Featured Post

LPH #37

 Episode 37
Me & You : Private Secret



(POV VINIA)

2 minggu sebelumnya..............

Mba Nadila sedang sibuk dengan laptopnya, bang Tigor sedari tadi nempel terus dengan handphonenya yang setiap selesai satu panggilan maka akan ada panggilan lainnya. Sementara Wendi dan Djarot sibuk ngobrol tentang sepakbola yang gue gak begitu mengerti. Sementara gue sedang asyik baca majalah Rolling Stone di ruang tunggu VIP Garage Studio ketika Jojo dan AXSD alias Axel Sidharta masuk ke ruangan. Ketika semuanya nampak santai berkenalan dengan Axel, justru gue seumur-umur baru kali ini bisa begitu grogi kenalan ma cowok.

“Vinia.”

Axel tersenyum, “Axel,” Mata Axel yang berwarna biru khas orang bule membuat gue seperti terhisap ke dalam tatapannya. Seketika gue langsung mengamini perkataan Erika Itu mata seorang cowok yang paling indah yang pernah gue lihat langsung. Tangan Axel kasar dan berotot, uratnya nampak menonjol di kedua pergelangan tangannya. Axel posturnya tinggi tegap ya sekitar 180 cm, dahinya tertutup oleh rambut hitam berantakan yang tersisir ke samping. Dia mengenakan sepatu Vans hitam, celana jeans hitam belel dengan bagian lutut sobek dipadukan dengan kaos hitam bertuliskan Arctic Monkey dan kemeja biru kotak-kotak yang lengannya digulung hingga di atas siku. Di pergelangan tangan kanananya, dia memakai tali gelang coklat yang agak lusuh namun itu yang membuatnya terlihat makin keren di pakai oleh Axel.  Aura badboy dari Axel bisa langsung gue rasain. Dan gue harus akui, gue terkesan dan menyukai penampilan Axel. Gue sempat melirik ke arah Jojo dan dia seperti menahan tawa. Haduh keliatan banget ya gue salting gini ketemu Axel.

Axel

“Iya, gue tahu. Siapa sih yang gak kenal elo? Gue salah satu penggemar berat elo Vin...” Basi banget nih orang baru juga gue kenal langsung sok muji dan tebar pesona dengan bilang ngaku sebagai salah satu fans gue.

“Lebih tepatnya...Musik elo.. gue suka banget” tambah Axel dan itu asli ngebuat gue langsung salting banget karena berpikir Axel sedang gombalin gue. Gue ngebatin gak suka di puji Axel, tapi dalam hati gue, gue malah berharap Axel memang gombalin gue.Ugh dasar cewek labil. Gue bales senyuman Axel lalu bilang Thanks. “Gak nyangka ternyata AXSD itu elo,” tambah gue.

“Hehehe, lama juga gue gak dipanggil dengan nickname itu.” balas Axel.

Setelah berkenalan dengan gue dan anak-anak Apollo 17 lainnya, Axel lalu berkenalan dengan mba Nadila dan bang Tigor yang sepertinya sudah selesai marathon berbicara di handphone. Bang Tigor lalu menjelaskan dengan simpel dan terus terang ke Axel bahwa ini adalah sesi jamming santai membawakan beberapa lagu gue. “Ya boleh lah lo bilang ini semacam semi audisi buat elo karena kami masih mencari additional player di posisi lead guitar yang bisa cepat nyatu dengan Vinia dan anak Apollo. Cerita lengkapnya gue yakin elo udah dengar dari si Jojo khan.” tambah bang Tigor.

“Iya bang,” sahut Axel.

“Bagus, kalian ada waktu buat jamming bebas 30 menit buat lemesin dan bangun chemistry. Di sesi kedua, kalian mesti maen 5 lagu yang ada di album Freedom milik Vinia. Lagunya apa saja? terserah Vinia. She’s the boss.”

Kami berlima mengangguk lalu masuk ke dalam studio. Gue melirik Axel yang mengeluarkan Fender Telecaster Left Sided warna biru. Ini gitar yang sering dipakai AXSD di main di Channelnya. Sementara kami bersiap, mba Nadila, bang Tigor bergabung dengan Arya, sound engineer Garage Studio. Mereka bertiga bercakap-cakap sambil menunggu kami.

“Udah siap guys?” tanya gue. Gue lalu memegang mic yang terpasang di stand menghadap ke anak-anak. Jojo, Wendi, Djarot dan Axel mengangguk. Ih keren banget Axel pake gitar  di depan gue. “Mo pemanasan pake apaan nih?” tanya Djarot.

Tiba-tiba gue pengen isengin Axel.

“Axel, lo yang pilih lagu deh terserah. Selama lagu rock, anak-anak mah uda khatam.” kata gue.

Axel tertawa sepertinya dia tahu kalau gue ngetes dia.

Setelah berpikir sejenak sambil memandang gue, duh jadi grogi gini elu liatin gue mulu, batin gue. “Kalau dengar lagu-lagu yang sering dibawain Vinia di kontes dan beberapa lagu di album Freedom, elo suka lagu rock metal klasik yang kencang ya Vin. Bagaimana kalau...Metallica...Fuel dari album Reloaded..?” ujar Axel sambil memandang ke gue lalu ke anak-anak.

“Wah boleh juga. Gue lama gak maen Metallica nihh,” ujar Djarot girang.

“Fuel?? hajaarrr !!” teriak Wendi.

Gue tersenyum ke Axel “ Challenge Accepted. !”



Gimme fuel, gimme fire, gimme that which I desire, ooh !!!! “ teriakan gue langsung disambar gebukan drum Wendi yang bertenaga dan opening solo dari Axel secara berbarengan kemudian Djarot dan Jojo masuk ke lagu.

This will be fun ! Batin gue sebelum larut dalam lagu yang membakar semangat kami berlima.

Dan selesai lagu Fuel, baru juga gue selesai minum, Axel lagi-lagi sudah memainkan intro lagu “Paint It Black” dari Rolling Stones. “Ayo Vin, jangan kasih kendor !” seru Axel sambil tersenyum. Gue tertawa “ Wah ini sih gue yang dikerjain. Ayolah siapa takut.” Dan selesai lagu tersebut, gue langsung teriak “Stranger By The Day!!” Anak-anak dan Axel langsung paham salah satu legend dari Shades Apart.

“Gile asyik banget ngeband sama elo bray!” seru Djarot ketika kami selesai memainkan lagu-lagu tersebut.

“Iya, padahal baru sekali kita main bareng nih,” ujar Wendi sambil minum air mineral dalam botol.

Axel cuma nyengir.

“Eh gak usah besar kepala deh lo,” celetuk Jojo sambil ketawa. “Vin, sepertinya anak-anak udah pemanasan. Ayo kita langsung hajar nih bocah pake lagu elo,” tambahnya.

“Hehehe boleh. Xel, elo uda hapal semua part elo materi album gue?”

“Udah. Jojo udah kasih gue materinya. Memang masih mentah sih beberapa lagunya, tapi bisa gue kulik sendiri. Terserah deh elo mau lagu apaan gue siap,” ujar Axel sembari menyibakkan rambut di keningnya. Damn that was cool.

“Hahaha nantang banget elo.  Oke, gue lagi pengen nyanyi lagu Rock To The Sky.”

Dentuman drum diiringi line bass menjadi penanda. Dan setelah ini akan masuk part gitar bagian Axel bersahutan dengan rhythm yang dipegang Djarot. Dan timingnya mesti pas kalau Axel mau membuat kami semua terkesan.  Lodi bahkan Okki saat pertama kali main lagu ini, mereka semua terlambat masuk.

Namun gue senang sekaligus lega karena Axel mampu masuk dengan timing sempurna. Intro lagu yang selalu membuat gue bersemangat langsung gue hajar. Dan 4 lagu berikutnya membuktikan perkataan Axel bahwa dia sudah bisa menguasai materi lagu kami dengan sempurna. Gue melihat raut puas dari wajah Djarot, Wendi dan Jojo karena mereka nampak enjoy serta nyatu banget dengan Axel. Pemandangan yang akhir-akhir ini jarang gue saksikan ketika mereka mesti main bareng dengan Oki dan Lodi. Selesai latihan, gue melihat bang Tigor, mba Nadila dan Arya tepuk tangan ke arah kami. Tepuk tangan yang menurut gue ditujukan kepada Axel yang tetap bersikap cool.


***

Besok  sorenya, gue diminta datang ke kantor bang Tigor karena dia ingin berbicara dengan gue secara pribadi. Setelah basa-basi singkat tentang sekolah gue, bang Tigor langsung membuka obrolan ke topik utama. Feeling gue pasti bang Tigor pasti ngomongin tentang Axel.

“Jadi gimana Vin? Axel?” tanya bang Tigor.

Tuh kan benar, batin gue.

“Oke bang. Skillnya luar biasa namun dia tidak mengedepankan ego saat bermain, sesuai dengan partitur. Tapi menurut gue cara dia menjalin keakraban dengan anak-anak, membuat kami semua enjoy banget main sama dia. Udah gitu abang liat sendiri kan dalam waktu 2 hari dia bisa menguasai hampir semua materi lagu di album gue,” kata gue.

Bang Tigor tersenyum. “Semangat banget elo Vin kalau ngomongin Axel. Elo naksir ya? Haha,” goda bang Tigor.

“Ah bisa aja elo bang. Ganteng-ganteng gitu reputasi playboy Axel uda pamor banget.”

Bang Tigor tertawa makin keras mendengar hal tersebut. “Justru ini alasan yang membuat gue makin setuju untuk ambil Axel sebagai additional player. Kalau elo aja yang orangnya cuek bisa salah tingkah ketemua Axel apalagi para fans-fans cewek penggemar elo. Wah pasti makin ramai nih kalau elo maen live haha.”

“Eh bang Tigor setuju Axel isi posisi Reno selama dia absen?” Gue langsung mengalihkan pembicaraan dengan ekspresi datar.

“Ya dan ada kabar bagus lainnya.”

“Eh kabar apaan bang?”

“Oki mundur dari kontrak buat isi recording gitar di lagu Me & You dan Don’t Give Up. Kemarin dia ngadep gue dan bilang bahwa minggu ini dia sudah pergi ke UK buat lanjut kuliah disana. Jadi gak bisa bagi fokus dan yang pasti waktunya gak cocok dengan kita.”

“Wow kuliah di UK si Oki? Pinter banget dia ya.”

Bang Tigor mengangguk. “Iya, gue sebenarnya pengen nahan dulu tetapi melihat kemampuan Axel dan bagaimana ia dengan cepat ngeblend dengan elu dan anak-anak, di sisi lain gue senang.”

“Jadi Axel nih yang bakal isi sesi rekaman gitar di 2 lagu gue itu bang?”

“Yap! Senang kan lo. Haha,”

Gue tersenyum di depan bang Tigor.

“Tapi gue minta elo jangan kasih tahu hal ini dulu ke anak-anak dan ke orangnya langsung. Gue gak mau buru-buru. Setelah minggu depan, gue bakal ambil keputusan akhir. “

“Minggu depan?”

“Setelah elo tampil di gigs dalam rangka ulang tahun Majalah Rock n Rolla. Elo jadi salah satu perfomer yang paling di tunggu disana. Karena tampil all-out di latihan dengan tampil langsung di hadapan banyak orang jelas beda tekanannya. Kalau Axel bisa sekali lagi memuaskan gue, gue langsung sodorin dia kontrak jadi additional player yang punya kewajiban ikut rekaman dan ikut tampil live show sampai Reno pulih dan bisa balik lagi ke Apollo 17.”

“Oh gitu.”

“Tenang, kalau lihat Axel kemarin gue punya feeling bagus dia bakal tampil all-out disana,” tambah bang Tigor.

Gue cuma mengangguk karena takut salah omong dan bakal di godain bang Tigor lagi.

“Itu aja sih Vin, yang mau gue omongin ke elo sore ini. Kalau elo gak ada pertanyaan lagi, lo mau balik juga silahkan,” ujar bang Tigor sambil sesekali menatap ke arah layar monitor PC nya.

“Eh bang, kalau anak-anak Apollo selain Jojo gimana tanggapan mereka tentang Axel?”

“Mereka juga kurang lebih memiliki kesan yang baik dengan Axel dan merasa enjoy main sama dia.”

“Oke, baguslah. Yaudah bang, kalau udah selesai, gue balik dulu ya. Mau nganterin mama ke salon hee.”

“Yaelah, paling elo yang ke salon pake kamuflase nganterin mamamu segla haha.”

Duh kena lagi.

“Auk ah bang.”

“Hahaha, sampai jumpa besok lagi. Besok agendanya elo take vocal untuk lagu Me & You, lalu lanjut anak Apollo termasuk Axel sekalian recording. Karena waktu kita makin mepet.”

“Siap bang.”

Setelah menutup pintu ruangan bang Tigor, gue langsung pulang ke rumah  buat jemput nyokap yang mau ke salon. Awalnya cuma pengen nganterin nyokap doang tapi ujung-ujungnya gue ngikut juga. Setelah hair trimming karena ujung rambut gue mulai bercabang, setelahnya gue crembath dan akhirnya sekalian manicure pedicure, oh ternyata lama juga gue gak nyalon memanjakan diri karena saking padatnya jadwal. Dan mumpung ada waktu luang sedikit, sekalian aja gue mempercantik diri ihihi.

Dan tiba-tiba gue teringat Axel.

Hadeh, apa jangan-jangan gue jadi ngikut perawatan di salon bukan karena bujukan nyokap tetapi karena gue pengen tampak “cantik” di depan Axel?? Auk ah.

***

Keesokan harinya agenda rekaman lagu You & Me bisa berjalan dengan lancar,  ketika giliran Axel untuk mengisi lead guitar dalam lagu ini, awalnya gue malu-malu lihat proses rekaman sambil pura-pura main sosmed. Sampai akhirnya gue mengantongi hp gue dan menyaksikan dengan serius. Lagu Me & You bernuansa rock ballad sehingga memiliki beberapa part solo lead guitar setelah chorus dan di akhir lagu. Asli gue merinding melihat proses recording Axel, karena saking menghayati lagu tersebut, Axel sampai memejamkan matanya ketika melakukan solo. Ketika anak Apollo mesti take ulang sampai 4-5 kali, maka Axel hanya mengulang 2-3 kali. Bang Tigor dan Arya nampak puas.

“Oke guys, thanks banget atas kerjasamanya hari ini yang sungguh luar biasa lancar karena kalian semua berada di kondisi terbaik untuk proses recording. Selanjutnya biarkan Arya mixing lagu Me & You, lusa kita dengarkan hasilnya. Dan minggu depan akan menjadi minggu yang padat buat kita. Hari Minggu kalian main di Gigs Party Rock n Rolla, maen 4-5 lagu. 2 lagu cover dan 3 lagu Vinia. Lalu beres even tersebut, hari Selasa kita langsung tancap gas recording lagu terakhir di album yakni Don’t Give Up. Rabu finishing secara keseluruhan album Freedom. Kalau hasilnya sudah sesuai dengan kemauan kita, Jumat kita meeting dengan Fahreza, sutradara video clip untuk single kedua yakni lagu 'V for Victory' untuk godok konsep video klip tersebut mau dibikin seperti apa. Fahreza pasti sudah nyiapin konsep videonya sesuai dengan budget yang udah gue tetapin. Jadi kita lihas saja. Ya maksimal 3 minggu setelah meeting pertama dengan Fahreza, video klip sudah jadi dan siap rilis. Karena ini penting maka gue dan Nabila akan mengosongkan jadwal show kalian sampe video klip rilis. Are you ready for a fucking hectic week Vin?” ujar bang Tigor menatap ke arah gue.

Gue langsung mengacungkan kedua tangan gue memberikan salah metal  3 jari ke arah bang Tigor. “Hell yeah !”

“Haha gue selalu suka gaya elo. Oke guys, kalau ada pertanyaan lagi kalian bisa kontak gue kapan aja, 20 jam dalam sehari gue siap kalau ada yang curcol.” tegas bang Tigor sambil memasang ekspresi santai.

“Lah kok cuma 20 jam? Bukannya dalam 1 hari ada 24 jam?” tanya Djarot.

“Ya itu 4 jam gue tidur bego, lo kira gue robot seks yang sering ditidurin tapi aslinya gak pernah tidur.” tukas bang Tigor.

Asli gue dan anak-anak langsung tertawa ngakak mendengar jawaban bang Tigor. Gue beruntung bisa dapat produser yang tegas namun disaat yang sama dia bisa humoris. Dan dia sangat perhatian bukan hanya ke gue yang menjadi pusat perhatian, namun ke anak Apollo 17. Bang Tigor yang merumuskan konsep bahwa gue mesti punya semacam home band yang mesti nempel terus ke gue. Gue setuju dan kemudian berkat koneksi dan relasi bang Tigor yang luas, maka ia merekrut Jojo, Reno, Djarot dan Wendi. Keempatnya bukan orang baru di scene musik rock dan sudah saling kenal. Dan mereka mengaku antusias untuk ikut projek yang digagas bang Tigor dan tidak keberatan jauh dari spotlight karena gue akan dibentuk sedemikian rupa menjadi lady rocker dimana gue mesti bersiap menjadi satu-satunya pusat perhatian. Awalnya gue minder karena rata-rata keempat orang tersebut berumur mayan jauh, rata-rata di atas 20-21 tahun dan status mahasiswa. Namun ketika gue kenal dan mulai latihan bareng, ketakutan dan rasa minder gue pudar dan berubah menjadi kekaguman karena mereka rekan yang sangat menyenangkan dan tidak jarang mengarahkan gue ketika tampil live.

“Idih emang gue cowok apaan bang, masak iya gue punya boneka seks cowok botak, berjenggot lebat, agak item pula dan kontinya mesti dildo raksasa 30 cm panjangnya,” sahut Djarot dengan nada dibuat kemayu.

“Ihhh parah bet omngan elo rot. Ada cewek woi disini!” kata gue sembari memasang wajah kesal.

“Ah iya Vin, maaf. Kadang gue lupa kalau elo itu cewek hahaha,” sindir Djarot.

“Sialan elo. Masak iya ada cowok secakep kayak gue,” ujar gue cepat.

“Nah itu ada Axel, gue yakin kalau Axel punya saudara cewek dan mirip ma dia, bakalan cakep banget!” jawab Djarot.

“Axel punya kakak cewek kok dan mirip banget sama dia,” jawab Jojo. Sementara Axel hanya tersenyum mendengarnya. Dan gue tiba-tiba juga tertarik mendengarnya.

“Wahhh serius?? Umur berapa kakak elo xel?” tanya Djarot.

“23 tahun. Kakak gue lagi ambil S2 Hukum di National University of Singapore tahun,” jawab Axel santai sambil sesekali minum sebotol Coca-Cola yang ia pegang.

“Wah keren. Xel bisikin sosmednya dong, sapa tahu jodoh dan gue bisa jadi abang ipar elo.”

Axel mengeluarkan iPhone lalu menunjukkan sesuatu ke Djarot.” Nih bro, stalking aja IG-nya kakak gue. Dia masih jomblo. Goodluck haha.”

“Wah demen banget gue ginian.”

“Ah udah cocok banget emang 2 orang tuh, baguslah biar makin kompak kalian berdua,” celetuk bang Tigor melihat tingkah laku keduanya. “Oke guys, besok kalian libur, istirahat. Sampai ketemu besok Sabtu pas latihan.” Bang Tigor lalu menyalami satu persatu kemudian pamit duluan karena ada urusan katanya. Mba Nadila malah uda balik sebelum kami selesai recording. Mau ketemu sama beberapa promotor even, terang bang Tigor ketika gue nanya kemana mba Nadila.

“Guys, nongki dulu yuk. Ngopi-ngopi kita. Gak capek apa pada serius rekaman tadi. Ke Kopa-Kopi aja, tempatnya enak, ada private room di lantai 2. Jadi bisa ngobrol enak sambil ngopi dan memandangi riuhnya jalanan.” ajak Wendi.

“Good! Ayok !” Seru Jojo.

“Vin, elo ikut kan?Ikutlah, gak bosen apa langsung pulang. Lagian lo juga belum punya pacar kan jadi santai gak ada yang nyariin,” goda  Wendi sambil ketawa.

“Ah rese banget lo Wen!” gue kesal tanpa alasan jelas. Karena entah kenapa gue malu karena ketahuan masih jomblo di depan Axel yang meskipun masih asyik ngobrol sendiri dengan Djarot, gue yakin dia mendengar celetukan Wendi.

“Eh lo berdua ikut kan?” tanya Wendi ke arah Axel dan Djarot.

“Ikut!” seru mereka berdua.

Karena gue lagi gak bawa mobil, gue diajak Jojo ikut mobilnya dan tentu saja ada Axel karena mereka berdua berangkat bareng. Wendi dan Djarot bawa mobil mereka masing-masing. Sampai disana, Wendi langsung memesan private room di lantai 2. Setelah mencatat pesanan, kami berlima duduk bersantai di private room yang berbatasan langsung dengan tepi balkon. Bagus, karena udara malam lebih enak daripada AC. Kami semua duduk bersandar di sofa yang berjajar di tepian. Djarot dan Axel sepertinya melanjutkan obrolan pribadi mereka seputar cewek, yang entah kenapa membuat gue sebal. Jojo dan Wendi mengobrol tentang kabar di kampus karena keduanya satu kampus di FISIP UN XXX meskipun berbeda jurusan. Dan gue sibuk sendiri dengan handphone, main Plant vs Zombie.

“Vin, diem aja lho,” celetuk Wendi beberapa saat kemudian.

“Gue lagi main game, masak iya gue maen game sambol ngomong sendirian,” kata gue ketus.

“Waduh, muncul nih sifat galaknya haha. Lagi dapet ya Vin?”

“Iya! Hari pertama pula. Lagian kalian pada sibuk sendiri. Huh.”

“Lha ini gue ngajakin elo ngobrol.”

“Males ah, gak ngerti gue kalian berdua ngomong soal kampus.”

“Yaelah....” ujar Wendi sambil menghela nafas.

“Xel, temenin Vinia ngobrol nape? Elo kan satu sekolahan. Jangan tanggepin terus tuh omongan si Djarot. Kayak dia ganteng aja.” tukas Jojo.

“Ngehe banget sih elu Jo, namanya juga usaha.” jawab Djarot kesal. “Eh kamar mandi di bawah ya Wen?”

“Di sini ada kok, lo keluar terus lurus aja di ujung.” ujar Wendi.

Setelah Djarot pergi, Axel lalu tiba-tiba duduk di sebelah gue. “Nah temenin Vinia ngobrol, gue lagi seru ngobrol ma Wendi tentang event di kampus gue,” kata Jojo lalu kembali ngobrol dengan Wendi.

Asli gue langsung memperbaiki posisi duduk yang semula agak melorot sehingga duduk tegak. Axel tertawa geli melihat sikap gue. “Santai aja kali Vin. Lagi maen game apaan sih? Mobile Legend ya?” tanya Axel.

“Enggak, ehm gue main Baloon Fight.”

“Game baru di Playstore?”

“Bukaaaan. Ini game dari Nintendo, hee.”

“Oh bisa dimainin di android?”

“Bisa dong, tapi mesti donwload emulator dulu buat maen game-game jaman Nintendo jadul.”

“Emulator apaan?” tanyanya dan tatapan kedua mata biru Axel membuat gue jadi grogi. Gue mesti menguasai diri!

“Emulator itu ehm apaan yah, yah kayak semacam converter gitu lah. Biar kita bisa main game Nintendo di android. Ya pokoknya gitu lah,” ujar gue cepat.

Axel lalu membuka Playstore dari Samsung S7nya. Dan hape kami berdua ternyata sama ! Kyaaa (apaan sih elo Vin, norak tau!).

“Apa nama aplikasinya?”

“Banyak sih emulatornya tapi gue pake Matsu Player. Itu free app. Selain bisa buat main game Nintendo, itu emulator juga bisa kita pakai buat main game PS 1, Nintendo 64, Super Nintendo, Nintendo DS, Game Boy dan GENESIS dari Sega. Nah tar uda elo download emulatornya, elo tinggal cari game lawas yang elo mau mainin. Lo bisa download master gamenya dari situs game andalan gue emuparadise.me. Di situ banyaaaaak banget game yang bisa elo download. Linknya jarang banget yang corrupt alias on terus. Eh tapi gue ada link kompilasi yang isinya ratusan game Nintendo loh. Sekali download bisa lengkap gitu. Kalau elo mau, gue WA in deh link-nya,” ujar gue panjang lebar.

“Wah anak gamer banget elo Vin, mantap. Berapa nomor elo,” tanya Axel.

Axel lalu memasukkan nomor hape gue. Dia lalu WA duluan. Kemudian gue balas WA nya dengan alamat situs yang menyediakan link kompilasi game Nintendo.

“Itu sizenya sekitar 180an Mb, tipe filenya RAR.”

“Noted!” kemudian Axel meletakkan hape nya di meja.

“Langsung elo download ya?”

Axel mengangguk kemudian tertawa sambil memandang gue.

“Kenapa elo senyum-senyum liatin gue?”

“Gak nyangka aja, selain punya vokal bagus, jago maen gitar, elo juga hobi main game.”

“Haha. Tomboy banget ya gue. Gue dari kecil memang tomboi  abis. Suka banget main game. Buat ilangin stress setelah capek ngeband.”

“Keren banget emang elo Vin,” puji Axel.

Gue langsung tersipu malu-malu. Dan kemudian datanglah minuman pesanan kami. Tak lama kemudian Djarot tiba-tiba izin mau balik duluan karena mobil yang ia bawa mau di pake abangnya. Sehingga kini tinggal kami berempat. Dan anehnya setelah Jojo menerima telepon, dia lalu mau balik duluan sama Wendi karena mereka berdua jadi panitia music event di kampus dan mesti pergi ke kampus untuk brifing.

“Xel, tar lo bawa mobil gue aja. Gue ke kampus bareng sama Wendi,” ujar Jojo sambil melemparkan kontak mobil ke arah Axel. “Sekalian nanti elo anterin pulang Vinia, awas jangan sampe lecet!” tambahnya.

“Iyalah, gue anterin pulang Vinia sampai rumah.” ujar Axel sembari dengan tangkasnya menangkap kontak yang dilemparkan Jojo.

“Bukan Vinia, tapi mobil gue jangan sampe lecet.” jawab Jojo dengan muka datar.

“Arrghhh Jojooooo, nyebelinnnnnn !!”

Jojo tertawa lalu keluar dari ruangan.

Dan kini tinggal gue berduaan sama Axel.

Tenang Vin, tenang. Daripada elo grogi di tanya-tanya Axel, mending elo tanya balik Axel duluan, begitu kata hati gue.

“Xel, kenapa elo gak bikin konten lagi di Youtube? Subscribber elo kan jumlahnya mayan, termasuk gue,” tanya gue sambil meminum Ice Vanilla Latte pesenan gue.

Axel diam sejenak lalu meminum brewed coffe yang ia pesan.

“Males,” jawabnya singkat.

“Udah ? Gitu aja?”

Axel mengangguk.

“Males main gitar? Lha kenapa elu mau di ajak Jojo ikut latihan kemarin?”

“Gue males karena bosen main sendirian mulu. Tapi mau ngeband lagi kok tambah males karena mesti ajak orang lain. Karena gue yang ngajak pasti gue yang mesti ngurus banyak hal. Belum lagi mesti ada cocok-cocokan. Ketika tahu Jojo main di band pengiring elo, gue langsung ngrasa jatuh sama elo Vin......secara penampilan musikalitas dan sangat powerful di atas stage. Mungkin Jojo udah cerita kalau gue ngefans sama elo, jadi ketika dia bilang salah satu gitarisi di Apollo 17 absen lama, dia lalu ngajuin nama gue buat ikut latihan sama kalian karena dari beberapa nama yang di seleksi, belum ada yang klik benar dalam hal chemistry dan cara main. Mendengar kabar tersebut, semangat gue buat main musik langsung muncul lagi. Karena gue gak asing lagi dengan musik kalian dengan genre rock yang gue suka, waktu 2 hari gue pake buat ngabisin lagu kalian,” ujarnya panjang lebar.

“Dan hasilnya sempurna,” celetuk gue.

“Ya belumlah sempurna benar, karena main sendiri sama main bareng kalian beda feelnya.”

“Gak sia-sia berarti sampe bolos sekolah 2 hari.”

Axel mengernyit. “Darimana elo tahu gue sampe bolos sekolah 2 hari Vin? Hayoo ada yang kepo nih ma gue haha?”

“Eh,”aduhhh mampuss gue ketahuan ngepoin dia di sekolah gara-gara kelepasan bicara.

“Hahaha sampe merah gitu Vin muka elo, santai aja. Jojo udah cerita juga kalau elo ga pernah dengar nama gue sebelumnya di sekolah meskipun kita berasal dari satu sekolah yang sama. Jadi wajar kalau elo penasaran sama gue.”

“Heee,” gue tersenyum dengan ekspresi salah tingkah dan kalau ada kaca pasti aneh banget senyum gue.

“Dan gue yakin elo uda tahu reputasi gue yang luar biasa di sekolah khan. Halftime Bastard, full time Playboy,” ucap Axel sambil menatap gue tajam, segurat senyum mengembang tipis. Aduh tuh mata terbuat dari apa sih, bikin makin gue salting.

Gue menghela nafas lalu meminum kopi gue. “Ya kurang lebih gitulah, ternyata elo populer banget di mata para siswi-siswi,” Gue merasa harus berhati-hati memilih kata saat bicara dengan Axel nih.

“Hahaha gue gak akan membantah sih, terserah anak-anak sekolah mau menilai gue seperti apa. Ini hidup-hidup gue, bukan hidup mereka.”

Axel memutar-mutar handphonenya di atas meja kaca layaknya spinner, kami sama-sama terdiam. “Oi Vin, elu kan sekelas sama Yandi. Dia pernah nyinggung tentang gue gak? Penasaran gue bagaimana tuh bocah menilai gue. Secara di hari pertama dia masuk sekolah, gue uda palak dia secara alus hahaha.”

“Yandi? Yandi sama Yosi, Zen dan Xavi gak pernah sih ngobrol tentang anak kelas lain secara terang-terangan di depan gue. Termasuk tentang elo juga sih. Eh sebentar, elo pernah palak Yandi? Ceritain dong, kayaknya seru !”

“Gue pertama ketemu Yandi waktu hari pertama masuk sekolah dia telat dan celingak-celinguk di depan gerbang sekolah, ngemis-ngemis ke Sobri satpam depan minta dibukain gerbang. Karena gue iba dan kasihan karena sama kayak gue yang juga gak bisa ke dalam karena telat, lalu gue ajak dia nongkrong di burjo bang Roni dekat sekolah. Nah sampe disana, kami ketemu  sama beberapa anak SMA SWASTA XXX, teman gue yang sedang asyik rokok dan ngopi. Karena laper, gue sarapan sekalian. Pas gue selesai makan dan abis sebatang rokok serta kopi item, dan pas Yandi pergi ke kamar kecil, gue langsung ajak teman gue cabut buru-buru. Terus gue bilang ke bang Roni gini, bang gue ada urusan penting ! Kopi, rokok, bubur ayam kami gue, Puput, Deni dan Ari yang bayar teman gue yang tadi datang sama gue. Ok. Terus kami berempat cabut, hahahahahahahahahhahahahahahh!”

“HAHAHAHAHAAH ! Paaaraaaaaaaahhhhhhhhh ! Asli lucu banget mesti lihat Yandi pas keluar, celingak-celinguk pasang waha bingung liat elo uda pada pergi gitu aja, terus pas mau pergi, Yandi dapat jackpot bayarin kalian. Lucu tapi jahat banget kalian, terutama elo iseng banget sih. Kasihan tahu Yandi, baru pindah dari kampung sekolah di Kota, langsung kena dikerjain.” gue ketawa dengan perasaan kasihan campur kocak bayangin posisi Yandi saat itu.

“Hahaha, sapa suruh datang telat, anak kelas 1 hari pertama udah telat aja,” ujar Axel santai.

“Elo juga, ngapain hari pertama masuk sekolah, udah bolos? Apa gara-gara sering bolos, elo jadi gak naik kelas?”

Axel tertawa “Iya salah satunya itu. Sama pas ujian akhir, gue gak datang karena gue bangun kesiangan. Karena tanggung bangun udah jam 9, ya lanjut tidur aja sekalian.”

Gue geleng-geleng kepala mendengarnya. “Dasarrrrrr !”

“Pertama lihat Yandi, dia kelihatan beda banget sama anak Kota. Dan ngomongnya juga sopan banget pake aku-kamu logat medok tapi bisa cepat akrab sama orang. Gue langsung tahu nih anak asyik juga dan agak polos. Karena gue agak merasa bersalah juga karena udah ngerjain anak dari kampung, gue ada niat bakal bantu dia kalau dia ada masalah sama temannya, jadi korban bully dan semacamnya. Karena gue tahu banget, meskipun sekolah kita sekolah favorit, muridnya banyak yang rese. Eh ternyata, si kucing kampung aslinya seperti serigala hutan yang buas ketika temannya dihajar. Sapa tuh teman elo yang dihajar terus ditinggal di kamar mandi?”

“Xavier. Sebenarnya akar masalahnya gue sih.”

“Gara-gara elo? Maksudnya?”

“Tahu Kevin? DJ Kevlar?”

“Gak tahu, tapi pernah dengar namanya. Dia anak kelas 1 khan”

“Iya, dia sekelas sama gue. Awalnya Kevin baik tapi lama-lama gue risih karena dia deketin gue terus sampe maksa gue duduk semeja sama gue dan minta Yandi, yang duduk semeja sama gue, untuk pindah. Karena gue mulai gak suka, gue minta Yandi jangan pindah. Yandi yang tahu gue mulai keganggu dengan sikap Kevin lalu bilang ke Kevin buat jaga sikap. Eh si Kevin malah nyolot tersinggung lalu dia ngatain gue dengan kata-kata kasar dan Yandi juga abis dimaki-maki sampe merah muka Yandi namun tiba-tiba Leo dan Gom ikut campur dengan ngebela Kevin. Ketika anak-anak lain takut sama Leo, justru Yandi menunjukkan sikap gak takut sama sekali dan sejak saat itu keduanya terlibat permusuhan. Sementara itu gue, Yandi juga mulai berteman akrab sama Yosi, Zen dan Xavier. Dan akhirnya, Xavi yang akrab dengan Yandi diserang di sekolah. Feeling gue Leo ada dibalik penyerangan Xavi, dia sengaja menyakiti Xavi untuk memancing Yandi. Dan cerita selanjutnya, gue yakin elo tahu lebih jelas. Gue ke kamar kecil dulu.”

Setelah bercerita panjang lebar, gue lalu pergi ke toilet untuk buang air kecil. Sekembalinya gue ke ruangan, gue lihat Axel nampak sedang merenung sambil memutar-mutar sebatang rokok.

“Vin, gue boleh ngrokok disini gak?” tanyanya saat melihat gue udah balik.

Setelah menghempaskan pantat gue ke sofa gue bilang “Rokok Mild ya? silahkan kalau mau ngerokok, tapi bagi gue rokoknya satu.”

“Eh elo ngrokok juga?” tanya Axel.

“Kadang-kadang aja sih kalau lagi pengen.”

“Gue beliin ke bawah dulu ya, rokok gue tinggal sebatang.”

“Ah gak usah, joinan aja.”

Gue lalu mengambil rokok dari tangan Axel lantas gue jepit di bibir gue. Axel tersenyum lalu mengambil Zippo dari tas kecil yang ia bawa kemudian ia menyalakan rokok yang uda gue pasang di mulut. Saat ia menyalakan rokok, wajahnya mayan dekat sama gue sehingga gue bisa lihat dari dekat kedua mata Axel yang sangat indah. Mungkin karena pengaruh rokok, gue bisa santai gak merasa grogi dekat-dekat Axel. Gue malah balas menatap mata Axel. Setelah menyalakan rokok, Axel kembali duduk bersandar.

“Sebenarnya bukan salah elo juga sih Vin  kalau akhirnya Leo dan Yandi musuhan yang berujung dengan kekacauan dan keributan tiada henti di sekolah,” kata Axel menyambung obrolan kami sebelumnya.

“Itu memang akal-akalan Leo dan abang tirinya  buat mancing keributan yang lebih masif di sekolah. Karena abang tirinya yang haus akan gelar orang terkuat di sekolah, udah gatal.”

“Abang tirinya Leo?” tanya gue sambil mengangsurkan rokok ke Axel.

“Abang tiri Leo itu rival gue sih di sekolah. Oscar namanya. Dia kelas 3 sekarang. Dari gue kelas 1 sampai hari entah berapa kali gue udah berantem sama dia. Dan tentu saja si albino itu gak bisa ngalahin kegantengan gue.” ujarnya sambil menghisap rokok beberapa kali lalu menaruh abu rokok di asbak sebelum diberikan ke gue lagi rokoknya.

Gue langsung menghisap rokok tersebut yang sudah basah karena terkena mulut Axel. Secara tidak langsung gue udah bertukar ludah sama Axel nih. “Wah jadi pangkal masalah ada di elo dong ternyata?” tukas gue.

“Jadi cowok paling ganteng di sekolah sekaligus paling jagoan memang banyak ujiannnya hehehe,” sahut Axel sambil terkekeh. “Selama elo dekat sama Yandi, elo bakal aman deh, gak ada yang bakalan berani godain elo. Gue suka sama sifat setiakawan Yandi yang sangat kental. Dan semakin kesini, sosoknya yang punya nyali besar juga makin kelihatan.”

“Iya sih tapi anak F4 tuh memang doyan banget terlibat masalah. Yang satu sembuh masuk sekolah, eh pasti ada aja yang gantian malah masuk rumah sakit akibat berantem sama anak kelas lain.” kata gue sambil memberikan rokok yang tinggal setengah.

“F4?”

“Iya itu nama grup WA kami berlima, jangan tanya ke gue deh kenapa nama grupnya norak banget haha.”

“F4 kan kalau gak salah drama boyband dari Taiwan kan? Tao Ming She dkk. Wah elo jadi San Chai yang direbutin cintanya dong,” goda Axel sembari memberikan rokok.

“Gue udah ngerokoknya. Elo abisin aja,” balas gue. “Gak lah gue jadi San Chai, anak-anak lain punya selera cewek masing-masing dan sepertinya gue gak masuk kategori mereka.”

“Ah masak sih gak ada dari mereka yang naksir sama elo? Secara elo kan artis, cantik, multitalenta, pinter. Jangan-jangan Yandi naksir sama elo tuh.”

Gue tersipu-sipu mendengarnya karena secara tidak langsung Axel udah muji gue.

“Hahahaha Yandi naksir gue? Orang ketika gue pertama masuk sekolah dan perkenalan depan kelas, cuma Yandi yang pasang tampang biasa aja. Termasuk ketika gue memutuskan duduk sebangku sama dia, ketika cowok lain iri, Yandi masih aja kalem. Dan ternyata usut punya usut, Yandi bersikap biasa aja karena gak kenal dengan nama gue Vinia Larasati seorang penyanyi yang sedang mencoba terkenal. Namun apa daya, gue ternyata gak cukup terkenal seperti yang gue duga lha teman sebangku gue buktinya gak kenal siapa gue hahaha.”

Kami berdua lalu tertawa bersamaan. Justru karena membicarakan tentang Yandi membuat kami seperti menemukan bahan obrolan yang menyenangkan. Dan membuat gue lebih rileks dekat dengan Axel. Ketika rokok dan kedua minuman kami habis, kami memutuskan untuk balik karena udah hampir jam 10 malam. Karena membayangkan bakal berduaan lagi dengan Axel di dalam mobil sepanjang perjalanan pulang, membuat gue tidak konsen berjalan sehingga menyenggol seorang pria yang tengah memegang minuman sambil berdiri di dekat pintu keluar. Beruntung minuman yang dipegang adalah iced caramel sehingga hanya membasahi baju, kalau yang dipegangnya adalah minuman panas, entah apa jadinya. Otomatis gue langsung minta maaf dan menawarkan mengganti minumannya tetapi pria tersebut sudah kadung marah.

“Mata lo ditaruh mana anjing? Gak usah elo ganti ! Gue masih sanggup beli sendiri dasar perek !”

Gue kaget karena dimaki-maki dengan bahasa yang sangat kasar dan ini membuat semua orang menatap ke arah kami. Beberapa temannya mencoba menenangkan si pria, tapi entah kenapa dia bisa sedemikian marahnya. Dan gue sampe ketakutan, beberapa pelayan juga coba menenangkan dan memberikan handuk kecil bersih untuk menyeka kemejanya yang kotor terkena tumpahan kopi dan krim.

“KALIAN SEMUA DIEM GAK USAH SOK NENANGIN GUE ! HEH PEREK, DARIPADA ELO DIEM MEWEK ! SINI BERSIHIH BAJU GUE !” kata si cowok yang berperawakan hitam, gemuk dan matanya melotot ke arah gue sembari melemparkan handuk yang ia pegang ke muka gue.

Namun sebelum handuk tersebut mengenai muka gue ada seseorang yang dengan cekatan menangkap handuk tersebut, gue menoleh dan tenyata Axel yang baru balik dari kamar kecil yang menangkap handuk tersebut. Axel menatap

“Bang, cewe gue udah minta maaf dan mau ganti minumannya dengan yang baru. Gak usah abang sampe marah segitunya bahkan sampe berkata kasar. Bang ini cewe baik-baik lho yang abang maki-maki,” ujar Axel tegas sembari menatap si pria matanya tambah melotot.

“Oh elo cowoknya? Mau apa elo? Sok pahlawan belain cewek elo. Asal lo tahu, gue gak perduli dia mau cowok, mau cewek, mau nenek-nenek mau kakek-kakek gue gak peduli ! Salah tetap salah!” katanya di depan wajah Axel.

“Bang, diluar aja yuk. Gak enak disini ganggu pengunjung yang lain,” jawab Axel. “Vin, elo tunggu disini, jangan keluar.”

“BANGSAT !”

BAM !!

Si pria tersebut ternyata memukul Axel secara tiba-tiba, keras sekali dan membuat pengunjung serta pelayan yang punya nyali lalu memegangi si pria karena ia mencoba kembali menyerang Axel. Gue sampe kaget dan menutup mulut dengan kedua tangan karena takut mendengar kerasanya pukulan, sampai wajah Axel tertoleh ke samping karena dipukul. Namun, Axel tetap biasa saja meskipun di pinggir bibirnya berdarah.  Gue mencoba mendatangi Axel namun Axel menahan gue agar jangan mendekatinya. Seorang waitrees cewek menghampiri gue yang sudah mulai menangis dan menenangkan gue.

Axel lalu menyampirkan handuk kecil di pundaknya lalu berjalan keluar lalu bilang ke si pria yang masih nampak emosi dan masih dipegangi beberapa orang.

“Ah banyak bacot lo Babi hutan, ayo sini keluar. Gue bakal kasih elo pelajaran karena uda maki-maki cewe gue dan membuat dia ketakutan.” tantang Axel lalu melangkah keluar. Sontak si pria lalu meronta dan menerjang keluar. Dan diiikuti teman-teman si pria dan beberapa pengunjung serta waitress cowok. Dari kaca gue bisa melihat suasana yang semula gaduh tiba-tiba berubah senyap dan terdengar tepuk tangan yang sangat keras. Gue gak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi karena terhalang beberapa orang yang berdiri di luar. Gue lalu berlari keluar dan mendapati si pria sudah terkapar di pelataran parkir sementara Axel berdiri di dekatnya, sekilas gue bisa melihat ekspresinya dan kepalan tangan Axel begitu keras.

“Kereeennn bro !!”

“Badan sama bacot doang yang gede, kena pukul sekali langsung roboh!”

“Mampus lu ! Sok jagoan ! Berani kasar ma cewek !”

Beberapa cowok berteriak lalu menepuk-nepuk punggung dan pundak Axel seperti memberikan ucapan selamat. Gue gak tahu apa yang terjadi yang jelas Axel sepertinya sudah mengalahkan si pria dalam waktu yang sangat cepat. Axel lalu menoleh ke arah gue, rahangnya yang mengeras sudah tidak terlihat. Axel lalu mendatangi gue dan menarik tangan gue. “Pulang yuk.” Gue menurut dan berjalan bersama Axel menembus keramaian. Axel sempat memberikan handuk kepada seseorang yang sedang memapah si pria yang sepertinya pingsan, berbicara singkat, menepuk pundak salah satu teman si pria lalu masuk ke mobil. Setelah mobil jalan, Axel bertanya ke gue.

“Elo gak apa-apa Vin?”

Gue lalu mengusap air mata yang sempat menetes dengan tissu yang gue bawa di dalam tas. Axel memberikan sebotol air minun ke gue dan segera gue minum. Setelah beberapa saat, gue mulai bisa menenangkan diri. “Udah, udah gue gak apa-apa.” kata gue sambil menoleh ke arah Axel. “Eh bibir elo berdarah,” ujar gue saat melihat di sudut mulut Axel mengeluarkan darah. Gue langsung mengambil tisu dan mengusap mulut Axel yang berdarah. Axel sempat ga mau gue usap lukanya namun gue tetap maksa dan akhirnya dia diam sambil menyetir ke arah alamat rumah yang udah gue sebutkan. Sementara gue mengusap-usap pelan sudut mulut Axel sampai tidak lagi berdarah.

“Thanks Vin.” ucap Axel menoleh ke arahku sebentar kemudian kembali memandang ke depan.

“Iya. Uh tuh orang kenapa sih, bisa segitu marah dan mengamuk gak jelas gara-gara minumannya tumpah sampai tega manggil gue anjing lah, perek lah.” gue mengatakan hal tersebut dengan perasaan marah karena cewek mana yang tidak sakit hati dikata-katain sekasar tadi.

“Udah, selow aja, ga usah diambil hati. Yang penting elo gak apa-apa. Oia Vin, gue minta maaf karena udah nyebut elo sebagai pacar gue tadi waktu ribut sama orang gila. Gue reflek aja bilang seperti itu.”

“Ehm..Enggak...enggak apa-apa,” kata gue dengan nada sesantai mungkin, padahal hati gue dag-dig-dug. Rasanya gimanaaa gitu waktu dengar Axel bilang kalau gue pacarnya, hihi.

Selanjutnya dalam perjalanan pulang, kami ngobrol santai sambil dengerin radio, saat sebuah lagu diputar tiba-tiba Axel mengeraskan sedikit tombol volume. “Gue suka banget sama Frans Sinatra. Dan cover lagu [I] Stranger In The Night [/I] ini menurut gue sukses banget di bawain ulang sama Cake. Dengerin deh Vin, elo pasti juga suka.”




Begitu lagu ini selesai, gue langsung suka dengan lagu ini ! Karena ini lagu persis banget seperti yang gue alamin hari ini ketika pertama kali bertemu dengan Axel.

“..up to the moment when we said our first we hello...Little did we know Love was just a glance away...A Warm embracing dance away and...”

Sebuah line dari lirik lagu tersebut bisa ngena banget di hati gue. Seolah-olah ini sengaja sudah disiapkan oleh Axel buat gue. Apa Axel juga sama gue?? Gue sempat kegirangan sampai akhirnya gue juga teringat perkataan Axel saat di cafe malam tadi

Part Time Bastard, Full Time Playboy.

Langsung muncul kesadaran dalam diri gue, sudah berapa banyak cewek yang mengalami perasaan seperti yang gue rasakan sekarang ketika bertemu dengan Axel. Dia playboy lho Vin, elo tuh kelihatannya tomboi tapi hati elo rapuh. Lho yakin suka sama Axel ? Suka doang atau cinta?? Axel tuh paling pinter ambil hati seorang cewek.

Kata-kata dalam diri gue membuat gue lebih banyak terdiam, sibuk dengan pemikiran gue sendiri. Sementara Axel juga diam, seolah membiarkan gue tenggelam dalam semua itu semua.

***

Setelah malam itu, gue memutuskan agak tidak mudah terjebak dalam pesona Axel. Gue gak tahu tentang dia, karena cowok playboy seperti dia layaknya pesulap, punya banyak trik dan tipuan. Gue gak WA atau telepon dia duluan. Meskipun ada grup WA yang berisi anak-anak Apollo termasuk Reno dan Axel, mba Nadila, bang Tigor dan tentu saja gue. Namun di grup tersebut, Axel jarang banget komen selain masalah kerjaan. Selebihnya ketika di grup sedang ramai suatu hal di luar kerjaan, Axel tidak komen apa-apa. Selain latihan, rekaman, manggung bareng bahkan saat kami ketemu di kantin dan Axel gabung nongkrong bareng gue dan anak F4, sikap dia biasa aja.

Dan harus gue akui, ITU SANGAT MENYEBALKAN KARENA HAL ITU MALAH MEMBUAT GUE SEMAKIN SERING MEMIKIRAN AXEL ! UGHHH AXEL !! ELO NYEBELIN !!



*****
@ dalam Kelas 1F
Masa Sekarang
*****

“Guys, kalian masak gak ada yang tahu sih apa yang terjadi sama Yandi? Kok dia bisa babak belur gitu,” kata gue khawatir saat kami berempat dan semua teman sudah berada di kelas setelah selesai jam olahraga. Saat ini ada pergantian jam pelajaran dan bu Nining guru Sosiologi belum datang jadi kami berempat bisa mengobrol membahas tentang Yandi yang penampilannya sangat mengejutkan dan nampak seperti di gelandang ke gedung guru oleh pak Tomo.

“Gue gak tahu Vin, ini gue juga lagi nanya ke anak-anak di kelas lain, cari info siapa tahu ada yang tahu atau dengar kabar di luar sekolah yang mungkin berhubungan dengan yang menimpa Yandi.” balas Zen sambil tetap sibuk dengan hapenya.

“Daripada mikirin apa penyebabnya yang belum jelas, gue malah khawatir dengan hukuman apa yang bakal diterima Yandi dari pak Tomo?” ujar Xavi datar.

“Paling di strap berdiri di tengah lapangan,” celetuk Yosi.

“Kalau Yandi dihukum seperti itu gue malah lega, karena kepsek kita yang baru ini serem, serem banget. Hari pertama dia disini kan, udah langsung bikin heboh dan semua anak-anak gemeter takut.” tukas Xavi.

“Eh memang kalian diapain di dalam aula waktu itu setelah upacara?” tanya gue penasaran.

“Ah elo Yos, coba lo ada juga waktu itu. Lo bakal girang lihat si Budi anak kelas 3, dihajar pak Tomo dengan enteng seperti gorilla nepuk anak lalat. Terus iPhone Bembi dibanting sampai rusak berkeping-keping plus dapat tonjokan di perut sampai Bembi muntah gara-gara dia ketahuan merekam adegan waktu pak Tomo kasih pelajaran ke Budi. Jadi waktu itu semua siswa dikumpulkan, bahkan para dedengkot bajingan dari kelas 1 sampe 3 di panggil ke depan. Pak Tomo marah besar karena nama sekolah sedang disorot dimana-mana karena tingkah anarkis dan berita perkelahian antar murid di sekolah kita yang menjalar sampai diluar lingkungan sekolah. Beliau lalu mengeluarkan ancaman siapapun murid yang terlibat perkelahian di dalam maupun luar sekolah  dan ketahuan olehnya, maka akan menerima hukuman yang sangat berat.” papar Xavi panjang.

“Waduh, serem juga yah pak Tomo,” ujar Yosi.

Tiba-tiba Wisnu berlari ke arah kami dan berkata cepat. “Yandi dihukum berdiri di tengah lapangan coi!”

“Tuh kan benar, dia cuma di strap berdiri di lapangan sekolah. Paling sampe nanti jam istirahat selesai. Stamina dan fisik Yandi tuh kayak badak, jadi santai dia gak akan pingsan,” tukas Yosi santai.

“Masalahnya bukan cuma disuruh berdiri di tengah lapangan, ah kalian liat sendiri deh. Tuh anak-anak kelas lain uda pada nonton!” kata Wisnu sambil terengah-engah.

Langsung saja gue, Yosi, Xavi dan Zen berlari keluar kelas dan mendapati semua berdiri di tepi dinding pagar dan memandang ke bawah. Saat gue memandang kebawah, gue terkejut bukan main karena melihat Yandi berdiri di tengah lapangan dibawah terik matahari dan benar kata Wisnu, Yandi bukan cuma berdiri di tengah lapangan namun tangannya juga terangkat ke atas sembari memegangi meja kayu di atas kepalanya!

“PERHATIAN ANAK-ANAK DAN PARA GURU YANG SAYA CINTAI, SELAMAT PAGI, SAYA PAK TOMO, INGIN MEMBERIKAN PENGUMUMAN SEBENTAR. BAGI SEMUA SISWA YANG SEDANG BELAJAR DI KELAS MAUPUN SEDANG ADA ULANGAN, SAYA MINTA KALIAN UNTUK MENGHENTIKAN SEJENAK APAPUN KEGIATAN KALIAN DAN KELUAR KELAS SEJENAK SELAMA 5 MENIT DAN MELIHAT KE ARAH LAPANGAN BASKET.”

Pak Tomo sedang berbicara di speaker yang membuat semua murid keluar dari kelas dan melihat ke arah tengah lapangan. Suasana yang sebelumnya ramai kini sudah semakin gaduh dan ramai. Semua berbicara dan saling bertanya kenapa ada seorang siswa yang dalam keadaan babak belur dan terluka, berdiri di tengah lapangan sembari mengangkat meja yang kelihatan berat dengan kedua tangannya. Pokoknya suasana demikian ramai !

“YANG KALIAN LIHAT SEKARANG ADALAH HUKUMAN YANG TENGAH DIJALANI OLEH SEORANG SISWA KELAS 1 YANG TELAH MELANGGAR PERATURAN SEKOLAH YAKNI BERKELAHI DI LUAR LINGKUNGAN SEKOLAH. DIA SAYA HUKUM BERDIRI SAMBIL MENGANGKAT MEJA SAMPAI  JAM 4 SORE. KALAU DIA BISA BERTAHAN DALAM POSISI SEPERTI INI SAMPAI JAM 3 SORE NANTI,  SAYA TIDAK AKAN MEMBERIKAN HUKUMAN LANJUTAN DAN BESOK DIA BISA BELAJAR SEPERTI SEDIA KALA. NAMUN KALAU DIA GAGAL DAN MENYERAH TIDAK KUAT MENJALANI HUKUMAN INI, SELAMA 6 BULAN KE DEPAN, DIA HARUS MEMBERSIHKAN SEMUA TOILET DAN KAMAR MANDI YANG ADA DI SEKOLAH INI SEPULANG SEKOLAH SAMPAI JAM 4 SORE. NAMUN JIKA DIA TIDAK KUAT DAN MERASA JIJIK MEMBERSIHKAN SELURUH TOILET, DIA BOLEH KELUAR DARI SEKOLAH SAAT INI JUGA.”

Suasana sekolah yang ramai langsung mendadak hening, ratusan siswa terdiam memandangi Yandi. Reaksi gue ? Gue langsung nangis sesengukan di pundak Yosi. “ Yos, ini kejam sekali ! Yandi di hukum sekaligus dipermalukan di hadapan semua murid! Dan Jam 3 sore itu masih 6 jam lagi ! Lalu  kalau Yandi pingsan gak kuat, dia bisa ketimpa meja Yos ! Hiksss.”

Yosi terdiam, Xavi memegang pundak gue mencoba menenangkan gue.

“SAYA RASA KALIAN SUDAH CUKUP MELIHATNYA. TOLONG KALIAN JADIKAN INI PELAJARAN BUAT KALIAN TENTANG ARTINYA DISIPLIN. DILARANG MENDEKATI SISWA TERSEBUT. MURID YANG MASUK KE AREA LAPANGAN BASKET AKAN SAYA HUKUM DENGAN HUKUMAN SERUPA. SILAHKAN KALIAN KEMBALI KE DALAM KELAS DENGAN TERTIB DAN MELANJUTKKAN KEGIATAN KALIAN SEMUA. SELAMAT BELAJAR ANAK-ANAK ! TERIMAKASIH !”

Ketika semua murid mulai kembali ke dalam kelas masing-masing, gue, Xavi, Yosi dan Zen masih terdiam dan terpaku di tepi pagar.

“YANDIIIII !!!! SEMANGATTT KAMU BISAAAA !!! BERTAHANLAH YAH !! AKU TAHU KAMU KUATTT !!” teriak gue sekencang-kencangnya dari lantai atas lalu kembali menangis melihat keadaan sahabat gue tersebut. Gue bisa melihat Yandi tersenyum dan mengangguk pelan, badannya masih terlihat kokoh dan kuat menopang beban meskipun terlihat penuh luka.



Semua murid-murid langsung memandang gue. Dan tiba-tiba Yosi, Zen dan Xavi juga berteriak keras sekali memberikan dukungan kepada Yandi ! Hal tersebut rupanya memantik anak-anak kelas 1 lainnya dari kelas 1F hingga 1D yang berada di lantai atas juga berteriak bersamaan memberikan dukungan. Kami semua mendukung Yandi bukan karena membenarkan aksinya yang sudah melanggar peraturan sekolah, namun lebih kepada memberikan support agar tetap kuat menjalani hukumannnya. Kami tetap berdiri dan berteriak untuk Yandi sampai-sampai guru datang menyuruh kami untuk segera kembali dalam kelas kami masing-masing. Anak kelas 2 dan 3 hanya memandangi aksi kami.

Yandi, ayo bertahanlah !


= BERSAMBUNG = 

No comments for "LPH #37"