Featured Post

LPH #34

Episode 34
Cinta Dalam Hati


(pov : Yandi)



TOK..TOK..

Aku mengetuk pintu rumah Dita dua kali. Aku grogi. Sudah lebih dari sebulan aku tidak bertemu dengan Dita. Entah apa reaksi Dita melihat aku yang berdiri di depan pintunya membawa es kolak pisang pesanannya, bukan mba Wati.

“sebentar mbaaa, Dita pakai baju duluu..” Teriak seseorang dari dalam dan sepertinya Dita yang teriak. Waduh, baru mau pake baju? Apa dari tadi Dita belum pakai baju ya? Wah bisa makin salah tingkah nih.

KREK. Pintu terbuka dari dalam.

Senyum Dita yang tadinya menghiasi wajahya langsung menghilang dengan cepat digantikan dengan ekspresi kaget ketika tahu aku yang datang mengetuk pintunya.

“Loh ! Yandi ? Ngapain kamu kesini?” ucap Dita tajam dengan nada suara agak meninggi. Pintu yang tadinya terbuka lebar langsung ditutup setengahnya. Dita benar-benar tidak mengharapkan kedatanganku.

“Aku membawakan es kolak pesananmu.”

Dita diam dan menatapku dengan pandangan tidak suka.

“Kan aku pesannya ke mba....Ah pasti ini ulah mba Wati, dia yang mengatur. Dia yang menelepon dan kamu yang mengantar es kolak kesini.” ujar Dita ketus.

Asem, giliran aku yang terdiam.

BLAM !

Dita langsung menutup pintunya dengan keras, dia tidak memperdulikanku.

TOK..TOK..

Aku kaget Dita langsung menutup pintunya dengan kasar. Aku lalu mencoba mengetuk kembali pintu tersebut, hingga 5 menit aku mengetuk pintu sembari memanggil Dita. Namun Dita sepertinya sudah tidak memperdulikanku. Aku jadi mikir sendiri, kok sampe segitunya Dita marah kepadaku. Kami memang tidak memiliki hubungan, hanya berteman akrab tetapi kadang memang bersikap mesra.

Aku jadi ingat saat terakhir aku jalan bareng dengan Dita. Pada saat itu kami berdua makan malam di Bukit Agung Night View, sebuah tempat makan yang baru dibuka namun langsung populer karena selain makanannya enak, tempatnya sangat keren karena berada di area puncak Bukit Agung. Pada saat kami sampai sana, parkirannya sangat penuh. Menandakan bahwa tempat ini memang ramai. Namun kami tidak khaWatir karena sore tadi Dita sudah memesan tempat. “Kalau gak pesan tempat, jangan harap dapat tempat deh. Gak mungkin juga kita berdiri nunggu orang selesai makan, karena setelah selesai makan biasanya masih lanjut nongkrong.” kata Dita pada waktu itu. Karena lokasi parkirnya penuh, maka motor kuparkir di tempat parkiran yang disediakan di seberang jalan. Karena saat itu malam minggu, jalanan sangat ramai maka reflek aku menggenggam lalu menggandeng tangan Dita saat menyeberang. Saat sudah sampai di seberang, aku hendak melepas genggaman tangan kami berdua, namun Dita seperti tidak mau genggaman tangan kami terlepas. Aku lihat Dita seperti tersenyum sendiri namun tidak melihat ke arahku, aku jadi ikut tersenyum dan  akhirnya sambil tetap bergandengan tangan kami masuk ke dalam rumah makan.

Setelah menunjukkan kode pemesanan meja ke salah satu waitres, kami diantar ke sebuah pendopo bernomor 7. Aku benar-benar terpesona dengan tempat ini karena tempat makan yang disediakan berada di pendopo-pendopo cantik yang berjejeran di pinggiran bukit, ada sekitar puluhan pendopo. Di dalam pendopo kami ada kursi dan meja makan. Lebih tepatnya 2 kursi dan 1 meja. Pendopo tersebut ada lampu led kuning yang membuat suasana lebih temaram. Aku grogi sendiri karena ini seperti setingan candle light dinner. Setelah memesan makanan, aku dan Dita lalu berdiri di pinggir Pendopo dan melihat pemandangan malam yang luar biasa indah. Gemerlapnya lampu-lampu di Kota XXX yang menyala saat malam jika dilihat dari sini sangat indah. Menara Kota yang menjadi ikon Kota XXX, lampu-lampu yang mengitari Stadion Merah Putih, pelabuhan, jembatan Kota, lampu gedung-gedung apartemen bertingkat, bayangan bukit Alit, semuanya bisa terlihat dengan jelas. “Uahhh cantik banget yaaa.” seru Dita. Aku tentu saja mengamini perkataan Dita.

“Kamu pinter banget Dit, bisa dapat tempat disini.” kataku.

“Haha ini rebutan tahu, tadi sore pas aku pesan, petugasnya bilang full booked tapi aku bujuk terus, karena kalaupun full booked, 2-3 jam kemudian pasti ada yang kosong. Aku bilang ke petugasnya tolong diusahakan karena aku pengen makan malam spesial dengan pacarku di hari ulang tahunku. Dan akhirnya kita dapat tempat karena ada 1 reservasi yang dibatalkan. Jadi deh kita dapat tempat, hehe.”

Aku langsung menoleh ke arah Dita lalu bertanya, “Hah makan malam spesial dengan pacar di hari ulang tahun? ”

“Hihi santai, aku bohong kok, kalau gak alasan yang agak dram gitu, susah dapatnya.” jawab Dita sambil memegang pundak kiriku.

“Hehehe, oia. Kamu ulang tahun Dit hari ini? Apa itu juga bohong?”

“Iya, ultahku masih lama hihi.” cengirnya.

Sambil menunggu makanan datang, aku dan Dita mengobrol santai sembari berdiri di pinggir pendopo, menikmati suasana malam yang harus kuakui sangat romantis dan syahdu. “Duh lama-lama dingin juga yah.” kata Dita tiba-tiba sambil mengusap-usap kedua lengannya. Dita saat itu mengenakan baju model lengan yang cukup pendek.

“Iyah, dingin juga hawanya. Di pegunungan sih. Jaketmu ga dibawa Dit?”

“Gak, kan aku tinggal di motor.”

“Oia, sama, jaketku juga kutinggal di motor. Yaudah yuk duduk di dalam, biar gak terlalu dingin,” kataku.

Dita sempat melihatku dengan pandangan yang agak gimana gitu dan ia pun mengangguk. Baru saja kami berdua duduk,pesanan kami sudah datang. Aku melihat ternyata di pinggiran jendela, ada tirai seperti kelambu, sepertinya jika suasana terlalu dingin, kelambu ini digunakan untuk menutup dan menghalangi hawa dingin. “Dit, tirainya kututup ya. Biar kamu gak terlalu kedinginan.”

“Iya, tapi jangan ditutup semua, ditutup dikit aja. Sayang kalau pemandangan sebagus itu ditutup.”

Aku pun menurunkan sedikit tirai kelambu sehingga pemandangan luar tetap terlihat dan cukup mengurangi hawa dingin. Selanjutnya kami menikmati makan malam sembari mengobrol banyak hal. Selesai makan pun kami tidak langsung pulang, kami memposisikan kursi kami bersisian dan menghadap ke pemandangan diluar lalu memesan 2 gelas coklat panas. Lalu pada suatu momen, kami sama-sama terdiam, Hanya ada suara tegukan minuman pelan sampai akhirnya tiba-tiba aku merasakan kepala Dita bersandar di pundakku lalu tangan  kiriku yang ada di atas sandaran kursi, ditimpa tangannnya. Seorang perempuan yang menyandarkan kepalanya di pundakku, secangkir coklat panas di tengah hawa dingin dan pemandangan malam yang menakjubkan.  Sebuah kombinasi yang pada akhirnya membuatku berpikir sesuatu, apa Dita menyayangiku?

Ketika kami pulang, Dita benar-benar memelukku dari belakang. Kedua tangannya dilingkarkan ke perutku. Dadanya juga terasa sekali menempel sepenuhnya rapat dengan tubuhku. Belum pernah selama aku memboncengkan Dita, ia bersikap begini mesra. Dita baru mengedurkan pelukannya ketika motornya berhenti di depan rumahnya. Setelah membantu Dita memasukkan motornya ke dalam garasi dan hendak pamit pulang, Dita lalu memintaku agar Sabtu depan aku menemaninya pergi beli kado untuk ulang tahun temannya. Aku mengiyakan dengan senang hati, lalu ada desiran pelan saat melihat Dita malam itu ketika aku mau pulang.

“Yawdah aku pulang dulu ya.” Kataku sambil mengusap-usap rambut hitamnya yang panjang.

“Cuman di usap-usap aja nih?” jawab Dita malu-malu.

Karena terdorong suasana dan perasaan, aku mendaratkan ciuman di atas keningnya dengan cepat.

Dita agak kaget karena perbuatanku tersebut namun ia lalu tersenyum.

“Dadah Dita.” Kataku lalu berbalik badan.

“Hati-hati..”

“Hehehe, orang rumah kita hadap-hadapan kok pake minta hati-hati segala.” Aku berhenti lalu menatap Dita sambil tertawa geli

“Biarin, biar kamu hati-hati dalam segala hal, hee.”

“Bye,” kataku.

“Hati-hati pulangnya....Yang...” Aku sempat ingin bertanya, memastikan apakah cuma perasaaanku atau aku yang salah dengar tadi Dita memanggilku “Yan” atau “Yang”. Namun aku hanya tersenyum lalu pulang.

Dan itu adalah kejadian lebih dari sebulan yang lalu, karena sejak malam itu, aku tidak berjumpa dengan Dita lagi karena pikiran tersita ke masalah konflik yang ada di sekolahan. Janjiku ke Dita pun terlupakan begitu saja karena saat malam itu aku pergi ke rumah Rio lalu menyaksikan Yosi bertanding di The Deathwish. Dan kemudian masalah bertubi-tubi memenuhi pikiranku, membuatku benar-benar melupakan Dita. Sekalinya berjumpa kami langsung sama-sama salah tingkah di burjo Bang Roni. Aku dengan wajah lebam dan Dita tengah bersama dengan Puput.

Dan melihat sikap Dita ketika menolak bertemu denganku tadi saat aku mengantarkan es kolak pisang kesukaannya, kuakui menimbulkan kesedihan dan kepedihan. Rasa pedih yang sudah lama tidak aku rasakan, terakhir aku merasakan kepedihan seperti ini ketika aku putus dengan Arum. Cuman pedih yang ini berbeda karena saat itu aku putus dengan pacar, kalau yang ini ? Dita memang bukan pacarku, kami jadian aja belum tapi momen ketika kami pulang makan malam sungguh sudah mesra, uda seperti pacaran. Apa jangan-jangan aku juga mulai jatuh cinta dengan Dita ?

Mba Wati mengernyitkan dahi saat melihatku kembali masih membawa semangkuk es kolak pisang. Cukup dengan melihat ekpsresiku, tanpa aku menjelaskan, mba Watik seharusnya tahu bahwa usahaku untuk meminta maaf dan baikan dengan Dita gagal.

“Gagal ya Yan...”

Aku mengangguk lalu meletakkan es kolak pisang di atas meja dapur. “Dita benar-benar gak mau ketemu aku lagi mba. Begitu tahu yang datang mengantar es kolak bukan mba Wati tapi aku, Dita langsung marah dan menutup pintunya, fiuhh.”

“Pasti ada alasan lain kenapa Dita bisa sampe marah banget ke kamu Yan.” ujar mba Wati sambil menggoreng gorengan.

Aku diam sejenak lalu bilang. “Sepertinya aku tahu kenapa Dita bisa sampe marah kayak gitu mba.”

Setelah mengangkat gorengan dan mentiriskannya, mba Wati duduk di kursi di dekatku. “Apa Yan?”

Aku lalu menceritakan momen ketika aku makan malam berdua dengan Dita di Bukit Agung Night View, bagaimana ia bersikap mesra lalu ketika aku mengecup keningnya. Dan kemudian aku menghilang dari Dita karena masalah konflik sekolah dimana aku sudah terlibat begitu jauh. Reaksi mba Wati setelah aku bercerita hal itu? Tiba-tiba ia berdiri dan melanjutkan menggoreng tahu isi. Aku yang biasanya doyan menatap pantat mba Wati saat ia membelakangiku, seolah hilang selera.

“Kamu tuh memang bodoh banget Yan...uda jelas Dita itu suka, sayang sama kamu. Kalau cewek ga suka sama kamu terus kamu tiba-tiba cium keningnya, udah pasti kamu bakal di tampar Yan. Setelah malam tersebut, mba yakin Dita udah asti nunggu kamu untuk nembak dia. Mba tuh udah tahu dan kenal karakter Dita, Dita itu tipikal cewek yang suka kepastian, dia gak mau pacaran tanpa ada komitmen dari awal. Gampangnya tuh  Kalau elu cinta sama gue, lo tembak gue. Kalau hanya mengandalkan perasaaan jalanin aja dulu tanpa status yang jelas, Dita paling gak suka. Dan Dita itu orangnya gak sabaran. Harusnya setelah kamu cium kening Dita,kamu langsung tembak Dita yan. udah gitu yang bikin mba gregetan tuh, kenapa kamu cium keningnya? Kenapa gak sekalian bibirnya Dita kamu cium?”

Aku bingung mau merespon ucapan mba Wati yang terakhir. Pada saat itu aku mencium kening Dita karena keningnya dekat banget denganku. Kalau aku mencium bibir Dita, aku mesti merunduk. “Ehm, ga tahu mba reflek aja cium keningnya.”

“Mba Wati, keluarin gorengannya ya. Udah pada ditungguin tuh gorengannya.” ujar mba Asih yang tiba-tiba masuk ke dapur. Aku merasa bersyukur karena pada saat itu aku dan mba Wati sedang tidak membahas Dita. Entah apa reaksi mba Asih kalau tahu masalahku dengan Dita.

“Eh Yan, itu es kolak pisang siapa? Mba pikir sudah habis.” tanya mba Asih. Saat aku hendak menjawab itu pesanan Dita, mba Asih sudah ambl sendok dan menuangnya ke mangkuk lebih kecil lalu di makan dengan lahap. “Itu punya Yandi mba, tapi mba abisin aja udah kenyang aku.” Aku melihat mba Wati tersenyum kecil ke arahku.

“Iya mba, udah selesai kok, segera meluncur ke depan.” seru mba Wati.

“Sip, uih es kolak pisang buatan mba Wati memang jos. Yan, kamu lagi repot gak? Kalau lagi gak repot bantuin mba dong. Warung lagi ramai, banyak yang pesan dibungkus sama di makan sini.”

“Oke mba Yandi ke depan.” jawabku.

Setelah menghabiskan es kolak pisang di mangkuk kecil, mba Asih membawa gorengan yang udah jadi ke depan. Saat mba Wati meleWatiku sambil membawa gorengan ke depan, mba Wati bilang, “udah kamu pergi main saja, refreshing sana. Mba akan bilang mbak mu kalau kamu baru inget ada janji sama temanmu. Masalah Dita, kalau nanti kamu masih butuh tempat curhat tentang Dita, nanti malam kamu main  ke rumah mba saja ya, tapi ya setelah warung tutup.” ujar mba Wati.

Fiuh, memang benar seperti yang dikatakan mba Wati. Lebih baik aku jalan-jalan dulu. Mau ke rumah teman kok malas rasanya karena pasti aku Ditanya-tanya lagi. Gak ada temanku yang tahu bahwa aku dekat dengan Dita yang bertetangga denganku. Boleh dikata hanya mba Wati yang tahu dan sering menggoda kami. Jadi aku mendengarkan nasihat mba Wati. Akh sebaiknya aku mandi terus jalan ke mall, mungkin pergi nonton film atau beli buku di Gramedia. Selesai mandi, aku pamitan ke mba Asih minta maaf gak bisa bantuin sekarang karena aku ada janji sama teman nonton film di Mall Biru. Mba Asih gak keberatan, justru aku dikasih uang jajan 100ribu, mayan rejeki anak soleh.

Aku naik Go-Jek ke mall Biru. Tujuanku pertama adalah XXI. Sampai sana aku beli 1 tiket menonton film Jepang “Tokyo Ghoul”. Aku  tidak tahu apa-apa tentang film ini, tapi ini justru yang membuatku tertarik menontonnya. Apalagi di poster film tertera keterangan film live-action ini adalah adaptasi dari best seller manga dengan judul yang sama. Karena ini hari kamis sore hari pula, membuat penonton di studio 2 tidak terlalu ramai, hanya puluhan sehingga aku bisa mendapat tempat duduk tepat di baris tengah sejajar dengan mata sehingga nyaman. Setelah membeli popcorn dan es lemon tea, aku segera masuk ke bioskop setelah mendengar pengumuman pintu teater 2 sudah dibuka.

Dan keputusanku untuk menonton film Tokyo Ghoul adalah keputusan yang aku syukuri. Karena filmnya keren dan seru banget ! Serem juga kalau misal aku berada dalam posisi yang sama dengan Kaneki, tokoh utama dalam film ini. Yang tanpa sepengetahuannya berubah menjadi setengah manusia setengah ghoul. Ghoul disini digambarkan sebagai spesies mirip manusia yang hanya bisa bertahan hidup dengan memakan daging manusia. Ahhh pokoknya keren dan aku suka sekali. Rasanya sudah lama sekali aku tidak jalan-jalan, nonton film sendirian. Nonton ramai-ramai memang seru. Namun menonton film sendirian itu lebih bebas, praktis, tidak ribet. Jam 7 malam aku keluar dari XXI dengan perasaan puas. Namun ending “Tokyo Ghoul” yang cukup menggantung membuatku penasaran. Oia, ini kan film dari manga, bisa jadi versi komiknya sudah memiliki banyak volume. Dengan semangat aku menuju ke Gramedia yang berada tepat di bawah XXI. Sampai ke Gramedia, aku langsung menuju area bagian komik. Karena aku sudah cukup sering main kesini,aku jadi tahu dimana area komik tanpa perlu bertanya ke salah satu pramuniaga Gramedia. Rak komik yang tersusun rapi menjadi tujuan utamaku. Setelah memperhatikan satu persatu judul komik dan menyusuri dengan teliti di tiap rak, aku nyaris berteriak kegirangan. Saat melihat di rak paling atas berderet komik yang kucari “Tokyo Ghoul” ! Aku memperhatikan ada  volume 1-5. Segera kuambil 5 volume sekaligus dan kulihat covernya. Wuih keren !

Eh ini sudah sampai berapa volume ya? Jangan-jangan sudah terbit lebih dari 5 volume. Sambil menenteng  5 volume komik Tokyo Ghoul, aku lalu bertanya ke seorang pramuniaga cewek yang sedang merapikan komik di rak sebelah.”Maaf mba, mau nanya boleh?” kataku berusaha sesopan mungkin. Dan ketika pramuniaga tersebut menoleh, hingga rambutnya yang dikuncir kuda nampak terayun-ayun. Aku cukup terkesan dengan kecantikannya dan senyumnya hehe.
“Oh silahkan, ada yang bisa dibantu mas?” dia langsung menghentikan aktivitasnya dan menatapku.

Dari pin yang ia kenakan tertera namanya, LARAS - STORE ASSOCIATE.

“Komik Tokyo Ghoul sudah sampai berapa ya mba volume-nya?”

“Sudah sampai 9 volume mas.” jawabnya.

“Tadi aku ke rak cuma ada volume 1-5 aja mba. Yang volume 6-9 dimana ya letaknya?”

“Maaf mas voume 6-9 nya sedang kosong, sedang proses pemesanan lagi.”

“Kira-kira kapan datang mba?”

“Ya mungkin 1-2 minggu lagi sih mas.”

“Wah lama yah.”

“Atau gini aja mas, saya minta nomer hp mas, nanti kalau volume 6 sampai 9 sudah tersedia, saya kabarin mas.”

“Oh boleh mba.”

“Mari mas duduk dulu di Customer Service.”

Aku lalu mengikuti Laras ke meja Customer Service, dia dengan cekatan mencatat nama, nomor teleponku dan komik pesananku di buku catatannya. “Pokoknya nanti kalau sudah datang, jangan lupa kabarin saya mba.”

“Atau mas juga bisa sih seminggu lagi telpon kesini, siapa tahu komiknya sudah datang namun belum sempat dikabarin.”

“Berapa mba telpon sini?”

Laras lalu menyebutkan nomor telepon toko yang segera kusimpan di hapeku. Setelah aku mengucapkan terimakasih, aku lalu ke kasir untuk membayar 5 komik Tokyo Ghoul. Ya lumayanlah buat hiburan di rumah kalau lagi suntuk. Setelah nonton dan beli komik, aku merasa lapar juga. Aku lalu singgah makan di KFC. Ketika sudah merasa kenyang  dan hendak pulang, mba Asih meneleponku.

“Dek, ini mba mau pergi  makan sama mas Sulis. Pulang agak malaman. Kamu bawa kunci gak?”

Aku merogoh kantung saku, aku lupa membawa kunci kamar. Karena kunci rumah aku jadikan satu dengan kunci kamar, berarti aku tidak membawa kunci rumah sama sekali. “Wah aku lupa mbak, ga bawa kunci.”

“Kunci cadangan rumah tak titipkan ke rumah mba Wati ya.”

“Hehehe Iya mba, ini Yandi udah mau pulang. Hati-hati mba.”

“Oke.”

Niat ku memang pulang dari sini mau mampir ke rumah Wati buat lanjut curhat dan sekarang aku memang harus mampir karena sekalian ambil kunci rumah. Jam 8.45 malam aku sudah sampai di depan rumah Wati. Lampu rumahnya masih menyala terang. Setelah membuka lalu menutup pagar rumahnya, aku mengetuk pelan pintu rumah mba Wati.

TOK..TOK..

Setelah menunggu beberapa saat, pintu terbuka. “Eh Yandi, ayo  masuk.” ujar mba Wati.

Setelah beberapa saat mba Wati meletakkan tabletnya lalu mengambil sesuatu di dekat tv. “ini kunci rumahmu yan. “ kata mba Wati sambil meletakkan kunci rumahku di atas meja. “makasih mba,” kuambil kunci tersebut dan kumasukkan ke saku celana.

“mukamu sudah lebih cerah yan abis pergi jalan-jalan. Jalan kemana tadi sore sampe baru pulang?”

Ke mall biru mba, nonton film bioskop terus lanjut beli komik di gramed.”

Sendirian atau sama teman?”

Sendirian mbak “

Lha gak ngajak teman gitu?”

Aku menggeleng,”lagi pengen sendirian aja mba nontonnya, malah lebih bebas dan enjoy nontonnya. Lagian kalau ngajak teman pasti Ditanya macam-macam, males aku jelasinnya.”

“hehe sama kayak mba. Kadang juga jalan, happy- happy sendirian, ke salon, belanja. Semua orang memang kadang kala butuh waktu sendirian untuk bersenang-senang, ya istilahnya me time.”

Hehe iya mba. Oia mba Wati mau pergi malam mingguan ya? Udah rapi gitu.”

Iya yan, ada teman lama mba ulang tahun di café crown. Sebenarnya lagi malas jalan mba, pengen santai sambil marathon nonton DVD drama korea tapi ini yang ulang tahun teman mba dulu waktu masih jadi penyanyi. Gak enak kalau gak datang.”

Datang aja mba , teman ulang tahun setahub sekali, besok mba masih bisa nonton drama korea besok kan hari minggu.”

Iya, mba mikirnya juga gitu. “

“kalau mba uda mau pergi, yandi pulang aja ya.”

“santai yan, jam 10an mba baru dijemput sama teman yang  juga pergi kesan kok. Ini baru jam 9 jadi masih bisalah kita ngobrol-ngobrol bentar sambil nemenin nunggu jemputan hehe.”

“okey.”

“si, kamu masih kepikiran Dita yan?”

“emm, masih mba. Rasanya agak gimana gitu kalau di diemin Dita, secara dia tuh cewek yang boleh dikata paling dekat denganku dari pertama aku pindah kesini.”

“sebelum mba mau kasih tahu sesuatu tentang Dita, mba mau mau tanya sesuatu dan mba harap kamu jawab jujur.”

“oke.”

“kamu suka sama Dita?”

 Aku mengangguk. “iya.”

“selain Dita, ada cewek lain yang juga kamu suka?”

Aku langsung kepikiran dengan si cewek misterius namun  jika dibandingan dengan Dita, jelas Dita lebih realistis. Si cewek misterius boleh dikata hanya membangkitkan rasa penasaranku tentang sosoknya. Maka dari itu, aku langsung menjawab dengan tegas,”engga mba, aku Cuma suka dengan Dita.”
   
“rasa sukamu sudah sampai ke tahap perasaan sayang? Karena suka saja belum tentu sayang.”

Aku langsung teringat momen dimana aku mencium kening Dita, kalau aku gak sayang dengan Dita, aku gak akan melakukan hal tersebut. Dan setelah diam beberapa saat aku menjawab dengan tegas,”aku suka dan sayang dengan Dita mba, dia sangat baik dan perhatian denganku. Namun aku belum bisa memberikan hal yang serupa ke Dita karena terlalu banyak masalah yang mesti aku hadapi mba.”

“masalah di sekolah ya?”

Aku mengangguk dan mengakui segala konflik dan masalah sekolah yang sudah merembet kemana-mana ini, sungguh sangat menyita pikiran dan membuatku melupakan hal lainnya.

“kamu mau jadi pacarnya Dita yan?”

“mau mba.” Kataku dengan tegas.

“tadi sore setelah warung tutup, mba pergi ke rumah Dita dan kebetulan Dita sedang ada di rumah tidak kemana-mana. Dita awalnya tidak mau ketemu dengan mba karena kesal dengan mba karena menyuruh kamu mengantar es kolak. Namun mba minta waktu 5 menit aja buat jelasin sesuatu. Dan setelah mendengar penjelasan mba, sifat keras kepalanya mulai mengendur. Ia akhirnya setuju untuk bertemu denganmu besok sore.”

“hah? Dita mau ketemu denganku besok?”

Sambil tersenyum mba Wati mengangguk.

“makasih mba. Tapi apa yang membuat Dita akhirnya mau untuk bertemu denganku besok mba?”

“jangan berterima kasih dulu ke mba. mba hanya ngomong dengan dia hanya beberapa patah kalimat saja, selebihnya Dita yang memutuskan. Dan mba senang karena ia memutuskan untuk menemuimu besok.”

“apa yang mba katakan ke Dita?”

“yandi sayang sama kamu, tetapi pada saat yang sama dia sedang memiliki masalah di sekolah yang sangat berat dan itu membuat pikirannya bercabang. Kalau kamu masih sayang sama yandi, berikan dia waktu untuk menjelaskan semuanya. Bahkan kalau saat ini kamu sudah memiliki pacar, kamu juga harus menjelaskan ke yandi. Dengan berbicara jujur satu sama lain, mba yakin itu jauh lebih baik daripada saling diam dan terus berprasangka.”

Aku diam mendengarnya. Bisa jadi besok Dita mau menemuiku karena dia mau bilang bahwa dia sudah punya pacar.

“udah tenang saja, kalau besok Dita cerita kalau dia sudah pacar, relain aja, mba hara kalian tetap jadi teman baik. Dan kamu bisa minta maaf ke Dita secara langsung.” Terang mba Wati.

Waduh kok bisa gitu mba Wati menebak apa yang kupikirkan.

“namun kalau besok ternyata Dita bilang, dia gak unya pacar dan mengerti alasanmu kenapa seolah-olah kamu tidak menganggap dia penting, mba sarankan, kamu sekalian nyatakan cinta dan ajak Dita pacaran yan! Dan kalau kamu sudah pacaran dengan Dita, langsung kamu  cium Dita aja haha.”

“eh…”aku garuk kepala mendengarnya.

tiba-tiba handpone mba Wati berbunyi dan mba Wati langsung mengangkatnya.

“oh udah di depan indomaret? Lo tunggu depan situ aja gak apa-apa. gue yang kesana. 5 menit lagi.”

Setelah mba Wati selesai menerima telepon, aku langsung tahu bahwa jemputannya sudah datang. “uda dijemput ya mba?”

Mba Wati mengangguk. “iya yan.”

“yasudah mba siap-siap aja. Yandi pulang dulu mba.”

“iya, oia, besok jam 10 kamu di tunggu Dita di rumahnya.”

“di rumah dita ya?baik mba. Mba Wati, makasih banyak ya mba udah dengar curhatanku dan sampai ikut repot-repot bantu yandi.”

“gak apa-apa yan, mba uda anggap yandi adik mba sendiri kok. Udah pokoknya mba tunggu kabar baiknya besok, ok?”

Setelah pamitan dengan mba Wati, aku pun pulang ke rumah.  Sampai di kamar, aku langsung melepas jaket, kaos dan celana panjang yang aku pakai hingga menyisakan celana pendek. Setelah membuka jendela dan membiarkan angin malam masuk ke dalam kamarku, aku lalu berbaring di tempat tidur. Aku berniat tiduran sambil membaca komik Tokyo Ghoul yang kubeli tadi malam, namun baru juga mau buka halaman pertama Tokyo Ghoul volume 1, hape yang kuletakkan di atas meja berbunyi.

Aku bangun lalu mengambil hape dan aku sangat kaget mengetahui siapa yang meneleponku.

DITA CALLING

Hah ? Dita meneleponku? Aku lihat jam dinding menunjukkan jam setengah 11 malam. Fiuh, setelah menghembuskan nafas aku menerima panggilan telepon.

"Halo Dit."

"Malam Yandi. Kamu lagi dimana?"

"Eh, aku lagi di rumah."

"Lagi sibuk?"

Aku hendak menjawab sedang baca komik tapi aku urungkan niat untuk menjawab seperti itu, "Enggak, lagi baring di kamar.......mikirin kamu." Entah keberanian darimana aku sekalian sedikit menggombal.

Aku sempat mendengar Dita tertawa kecil. "Kalau lagi gak sibuk, kamu ke rumahku sekarang. 5 menit. Lebih dari 5 menit, pintu depan ku kunci."

KLIK.

Tanpa memberikan kesempatan kepadaku untuk menjawab Dita langsung mematikan sambungan telepon. Malam-malam begini Dita memintaku datang ke rumahnya? Namun aku tidak mau repot-repot mikir, aku segera mengenakan celana panjang dan kaus yang tadi kupakai dengan secepat kilat karena Dita bilang 5 menit lagi pintu depan rumahnya akan dikunci. Setelah mengantungi hape di saku celana dan mengunci rumah, aku langsung melesat menuju rumah Dita.

Pintu gerbang tidak terkunci dan aku segera masuk karena takut dikira macem-macem kalau aku celingak-celinguk di depan pintu gerbangnya. Dan di menit ke 4, aku sudah mengetuk pintu depan rumah Dita.

TOK..TOK..

Tak butuh waktu lama, pintu terbuka dan Dita yang membukakan pintu. Dan setelah sekian lama, akhirnya aku bisa melihat kembali Dita tersenyum. "Yuk, masuk Yan," katanya.

Setelah aku masuk ke dalam, aku duduk di sofa panjang yang ada di dalam ruang tamu. Setelah Dita menutup pintu, Dita kemudian duduk di sofa yang ada di seberangku. Aku rasanya deg-degan sekaligus senang karena bisa bertemu dengan Dita. Namun karena perjumpaan dengan Dita yang lebih cepat, membuatku bingung mau ngomong apa ke Dita.

"Yan, maaf ya aku sudah bersikap kasar kepadamu sore tadi." Di saat aku bingung, justru Dita yang terlebih dahulu membuka percakapan dengan meminta maaf atas sikapnya sore tadi.

"Eh, gak apa-apa."kataku cepat. "Justru...aku yang harus minta maaf terlebih dahulu ke kamu Dit. Karena kebodohan dan ketidakpekaanku membuat hubungan kita merenggang. Dan aku sungguh menyesalinya karena aku seharusnya setelah malam itu, malam yang sangat indah itu, aku menyatakan perasanku ke kamu, bahwa aku menyayangi kamu Dit." Perasaan terpendam yang aku simpan selama ini aku curahkan semua. Aku tidak peduli jika ternyata Dita sudah punya pacar.

Aku ceritakan semua masalah yang kualami di sekolah yang membuat pikiranku bercabang-cabang membuatku seakan tidak peduli lagi dengan Dita. Termasuk ketika malam dimana aku pergi dengan Dita, namun aku justru pergi dengan Rio, Tejo dan Yosi ke The Hangar. Tentu saja bagian dimana banyak korban berjatuhan disana tidak aku ceritakan. Selama aku bercerita, Dita diam dan memandang ke arahku dengan penuh perhatian.

"Tapi kamu nyebelin banget ih, masa tega mengendap-endap di belakangku saat saat keluar dari burjo bang Roni."

Waduh Dita tahu ya aku menyelinap pergi darinya.

"Hee maaf Dit, aku benar-benar malu ketemu kamu saat itu. Aku benar-benar tidak menyangka akan bertemu kamu di burjo bang Roni di sana. Apalagi saat itu wajahku sedang lebam disana-sini."

"Kayak aku gak pernah lihat kamu wajahnya lebam Yan. Dulu waktu kita ketemu di mall kamu juga sedang benjol-benjol. Dasar kamu ini doyan banget berantem!"

"Aku bukannya doyan berantem Dita. Aku membela diri, itu aku membela diri saja, uda bonyok kan."

"Hehe dasar, sekolah negeri favorit ternyata sama saja dengan sekolahku, murid cowoknya juga pada sering berantem."

"SMA SWASTA XXX juga sering ribut Dit?"

"Iya, lumayan sering. Tapi gak sesangar dengan tingkat keributan di SMA NEGERI XXX seperti yang kamu ceritakan."

Aku senang karena suasana kami sudah kembali akrab. Namun karena tadi aku menyinggung pertemuan tak terduga kami di burjo Bang Roni, membuatku teringat dengan sosok Puput. Jangan-jangan Dita....

"Dita, Puput itu..... "

"Dia itu kakak kelasku dan kami cuma teman," tegas Dita.

Mak cless, rasanya aku pengen sujud syukur mendengar keduanya cuma teman.

"Tapi..." Ujar Dita tiba-tiba.

Dita menatapku." Puput menyukaiku, bukannya aku ge'er lho, namun sebagai cewek aku tahu kalau Puput mendekatiku. Aku tidak mau kamu salah paham. Di luar jam sekolah, aku dan Puput sering bertemu karena ekskul kami saling berhubungan. Aku ikut ekskul cheerleader sementara Puput adalah anggota tim inti ekskul baskes SMA SWASTA XXX." terang Dita.

Aku tersenyum mendengarnya. Aku merasa ini saatnya aku nembak Dita. "Dita...Kamu, mau gak jad-"

"Aku mau. Aku mau jadi pacar kamu karena sudah lama aku menyayangi kamu Yan." Potong Dita cepat, seperti tahu bahwa aku akan menyatakan perasaan.

Aku tersenyum lebar. Malam ini aku resmi gak jomblo lagi gais. "I love you Dita." Kataku.

"I love you too." Balasnya. "Aku orangnya manja lo, cemburuan dan banyak maunya. Semoga kamu bisa sabar hadapin aku yah.....sayang."

Bahagia rasanya di panggil sayang.




 = BERSAMBUNG =


No comments for "LPH #34"