. “Lo terlihat jauh lebih baik Yan,” sapanya. Xavi memang sempat menengok ke rumah ketika aku sudah boleh pulang dari klinik.

“Baik, baik,” kataku.

“Hahanjing lu Sapi, gak inget lo nangis sampe megangin tangan gue, gue kalau gak kesakitan dan pengaruh obat, udah gue kibasin tangan lo, lo pikir gue cowok apaan main pegang aja, genggaman tangan Dea aja kalah erat,” balas Yosi tak mau kalah.

“Ya wajarlah, gue takut lu mati di sana Yos. Kalau lu mati, masak gue mesti nagih puluhan DVD JAV punya gue yang elo pinjem, ke bokap lo. Bayangin pas gue ngelayat elo di rumah, terus ketemu sama bokap elo. ‘Permisi Om Hendra, saya ikut turut berduka cita atas meninggalnya Yosi. Tapi ngomong-ngomong, Om Hendra tahu gak DVD JAV punya saya yang Yosi pinjam setahun belum balik, di simpan dimana?’” balas Xavi

Kami semua tertawa keras mendengarnya. Yosi juga ikut tertawa. “Memang gak ada yang bisa ngalahin otak absurd elo yang udah keracunan bokep sejak SD!” tukas Yosi.

“Ngawur! Dari gue balita kali !”

Ah ini yang membuatku kangen bisa ketemu dan kumpul sama teman-teman. Selalu seru menyimak adu mulut antara Yosi dengan Xavi yang sama-sama kocak.

“Yandi…” Zen menghampiriku paling belakang sambil menyodorkan sebotol teh pucuk dingin.

“Makasih Zen.”

“Badan lu memang kerad betul, di hajar, di tampol, di tendang bolak-balik sama bajingan-bajingan, elo cuma butuh waktu seminggu buat pulih,” komen Zen sambil berdecak kagum.

Aku tertawa kecil sambil meneguk minuman yang Zen beri. “Udah dari sononya Zen. Badan Mbak Asih juga gak kalah kerad, berkat badannya yang kuat, ia bisa sampai sabuk coklat waktu ikut karate semasa SMA.”

“Oia? Wah,keluarga elo memang kerad. Nurun dari mendiang Ayah?”

“Iya, bapak dan kakekku kan pekerja kasar di kampung sedari muda. Petani padi sambil nyambi  kerja jadi tukang bangunan. Entah apa itu ada korelasinya atau enggak dengan kondisi fisikku sekarang.”

“Ya gue yakin ada faktor keturunan sih, terlepas dari apa pekerjaan Kakek dan mendiang Ayah lo dulu.”

Ya memang, jika aku tidak memiliki anugerah ketahanan fisik turunan dari keluarga mendiang Bapak dan Kakek, mungkin di dalam badanku sekarang ini sudah terpasang  puluhan pen saking seringnya aku terlibat perkelahian atau tawuran.

“Yan, lo mau langsung ngomong sekarang gak ke anak-anak?” ujar Xavi pelan.

“Udah lengkap?”

“Udah. XYZ Full force nih ! 35 bajindul! Dengan tagline ‘Pasukan Berani mati takut lapar phobia waria ingat akhirat’,” ujar Xavi.

“Asu,itu tagline XYZ gak banget ! lo pikir kita grup lenong!” sergah Yosi.

“Yaelah serius amat lo, santuy! It’s joke dudee, a fucking joke.”

Yosi gusar sendiri sementara Xavi dan Zen ketawa. “Jabingan lo emang. Guys, kumpul agak merapat sejenak, dewa perang kita ingin menyampaikan titah !” seru Yosi.

“Asem dewa perang apaan,” kataku.

Saat semua orang sudah duduk mendekat atau berada di jarak dimana mereka bisa mendengar perkataanku .

Ini seperti dejavu. Terakhir kami kumpul persis seperti ini, di tempat ini, sekitar sebulan yang lalu saat aku menceritakan tentang ancaman atau konsekuensi dari event Pak Indra. Sekarang setelah lolos dari lubang jarum, eh sebentar, ada hal yang ingin aku konfirmasi ke teman-teman semua sebelum aku berbicara lebih jauh.

“Mungkin kalian semua sudah tahu dari Wira, Yosi, Zen atau Xavi tentang hasil dari event. Gampangnya, jika tidak anak dari sekolah kita yang bisa mengalahkan Toni, kita semua akan kena DO. Aku memang menjadi lawan terakhir Toni, tetapi kondisiku sudah drop 25-30% sementara Toni masih full 100%. Melawan Toni dengan kondisi sama-sama 100 % fit saja belum tentu aku bisa menang apalagi aku sudah tinggal seperempat nyawa. Jadi akhirnya aku kalah tanpa perlawanan. Logikanya, karena aku sebagai wakil dari para siswa kalah melawan Toni, konsekuensiny adalah kelimabelas siswa bajingan akan di DO. Aku belum atau tidak tahu tentang sanksi tersebut karena tidak ada yang menyinggung hal ini. Zen,Yosi, Wira atau Xavi. Ada yang bilang sesuatu? Jadi kita DO atau tidak?”

“Zen, lu aja yang terangin,” pinta Yosi.

Wira dan Xavi mengangguk setuju. “Bentar, gue nyulut api kehidupan dulu,” kata Zen sambil membakar rokok.

“Hahaha bahasa lu Zen, api kehidupan…” komen Riko.

Zen tersenyum. “Sebelum gue jelasin situasi dan status kita sekarang, alangkah baiknya kita semua menghargai dan memberikan apresiasi buat Wira, Yosi, Zen dan  tentu Yandi yang maraton duel sampai ketemu Toni, angkat gelas kalian sebagai tanda hormat.”

Semua teman-teman mengangkat gelas, botol minuman yang mereka nikmati sekarang, ada yang ngopi, ngeteh, ngebir dan bahkan ngemiras, semua mengangkat minuman pertanda hormat.

“Cheers!” ujar Zen sambil menenggak gelas kecil yang ia pegang.

Aku dan tiga teman yang Zen sebut tadi justru jadi salah tingkah. Dan kami pun juga ikut mengangkat minuman. “Buat lo juga Zen !” kata Wira.

“Gue? Halah ! gue malu banget asli, sama sekali lecet pun enggak.”

“Ya lo gak bisa nyalahin diri sendiri sih, gue tahu Dejan itu badak, tapi gue gak nyangka powernya ngeri ! sampai-sampai lo di lempar dari atas ring begitu aja,” terang Yosi

“Iya Zen, Dejan itu kuat benar, dia cuma kalah pengalaman aja waktu melawanku,” aku mengamini perkataan Yosi.

Dejan,dia punya power memang ngeri. Rata-rata atau kebanyakan orang yang punya badan besar punya kekurangan di stamina. Semakin besar cc mobil, bahan bakarnya juga gak kalah banyak. Namun waktu aku berhadapan dengan Dejan, dia hampir tidak ada masalah dengan stamina.

“Masalah Dejan cuma satu, dia kenalan sama uppercut lo hahaha,” celetuk Wira. “Hahaha ampe pingsan itu badak.”

“Ya, makanya aku tadi bilang, Dejan cuma kalah pengalaman. Maksudku gini Zen, kamu gak usah mengerdilkan peranmu di sana. Justru malah bagus ada satu orang di tim kita yang masih segar bugar, bisa menganalisa semuanya. AYO KITA BERSULANNG UNTUK KITA SEMUA !” kataku sambil mengangkat botol teh pucuk haha.

“CHEEEEERRSSS!!” kami berteriak bersama.

Suasana ini, aku menemukan damai dalam keriuhan. Kemudian aku meminta Zen untuk mulai menjelaskan situasinya.

“Kita aman, kita berlima termasuk sepuluh bajingan dari kelas 1 dan 3. Tidak ada surat panggilan dari Sekolah yang di antarkan ke rumah atau panggilan ke orang tua untuk datang menghadap si Tomo. Bahkan saat gue hari Senin gue ke sekolah, Tomo ada di sekolah. Saat  upacara bendera pun dia tidak menyinggung sama sekali tentang empat belas siswa berstatus pembuat onar yang tidak hadir di sekolah. Semuanya berjalan seperti biasa. Meski hasil akhir duel jika berdasar aturan dari Indra, kita akan DO, namun entah apa yang terjadi di belakang layar, entah karena perkataan Toni atau perubahan pemikiran Tomo, kita tidak jadi mendapat sanksi DO. So. i think we’re safe.”

Meskipun aku juga memiliki dugaan bahwa sanksi DO tidak di berlakukan, namun mendengar penjelasan Zen membuatku makin mantap. Aku lalu berdiri.

“Untuk saat ini kita selamat dari lubang jarum, tapi bukan berarti Pak Tomo menghentikan niatnya untuk menyingkirkan para siswa yang ia cap bermasalah. Sepertinya ia menunda, menunggu saat yang tepat buat kita berbuat kesalahan. Kenapa aku mengumpulkan kalian? Aku di sini untuk memperingatkan, peringatan yang berlaku bukan cuma buatku, Zen, Yosi atau Xavi semata, namun juga buat kalian. Bahkan juga berlaku untuk para siswa yang mendapat cap siswa bajingan dari Pak Tomo.”

“Peringatan? Peringatan apa Yan?” Astra bertanya.

“Kalian semua masih ingat dengan pidato Pak Tomo di hari pertama ia jadi kepala sekolah di sini? Intiny saja.”

Abas mengangkat tangan. “Gue gak ingat detailnya namun pidato Tomo baik  saat upacara bendera di lapangan atau ketika semua siswa cowok di kumpulkan di aula sekolah dimana Tomo menunjukkan kegarangannya, dia punya mimpi untuk menjadikan sekolah ini, SMA NEGERI XXX sebagai sekolah negeri terbaik. Salah satunya dengan cara melindungi image positif atau nama baik sekolah ini. Kurang lebih begitu sih, kalau benar ya mohon di maafkan.”

Beberapa teman terkekeh mendengar kalimat penutup dari Abas.

Aku sendiri langsung mengacungkan jempol ke Abas. “Pernyataan Abas tepat! Abas ini menjadi bukti bahwa menghirup lem aibon itu meningkatkan daya ingat!”

“Haha ngehe lo Yan! Gue mending menghirup aroma sempak Bu Elsa!” komen Abas.

“Gue juga mau njir!”

“Haha Abas goblog!”

“Hirup aja noh aroma sempak si Sobri, satpam sekolah!”

Kami tertawa mendengar tanggapan teman-teman menimpali pernyataan Abas.

“Balik lagi ke yang tadi aku omongin. Benar kata Abas, tolong di garis bawahi ambisi Pak Tomo menjadikan sekolah kita menjadi SMA terbaik nomor 1. Jika kita lihat hasil rataan nilai UAN tahun lalu, sekolah kita mendapat nilai tertinggi. Itu semua berkat strategi Pak Tomo. Pensi BIG BANG contoh paling nyata strategi Pak Tomo, lalu berikutnya adalah FINAL CLASH! Pak Tomo berjanji ‘menutup’ mata terjadinya tawuran di aula selama kita siswa bajingan mendapat nilai rata-rata yang sudah beliau tetapkan sedemikian tinggi, bayangkan kita mau tawuran aja mesti belajar dulu agar dapat nilai minimal 9,2 ! mana ada kepsek yang berpikiran sedemikian radikal selain Pak Tomo? Pak Tomo itu juga mantan siswa bajingan seperti kita semasa ia sekolah di SMA NEGERI XXX 30 tahun yang lalu.

Jadi gak usah heran jika Pak Tomo seakan tahu apa isi pikiran kita. Cuman untuk di tahun kedua ini, aku menduga Pak Tomo punya pendekatan yang lain untuk mewujudkan ambisinya. Sebuah pendekatan dimana dia mesti menyingkirkan semua siswa bajingan seperti kita, aku tidak tahu apa motivasi Pak Tomo mengubah pendekatannya sebegitu drastis, namun yang bisa aku sarankan sekarang adalah, bersiaplah kalian semua menyiapkan PLAN B.”

Aku diam sejenak meminum teh pucuk sembari menunggu teman-teman mencerna perkataanku barusan.

“PLAN B?” Astra mengulangi akhir dari perkataanku.

“Aku kasih gambaran dulu deh. Misal gini, suatu hari Riko tiba-tiba di pukul sama anak lain sekolah ya semisal dari SMA SWASTA XXX. Yang punya pendapat Riko akan bersikap diam saja, tetap bersabar, ikhlas lahir batin di pukulin orang, ayo angkat tangan?”

Semua orang justru tertawa.

“Wahahhaa bohong banget ! mana mungkin Riko diam saja ! pasti di balas mah, perkara dia kemudian di keroyok orang, itu lain cerita, benar gak Rik?” Wira menepuk pundak Riko.

“Tulllll ! sumbu pendek macam Riko mana tahu arti kata ‘sabar’?”

“Riko sumbunya pendek cuma 5 cm, persis seperti panjang kontinya, ahahahaha!”

Semua tergelak melihat wajah Riko merah padam. “Setan lo pada! Yan, bukan cuma gue ! anak sini kalau kena pukul orang, terutama kena pukul anak SMA SWASTA XXX atau STM XXX kagak mungkin diam saja! Bukan cuma gue!” protes Riko.

“Hahaha selow Rik, itu kan cuma contoh dan memang benar apa yang kamu sampaikan barusan. Siapa sih di antara kita semua yang bakal diam, bersabar jika kena colek sekolah rival? Saya pikir sikap kita akan sama yakni tidak terima dan melakukan perlawanan atau pembalasan. Di sini kita semua sepakat?”

Meski rada bingung tetapi mereka semua berteriak “Sepakat.”

“Yan, telaten benar sih lu ngarahin anak-anak,” bisik Zen sambil kembali merokok.

“Biar semua paham resikonya Zen, gak cuma asal ikut-ikut XYZ.” Aku tidak heran jika Zen sudah menangkap maksud omonganku.

“Lanjut Pak Guru!” komen Zen sambil menahan tawa.

“Oke, kalau sudah sepakat, aku bisa lebih menjelaskan tentang apa maksud Plan B. Jadi gini, seperti yang tadi aku ceritakan, di tahun ini Pak Tomo punya pendekatan yang berbeda dalam menghadapi siswa bajingan. Bisa jadi ia tidak akan segan mengeluarkan siapa saja yang nekat melanggar peraturan sekolah, terutama pelanggaran berat yang bisa merusak kredibilitas serta nama baik SMA NEGERI XXX, seperti berkelahi dengan siswa lain sekolah atau malah yang lebih fatal lagi terlibat tawuran. Jadi Plan B yang aku maksud adalah persiapan mencari sekolahan baru…”

What..the….” komen Riko.

“Simulasinya gini Rik, kamu di pukul anak SMA SWASTA XXX. Terus kamu bales. Meski kalian berdua berkelahi satu lawan satu, tidak ada jaminan pihak yang kalah akan diam saja. Bisa jadi lawanmu terima, mengakui kamu lebih kuat tetapi bisa jadi temannya ini gak terima lalu ngumpulin teman-teman lain untuk mengeroyokmu. Lalu kamu di serang. Tentu teman-teman XYZ gak akan tinggal diam dan pasti dengan cepat tahu siapa pelaku pengeroyokan. Singkat kata grup kecil SMA SWASTA XXX terlibat perkelahian dengan grup kecil XYZ. Siapapun yang menang, pasti persoalan bisa membesar dan melebar sehingga terjadi tawuran yang melibatkan lebih banyak orang dari kedua kelompok.

Tawuran sama saja mengundang Polisi, Polisi tentu saja mengundang atensi wartawan , wartawan tentu akan meminta pernyataan dari pihak Sekolah. Berita tentang tawuran yang di muat di media massa entah media cetak atau media online akan menghadirkan image buruk buat SMA NEGERI XXX. Hal ini tentu memantik amarah Pak Tomo. Amarah yang berujung DO kepada siapa pun siswa yang terlibat tawuran. Tindakan tegas dari pihak SMA NEGERI XXX menjadi pernyataan/sinyal positif bahwa SMA NEGERI XX adalah sekolah elite yang menjunjung tinggi kedisplinan dan etika. Nilai akademik yang baik akan sia-sia jika tidak di barengi dengan attitude yang baik. Bahkan aku berani bertaruh mengeluarkan Xavi dari sekolah pun Pak Tomo berani meski ia tahu siapa Mama Xavi. Men-DO Xavi aja berani, apalagi cuma men-DO kita?

Untuk menambah keseruan, ini SMA SWASTA XXX dan STM XXX masih belum unjuk gigi cara gara-gara dengan kita lho, mereka pasti datang, hanya tinggal menunggu momentum saja. Jika dua sekolah itu bergerak ke sini dan kita membalas, ya siap-siap saja kita angkat kaki dari sekolah sini ramai-ramai karena kena DO. Kalau sudah kena DO berarti mesti pindah sekolah lain. Nah itulah maksud dari Plan B yang kumaksud. Sebelum memutuskan terlibat tawuran, pastikan kalian sudah tahu akan lanjut di sekolah mana. Coba kalian pikirkan dulu omongan saya ini.”

Aku menyudahi penjelasan yang panjang ini dengan menghabiskan teh pucuk hingga tandas. Kulihat berbagai macam ekspresi tergambar di wajah mereka, ada yang pucat, ada yang mengerutkan kening, ada yang berbincang serius dengan teman di dekatnya, ada yang tetap santai, ada yang terlihat pasrah bahkan ada yang terlihat melamun.

Aku memberikan mereka waktu untuk berpikir. Aku jauh lebih rileks karena aku sudah punya Plan B sendiri yakni lanjut sekolah di pesantren tidak jauh dari kampung halaman. Satu pilihan yang mungkin di sertai amarah, amukan, pukulan, tendangan dari Mbak Asih jika kau di keluarkan dari SMA NEGERI XXX.

Tapi ya mau gimana lagi….ini kondisi dimana kesabaran, nrimo ing pandum tidak berlaku di Kota XXX.

Malam itu aku menyudahi pertemuan, aku memberikan mereka semua waktu untuk berpikir jernih. Kutegaskan bahwa apapun sikap dari setiap teman-teman aku akan terima tanpa berusaha mempengaruhi mereka untuk mengubah keputusan.  Selain aku yang sudah punya Plan B, Yosi, Zen bahkan Xavi juga sudah punya Plan B masing-masing. Inti dari XYZ tetap ada, meski secara jumlah pasti akan berkurang.

Keesokan harinya, aku kembali masuk sekolah, luka bengkak di pipi sudah hilang. Aku senang bisa masuk sekolah lagi setelah seminggu di rumah. Namun agak kecewa karena tidak bertemu Vinia. Vinia rupanya sedang cuti seminggu dari sekolah karena ada kesibukannya sebagai penyanyi. Saat jam istirahat pertama, aku, Yosi, Zen dan Xavi sedang makan di lantai dua kantin. Aku sudah mencabut aturan lantai dua hanya untuk kelas 3. Siapapun bebas untuk duduk di sini. Para siswa kelas 3 menunjukkan wajah masam dengan keputusanku namun tidak ada yang berani menentang langsung di depanku, terutama pasca kejadian kemarin.

Kejadian di gym sekolah masih menyisakan buntut, Edgar seolah tahu bahwa kami kini tidak bisa seenak jidat membuat keributan bahkan sampai berkelahi di lingkungan sekolah. Sehingga ia meremehkan Yosi yang setengah mati menahan amarah. Beberapa kali ia menyindir menceritakan bagaimana Yosi itu lemah, sekali pukul KO melawan dirinya. Yosi kalau sudah merah mukanya, langsung mendatangi Edgar dan mencengkeram kerah seragam sekolahnya.

“Ayo pukul aja , Ayo!” Edgar memprovokai Yosi.

“Anjing ! pengecut lu!” umpat Yosi.

“Lebih pengecut mana, gue atau elo?elo aja gak berani mukul gue, ye kan? Hahaha!” ejek Edgar.

Sebelum Yosi meletus amarahnya, aku menyeret Yosi menjauh, segala omongan atau ancamanku kepada Edgar, nampak Edgar cuekkan.

“Bacot lu Yan..” ujarnya santai.

Kalau sudah begini, aku memilih mengalah dulu.

“Gak usah lu gubris si Edgar,” Xavi coba menasehati. “Ya kali lu di DO cuma urusan sama kecebong.

Yosi diam tapi mukanya terlanjur merah padam.

“Yos, santai. Besok gue buat Edgar jadi anjing lu, santai..” ujar Zen.

Kami heran mendengarnya namun omongan Zen terbukti keesokan harinya, lebih tepatnya saat di jam istirahat kedua. Kami berempat bertemu dengan Edgar cs di lantai dua. Sebelum Edgar memprovokasi, Zen sudah mendatangi Edgar. Wajah Edgar yang semula nampak santai di datangi Zen, kemudian berubah. Mereka terlibat pembicaaraan serius sambil sesekali Zen menunjukkan layar ponsel ke arah Edgar. Tiap layar di tunjukkan kepada Edgar, dia bukan hanya langsung pucat tapi juga langsung diam tertunduk.

“Anjaaayyy itu Zen ngapain??” celetuk Xavi.

Kami lihat Zen lalu kembali ke meja, meninggalkan Edgar yang terduduk seperti orang linglung.

“Zen, lu ngliatain apaan ke Edgar?”

Zen mengeluarkan satu flashdisk kecil.

“Yo, ini USB OTG, lo colokkin ke ponsel elo dan lo liat sendiri saja.”

Yosi segera mencolokkan USB dan kami melihat ada banyak sekali file MPEG. Saat Yosi menekan satu video, terlihat Edgar sudah bugil, ia nampak mengatur ponsel. Ia seperti berada di satu kamar dan di ranjang sudah ada satu cewek yang masih berseragam. Setelah video di percepat, Edgar terlibat bersetubuh dengan cewek tersebut.

“Edgar menyimpan puluhan videonya saat ia ML dengan para cewek. Jika video ini tersebar, mampus itu Edgar aibnya terbongkar, ia jadi bintang bokep amatir. Masalahnya ini bukan video ML biasa, coba kalian lihat siapa cewek yang Edgar garap. Semua cewek yang ada di USB ini masih mengenakan atribut seragam sekolah di awal video dan parahnya adalah mereka masih SMP,” papar Zen.

Underage…” Yosi menyeringai.

“Keparat juga si Edgarr. Anak SMP di hajar! Zen dapat darimana lo video ini, anjir banyak banget dan ceweknya beda-beda pula!”

“Gue ada kenalan, teman yang bisa nge-hack laptop, PC, termasuk ponsel Edgar. Setelah di oprek, ternyata dia punya koleksi berbahaya seperti ini. Kalau ini video sampai beredar, apalagi muka Edgar kelihatan jelas, sudah pasti di DO dan langsung di gelandang ke kantor polisi. Meski si cewek terlihat tanpa paksaan, tapi orang tua si cewek pasti gak terima dan lapor ke Polisi. Hukuman pidana pelecehan anak di bawah umur pidana penjara minimal 3 tahun  maksimal 15 tahun. Dengan satu video ini kesebar saja, Edgar sudah mengantungi 3 tahun penjara. Kalau semua video tersebar, 15 tahun dah Edgar membusuk di penjara.”

Aku tertawa. “Pantas saja di langsung pucat, tapi hina benar di Edgar! Sudah licik, predator underage! Kalau gak ingat DO, sudah kubuat lumpuh si Edgar, baguslah dengan video ini, dia tidak akan rese lagi,” kataku geram.

Yosi menepuk-nepuk pundak Zen. “Bangsatt lu Zen, bangga benar gue punya teman jenius kayak elo, ayolah gue traktir! Lo tinggal sebut aja! Resto mana hayuk.”

“Hehe lo gak usah keluar duit, kan seperti kata gue kemarin Yos, mulai hari ini lo punya anjing namanya Edgar. Coba lo panggil ‘Edgar Anjing’ ke arah dia, ” jelas Zen.

Mata Yosi membesar. Yosi langung berdiri dan berteriak cukup keras ke arah Edgar.

“Edgar anjiiing!”

“Gukkk….” sahut Edgar lemah sambil mendatangi Yosi. Edgar jongkok di depan Yosi.

“Iya tuan..”

Aku dan Xavi terperangah kaget. Yosi aja juga kaget. Semua siswa di lantai dua campuran siswa kelas 1, 2 dan 3 tak kalah kagetnya.

“Gar, lo ngapaiin?” pekik Heru kaget.

Namun Edgar tetap jongkok diam.

“Yos, minta anjing lo ini beliin gue sate kambing, nasi dan es jeruk. Gak pake lama,” tukas Zen.

“Heh anjing, lo dengar kan? Sana beli ! kalau lo gak nurut….lo siap masuk penjara selama 15 tahun karena video lo kesebar?” ancam Yosi memelankan suara di pertengahan kalimat

“Ampun Yosi jangan, iya gue beliikan…”

“Lo kan anjing, jawab pake ‘Gukkk’ di depannya dong, ayo ulang!” Zen benar-benar menekan psikologis Edgar sampai ke titik terhina.

“Guuuukk..ampun jangan di sebar, iya gue belikan…”

Zen tiba-tiba menendang pundak Edgar hingga ia terjengkang.

“Lancang lo anjing, jangan panggil nama Yosi. Panggil dia dengan sebutan ‘Tuan’. Ayo ulangi !”

Edgar yang tadinya terjengkang lalu buru-buru jongkok dan mengulangi kembali jawabannya, ““Guuuukk..ampun Tuan jangan di sebar, iya gue belikan…” ucap Edgar terbata-bata, ia nyaris menangis.

“Yadah sana cepat, teman gue udah laper.”

Edgar kemudian buru-buru turun untuk memesankan makanan untuk Zen.

“Anjay….seru sih tapi kok gue gak tega ya liatnya..” komen Xavi setelah Edgar pergi.

Aku sependapat dengan Xavi. Edgar memang jahat asli, tapi ngelihat dia di perlakukan bak hewan anjing seperti ini, kok rasanya ini agak keterlaluan, gak tega liatnya.

“Iya sih gue juga haha, tenang, gue gak akan sejahat itu memperlakukan Edgar. Yang penting dia gak akan rese lagi sampai dia lulus dari sini.”

“Monggo itu terserah elo Yos. Yang penting lo punya anjing berwujud manusia yang lo bisa suruh kapan saja lo mau.”

Aku merinding mendengar Zen berkata hal serius namun dengan nada santai seperti ini.

Semenjak kejadian itu, otomatis mayoritas bajingan siswa kelas 3 kini sudah masuk ke dalam genggaman XYZ. Karena Edgar sudah kami pegang kartu AS-nya. Hanya saja… tepat seperti dugaanku kemarin.

sepuluh kru XYZ menemuiku secara personal di kelas seusai jam sekolah, mereka teman satu angkatan yang bergabung dengan XYZ tepat sebelum Final Clash. Mereka semua punya kepentingan serta keputusan berat yang mesti mereka ambil, yakni tidak bisa terlibat atau ikut campur dengan urusan XYZ karena ada beberapa anak yang kalau sampai di DO dari SMA NEGERI XXX, itu sama saja kiamat buat mereka. Bahkan ada yang bisa sekolah di SMA NEGERI XXX karena beasiswa. Kalau sampai kena DO, belum tentu mereka bisa lanjut sekolah di tempat lain alias bisa putus sekolah karena keterbatasan biaya.

Aku menyalami mereka satu persatu, memeluk mereka yang sampai tidak kuasa menahan tangis, mereka meminta maaf sambil tersedu-sedu. Aku menenangkan mereka, menguatkan keputusan mereka.

“Ingat, kita tetap berteman lho ya, jangan sungkan. Dan satu hal yang mesti kalian camkan, kalian itu bukan pengecut! Jika kalian punya jiwa pengecut kalian tidak akan berani datang dan merayakan pesta malam tahun baru denganku di FINAL CLASH. Aku tidak berhak mengatur atau mengarahkan masa depan kalian, aku punya masa depan, kalian juga punya masa depan sendiri. Aku senang dan merasa bangga pernah bersisian berada di barisan yang sama berjuang bersama kalian…”

Setelah kesepuluh teman itu pergi, aku mengusap air mata yang kutahan. Tak lama kemudian Xavi, Yosi dan Zen masuk ke dalam.

“Oke, XYZ fix kini berjumlah 25 anak plus kita berempat. Dan di tambah dengan ya sekitar 35-40 an bajingan dari kelas 3, XYZ berarti 70an orang lah paling dikit,” jelas Yosi.
“Anak kelas 3 memang bisa kita percaya?” Xavi masih sangat skeptis.

“Tenang saja, Edgar sudah gue ajak bicara kemarin, gue jelasin duduk perkara. Kalau  sampai sekolah lain nyerang XYZ dan mereka diam saja, mereka juga akan kena getah. Edgar sih mulai paham, tapi gue gak ngerti, dia paham karena kesadaran sendiri siap memberikan bantuan tenaga dari anak kelas 3 atau karena iya-iya aja karena aibnya yang gue pegang,” tukas Yosi.

“Ya pelan-pelan saja Yos, meskipun Edgar licik, culas dia juga pasti masih bisa berpikir secara rasional tentang posisi anak kelas 3 jika akhirnya pecah tawuran dengan sekolah lain.”

“Iya Zen. Eh, btw gimana si Rudi, katany mau lo ajak gabung? Dia punya 15an teman loh. Mayan buat martir kalau tawuran haha.”

“Sori guys, gue belum sempat untuk urus si Rudi. Besok lah gue temuin dia.”

“Lalu…anak kelas 1 gimana?” Xavi melemparkan pertanyaan.

Kali ini aku yang mengutarakan pendapat.

“Untuk kelas 1, sebaiknya jangan memaksa atau mengancam mereka. Aku tidak setuju.”

Yosi mengambil spidol dan menulis di whiteboard, “BAJINGAN KELAS 1” lalu ia lingkarin.

“Yan, elo lupa, anak kelas 1 kan masih jatah gue. Pembagian tugas kemarin masih berlaku lah. Pasca kejadian di gym, memang membuat segalanya jadi sedikit runyam namun paling tidak lu udah tunjukkin seperti apa kemampuan lo,itu akan sangat berpengaruh. Karena sesuai pendapat lo tadi, yang juga gue setuju, jangan pakai cara kasar, gue butuh waktu agak sedikit lama untuk menjinakkan Dejan, Goku, Andreas, Galang dan Paul. Jika lima anak ini sudah kepegang, 70 an anak kelas 1 lainnya akan ngikut. Jadi kasarannya XYZ punya orang sebanyak  180an anak,” ujar Yosi.

“ ‘Waktu agak sedikit lama’ itu berapa lama Yos?” tanya Xavi.

“Ehmm satu-dua minggu inilah.”

“Oh oke, btw, gila juga 180 siswa bajingan terlibat tawuran semua, sama dengan 180 siswa calon DO nih. Emang Tomo berani DO siswa sebegitu banyak, nyaris 50 % dari total murid lho.”

“Kamu jangan lupa Xavi, yang kamu singgung itu legenda hidup bajingan SMA NEGERI XXX yang tidak kenal dengan kata ‘Takut’ loh..” kataku.

“Ups..”

“Oke, intinya semua sudah ada PR masing-masing. Tetap tenang dan santai, ingat lho ya masih ada bahaya lain masih mengintai.”

“Bahaya lain? Apaaan Yan?”

“Blood Creep,” jawab Zen cepat.

Xavi menepuk jidat. “Asu, saking puyengnya mikiran masalah di sekolah, gue sampai lupa kalau lo sama Yosi masih terancam bahaya geng pesakitan tersebut….”


*****
@ TRIBE-BAR
Beberapa hari kemudian…
*****


(POV BRAM)


"Jadi... Di mana abang gue berada?" Rangga tanpa basa-basi langsung nembak gue dengan subjek utama yang ia nanti-nantikan ketika gue balik dari kamar mandi.

Hanya saja, gue belum, ehm bukan belum, entahlah mungkin tak akan pernah dimana Boy berada, apa tujuan dia datang kembali ke Kota XXX, apa yang ia lakukan selama beberapa hari di sini, siapa saja yang ia temui. Meski ya dengan sedikit keberuntungan, gue mengetahui ada satu orang yang 99 % Boy temui. Tapi gue sedang menimang-nimang apakah gue perlu kasih tahu siapa orang itu kepada Rangga.

Kalau gue kasih tahu ke Rangga, resiko identitas aslinya akan kebongkar dan dalam hitungan hari semua bajingan di Kota XXX akan tahu siapa Rangga sebenarnya.

"Gue gak tahu," gue menjawab dengan santai pertanyaan Rangga.

Rangga yang tadinya terlihat antusias kini ia tertawa. Tapi tawa yang ia tunjukkan sudah menebarkan aura kemarahan.

Tenang Bram, tenang. Lo mesti tenang, mainkan pion lo dengan cermat. Senjata lo saat ini bukanlah pukulan atau tendangan, tetapi adalah informasi yang lo punya sekarang.

“Gue gak tahu apa yang Boy lakukan selama beberapa hari di Kota XXX. Petunjuk nihil atau lebih tepat nya kalaupun ada yang tahu tidak ada yang mau membuka mulut.”

“Kan elo punya banyak duit, bayar dong mereka, orang-orang yang lo prediksi tahu apa yang dilakukan Boy selama di Kota XXX.”

Kali ini aku yang tertawa geli, kadang Rangga itu orangnya naif.

“Mereka bukan tipe orang yang bisa buka mulut meski di bayar.”

“Emang udah lo coba bayar mereka?”

“Gue gak berani lah, dengan polos, menawarkan mereka imbalan uang kalau bisa kasih info tipe A1 tentang Boy.”

“Ciiih, memangnya mereka itu siapa?”

“Begini, gue jelasin, sorry gue gak bermaksud menggurui elo. Boy itu luar biasa terkenal, 3 tahun lalu, tidak ada satu pun siswa bajingan di seantero Kota XXX yang tidak tahu Boy. Bukan cuma dengar nama Boy doang, mereka tahu seperti apa wajah, penampilan Boy, kalem tapi ya gitu lah. Mereka yang gue tanya adalah beberapa orang yang masih satu angkatan dengan Boy atau hanya beda satu atau dua angkatan di atas Boy. Mereka bukan orang kaleng-kaleng, mereka tetap jiwa bajingan. Meski gue punya om seorang Jack, namun gue lebih memilih menghindari konfrotasi yang tidak perlu dengan mereka. Dari ekspesi mereka saat gue tanya tentang kabar Boy, semuanya punya satu kesamaan ekpresi.”

“Ekspresi apa?”

“Mereka seakan heran setelah sekian lama, nama Boy tiba-tiba muncul. Hal ini membuat gue punya kesimpulan, Boy tidak mendatangi mereka.”

“Taik lo! Bilang aja lo gagal dapat info tentang Boy ! pake sok  muter-muter gak jelas!” umpat Rangga.

Gue lihat tangannya yang menggenggam botol bir mengeras. Anjir, daripada gue tiba-tiba kena hantam botol bir sampai kepala bocor berdarah-darah, mending gue keluarin kartu AS yang memang gak bisa gue simpan lama-lama.

“Gue dapat satu saksi mata yang bertemu dengan Boy,” kata gue cepat. Gue menarik nafas lega karena Rangga menjauhkan tangannya dari botol, fiuh…

“Nah…ini yang mau gue dengar, bajingan lo Bram lo sepertinya memang sengaja mempermainkan gue. Telat sedetik lu ngomong itu tadi, ini ujung botol sudah gue jejalkan ke dalam mulut lo. Lanjut! Cerita sampai tuntas!”

Gue menelan ludah. Keparat, ngobrol dengan Rangga memang ibarat ngobrol sambil di todong pistol.

“Saksi mata itu namanya Anta, dia tukang cukur di CUT2CUT, barbershop yang cukup terkenal di sini.”

“CUT2CUT, gue sering dengar itu nama. Lalu apa hubungan Anta dengan abang gue?”

“Jadi gini, suatu malam beberapa minggu yang lalu saat CUT2CUT mau tutup, datanglah satu orang asing. Saat Anta bilang bahwa toko sudah mau tutup dan di minta untuk datang lagi besok, orang itu tetap diam dan malah duduk santai. Anta yang capek setengah menghardik orang tersebut. Karena suara Anta meninggi, bos CUT2CUT sampai keluar dan melihat apa yang terjadi. Lalu Anta melihat kalau si bossnya terkejut dan tertegun melihat kedatangan orang asing tersebut. Saat Anta hendak kembali mengusir orang tersebut, bosnya bilang bahwa dia adalah kawan lamanya. Kemudian Anta di minta untuk segera pulang. Anta yang tidak menaruh curiga akhirnya pulang. Hanya saja keesokan hari, ia menjumpai wajah bosnya memar dan lebam, khas luka bekas orang kena pukul. Yang di pikirkan oleh Anta hanya sosok asing tersebut. Namun Anta diam tidak berkomentar tidak berani bertanya ke bosnya.”

Rangga diam dan sesekali meminum bir.

“Sebentar, sebentar lalu darimana orang bernama Anta itu menyimpulkan kalau orang asing itu adalah Boy?”

“Jadi gini, Anta itu tetangga gue. Bos dari Anta itu salah satu dari beberapa orang yang menurut gue bakal di temuin oleh Boy jika ia kembali ke kota ini. Karena bos Anta sedang jarang berada di tempat kerjaan, makanya gue gak bisa nanya langsung. Jadi pas gue beli rokok di warung, gue ketemu Anta yang juga beli rokok. Gue baru ingat kalau Anta ini kerja di CUT2CUT, jadi gue iseng nanya, apakah ada orang aneh atau asing yang datang ke CUT2CUT dalam kurun waktu dua minggu ke belakang.

Awalnya Anta bilang lupa, atau tidak tahu. Tapi dari gerak-geriknya Anta punya informasi, namun ia ragu untuk cerita. Ya setelah gue ajak duduk, rokok’an bareng sambil ngopi plus uang buat beli kondom 500ribu, baru tuh si Anta cerita tentang kedatangan orang asing seperti yang tadi gue cerita. Feeling gue langsung nangkep, ‘ini pasti Boy’. Pas gue bilang, orang itu adalah Boy, Anta sempat tidak percaya, namun gue kasih lihat foto Boy sewaktu ia SMA yang gue simpan di ponsel. Gue minta Anta tatap matanya. Setelah beberapa saat, baru kemudian Anta badannya menggigil.”

“Anta menggigil?”

“Karena Anta sempat menghardik orang asing yang ternyata fix adalah Boy hahahahahah. Ia ketakutan, telat pool. Anta sampai bersyukur karena bosnya meminta ia untuk cepat pulang..”

“Bram kata lo abang gue terkenal, kenapa Anta gak mengenali Boy saat itu juga? Anta belum pernah ketemu Boy saat masih sekolah?”

“Anta tahulah Boy, kan dulu dia lulusan SMA SWASTA XXX. Satu angkatan sama Boy malah.”

“Loh kok gak kenal?”

“Anta tidak mengenali Boy karena Boy yang Anta temui, badannya penuh tatto,sampai ke muka, leher segala. Kan lu tahu juga, Boy sewaktu SMA kan bersih tidak punya rajah sama sekali.”

Rangga mengangguk khidmat, gue senang karena ia punya sedikit petunjuk tentang Boy. “Bram, lalu siapa bos dari Anta, pemilik CUT2CUT yang kemungkinan sempat berbicara dengan Boy dan berujung dengan perkelahian.”

“Bos Anta namanya Bang Sadli, dia alumni SMA NEGERI XXX juga. Satu tingkat persis di atas Boy.”

Rangga tersenyum. “Rasanya gue bisa dapat info A1 tentang Boy dari Sadli. Bram, anterim gue kesana. Sekarang.”

Gue terkejut. “Ngga,kalau tiba-tiba lo mendatangi Bang Sadli dan bertanya tentang Boy, dia pasti curiga. Dia pasti nanya siapa lo. Siapa di sini bukan cuma nama lho ya, tetapi apa hubungan lo dengan Boy.”


Rangga menenggak botol bir hingga tandas lalu berdiri, “Ya gue tinggal bilang, gue adiknya Boy. Kalau dia gak percaya, gue bisa buktiin dengan foto.”

“Ya berarti lo siap buka kedok dong?”

“Ya apa boleh buat, karena gue uda buka jati diri gue, Sadli gak punya pilihan mesti cerita tentang pertemuannya dengan Boy. Pokoknya kalau gak bisa cara halus, gue pakai cara kasar biar Sadli buka mulut. Ayok cabut!pokoknya lo kasih tunjuk ke gue orang yang namanya Sadli.”

Vakkkkkkkkk!!!!

ITU SADLI A.K.A GUY ,satu dari lima leader LPH anjenggg!! kalaupun lo bisa kalahin Sadli, empat leader lain bakal nyariin elo bangkeeeee !!! sebelum mereka nemuin elo, empat LPH itu bakalan datengin gueeee, coegggggg!

Lepas dari Rangga, ketemu sama LPH, da fuck!



*****
@ TRIBE-BAR
Di saat yang bersamaan
*****


(POV BANDOS)



"Halo Bang Dope..."

"Ada apa?" Jawabnya.

"Bang lagi repot gak?"

"Lagi di rumah sih, ada apa? Dah to the point aja. Gue mau jalan," tukas Bang Dope.

"Iya Bang Iya, jadi gini Bang, ini kan gua tandem sama Jetod. Ya setelah seperti biasa mengamati dan menguntit beberapa TO sekaligus, gua sama Jetod mampir ke cafe bentar wat ngebir karena gila ini Kota panasnya parah-"

"Ndos, tolong skip langsung ke intinya, jangan kontak gue kalau gak penting," sela Bang Dope sembari meninggikan suara.

"Siap ! Justru ini gua nelpon Bang Dope dulu karena gua rasa penting banget bang. Intinya gini, gue gak sengaja cuma selisih beberapa meja dengan salah satu anjing bangsat yang turut tanggung-jawab dengan 'menghilangnya' beberapa komrad kita dulu di Hanggar."

"Hanggar? Maksud lo. Bram?" Gue salut karena Bang Dope langsung tahu siapa yang gua maksud, emang encer benar Bang Dope ketimbang Bang Rambo yang gua rasa otaknya makin gak singkron kebanyakan flaka.

"Iya benar Bang!"

"Lo yakin itu Bram?"

"Yakin bang! Meski penampilannya sekarang sangat berbeda, tapi gua hapal banget gaya dan gerak-geriknya. Udah gue amatin kurang lebih 30 menit."

"Ndos, lo coba foto orang yang menurut lo adalah Bram. Terus lo WA ke gua."

"Sekarang Bang?"

"Iyalah!"

"Oh baik-baik, gua matiin telponnya ya bang."

Setelah mematikan sambungan telepon, gue lalu diam-diam mengambil foto mirip yang menurut gua adalah Bram yang kini duduk di pojok bersama satu temannya yang kelihatan culun. Mereka terlibat percakapan yang cukup serius sampai-sampai Bram gak terlalu banyak memperhatikan sekeliling. Dua foto yang paling jelas, langsung gua WA ke Bang Dope.

Tak lama kemudian, muncul balasan.

BANK DOPE
mata lo tajam juga, fix gua setuju sama lu. Dia Bram.
16.49

langsung gua balas.

BANDOS
TO langka ini Bang, nih orang paling susah, paling licin buat di lacak.
16.50

gak lama setelah pesan gua terkirim, Bang Dope tiba-tiba menelepon gua.

"Lo duduk manis di situ, stay low! Jangan sampai menarik perhatian Bram. Lo kuntit dia, cuma buntuti, gak lebih, ngerti?!"

"Ngerti, ngerti gua bang. Meski rasanya agak sayang karena kami gak dapat ijin buat ya sedikit main-main sama dia. Selain karena dia cuma berdua doang, dia gak kenal gua maupun Jetod. Jadi dia gak bakalan curiga sih bang."

Gua coba sedikit menyindir agar minimal bisa kasih sedikit salam tempel ke Bram. Kabar bahwa dia kini tidak sesempurna dulu alias salah satu kakinya cacat permanen akibat kecelakaan saat dia di kalahkan Yosi memang benar adanya. Pas Bram tadi pergi ke toilet, jalannya terpincang-pincang.

Sasaran empuk orang pincang macam Bram kok ya sayang buat di lepas gitu aja.

"Ndos, kalau lo macem-macem tidak mengindahkan omongan gua, berarti lo siap berurusan dengan big boss langsung," tegas Bang Dope.

Anjrit, jiper juga sih gua pas Bang Dope bawa-bawa nama Big Bos.

"Oke-oke bang, siap!"

Setelah panggilan terputus, gua letakkan ponsel di atas meja dan memutar-mutarnya.

"Babi, kita gak boleh 'pegang' Bram cui, taw gitu tadi gua gak usah cerita ke Bang Dope."

Jetod tersenyum sinis.

"Kan udah gua bilang Ndos, gak usah lo telpon-telpon ke Bang Dope, tapi cari muka banget sih lu goblog," sembur Jetod yang sedari tadi diam.

"Fiuh ya gimana, udah terlanjur. Padahal ada sasaran empuk, ibaratnya ada daging segar di dekat dua serigala lapar. Masih dendam banget gua anjing sama Bram," kata gua kesal sendiri sambil menenggak abis botol bir Bintang.

"Idem. Btw, Ndos, gua ada dua balaclava di mobil, sama beberapa linggis, stik bisbol, samurai. Sekarang ini pun gue nyelipin pisau di kaus kaki...." Jetod tertawa menyeringai. "Asal kita main rapi, kita bisa patahin satu atau dua tulang Bram, tanpa seorang pun yang tahu kalau itu perbuatan kita."

Gua agak terkejut karena Jetod malah manas-manasin gue. "Kalau Bram kenapa-kenapa Bang Dope bakalan auto curiga sama kita Tod!"

Jetod menggeser duduknya dekat gua. Setelah meneguk beberapa tegukan bir, Jetod berbicara lirih.

"Sejak kapan lo jadi cemen gini Ndos, kan udah gue bilang, kalau kita main rapi, gua jamin kita bisa main bentar dengan tuh anjing tanpa kita di sangka jadi pelakunya, toh si Bram kan cuma bonus, bukan main target."

Bajingan.. gue jadi penasaran..

"Oke, jadi seperti apa rencana lo?gue dengerin"

Jetod menyeringai sambil menjejalkan puntung rokok ke asbak yang ada di meja kami.

“Kita tunggu mereka, lo di sini, gue tunggu di depan, jika keduanya sudah mau cabut, lo kabarin gue. Setelah lo nyusul gue, kita sergap mereka di basement, tentu setelah kita pakai balaclava. Kita todong lalu kita suruh mereka jalan di gang buntu dekat sini yang sepi. Di sana tanpa ba-bi-bu lagi demi Bang Bara kita patahin tulang-tulang Bram…”

“Hehhehehe, boleh juga, biar kesannya perampokan, kita ambil aja dompet, kalau tar mereka masuk korban penganiayaan tanpa motif, Bang Dope bisa curiga itu perbuatan kita,” tambah gue.

“Mantap-mantap! Yadah, gue keluar dulu. Lo mau samurai apa stik?” tanya Jetod.

“Badik aja, di tas pinggang yang di mobil gue ada badik.”

“Oke.!”

Setelah Jetod pergi, gue lanjut minum-minum sambil terus memperhatikan keduanya. “Lun, culun sial benar lho hari ini, apes benar elo lagi sama Bram karena lo bakalan ikut kami gulung ntar,” gumam gue saat melihat teman Bram yang culun berkacamata dengan rambut belah tengah.

Tak lama kemudian keduanya sudah berdiri dan hendak pergi, gue segera WA Jetod yang sudah menunggu di depan. Gue mengikuti keduanya dari belakang, ketika pintu depan terbuka, keduanya langsung turun ke basement tempat mobil terparkir. Jetod mengangguk saat ia melihat gue di belakang Bram. Jetod mendatangi gue, menyerahkan badik dan balaclava.

“Balaclava kita pakai setelah kita ada di basement, tadi gue cek, petugas jaga parkir sedang makan di depan,” bisik Jetod.

Gue mengacungkan jempol. Kami berdua lalu menguntit berjarak 6-7 meter di belakang keduanya, kami segera memakai balaclva dan menghunus senjata, gue b, awa badik, Jetod bawa pisau lipat.

“Kita sergap…sekarang!” kami berdua setengah berlari, gue menodong Bram sementara Jetod menodong si culun sementara satu tangan lagi melingkari leher mereka.

“Di belakang punggung kalian ada sajam, kalau gak percaya, liat dari pantulan kaca,” ujar Jetod.

Bram dan si culun otomatis menengok dari pantulan kaca mobil, terlihat jelas benda sajam mengkilat yang ujungnya menekan punggung belakang.

“Apa mau kalian?” tanya Bram.

“Kalian jalan, ikutin arahan kami. Kalian berdua teriak, kami bunuh lo!”

Mereka berdua menurut tanpa perlawanan, hingga kami ada di gang buntu belakang gedung.

Saat kami sudah berada di gang, tiba-tiba Jetod mengambil sebongkah batako lalu ia hantamkan batako ke arah kepala bagian belakang si culun yang langsung kolaps.

Sementara Bram gue dorong mepet ke dinding,

Crash !! crash!! gue sayat beberapa kali punggung Bram hingga kemejanya sobek dan mengeluarkan darah, sengaja tidak gue sayat terlalu dalam cuma ya tetap. Selanjutnya gue dan Jetod menghajar Bram dengan tangan kosong

Jetod mencengkeram kerah Bram yang babak belur dan muntah darah.

“La…uhukkk…” Bram mencoba mengatakan sesuatu namun tidak jelas karena terbatuk-batuk.

Jetod memukul perut Bram. “Ngomong apa lo nyett!”

Bram menatap ke arah Jetod lalu menatap gue. “Lari…”

“Hah? Lari? Lo mau lari?mana bisaaa ! lo kan pincangggg!hahahah!”

“Buk…uhukk….an…bukan…gue…yang…lari…tapi….” ujar Bram terbata-bata.

“Apaa ngomong yang jelaasss!”

Entah kenapa feelinng gue ngrasa gak enak, seperti ada sesuatu yang mengancam, namun gue acuhkan.

“Kalian…yang….lari….seka…rang….sebel….”

Kami berdua tertawa, “Kami yang lari? Dari siapa huh!”

Bram dengan susah payah menunjuk sesuatu di belakang kami..

“Mon..ster…”

Gue dan Jetod reflek menoleh ke belakang.Kami melihat si culun berdiri, ia menatap kami dengan tatapan yang…. sama mengerikannya dengan big boss.. bak slow motion, si culun melepas kacamatanya perlahan…




Terlihat darah mengalir dari kepalanya yang bocor.

"Dia..dia monster hahaha! UGH!!”

Gue gak tahu apa yang terjadi berikutnya, gambaran yang bisa gue tangkap adalah si culun dengan gerakan super cepat mengambil badik yang kusarungkan dan di selipkan di pinggang. Si culun kemudian menusuk perut Jetod dan mendorongnya hingga ke dinding.  

Jleb ! jleb ! jleb !

Tiga kali tusukan cepat ke bagian perut membuat Jetod lunglai, di belakang tembok, darah segar membekas.

Gue gak tahu mesti bereaksi seperti apa, karena selanjut si culun di mata gue sudah berubah seperti monster.

Satu sayatan yang amat dalam terasa di bagian leher lalu di susul satu sergapan di arah leher…

Anehnya, rasa sakit itu cuma sebentar.

Gue malah seperti melayang,kedua kaki gue gak menapak lagi ke tanah, anjirr ini kenapa gue terbang? Ketika gue melihat lagi pemandangan depan gue, gue melihat orang yang mengenakan balaclava dan pakai baju merah, postur seperti gue terbaring di bawah dengan badik menancap di leher..

Si culun berdiri,nafasnya naik turun, tanganny bersimbah darah. Lalu ia melepas balaclava yang orang yang mirip gue. Ketika balaclava terbuka…

Orang itu ternyata gue !!………gue panik karena badan gue terbang makin tinggi, tinggi hingga muncul satu suara bergema,

“selamat datang di Jahanam….”




= BERSAMBUNG =

42 comments for "LPH #87"

  1. Anjrit.. Badas bgt.. . Mana bisa tidur gue.. Gila 2 ..
    Tapi, setidaknya SMA NEGERI bakal punya monster baru huehuehue. . Gak kebayang andai dia bisa ngalahin sadli.. Wuihh badas

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. nunggu Yandi pindah ke pesantren aj dah, siapa tau genre nya jd religi, wkwkwk

    ReplyDelete
  4. Masih byk typomm.besok dah gw benerin

    @farhan = hahaha masih terlalu cepat Rangga ketemu LPH #EH

    @Firemontol = kok virgil sig? Mabok aibon lo ya?

    Elang yg udah kalahin si Dewa, bukan virgil

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sorry om abis ngelem tadi jadi lupa namanya

      Delete
    2. Wuih @SERPANTH .. Sehat selalu ente om.. Wahha pen tau aja perbandingan Elang sama Rangga. Jadi gak sabar gue om Rangga di ekspos lebih jauh lagi.. Secerdas apa dia yak.. Tom tom.. Hohoh

      Delete
  5. Wassssemmm.... Sadis bener si Rangga.. Nungguin Rangga ketemu sama Sadli, seru nih... Thanks update nya om serpanth.

    ReplyDelete
  6. Aaakkkkhhh..... Keren bgtz suhu.. jdi gk sabar nunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
  7. makasih buat updatenya om serpanth
    gak sia sia nunggu updatean lama

    ReplyDelete
  8. Njiiirrr..sekali tabok mampuss tuh orang..seremm bener
    Konyolnya si bram malah brusaha nylametin yang nyerang
    Kereenn reaksinya rangga om panth

    Btw vinia nya ditunggu dong..
    Biar ada manis2 nyaa di XYZ
    Wakakaka

    ReplyDelete
  9. Top lah chapter kli ini,,badas bener si psiko rangga..
    Lngsung mokad tuh 2 antek blood creep

    ReplyDelete
  10. Okee fix XYZ sedang mencoba mempertahankan kerangkanya.

    Rangga....bener2 hidden beast ,asli horor ih bram pegang beast sebegitu ngerinya.
    Gorok cuiiiii......
    Sampai eps. Ini masi blm bs memprediksi apa yg akan terjadi.

    Jenang#
    Kotakretek#
    KeradbajindulKDS#

    ReplyDelete
  11. keren om serpanth.... ditunggu kelanjutan karyanya

    ReplyDelete
  12. Anjinggggg,ngeri ngeri sedap dah.
    👍👍👍👍
    Nuwus om panth.

    ReplyDelete
  13. komen dl om panth..bacanya ntar siang aja pas jam istirahat..

    thanks om..

    ReplyDelete
  14. Mantap om ....terima kasih updatenya

    ReplyDelete
  15. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  16. Jangan2 si boy ini big boss nya blood creep ya skrg ini?

    ReplyDelete
  17. Gokil cuk, ini sih real monster

    ReplyDelete
  18. sadis ga pikir panjang langsung jleb jleb

    ReplyDelete
  19. Rangga vs elang ? Badas mana

    ReplyDelete
  20. wianjir itu rangga👺👺👺👺

    ReplyDelete
  21. Waah.. klo bisa rangga dan yandi bergabung elang dkk gak ada apa2nya tu palagi vino bisa dibantai dg mudah....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tak semudah itu mourinhoooooo..
      Walau punya musuh yang sama, gak berarti bisa join juga.
      Hmmmm..

      Delete
    2. Tak semudah itu mourinhoooooo..
      Walau punya musuh yang sama, gak berarti bisa join juga.
      Hmmmm..

      Delete
  22. Part yg Yandi sma Dejan + Toni gulung2 an di part brpa ya atau di bkin flashback ntar?

    ReplyDelete
  23. Apakah big bos blod creep itu boy?karena tatapan mata rangga seperti big bos..
    Episode 38 ke atas gak di lanjut suhu?

    ReplyDelete
  24. asli dah parah mampus sosok rangga
    tapi melihat kekuatan fisik yandi, episode selanjutnya makin menarik

    ReplyDelete
  25. Seperti biasa makin puyeng .
    Thanks updatenya

    ReplyDelete
  26. rangga udah beda level sm yandi..kebringasannya beda udah..

    ReplyDelete
  27. Berani juga itu zen & yosi, mereka harus hati2.

    Tau sendiri si edgar itu super licik,
    Hmmm..

    ReplyDelete
  28. Yang ditunggu Akhirny datang juga
    Mantap Om Panth
    Sadis si Rangga,
    Tapi mantap

    ReplyDelete
  29. Beeehhhh, berapa detik tuh rangga numbangin 2 orang tuh??sejauh di cerita ini hanya rangga nih monster sbenarnya.

    ReplyDelete
  30. Mantap updatenya om serphant.. walaupun jalan ceritanya sedikit lambat tetapi cukup detail dan semakin menarik. Layak untuk ditunggu update selanjutnya. Suwun hu..

    ReplyDelete

Post a Comment