Featured Post

LPH #43

EPISODE 43
2 Sisi Mata Uang Sang Kepala Sekolah​


(POV PAK TOMO)


Jam 6.05 aku sampai di pelataran parkir sekolahan. Baru ada sekitar 3-4 mobil milik beberapa guru. Sobri, Satpam sekolahan mengucapkan selamat pagi ketika aku turun dari mobil dan aku pun mengangguk sambil membalas ucapannya. Aku lalu menuju ruanganku yang berada di lantai 2 Gedung Guru. Sebelum menyambut para siswa aku biasanya merokok dulu sambil minum kopi di taman kecil yang aksesnya hanya bisa melalui ruang kepala sekolah. Taman tersebut berada di salah satu sudut rooftop di gedung dan di bagian atasnya ditutup dengan sebuah kanopi bening.

Di sisi tepi berbagai macam tanaman hijau yang berada di pot-pot berbagai macam ukuran. Sangat asri dan membuat udara luar di sini cukup menyegarkan saat pagi hari dan di kala hujan. Di taman tersebut ada bangku taman dari kayu yang cukup untuk 3- 4 orang. Saat aku tahu tempat ini, aku langsung menyukainya dan betah berlama-lama di sini karena aku bisa merokok dengan tenang tanpa membuat ruanganku bau asap. Saat aku hendak meletakkan tas yang kutenteng di atas meja kerja, aku melihat ada bungkusan kecil bersampul coklat. Aku mengambilnya dan tertera kertas kecil yang bertuliskan.

For : Mr. Tomo
From : Miss White Rabbit Keysha Andreas

Aku tersenyum dan merobek sampul coklat. Di dalam sampul tersebut berisi buku yang covernya di dominasi warna merah, bergambar sebuah pelangi besar dan di sekelilingnya ada beberapa karakter lucu bergambar hewan serta anak-anak kecil. Di atas pelangi terpampang judul buku “Kumpulan Cerita Pelangi Keysha”. Di bagian bawah ada nama Keysha Andreas. 

Aku kemudian meletakkan buku tersebut di atas meja. Setelah menyeduh kopi hitam dengan tambahan sedikit gula dan menyalakan sebatang rokok, aku meraih buku Keysha dan membawanya ke taman. Sambil menikmati asap rokok filter dan sesekali menyeruput kopi hitam kental yang panas, aku mulai membaca buku yang jika dilihat dari daftar isi memiliki 12 cerita pendek. Dari beberapa cerita yang aku baca, aku menyukai isi ceritanya karena berkisah tentang kehidupan sehari-hari seorang anak. Dunia seorang anak perempuan berusian 9-10 tahun yang penuh warna dan lucu. Keysha memang memiliki bakat menulis. Buku kemudian aku tutup dan kuletakkan di meja bundar yang juga terbuat dari kayu, yang berada di depan bangku.

Sambil bersandar di bangku aku memikirkan kejadian kemarin siang saat aku bertemu untuk kedua kalinya dengan Miss White Rabbit. Tidak seperti pertemuanku pertama dengannya di kamar hotel, ketika ia berlenggak-lenggok mengenakan dress hitam seksi yang memamerkan keseksian tubuhnya, kemarin sosok Miss White Rabbit hadir dalam sosok seorang siswi berkacamata yang terbalut seragam serba tertutup hijab. Seragam yang ia kenakan agak kedodoran, sehingga menutupi keindahan di dalamnya. Selama beberapa menit aku bertatap muka dengannya, wajahnya nampak familiar. Saat pertama ia masuk ke dalam ruanganku aku langsung bisa merasakan ketegangan yang tidak biasa baik dari wajah maupun gesturnya. Ini bukan ketegangan layaknya seorang murid yang di panggil menghadap ke ruang Kepala Sekolahnya. Ketegangan yang ditunjukkan siswa yang bernama ini Keysha Andreas ini lebih seperti seorang terdakwa yang menghadap hakim karena ia terus menunduk tanpa berani memandang langsung.

Sikapnya ini membuatku semakin tertarik mengetahui kenapa dia seolah sangat takut denganku. Ketika aku memintanya untuk rileks, dia baru berani menatapku. Dan saat pandangan mata kami beradu, secara otomatis, ingatan fotografisku bekerja karena ada dorongan impuls yang mengatakan bahwa aku pernah bertemu, ah bukan hanya sekedar pertemuan biasa. Bak komputer canggih, otakku bekerja memilah berbagai macam ingatan dan data yang pernah aku simpan. Namun dalam profil databasenya, tidak menemukan kecocokan dengan gadis remaja ini. Maka otakku kemudian memproses secara 3 dimensi, bagaimana jika kacamata dan jilbab yang ia kenakan di hilangkan. Dan sepersekian detik kemudian, bayangan wajahnya cocok dengan sebuah profil wajah seorang gadis yang pernah melayani nafsu seksku. Dan di bawah profil tersebut muncul sebuah nama.

Miss White Rabbit

Aku cukup kaget menemukan fakta bahwa gadis yang pernah aku booking dalam sebuah pesta seks bersama Pak Joni dan Pak Gun, ternyata adalah salah seorang siswi SMA NEGERI XXX! Dan secara tidak sengaja aku memanggilnya untuk menghadapku karena aku ingin berkenalan secara langsung dengan para murid-murid berprestasi di sekolahku. Pantas saja ia terlihat tegang dan ketakutan saat aku panggil karena berbeda denganku yang baru mengetahui jati dirinya, aku yakin siswa bernama Keysha Andreas dari hari pertama aku menjadi Kepala Sekolah dan memberikan pidato saat upacara, dia langsung mengenali. Baik nama dan sosokku jelas tidak mungkin bisa begitu saja ia lupakan.

Hohoho, ini menarik. Di balik baju serba tertutup itu, aku jadi teringat persetubuhan yang pernah kami lakukan. Bayangan akan tubuhnya membuat jiwa penjahat kelaminku kambuh. Apa aku eksploitasi saja ya Keysha? Namun bagaimanapun juga ia tetap muridku, asal ia mampu berprestasi dan membawa nama baik sekolah, mau dia jadi cewek panggilan saat ia melepas seragam pun, sudah bukan urusanku. Melainkan urusan dirinya sendiri dan urusan orang tuanya. Aku sempat bimbang, mau saya apakan si Keysha.

Apa saya buka kedoknya sekarang dan memanfaatkan kesempatan untuk menikmati tubuhnya atau aku pura-pura tidak tahu ? Para gadis yang terlihat baik-baik dari luar namun ternyata berprofesi seperti dia ini, sebenarnya cukup membuatku muak karena kemunafikan mereka. Namun aku tertawa sendiri karena di saat aku membenci sebuah kemunafikan, sama saja aku memaki diriku sendiri yang tak kalah munafiknya dengan Keysha atau Miss White Rabbit. Hahaha tapi ah bodo amat. Baik Keysha, nasibmu tergantung bagaimana kamu menjawab pertanyaan yang akan aku tanyakan sebentar lagi.

Lima detik saja kamu mulai mengeluarkan kebohongan, aku akan melucuti identitas aslimu saat ini juga, di ruangan ini dan sesudahnya aku akan melucuti seluruh pakaian yang kau kenakan hingga telanjang bulat dan resmi hari ini juga kamu akan menjadi budak seks peliharaanku di sekolah.

Namun kamu akan selamat, kedokmu akan tetap aman jika 5 detik pertama aku bisa menangkap kejujuranmu. Karena orang menjawab jujur dengan orang menjawab bohong itu getarannya berbeda.

Setelah berbasa-basi sejenak, kemudian aku bertanya, “Keysha, cita-citamu apa?”

Dan tanpa aku duga, Keysha bisa menjawab dengan lancar dan aku bisa menangkap kejujuran. Dengan semangat dan pandangan mata berbinar-binar di selingi dengan raut muka menyesal yang coba ia samarkan, Keysha bercerita bahwa ia ingin menjadi seorang penulis novel. Setelah bercerita-panjang lebar terlebih ketika ia bilang waktu SD sudah menerbitkan buku kumpulan cerita pendek karangannya, ketegangan Keysha sudah mengendur. Beberapa kali ia tersenyum lepas. Dan senyuman itu adalah senyuman yang sama yang aku lihat saat kami sama-sama puas setelah selesai bercinta. Aku merasa kasihan sebenarnya sama Keysha karena dia ini gadis pintar dan punya bakat. Sebenarnya apa yang terjadi ? kenapa dia membuang bakatnya untuk menjadi seorang “Miss White Rabbit”. Perasaan simpati ini membuatku kehilangan selera untuk menjadikan Keysha sebagai budakku.

Maka sebelum Keysha pergi, aku berkata dengan sepelan dan setenang mungkin bahwa suatu saat aku ingin dia mengirimiku novel yang ia tulis dengan nama Keysha Andreas bukan Miss White Rabbit. Keysha yang hendak menutup pintu langsung terdiam tak bergerak ketika aku menyebut Miss White Rabbit. Dia pasti shock, namun lebih baik aku membuatnya terkejut ketika kami selesai bercerita daripada di awal pembicaraan. Aku memang bukan manusia suci namun aku tidak tega membiarkan gadis seperti Keysha terjerumus semakin dalam. Aku hanya berharap obrolan hari ini dan perkataan tersirat bahwa aku tahu identitas lain dari dirinya, akan membuat Keysha sadar dengan sendirinya. Bahwa dalam dirinya hanya ada Keysha Andreas, tidak ada lagi Miss White Rabbit.


***

“Halo Bu Astri, sudah lama menunggu?” sapaku kepada Bu Astri yang sedang sibuk dengan ponselnya.

“Ah halo Pak Tomo, mari silahkan duduk. Belum lama kok, baru 10 menit,” balas Bu Astri sambil bangkit dari kursinya dan menyalamiku.

“Sebelum kita ngobrol banyak, sebaiknya kita pesan makanan dulu Pak.”

“Baik.”

Setelah 5 menit kami saling melihat daftar menu, Bu Astri memanggil salah seorang pelayan dan mencatat dengan cekatan pesanan makan siang kami berdua. Siang ini aku memang mengajak Bu Astri, Kepala Sekolah SMA SWASTA XXX untuk makan siang bareng di jam istirahat karena kami merasa memang perlu untuk berbicara dan mengetahui kondisi masing-masing Sekolah kami setelah nyaris murid-murid kami terlibat tawuran yang tidak perlu terjadi.

Beruntung aku adalah mantan bajingan, jadi begitu tahu ada video yang melibatkan Yandi dan salah seorang anak dari SMA SWASTA XXX tanpa tahu apa masalah mereka sampai berkelahi, aku langsung mencium bau potensi masalah. Maka aku segera mendatangi salah satu teman lama yang masih sering ketemu yakni AKBP Gunarto yang menjabat Kapolres distrik X2, atau yang biasa ku panggil Pak Gun atau kalau dulu waktu kami masih sama-sama muda, aku biasa memanggilnya Gege. Aku lalu menceritakan maksud kedatanganku dan meminta bantuanya agar selama beberapa waktu berjaga di sekitar sekolahanku. Dan benar saja, saat aku tengah berbincang dengan Pak Gun di ruangannya, Pak Heri meneleponku dan memberitahu bahwa ada segerombolan anak-anak SMA SWASTA XXX berkumpul di depan sekolahan. 

Menilik sifat anak-anak SMA ku yang meskipun sudah aku berikan ancaman jika mereka berkelahi, sepertinya mereka tidak akan peduli dan terpancing emosinya. Maka aku dan pak Gun, beserta beberapa polisi anti huru-hara langsung menuju ke sekolah. Kami datang pada saat yang tepat, sedikit saja kami terlambat maka gesekan antar sekolah akan terjadi. Lebih gampang membubarkan massa sebelum pecah tawuran daripada membubarkan massa yang sudah saling baku pukul. Darah muda dan adrenaline membuat mereka akan bertingkah beringas, tidak takut apapun dan lepas kontrol.

“Makasih Pak Tomo sudah mengundang saya makan siang, padahal seharusnya saya duluan lho yang mestinya mengundang,” ujar Bu Astri ketika makanan kami datang dan sembari menikmati makan siang, kami mulai berbincang.

“Hehe santai saja Bu.”

“Ah Pak Tomo merendah. Kalau gak ada Pak Tomo yang memiliki inisiatif dan bertindak cepat mungkin sekolah kita sudah terlibat tawuran yang efeknya bisa membuat nama baik kedua sekolah buruk. Masak 2 sekolah unggulan yang memiliki hubungan baik bisa tawuran. Duh dasar anak-anak sekarang, nyaris bikin malu kita saja sebagai Kepala Sekolah.”

“Yah, ada untungnya saya dulu waktu SMA nakal seperti mereka, jadi cara pikir, tindakan anak-anak itu saya sudah hapal di luar kepala. Dengan alasan membela teman yang dipukuli anak sekolah lain, mereka dengan gampangnya melupakan hubungan baik antar sekolah.”

“Iya Pak, haduh kaget saya waktu lihat video itu. Gak nyangka anak seumuran mereka bisa berantem segitu beringasnya. Apalagi Puput itu di sekolah termasuk siswa baik yang tidak pernah terlibat masalah, malah Puput itu anggota tim Basket Sekolah yang cukup populer. Seharusnya dia bisa menjadi contoh yang baik dan jauh dari masalah. Puput sudah saya hukum skorsing 3 bulan tidak boleh mengikuti latihan dan pertandingan basket. Semua siswa saya yang kemarin terlibat juga sudah saya hukum cukup berat biar mereka jera,”

Aku meminum air putih dan mengelap mulut dengan tisu saat aku sudah menyelesaikan makan siangku. 

“Sama Bu. Yandi yang jadi lawan Puput itu juga termasuk siswa pendiam, masih kelas 1 pula. Gak punya potongan bahwa dia anak nakal. Namun apapun alasan mereka berkelahi, saya tidak peduli. Saya sudah menghukum Yandi dengan sangat berat. Dan saya yakin itu akan membuat bukan hanya Yandi, namun siswa saya yang lain akan berpikir 1 juta kali jika terlibat masalah serupa lagi.”

Jelas aku tidak perlu menceritakan catatan Yandi di sekolahan. Nama Yandi mencuat setelah peristiwa penyerangan yang menimpa anak kelas 1 yang merupakan teman sekelasnya. Peristiwa yang membuat pada akhirya Pak Albert dan Pak Robert terkena demosi dan mutasi ke sekolah yang sangat jauh. Dan sebenarnya aku cukup terkesan dengan gaya bertarung Yandi seperti yang terlihat di video. Setelah di hajar Puput yang notabene bertubuh lebih besar dan tinggi, dia masih bisa bangkit dan berbalik mengalahkan Puput. Melihat anak itu berkelahi, membuat adrenalinku lumayan naik haha. Dan aku pun menjadi semakin tertarik dan kagum dengan Yandi setelah dia mampu melewati hukuman yang aku berikan yakni menjemurnya di tengah lapangan selama 6 jam sembar mengangkat meja. Melihat dukungan dari teman-temannya yang begitu besar, aku tahu bahwa pada dasarnya Yandi ini tipikal orang yang tidak suka memulai masalah. Justru masalah yang mendatangi dia. Gabungan dari kekuatan fisik dan dorongan motivasi yang besar membuat Yandi berhasil mengatasi hukumanku. Mungkin salah satu motivasiny adalah saat tanpa sengaja aku menyinggung martabat orang tuanya. Setelah diberitahu bahwa orang tua Yandi meninggal akibat bencana tanah longsor di kampung yang menelan 13 korban jiea dimana Yandi menjadi satu-satunya korban selamat, membuatku merasa bersalah. 

“Oia Pak Tomo, masalah kelanjutan video itu seperti apa. Akan jadi masalah kalau polisi menyelidiki siswa yang ada di dalam video. Hal ini jelas bisa menjadi berita dimana-mana dan akibatnya nama sekolah kita jadi disorot publik.” ujar Bu Astri yang juga sudah selesai makan.

Aku terssenyum.

“Tenang Bu, saya tahu maksud Ibu. Sudah saya bereskan. Kebetulan saya punya kenalan di Kepolisian dan kenalan saya tersebut sudah memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan membuat penyelidikan video yang sudah viral tersebut. Kalau pun ada wartawan yang bertanya, dari pihak Kepolisian akan memberikan pernyataan bahwa kedua siswa sudah di panggil dan diberikan pengarahan sekaligus pembinaan. Dan masalah selesai.”

“Wooww, Pak Tomo memang hebat ! Semua masalah bisa langsung beres.” puji Bu Astri.

“Jadi Pak Tomo.....kita sudah selesai makan, baru jam setengah 1 lho. Masih ada waktu 30 menit. Kita mau lanjut ngobrol di sini atau.......ngobrol di kamar hotel seperti biasa?” lanjut Bu Astri pelan dengan pandangan penuh makna.

Aku menyeringai.

“Kita lanjut ke hotel saja yuk Bu. Sudah lama kita gak diskusi hal pribadi, heuheuheuheu.”

2 jam kemudian…

Saat aku tengah membuka e-mail dari Pak Waskito, salah seorang dari Dinas Pendidikan. Pintuku di ketuk dari luar. Aku melirik ke layar monitor yang ada di bawah meja. Dari pantauan CCTV, aku melihat Yandi yang mengetuk. Aku lalu menunda membuka e-mail sekarang karena aku lebih tertarik dengan kedatangan Yandi, siswa yang kemarin aku hukum namun sukses menaklukkan hukuman tersebut.

"Masuk."

KLEK

Pintu terayun terbuka dan menampakkan sosok Yandi yang berdiri mematung di depan pintu. "Masuk Yan. Pintu tolong di tutup kembali," pintaku.

"Baik Pak," jawabnya sopan.

"Sini duduk di kuris depanku Yan," begitu perintahku saat Yandi hampir duduk di sofa. Tanpa banyak suara, Yandi.menurutinya.

"Belum pulang kamu Yan?"

"Belum Pak. Ada perlu sama Pak Tomo."

"Apa ada yang bisa kubantu?"

"Saya mau mengucapkan terimakasih kepada Pak Tomo atas bantuannya tempo hari ketika saya di rawat di Rumah Sakit. Maaf juga Pak karena telah merepotkan Bapak." ucap Yandi sopan sembari menatapku.

"Sudah, jangan di pikirkan. Justru Bapak yang minta maaf karena sudah menyinggung kedua orang tuamu yang ternyata sudah almarhum."

Yandi tersenyum.

"Justru kalau Pak Tomo tidak menyinggung orang tua saya, mana mungkin saya kuat bertahan hingga hukuman selesai Pak."

"Untuk ukuran anak SMA, ketahanan fisikmu luar biasa Yan. Kamu ikut perguruan bela diri atau semacamya?"

Yandi menggeleng. "Saya gak ikut perguruan bela diri dan semacamnya Pak. Fisik saya kuat mungkin karena tempaan fisik dari Bapak saya sedari kecil."

Hoho menarik

"Yasudah, yang penting kamu sudah bisa masuk sekolah. 3 hari lho kamu ketinggalan pelajaran. Ujian tengah semester tinggal 2 bulan lagi. Belajar yang rajin dan jangan ulangi lagi kesalahanmu kemarin."

"Baik Pak. Yasudah kalau begitu saya pamit. Makasih atas waktunya Pak Tomo."

Aku mengangguk, Yandi lalu berdiri dan bukan hanya menyalamiku, ia juga mencium punggung tanganku dengan penuh khidmat.

Saat aku memandang punggung belakang Yandi saat ia pamit pergi, aku memperhatikan bahwa Yandi memiliki otot punggung yang cukup lebar dan besar. 

Itu punggung khas seorang petarung.

Sepertinya aku sudah menemukan siapa yang mesti aku pasangi taruhan nanti, heuheuheu........


= BERSAMBUNG =


1 comment for "LPH #43"

Post a Comment