Featured Post

LPH #36

Episode 36
Darah Muda

 (pov : Yandi)



Jam setengah 5 sore aku dan Dita berangkat menuju pantai Bening yang berpasir putih dengan menaiki motor Vario Merah milik Dita. Sepanjang perjalanan Dita memelukku erat sekali dari belakang dan kami tidak terlalu banyak ngobrol karena aku membawa motor cukup kencang sehingga kurang nyaman jika sambil bercakap-cakap karena pasti tidak akan jelas terdengar.  Jam setengah 6 sore akhirnya kami berdua sudah sampai di kawasan pantai wisata. Karena ini hari minggu, aku tidak heran jika pinggir pantai sudah ramai. Di pinggiran pantai berjejeran para penjual minuman kelapa muda, jagung bakar, ikan bakar dan makanan sea food lainnya. Mereka berjualan di dalam pondok-pondok kecil. Dan tikar dihampar di atas pasir-pasir menghadap ke laut lepas. Yang saya suka dengan kawasan pantai disini adalah tingginya kesadaran para pengunjung, para pembeli dan para penjual untuk tetap memperhatikan kebersihan pantai.

Kami berdua lalu mencari spot yang belum terlalu ramai dan kemudian memesan 2 jagung bakar pedas manis dan 2 es kelapa muda yang disajikan langsung di batok kelapa. Aku dan Dita akhirnya mendapatkan spot yang cukup strategis untuk menikmati sajian utama dari keindahan pantai Bening yakni pemandangan sunset alias matahari terbenam. Tak lama setelah kami duduk, pesanan kami sudah di antarkan. Aku dan Dita berbicara tentang banyak hal, namun ketika matahari mulai mendekati garis cakrawala pantai, Dita duduk di sampingku, ia menggenggam tanganku sambil menyandarkan kepalanya di pundak kananku.

“Matahari mulai terbenam yang,” Dita menatapku sebentar lalu kembali menyandarkan kepala dan menatap ke arah ufuk barat. Semburat cahaya kuning bercampur dengan cahaya jingga nan indah mulai meredup. Dan perlahan menyisakan sedikit cahaya yang masih tertinggal meskipun sang matahari sudah terbenam sempurna. Menikmati kelapa muda, jagung bakar sambil merasakan semilir angin, suara deburan ombak, kaki yang terbenam di antara pasir putih yang halus saja sudah luar biasa menyenangkan dan melihat proses terbenamnya matahari serta disempurnakan dengan kehadiran seseorang yang aku cintai di sampingku, tanpa sadar membuat bergumam pelan. “Bahagia itu sederhana..”

Dita sepertinya mendengar gumamanku tersebut. “Bahagia itu kamu,” bisik Dita dan kami berdua berpandangan. Jika saja di pantai ini hanya ada kami berdua, aku sudah mencium Dita. Setelah suasana pantai mulai menggelap dan beberapa obor dinyalakan di pinggir pantai, aku dan Dita memutuskan untuk pulang. Aku sempat mengajak Dita untuk makan malam di salah satu resto sea food namun Dita menolak, masih kenyang katanya. “Kita makan nasi goreng Surabaya di dekat stadion aja yang,” tambahnya. Aku mengangguk. Sambil bergandengan tangan, kami berdua jalan menuju lokasi parkiran. Namun obrolan kami terhenti ketika kami melewati beberapa orang yang sedang nongkrong di warung kopi dekat pos parkiran motor tiba-tiba ada salah seorang di antara mereka yang memanggil Dita,

“Dita....”

Aku dan Dita tentu saja langsung menoleh.

“Tuh benar kan itu Dita, gak salah lihat gue.”

“Cie yang ternyata pacaran mesra banget sampai mojok di pantai, haha.”

Dita seperti menunjukkan reaksi kaget dan wajah tidak suka. Dita memegang tanganku dan terus berjalan mencoba untuk tidak menghiraukan orang-orang tersebut. “Ayo pergi yang, gak usah digubris,” ujarnya. Namun Dita diam saja, sehingga aku menoleh ke arah mereka. Orang pertama yang memanggil Dita tiba-tiba berdiri lalu berjalan ke depan warung, ia menyalakan rokok lalu menatapku tajam. Dengan rambut cepak yang disemir warna blonde, kulit agak hitam, badan besar tinggi tegap ia terlihat mencolok sekali. Dia menghembuskan rokok ke udara sambil menatap ke arahku dan aura permusuhan langsung bisa aku rasakan.



 Aku membalas tatapan matanya. Sadar aku sedang berbalas tatapan dengan orang tersebut, Dita menarik tanganku lebih cepat. Hingga akhirnya orang tersebut menghilang saat kami menjauhi warung kopi. Sampai di parkiran motor, aku bertanya ke Dita siapa mereka. Dengan nada enggan Dita menjawab. “Mereka anak-anak SMA SWASTA XXX. Anak kelas 2.” Setelah membantu Dita mengunci helm, aku bertanya ke Dita tentang sosok yang beradu pandang denganku.

“Cowok yang berdiri tadi namanya Jalu, dia anak basket. Dan dia adalah...emmpph..sahabat dekatnya...... Puput.” kata Dita pelan sambil menatapku.

“Oh..”

Aku langsung mengetahui apa yang ada di pikiran Dita yang nampak gelisah.

Puput menyukai Dita dan Jalu sebagai sahabat Puput pasti mengetahui hal tersebut. Apalagi akhir-akhir ini Dita mengakui Puput semakin gencar mendekatinya. Dan Jalu sebagai sahabat Puput, jelas tidak menyukai pemandangan dimana Dita cewek gebetan temannya ternyata malah jalan berdua denganku dan menunjukkan kemesraan. Aku yakin Jalu tidak akan tinggal diam dan menceritakan hal ini kepada Puput. Dan entah apa reaksi Puput saat mendengar cerita tersebut.

Entahlah.

Yang jelas aku mencium bau masalah dalam waktu dekat ini.


*****
@  Lapangan Basket Kompleks Stadion Merah-Putih
Di waktu yang bersamaan
*****



(POV Puput)


Nathan mendrible bola pelan, gue dan Ucok menempati posisi di bawah ring, kami berdua di bayangi dengan ketat anak Saturn. Nathan dihadang oleh Angga dari Saturn. Angga membentangkan tangannya lebar dan merendahkan tubuhnya,seakan menantang Nathan untuk mencoba melewatinya. Nathan menatap gue sekilas dan gue langsung tahu apa kemauan Nathan. Nathan bergerak ke sisi kanan sembari membelakangi ring, di pressing ketat oleh Angga.  Dan gue membuat gerakan tipuan sehingga Giri yang mengawal gue tertinggal beberapa langkah. Nathan lalu membuat gerakan merangsek dan Angga terpancing mengikuti Nathan, namun pada saat yang sama Nathan mengoper bola ke gue melalui belakang punggungnya. Nathan cuma tertawa ketika memamerkan kedua tangannya yang kosong. Angga yang sadar telah tertipu lalu berteriak kepada Giri untuk mempressing gue.

Gue yang kini memegang bola, dalam posisi terbebas dalam sepersekian detik tepat di tengah, namun sedikit berada di luar garis. Tempat ideal untuk melakukan tembakan 3 angka, namun  gue dan anak-anak sedang bermain 3 on 3 lawan Saturn. Tembakan gue dari sini cuma akan menghasilkan 2 angka. Namun keadaan sekarang sedang game poin untuk tim gue, 20-19. Matchpoint.

“Bangsat ! Giri ! Jangan biarkan Puput menembak !” teriak Angga, leader dari Saturn.

Gue tersenyum sinis dan tertawa dalam hati, Angga, Angga... Elo itu rival gue dari SMP, masak masih belum hapal kalau gue paling payah dalam hal tembakan 3 angka. Lo harusnya tahu spesialisasi gue sebagai seorang Center. Gue punya kekuatan besar buat ngedobrak lawan ! Gue mendribbel sekali dan menerjang ke arah Giri dengan menggunakan punggung belakang gue hingga Giri terjungkal ke belakang. Dan tidak ada suara peluit dari bang Theo yang jadi wasit, artinya bukan offensife foul. Setelah terbebas dari Giri, dengan 3 langkah panjang gue lalu melompat ke arah ring bola sambil berteriak,

“SLAM DUNK !!!!”

BLAM !

Gue sukses memasukkan bola ke dalam ring dengan sepenuh sepenuh tenaga. Gue sempat berpegangan ke ring dengan dua tangan dan kembali berteriak. Hal tersebut membuat para penonton bersorak. Lalu terdengar peluit panjang. Pertanda pertandingan 3 on 3 ini sudah selesai dimana tim gue, Ghost menang dengan skor ketat 21-18 lawan Saturn.

“Woi put, cepat turun ! Bisa patah itu ring kalau elo bergantung terus!” teriak bang Firman.

Gue lalu turun dan bersalaman dengan Nathan dan Ucok, 2 sohib andalan gue di tim Ghost. Gue lihat Angga, Giri dan Edo berjalan meninggalkan lapangan dengan langkah gontai. Gue lalu berteriak memanggil Angga. “Ngga, thanks bro ! Seger banget dapat duit 15 juta ! lo pada kalau gak punya ongkos buat pulang, bilang ke gue aja. Gak usah malu, gue kasih ongkos pulang, haha” Angga berhenti lalu menoleh ke arah gue. “Anjing lu Put, ” sembari mengacungkan jari tengahnya ke gue kemudian berlalu meninggalkan lapangan sambil membawa tas olahraganya.

Ucok yang sepertinya gak terima dengan gestur tersebut hendak mendatangi Angga, namun gue memegang baju Ucok. “Weits, kalem aja Cok. Gak usah ribut. Biarin anak-anak Saturn cabut. Gak enak gue sama bang Theo kalau sampe kita ribut disini.” kata gue sambil merangkul Ucok, teman gue yang punya sumbu cuma 2 cm alias gampang emosi.

“Wah dapat dana segar nih kita men ! Cihuy !” ujar Nathan yang mendatangi kami berdua.

“Hehehe yoi. Nathan, nice pass as always.” kata gue sambil menepuk pundak Nathan.

“And amazing slam dunk from you bro like ain’t  nothin, haa.”

“Cool. Eh gue nemuin bang Theo dulu, ngurus duitnya. Tar gue transfer 10 juta ke rekening elo pada.”

“Sip.”

Gue lalu meninggalkan Nathan dan Ucok untuk mendatangi bang Theo. “Bang, makasih udah ngrepotin elo malam ini.” kata gue sambil menyalami bang Theo, salah satu dedengkot freestyler  basket di Kota yang sangat disegani dan merupakan salah satu alumni SMA SWASTA XXX.

“Oi santai Put, nice game. Gue harus akui pamor Ghost bakalan makin naik daun nih setelah menang lawan Saturn. Kapan-kapan boleh nih Ghost sparring ma K-21.” ujar bang Theo sambil menepuk pundak gue.”

“Waduh, belum level kami bang lawan K-21, jawara nasional kompetisi basket 3 on 3.”

“Haha bisa aja loh. WA-in gue nomor rekening elo put. Gue mau kirim tuh duit panas yang nangkring di rekening gue.”

“Hahahahah iya bang. Maaf yak, eh bang ntar transfernya 28 aja, gak usah 30. Yang 2 abang simpen aja, mayan buat beli wrist band baru, hee.”

“Duh jadi gak enak gue.”

“Alahm santai bang. Buat uang lelah jadi ref malam ini.”

“Haha siap. Oia Put, bulan depan kan udah dimulai tuh penyisihan basket tingkat Kota. Sebaiknya kalian bertiga kurangin dulu deh aktifitas Ghost main 3 on 3. Jangan sampe kalian kena cedera gak perlu.”

“Iya bang, Ghost vakum dulu kok, biar konsen latihan dan persiapan buat kompetisi.”

“Sip, gue lega sih kalian bertiga gak kenapa-kenapa. Kalau sampai ada yang cedera, pelatih elo si Sammy bakalan marahin gue habis-habisan.”

“Iya bang, hehe.”

“Yadah, gue balik duluan ya. Jangan lupa cepat WA ke gue nomor rekening elo.”

Gue mengangguk. Setelah bersalaman sekali lagi dengan bang Theo, gue pun juga mau balik. “Guys, tar sebelum pulang,  kita makan di Nasi Goreng Surabaya situ yu, lapar banget gue.” ajakku.

“Yoi put, tapi tar dulu masih keringetan gini.” sahut Ucok.

‘”Iya santai, tar abis mandi sekalian. Ogah gue makan di sana bau keringet. Oia, tar malam gue transfer duit kalian ye.”

“Oke.”

Sementara gue dan Ucok mengobrol, Nathan sedang asyik main Mobile Legend. Argh ni anak, nge-game mulu. Gue lalu bersandar di pagar kawat sembari mengelap keringat dari tubuh gue. Fiuh capek juga ngladenin tantangan anak Saturn. Setelah sekian lama, akhirnya Ghost dan Saturn bisa tanding dalam 3 on 3. Namun pertandingan tersebut juga bukan sekedar pertandingan biasa karena melibatkan uang taruhan dalam jumlah cukup besar. Dan taruhan kami malam ini adalah 15 juta. Agar masalah uang tidak menjadi pangkal masalah, maka baik Ghost dan Saturn mentransfer uang sebesar 15 juta ke pihak ketiga yang bisa dipercaya oleh kedua pihak. Setelah kesulitan menentukan siapa orang ketiga tersebut, akhirnya gue usul ke Angga biar bang Theo yang jadi pihak ketiga dan sekaligus jadi wasit dalam pertandingan kami. Karena reputasi bang Theo yang banyak di idolakan oleh komunitas anak-anak basket, maka usul gue di setujui.

Dan singkatnya, malam ini kami berhasil mengalahkan Saturn, tim juara 3 on 3 yang pernah di adakan tahun lalu. Sama seperti gue, Saturn juga bentukan anak SMA dari sekolahan yang sama. Saturn yang di pimpin oleh Angga berasal dari SMA NEGERI YYY. Saturn yang merasa sombong karena belum pernah kalah, sesumbar bakal mengalahkan semua tim. Karena gregetan melihat kesombongan tim Saturn, gue lalu mengajak Nathan dan Ucok membentuk Ghost untuk tim 3 on 3. Dengan postur tubuh tinggi besar, gue jelas menjadi Center di tim. Tukang dobrak di bawah ring, kalau bahasa pemain bola, gue itu bek sapu. Sesekali gue maju untuk melakukan serangan favorit gue slam dunk. Rasanya puas banget bisa menghantam ring basket sampai bergetar ahaha. Pemain NBA favorit gue jelas...

Bukan, bukan Shaquile O’Neal. Center favorit gue bukan dia tetapi Kareem Abdul Jabar, pemain nyentrik yang setia dengan kacamata dan nomor punggung 33.

Kalau Nathan itu posisinya Point Guard. Nathan tu kalau gue bilang mirip Steve Nash, Point Guard legendaris Phoenix Suns baik dari segi penampilan, wajah dan model rambut pendek. Terlihat lugu, tidak menonjol. Tetapi begitu dia menonjol, kesan polos Nathan akan menghilang dan ia akan tampil all-out tidak takut beradu fisik dengan lawan. Dalam permainan terbaiknya ia tidak segan akan berteriak, memberikan komando tanpa merasa sungkan ya ia teriaki adalah senior-seniornya. Singkatnya, Nathan adalah nyawa dan motor utama di tim basket sekolah kami.


Sementara Ucok, posisinya Power Forward. Ucok jago bertahan maupun menyerang. Tembakan lay outnya mematikan. Power dia juga cukup kuat untuk mendobrak lawan ketika menyerang. Namun orangnya emosian, suka melanggar lawan tapi gak suka di langgar haha. Sifat Ucok tu mirip sama pemain NBA eksentrik sepanjang masa Dennis Rodman yang juga berposisi Power Forward.

Setelah Ghost dibentuk, pamor kami makin naik karena setiap hari minggu kami bertanding melawan tim-tim lain di Kota. Dan rasanya senang sekali bisa menjadikan Saturn pecundang malam ini. Mereka banyak bacot sih belum ketemu lawan sesungguhnya. Ghost yang gue bentuk terdiri dari gue dan 2 teman yang sama-sama bersekolah di SMA SWASTA XXX. Kami bertiga juga bagian dari tim utama anggota basket di sekolah. Dan tahun lalu sekolah kami melaju jauh di kompetisi basket SMA tingkat Nasional. Setelah menjadi nomor 1 di tingkat regional, kami lolos ke babak 8 besar Nasional. Namun kiprah kami terhenti di 4 besar. Mengecewakan namun juga kalah dengan tetap menegakkan kepala. Dari beberapa ulasan surat kabar yang gue baca mengenai reputasi tim basket kami, nama gue, Nathan dan Ucok menjadi pusat perhatian. Pujian mereka lumayan membuat kami semakin percaya diri. Dan target kami tahun ini jelas, kembali masuk 8 besar nasional, syukur-syukur bisa menyamai prestasi tahun lalu.

Gue lalu membuka kaos gue yang basah, minum air putih lalu mengambil iPhone gue dari dalam tas. Gue langsung membuka Instagram dan Twitter Dita. Tidak ada postingan terbaru. Gue buka WA dan pesan yang gue kirim tadi sore juga belum dibalas. Jangankan dibalas, dibaca aja belum. Agak bete juga sih gue sama karena kemarin dia tiba-tiba membatalkan acara. Padahal sebelumnya dia mau gue ajak keluar makan malam. Gue mau ajak Dita makan malam di Bukit Agung Night View yang romantis. Dan rencananya gue bakal nembak Dita buat jadi pacar gue. Tapi sudah susah payah pesan tempat disana, eh Dita minta maaf gak bisa keluar karena di ajak ortunya pergi ke luar kota. Sebal tapi gue gak bisa marah ma dia. Gue lalu membuka salah satu foto Dita yang gue ambil dari foto profile Whatssapp.

Ugh Dita, loe uda buat gila, gue jatuh cinta banget sama elo Dit. Sikap elo yang ramah, kadang centil, supel dan paling imut dari semua cewek cheerleader membuat gua jatuh cinta diam-diam. Sejak gue jatuh cinta sama Dita, gue jadi mulai menghentikan kebiasaan buruk gue yakni tidur dengan cewek sembarangan. Karena gue gak mau itu jadi masalah di kemudian hari.  Saat gue tengah memandangi foto Dita, tiba-tiba ada panggilan masuk.

JALU CALLING….

Gue senyum, pasti ni bocah nanyain hasil pertandingan Ghost vs Saturn. Jalu itu juga bagian dari anggota tim basket, posisinya sebagai shooting guard.

“Haloo bro.” jawab gue.

“Halo Put. Put, lagi dimana elo? ”

“Gue di lapangan basket stadion. Oi gue menang nih lawan Saturn haha.”

“Selamet dah kalau gitu.”

Gue merasa ada yang tidak beres karena nada suara Jalu terlihat serius, tidak santai seperti biasa.

“Ada apa lu? Kayak ada kabar penting nih.”

“Iya gue punya kabar penting, tapi ini bukan kabar baik.”

‘’Eh ada apa? Engkel lo kambuh lagi?”

“Bukan.”

“Lo putus ma Puspa?”

“Bukaan.”

“Elo berantem sama orang? Butuh bantuan? Dimana ! Gue samperin!”

“Bukaaann, anjir. Lo diem dulu deh, gue mau jelasin lo nyela mulu.” Terdengar suara gusar dari Jalu.

“Hehehe kalem, oke, ada apaan bro?”

“Lo tahu, gue orangnya gak bisa basa-basi. Jadi gue jelasin dengan cara yang sesimpel mungkin. Tentang Dita.”

Tawa gue langsung reda begitu Jalu menyebut nama Dita. Dan gue langsung khawatir gue mengira bakal mendengar sesuatu yang buruk menimpa Dita.

“Dita? Dita kenapa Lu??” Gue otomatis langsung berdiri sambil berbicara di telepon.

“Gue tadi sore ke pantai Bening. Dan gak sengaja gue lihat Dita disana. Dia jalan sama cowok. Gandengan tangan mesra.”

Gue kaget sampai gak bisa ngomong apa-apa. Namun gue mencoba tidak berprasangka buruk ke Dita, mungkin itu temannya atau bisa jadi sepupunya dan saat itu mungkin Dita sedang jalan-jalan ke pantai sama keluarga besarnya.

“Ah itu cuma teman atau saudaranya mungkin.”

“Mereka menyaksikan sunset duduk berdua, dekat dan nampak intim. Bahkan saat sunset mereka berpegangan tangan dan Dita sampai menyandarkan kepalanya ke cowok. Dan sikap mereka jelas seperti......orang pacaran.”

Jalu itu teman baik gue, sohib deket. Jadi gue tahu di serius dan gak mungkin bercanda. Dita sudah punya pacar?? Kapan jadian?? Dengan siapa ? Sejuta pertanyaan berlalu lalang di pikiran gue. Rasanya sakit membayangkan Dita tiba-tiba punya pacar. Karena selama ini dia selalu bilang belum punya cowok. Cowok. Siapa cowok tersebut?

“Lo tahu siapa cowok yang bersama Dita?”

“Gak, gak tahu. Tapi gue pastiin bukan dari sekolah kita. Karena gue sempat beradu pandang dengan cowok yang Dita gandeng.”

“Eh Dita tahu kalau elo disana?”

“Iya. Mata gue cukup awas dan yakin kalau itu Dita namun gue mesti pastikan cewek tersebut adalah Dita. Jadi ketika cewek tersebut lewat depan gue, gue langsung panggil Dita dan cewek tersebut langsung menoleh. Itu 100% Dita. Setelah gue panggil, Dita kaget dan langsung mengajak cowok yang ia gandeng untuk mempercepat langkah.”

Tangan gue terkepal. Gue gak sanggup berkata-kata apa lagi.

“Cowok yang bersama Dita sepertinya bukan cowok sembarangan Put.”

“Maksud loe?”

“Dari cara ia membalas tatapan mata gue, gue tahu cowok itu punya nyali. Posturnya lumayan tinggi namun agak kurus. Rambutnya cepak pendek. Gue baru pertama kali lihat tu cowok, jadi gue benar-benar gak tahu dia siapa dan dari mana. Tapi kalau dilihat di masih seumuran kita-kita, masih anak SMA juga.”

Gue benar-benar gak ada bayangan tentang cowok yang di deskripsikan oleh Jalu. “Oke thanks Jal.”

“Put, lo jangan bunuh diri ye....Lo belum bayar utang gue.”

Gue sedang kesal, kecewa, marah, sedih dan patah hati, tapi perkataan Jalu membuat gue lumayan terhibur.

“Anjing, haha. Gue bayar hutang gue malam ini , gue bayar sama bunganya sekalian. Santai Lu, gue gak lah sampai bunuh diri. Yang ada gue malah pengen bunuh tuh cowok haha.’

“haha itu baru sohib gue. Santai put, gue bakal bantuin elo bunuh tuh oowok. Gue bakal cari tahu siapa itu cowok.”

Gak, dalam urusan seperti ini. Ini murni masalah pribadi, gue gak mau bawa orang lain termasuk Jalu.

“Thanks lu. Oi gue mau cabut dulu, mo makan. Kita lanjut ngobrol di sekolah saja besok.”

“Ok.” jawab Jalu.

Setelah sambungan telepon, selesai. Gue lalu menuju kamar mandi umum yang ada di dalam kompleks lapangan basket. 15 menit kemudian kami bertiga sudah selesai mandi dan menuju Nasi Goreng Surabaya yang ada di luar kompleks Stadion.  Sambil menunggu pesanan kami bertiga jadi, Nathan dan Nathan sibuk dengan hp nya masing-masing. Gue juga buka-buka sosmed gak jelas samapi akhirnya pesanan nasi goreng kami di antarkan. Nasi goreng Surabaya yang jadi salah satu makanan favorit gue terasa hambar. Nathan dan Ucok sampe beberapa kali negur gue karena sering melamun saat makan.

"Woiy, lo ngapain sih melamun mulu. Biasa makan lahap banget lo." Tegur Ucok yang kesekian kalinya.

"Paling Puput lagi mikirin tuh anak kelas 1 anggota cheerleader, haha," ujar Nathan.

Gue nyerah, gue gak bisa fokus. Gue lalu meletakan sendok di atas piring. "Sori gais, gue ada urusan penting tiba-tiba nih. Gue balik dulu. Makanan sama minuman biar gue yang bayar." Gue mengambil tas lalu berdiri, mengacuhkan 2 temen gue yang bengong.

Gue gak mungkin bisa makan dengan tenang dengan pikiran kacau dan patah hati. Anjingg. Baru aja gue masuk mobil dan berniat menyalakan mesin, mata gue gak sengaja melihat sebuah motor berhenti di dekat mobil gue. Gue gak peduli cuma motor tersebut mirip denga motor Dita, Vario Merah dengan sticker panda di bodi sampingnya. Gue hapal banget dan itu jelas menarik perhatian gue. Gue melihat seorang cewek yang sebelumnya memeluk  si cowok lalu turun dari motor. Dia nampak tersenyum dan tertawa-tawa sambil melepas helm KYT warna pink.

Itu Dita !

Gue lalu melihat ke cowok yang sedang bersama Dita. Dia masih mengenakan helm dan masker penutup muka sehingga gue gak bisa melihat dengan jelas. Ketika cowok tersebut melepas masker dan helmnya, gue kaget bukan main. Gue kenal cowok tersebut tapi gue masih gak percaya. Gue sampai geser tempat duduk ke sebelah kiri agar gue bisa melihat dengan jelas dan gak salah lihat. Gue beruntung hari ini bawa mobil Terios warna hitam yang mempunyai kaca film gelap sehingga orang dari luar tidak akan bisa melihat ke dalam mobil dan gue bisa memperhatikan dari dekat siapa cowok yang merebut Dita dari  gue. Setelah turun dari motor, cowok tersebut lalu menggandeng tangan Dita menuju tenda Nasi Goreng Surabaya dan melewati persis samping mobil gue.

YANDI !!! COWOK YANG SEDANG BERSAMA DENGAN DITA TERNYATA ADALAH YANDI ANAK SMA NEGERI XXX !! TERNYATA COWOK YANG DILIHAT JALU ADALAH YANDI !!

Bangsat anjing ! Bagaimana bisa Dita bisa jadian dengan Yandi ? Gue langsung teringat ketika terakhir gue ketemu Yandi di burjo bang Roni, gue ngenalin Dita ke Yandi. Setelah itu gue ke bayar makanan dan sempat ngobrol agak lama dengan bang Roni. Apa pada saat itu diam-diam Yandi berkenalan secara lebih pribadi ke Dita? Lalu akhirnya dapat nomor hape Dita? Dan entah bagaimana ceritanya mereka dekat hingga akhirnya jadian ?? Arrghhhhhh gue benar-benar gak bisa nebak. Yang jelas Yandi sudah ngrebut Dita dari gue ! Gue geram bukan main. Gue rasanya pengen turun lalu menghampiri mereka berdua. Tapi gue gak mau ribut di tempat umum.

Gue lalu menyalakan mobil lalu pergi dengan perasaan meluap-lupa. Gue mesti menyalurkan perasaaan emosi gue ini. Golden Fitness. Ya sebaiknya gue meluapkan amarah denga nge-gym.

Tunggu Besok....besok...besok sepulang sekolah gue mesti nemuin Yandi.

4 mata saja.

Apapun jawaban Yandi, gue yakin gue bakal lepas kontrol. Baguslah, sekalian gue mau buktiin rumor apa benar Yandi sudah mengalahkan Nando dan Jati. Gue gak peduli kalau Yandi  dekat dengan Axel. Kalau Axel nanti gak terima temannya gue habisin, itu urusan belakangan, yang penting gue bisa puas habisin Yandi.


***

Ugh, badan gue jadi pegal dan lelah sekali setelah gue tadi menggila di gym. Namun itu cara paling benar buat gue buat melampiaskan amarah. Gue capek tapi rasanya susah sekali mata gue terpejam. Mungkin karena gue belum berniat untuk segera tidur. Gue masih nunggu kabar dari Dino, anak kelas 1 yang gue minta buat dapatin nomor hp Yandi. Gue bilang ke dia, entah gimana caranya mesti dapatin nomor Yandi dan gak ada seorang pun di sekolah yang boleh tahu kenapa gue minta dia cariin nomor Yandi. Karena tadi sambil angkat beban, gue mikir kehadiran gue besok di depan sekolah SMA NEGERI XXX setelah sepulang sekolah bakal terlalu mencolok. Karena gue punya banyak teman disana. Jadi pasti akan jadi bahan omongan kenapa gue tiba-tiba nyariin Yandi. Lalu pergi berdua sama dia dan keesokan harinya Yandi masuk ke sekolah dengan babak belur. Gue pengen pertemuan gue dengan Yandi besok cuma kami berdua saja yang tahu.

TIT.

Gue langsung ngebuka hape saat mendengar ada WA masuk. Gue tersenyum saat membaca sederet nomor hp yang dikirimkan Dino ke gue.

DINO
Itu nomor Yandi bos, anak 1F SMA NEGERI XXX.
23:04

PUPUT
Thanks. Inget, lu gak boleh bilang siapa-siapa tentang hal ini.
23:06

DINO
Siap bos.
23:07

Gue lalu menelepon nomor yang sudah diberikan oleh Dino. Setelah beberapa kali akhirnya di angkat.

“Halo?” terdengar suara Yandi.

“Ini Yandi?”

“Iya, saya. Ini siapa ?”

Gue berdehem sebentar lalu menjawab, “Ini gue Yan, Puput. SMA SWASTA XXX.”

Langsung hening, gue yakin Yandi kaget karena tiba-tiba gue meneleponnya.

“Eh...Put..kamu...Put..” Suara Yandi agak terbata-bata.

“Gue langsung to the point aja Yan. Besok jam 2 siang temuin gue di belakang bekas pabrik gula daerah X3. Gue datang sendirian.”

“Ada apa ya Put?”

Gue tertawa kecil, gue paling benci sama orang yang berlagak bodoh dan tidak tahu apa-apa seperti elo Yan, batin gue. “Dita. Gue besok mau berbicara dengan elo 4 mata tentang Dita. Tanpa gue jelaskan, harusnya elo tahu maksud arah pembicaraan gue, khan?”

Setelah terdiam beberapa saat, Yandi menjawab dengan nada tegas. “Ya, aku tahu.”

“Sampai jumpa besok Yan....Bersiaplah...”

KLIK

Setelah gue mematikan telepon, gue lega. Karena besok gue bisa melampiaskan semua kemarahan gue ke Yandi. Apapun penjelasan Yandi, gue sih gak peduli. Yang jelas, setelah lama nganggur, akhirnya tinju gue bakal kepake lagi. Nah, sekarang gue bisa tidur dengan tenang.

Ah gak sabar rasanya gue habisin pacar elo Dit. Gue gak peduli kalau elo bakal benci sama gue, gue gak peduli. Cara terbaik buat nyakitin elo adalah dengan habisin Yandi haha.

***

Di belakang bekas pabrik gula ini, adalah hamparan rumput yang masih tersisa di antara petakan sawah. Dan ini menjadi tempat ideal buat gue “ngobrol” dengan Yandi hingga tuntas dan tanpa ada gangguan karena tempat ini jauh dari pemukiman penduduk dan agak jarang orang lewat. Kalaupun lewat tidak akan ada yang tahu karena akses jalan berada di depan pabrik ini.  Setelah gue tadi berhasil menyelinap pergi dari anak-anak sepulang sekolah, gue langsung kesini. Gue gak mau urusan gue dengan Yandi libatin anak-anak karena bakalan jadi panjang urusan dan bisa ngrusak hubungan baik sekolah gue dengan anak SMA NEGERI XXX. Ini murni masalah pribadi, gak ada hubungannya dengan asal sekolah.

Saat gue sedang membuka-buka hape, dari arah depan gue melihat seseorang datang. Langkahnya terlihat tegap dan gesturnya menandakan ia memasang kewaspadaan tinggi. Gue lumayan kagum dengan sikap Yandi. Sangat jauh berbeda ketika gue ketemu dia sama Axel di Burjo Bang Roni, Yandi saat itu terlihat culun. Namun setelah beberapa bulan, sosok culun tersebut sudah tidak lagi terlihat. Yandi rupanya sudah bisa beradaptasi dengan para bajingan di sekolahnnya. Ada kabar yang menyebutkan saat ini ada perang dingin antara kelompok Oscar melawan kelompok Feri dan Axel. Dan Yandi ini juga terlibat dalam konflik tersebut karena salah satu temannya dihajar anak buah Oscar. Bahkan tersiar kabar dalam konflik tersebut Yandi sudah 2 x mengalahkan Nando dan Jati. Keduanya adalah anak kelas 3. Kabar tersebut jelas sukar kami percaya karena tak pernah terbayang seorang anak kelas 1 bisa mengalahkan 2 bajingan dari kelas 3. Maka dari itu, tidak ada yang menganggap serius kabar tersebut termasuk gue.

Namun pemandangan langka ketika gue melihat Yandi dengan Oscar dimana keduanya terlibat pembicaraan serius, ditambah dengan kondisi Yandi masih lebam dan perban di tangan membuat gue yakin kabar kehebatan Yandi mungkin bukan isapan jempol. Oscar, orang paling brengsek adalah orang yang mau bertemu dengan sembarang orang. Kalau sampai Oscar sendiri yang turun tangan dan berbincang dengan Yandi, membuat gue mulai penasaran dengans sosok asli Yandi.

“Halo Yan, “ sapa gue saat akhirnya Yandi berhenti berjalan dan menatap gue. Gue dan Yandi berdiri berhadapan dalam jarak 2-3 meter.

“Halo Put,” balas Yandi dengan tenang.

“Elo sudah tahu kan kenapa gue mengajak elo ketemu disini? Ini urusan pribadi gue dengan elo. Gue gak mau teman-teman dari sekolah kita ikut campur.”

“Iya aku setuju. Ini urusan pribadi.”

Sikap Yandi yang tetap tenang justru malah membuat gue makin geram. Tapi bentar, sebelum gue habisin dia, gue mesti nanya apa yang terjadi antara dia dengan Dita. ”Elo kemarin sudah ketemu sama teman gue, Jalu di pantai Bening kan? Jadi kita percepat saja, elo dan Dita sudah jadian. Entah sejak kapan dan elo gak usah membantah apa-apa. Karena semalam gue juga lihat kalian berdua di Nasi Goreng Surabaya dekat Stadion.”

Ada ekspresi terkejut di wajah Yandi ketika gue bilang kalau gue udah lihat dia dan Dita pergi berdua dan makan di Nasi Goreng Surabaya. “Iya, aku dan Dita baru saja jadian, tepatnya hari Sabtu kemarin.”

Tangan gue langsung terkepal otomatis mendengar jawaban Hari Sabtu dimana gue berencana menyatakan cinta gue ke Dita dan meminta ia jadi pacar, justru di hari itu Dita dan Yandi jadian.

"Aku dan Dita itu bertetangga Put. Rumahku tepat berada di depan rumah Dita. Aku kenal Dita semenjak aku pindah ke Kota dan bersekolah disini." Tambah Yandi.

"Tapi kalau kalian sudah saling kenal, kenapa bersikap seolah-olah tidak saling kenal ketika ketemu di burjo bang Roni?"

Yandi terdiam sebentar lalu bilang bahwa pada saat itu mereka berdua sedang ada masalah. Bangsaaatt, gue benar-benar marah. Jika sebelumnya gue cuma marah dengan Yandi, kini gue juga marah dengan Dita. Karena seolah-olah ngasih gue harapan. Gue jadi makin gak sabar melampiaskan amarah gue ke Yandi.

"Udah, gak usah banyak bacot !! Uda cukup gue dengar kata-kata elo. Sekarang biar tinju gue yang bicara!"

Saatnya membuktikan langsung rumor bahwa elo udah pernah ngalahin 2 bajingan anak kelas 3 di sekolah elo. Gue langsung merangsek dan melayangkan pukulan kanan ke arah wajah Yandi. Namun Yandi sepertinya sudah waspada dan ia bisa memblok tinju kanan gue. Namun ia tidak cukup waspada untuk melihat pukulan kiri gue.

BAM !

Tinju kiri gue telak mengenai hidung Yandi sampai membuat kepalanya tersentak ke belakang. Darah segar langsung mengucur dari hidung Yandi. Melihat Yandi terhuyung ke belakang, gue lalu menendang rusuk kirinya tapi dia ternyata masih sempat untuk memblok tendangan gue dengan siki kirinya. Tapi meskipun tendangan gue bisa ia blok, badan Yandi terhempas ke tembok.

Bugh!

Tanpa buang waktu, gue lalu menyeruduk perut Yandi. Sehingga ia terjengkang ke belakang terkena hantaman pundak. Gue menyeringai karena posisi saat ini gue menduduki perut Yandi sementara ia terlentang di tanah. "GAME OVER," kata gue sambil mencengkeram kerah Yandi. Dan selanjutnya gue menghujamkan beberapa pukulan sekaligus ke arah wajah dan kepala Yandi. Yandi memasang kedua lengannya sebagai tameng. Tapi tameng tersebut bisa gue dobrak karena gue punya tenaga besar. Gue benar-benar kalap sampai akhirnya gue sadar, gue bisa beneran bunuh Yandi. Buku-buku tangan kanan gue bahkan sampai berwarna kemerahan. Mata kiri Yandi sudah membengkak, hidungnya agak bengkok terus mengucurkan darah, pelipisnya sobek, hidung berdarah, bibirnya juga sobek. Lengan Yandi juga sudah lebam karena terus ia gunakan sebagai tameng. Namun hebatnya Yandi masih belum pingsan. Dia masih sadar, terlihat dari tatapan mata kanannya.

Gue mencengkeram kedua kerah baju Yandi."Cih, cuma segini doang kemampuan elo Yan? Kabar bahwa elo berhasil mengalahkan Nando dan Jati sepertinya memang isapan jempol belaka. Dasar anak kampung sok gaya kota ! Cuh !" Setelah meludahi Yandi, gue hempaskan badan Yandi. Gue lalu berdiri dan meninggalkan Yandi yang terkapar. Tapi setelah gue habisin Yandi, kemarahan gue belum semuanya hilang. Karena Yandi ternyata mengecewakan gue. Fuck, gue mesti nge-gym lagi nanti malam buat buang energi dan amarah ! Saat gue sudah di atas motor Ninja gue dan hendak menyalakan motor, tiba-tiba terdengar suara memanggil gue dari arah belakang.

"Put, kamu mau kemana? Belum selesai."

Gue menengok ke belakang dan melihat Yandi, berdiri dengan tegap dan tangan terkepal kencang. Ia menyeringai ke arah gue, memamerkan mulut dan giginya berdarah hingga membasahi kerah serta seragamnya. Hidung Yandi juga masih mengucur darah. Kelopak Mata kiri Yandi sudah sepenuhnya bengkak besar. Asli bulu kuduk gue langsung merinding melihat penampilan Yandi. Setelah gue pukul sedemikian hebat tanpa bisa membalas sekalipun, dia masih bisa bangkit. Anjing, feeling gue gak enak. Ahh sepertinya gue harus pukul Yandi lebih keras sampai dia gak bisa berdiri dan mengaku kalah.

Gue lalu turun dari motor dan bersikap waspada. Kali ini gue pengen lihat reaksi Yandi. Namun gue lagi-lagi merasa ngeri ketika melihat Yandi memegangi hidungnya yang sepertinya patah lalu dan dengan satu gerakan ia sudah mengembalikan posisi tulang hidungnya yang bengkok kembali lurus. Dan selama ia melakukannya, Yandi tidak berkedip dan tidak menunjukkan ekspresi apapun. Gue pernah ngrasain patah tulang hidung dalam suatu pertandingan basket setelah tanpa sengaja hidung gue terkena sikut lawan. Darah mengucur deras dan posisi hidung bengkok. Gue sampai sesak nafas karena susah bernafas lewat mulut. Ketika tim medis yang menangani gue bilang gue mesti siap karena dia akan mengembalikan posisi hidung gue sebelum mendapat perawatan lebih lanjut. Dan gue berteriak kencang sekali sampe gue meninju kursi di dekat gue saking sakitnya. Saat ini di depan mata gue, Yandi melakukannya sendiri seolah-olah itu bukan masalah besar.

Fuck.

Lalu seringai Yandi makin lebar kemudian ia meludahkan darah yang terkumpul di mulut. "Nah, begini lebih baik. Put, kok diem? Kalau kamu diam, bocah kampung ini yang datangin kamu." Gue lihat Yandi perlahan berjalan ke arah gue, reflek gue memasang kuda-kuda. Ketika Yandi sudah dalam jangkauan, gue melepaskan pukulan kanan tipuan karena pukulan gue yang sebenarnya adalah dengan tinju kiri.

Plak ! Plak !!

Gue kaget karena Yandi menampik kedua pukulan gue dan gue seperti terbanting ke kiri hingga menabrak tembok. Pundak kanan gue langsung panas dan terasa ngilu luar biasa. Gue kena apaaan??

Bugh!!

"Ughh !!!" Gue tertunduk memegangi perut saat tinju kiri Yandi mengenai perut. Tapi gue langsung balas dengan mengayunkan pukulan kanan namun bisa di tahan Yandi. Itu pukulan gue yakin emang bakal bisa di tahan. Karena serangan gue yang sebenarnya adalah ini ! Gue langsung menendang dada Yandi hingga ia terdorong ke belakang. Lantas gue menerjang Yandi. Namun,

Bugh !!

Kepala gue langsung sakit dan mata gue seperti berkunang-kunang bahkan nyaris kehilangann kesadaran. Sampai-sampai gue pegangan ke dinding biar gak roboh. Di saat gue masih dilanda rasa bingung karena sudah dua kali gue kena serangan misterius, sebuah pukulan mendarat mengenai pipi kiri gue.

Gue terhuyung ke kanan hingga akhirnya jatuh berlutut di tanah. Gue mencoba bangkit tapi gue gak kuat karena terasa sakitnya hingga membuat kaki seperti kehilangan tenaga.

Ini salah satu pukulan terberat yang pernah gue terima...

Gue lalu hanya bisa menatap Yandi yang nampak tenang, sosoknya sangat jauh berbeda dengan Yandi yang gue tahu. Aura gelap bisa gue rasain. Anjing...badan gue gemeter..Perlahan Yandi mendatangi gue, ia tersenyum. "Nih pukulan khas anak kampung !"

Gue terbelalak saat gue seperti melihat sekelebatan sebuah palu godam menghantam dagu gue dari bawah. Rasa sakitnya bergetar sampai terasa di ubun-ubun.

****
@ Belakang Pabrik Gula
Di saat yang bersamaan
****

(Pov Eko)

Mulut gue ternganga melihat hasil akhir duel Yandi melawan Puput.

Sebuah pukulan uppercut dari Yandi menghantam dagu Puput dengan telak dan membuat Puput ambruk pingsan dengan mulut berbusa.

Babi...itu keras banget pukulannya sampai terdengar jelas suara hantaman pukulannya.

Setelah mengkandaskan Puput, gue lihat Yandi berjalan dengan terhuyung-huyung, mengambil tasnya yang tergeletak di tanah. Ia mengambil sebotol mineral yang ia minum sedikit dan sisanya ia pakai untuk membasuh mukanya yang amburadul. Setelah mengenakan jaket, Yandi berjalan sambil berpegangan ke tembok belakang. Hingga ia menghilang dari pandangan. Gue langsung berlari ke depan dengan langkah hati-hati, gue turun dari lantai 2 dengan tangga kayu. Dari balik pintu , gue lihat Yandi sedang menelepon seseorang. Tak lama kemudian datang seorang pengendara Go-Jek. Driver Go-Jek tersebut sepertinya kaget melihat penampilan Yandi yang babak belur. Setelah Yandi naik ke atas motor, driver tersebut langsung melaju kencang.

KLIK.

Gue menekan tombol STOP di layar hp dan memutar ulang rekaman perkelahian Yandi vs Puput dari awal. Gue tersenyum puas karena hasil rekaman video gue berkualitas HD dan merekam dengan sempurna setiap momen dan percakapan antara keduanya sebelum baku pukul. Sungguh pertarungan yang membuat adrenalin gue jadi ikut naik.

Ini semuanya sungguh di luar dugaan gue. Pada awalnya hari ini gue menguntit Puput karena gue hendak menghabisi Puput. Gue asli cemburu luar biasa kenapa Puput bisa sedekat itu dengan Dita. Tanpa sepengetahuan Dita dan Puput, seminggu ini aku terus menguntit mereka berdua. Keduanya seminggu ini selalu pulang bareng. Dan Puput tidak langsung mengantar pulang Dita namun mereka sering mampir makan diluar dan jalan-jalan di mall.

Gak boleh. Gak boleh ada yang dekat sama Dita. Dita itu milik gue, dari pertama gue kenal Dita ketika TK-SD, gue udah suka dengan dia. Dan ketika gue terpaksa pindah ikut nyokap, gue langsung patah hati dan saat itu juga gue benci dengan nyokap dan bokap karena gara-gara perceraian mereka. Membuat gue mesti pisah dengan Dita dan lost contact. Jalan gue untuk kembali ke kota ini terbuka ketika nyokap meninggal karena sakit paru-paru yang ia derita. Bokap yang menikah lagi ternyata ga dapat keturunan alias anak dari bini barunya. Setelah pemakaman nyokap, bokap meminta gue untuk tinggal dan melanjutkan sekolah di Kota XXX. Kalau bukan karena Dita, gue ogah tinggal dan hidup serumah dengan bokap.

Harapan gue untuk bertemu Dita langsung terwujud setelah 2 hari balik ke Kota. Gue gak sengaja ketemu dengan Dita. Dan rasanya sungguh luar biasa. Namun saat itu Dita sedang jalan berdua dengan cowok culun. Yang belakangan gue tahu bernama Yandi. Gue sempat hendak menjadikan Yandi target operasi gue kalau memang benar dia adalah pacar Dita. Tapi Dita mengakui bahwa Yandi cuma teman. Gue lega. Dan perlahan gue bisa dekat lagi dengan Dita. Hanya saja kehadiran Puput, kakak kelasnya di sekolah yang mendekati Dita. Membuat Dita seperti makin susah buat gue ajak jalan dan ketemuan karena sibuk di ekskul cheerleader. Setelah gue selidiki, Puput ternyata anak basket dan kedua ekskul tersebut sering berlatih di hari dan waktu yang sama.

Dari cerita anak-anak di sekolah, gue mayan tahu kalau Puput ternyata jagoan juga. Makanya hari ini gue berniat bikin perhitungan dengan Puput. Hanya saja saat gue menguntit Puput, Puput ternyata malah pergi ke sebuah pabrik bekas gula. Gue lalu menyelinap masuk ke dalam pabrik, naik ke atas balkon dan tak lama kemudian datanglah si culun Yandi. Feeling gue mengatakan pertemuan keduanya berhubungan dengan Dita maka gue pun langsung merekam percakapan mereka yang ternyata berujung dengan baku hantam.

Dan tanpa sengaja, hari ini gue menjadi saksi mata perkelahian mereka dan lantas menemukan 2 fakta : 

1. Dita sudah jadian dengan Yandi.
2. Yandi lebih kuat daripada Puput.

Gue mendatangi Puput yang masih pingsan. "2 tendangan Yandi yang luput dari perhatian elo, jadi faktor kekalahan elo yang konyol Put." Kata gue pelan.

Puput kini jelas bukan lagi menjadi buruan gue. Sasaran gue sekarang ini adalah Yandi. Gue sebenarnya mau menghabisi Yandi ketika ia selesai duel dengan Puput. Namun jiwa laki-laki gue bergejolak. Sayang rasanya jika gue menghabisi Yandi dari belakang. Lawan sekuat itu pasti menyenangkan jika dia gue tantang duel satu lawan satu sampai puas.

Lagipula dengan gue memiliki rekaman duel Yandi vs Puput gue punya alat untuk mengadu domba 2 sekolah yang punya hubungan baik dan keduanya adalah musuh besar sekolah gue, STM XXX.

Gue lalu mengambil motor gue yang gue taruh d dekat gudang samping pabrik. Besok malam gue bakal membuat akun channel Youtube kemudian meng-upload video duel Yandi vs Puput. Lalu gue viralkan video tersebut di social media.

Dan selanjutnya gue duduk manis, melihat dan menikmati kericuhan dari kedua belah pihak akibat video tersebut sambil menunggu momen tepat dimana gue menjajal langsung kebringasan Yandi.


*****
@ Lapangan Basket SMA NEGERI XXX
Keesokan Harinya
****

(Pov Zen)

Setelah meminta kami berbaris campur laki-perempuan, Pak Didik guru olahraga kami lantas ijin pergi bentar ke ruang guru, entah urusan apa. Sehingga dalam posisi istirahat di tempat, semua teman langsung saling ngobrol satu sama lain. Termasuk gue, Yosi, Vinia dan Xavi.

"Zen, Yandi mana?" Tanya Yosi yang berbaris di samping gue.

"Tau tuh. Tanya Vinia deh."

Yosi lalu mendekati Vinia yang berdiri di depannya kemudian ia bertanya hal yang sama. Namun Vinia juga menggeleng tidak tahu.

"Ah tu anak emang aneh. Tiba-tiba bisa gak masuk tanpa alasan." Celetuk Xavi yang berdiri di depan gue.

"Yandi mah biasanya gak masuk karena dirawat di klinik abis berantem." Ujar gue asal.

"Ah gak mungkinlah Yandi berantem. Sama siapa coba? Semua bajingan kelas 3 aja ciut setelah di ancam pak Tomo. Gak ada yang berani macam-macam ribut di luar deh."

Gue lalu gak sengaja melihat seorang siswa cowok berjalan di lorong sekolah dengan wajah tertunduk. Dia memakai seragam lengkap, namun tangannya diperban dan dari samping terlihat wajahnya penuh luka lebam. Pertama aku langsung tidak mengenali siapa siswa tersebut. Dan di belakang siswa tersebut ada Pak Tomo yang berjalan santai. Mampus tuh anak, pasti dia berkelahi di luar dan sekarang akan merasakan hukuman dari Pak Tomo.

"Eh itu kan Yandi? YANDI !" Vinia tiba-tiba berteriak ke siswa tersebut.

Gue kaget setengah mati ! Itu Yandi !

Yandi menoleh ke arah kami para teman-teman sekelasnya. Ia tersenyum lalu kembali tertunduk, seperti tahanan yang akan di eksekusi . Gue makin kaget melihat wajah Yandi benar-benar parah. Hidungnya diperban, mata kirinya bengkak hingga matanya agak sipit, mukanya banyak plester. Singkat kata, Yandi benar-benar kacau ! Dan gue yakin itu luka hasil perkelahian. Tapi dengan siapa dia berkelahi?

"Aarhhh dasar Yandii emangg nyebeliinn!! Baru sehari kita berlima bisa kumpul lagi. Eh dia malah babak belur !!" Vinia terlihat gemas dan sebal.

"Hadeh Yan..lo ngapainn sih..mampus luu pasti kena hukum Pak Tomo." Ujar Xavi.

Gue lalu mengedarkan pandangan. Dan gue baru sadar, teriakan Vinia mengundang perhatian anak kelas 2 dan 3 yang baru saja berkumpul d lapangan mengenakan seragam olahraga. 2 kelas tersebut adalah kelas 2F dan 3A. Kelasnya Axel dan Oscar. Dan kedua dedengkot bajingan di sekolah ternyata juga menatap ke arah Yandi.

Entah apa yang mereka pikirkan.


= BERSAMBUNG =

6 comments for "LPH #36"

  1. Kok nomor update-annya aneh? Dari LPH 36 ke LPH 85

    ReplyDelete
  2. Ini salah satu episode favorit gue suhu, thanks updatenya

    ReplyDelete
  3. Ayo hu... Tambah lg updatenya, jgn kasih kendor...wkwk

    ReplyDelete

Post a Comment