Featured Post

LPH #93

Episode 93
Baptism With Fire


(Pov Goku)


Gue, Galang dan Max terdiam di bangku taman yang berada di samping gedung UGD Rumah Sakit Permata. Tidak ada obrolan maupun saling bully satu sama lain. Hanya bunyi batang tembakau yang terbakar pelan, kepulan asap dan pikiran kalut. Kami seakan tidak mempedulikan tatapan orang-orang yang ada di sekitar kami Tiga orang siswa yang mengenakan seragam sekolah merokok di tempat umum. Toh ini kawasan di mana kami bisa merokok. Kami tidak peduli jika di ruang tunggu UGD ada beberapa guru yang menemani orang tua Andreas, terutama Ibunda Andreas yang terus saja menangis. Berbeda dengan Ayah Andreas yang terlihat lebih tenang, meskipun ia tidak bisa menyembunyikan ekspresi sedih.

“Bokap Andreas mirip banget ya dengan si bogel..” akhirnya gue membuka obrolan.

Galang dan Max cuma ngeliat ke arah gue bentar, sedikit tertarik namun mereka tidak menimpali perkataan gue barusan.

“Lo cerita apa saja ke Polisi, Gokz..” tanya Max. Pertanyaannya tidak ada sangkut pautnya dengan celoteh gue sebelumnya.

Gue mengingat lagi kejadian tadi sore yang serba chaos di sekolah. Tak lama setelah api berhasil di padamkan di Ruang BP, Andreas kami temukan tergeletak bersimbah darah. Luka tusuk serta pisau yang menancap di perutnya menandakan dia di serang seseorang. Kemungkinan besar orang yang menusuk Andreas adalah pelaku yang juga dengan sengaja melakukan pengrusakan dan percobaan pembakaran. Dengan mobil Max, gue, Galang dan Pak Tarmiji membawa Andreas yang sudah tidak sadarkan diri dan terluka sangat parah ke Rumah Sakit. Pak Tarmiji meminta Sobri untuk memanggil Polisi dan menjadi saksi peristiwa yang menggegerkan ini.

Begitu kami sampai RS, Andreas segera di bawa para perawat menuju ruang UGD. Pak Tarmiji mengontak para guru. Tak butuh waktu lama, beberapa guru datang ke RS termasuk Bu Rini, guru BP. Tidak ada Tomo. Selang beberapa saat kemudian ada 2-3 petugsas Kepolisian yang datang. Kami berempat di jadikan saksi dan hendak di mintai keterangan tentang peristiwa yang terjadi di sekolah sore sebelumnya. Satu persatu kami di tanya untuk melengkapi BAP di salah satu ruangan di RS yang di pinjam Polisi.

“Ngapain lo tanya hal itu?” gue berbalik bertanya ke Max. “Kan bukan cuma gue yang di mintai keterangan dan di jadikan saksi sama Polisi.”

“Ya biar klop aja. Gue gak bisa banyak cerita tentang apa yang terjadi dengan Andreas, karena gue lari manggil Pak Tarmiji dan Mas Sobri ke kantin,” jelas Max.

Gue menjentikkan puntung rokok yang habis gue hisap ke tempat sampah namun meleset.

“Ambil. Jangan buang puntung rokok sembarangan,” sergah Galang.

Kalau dalam kondisi normal, gue bakal adu bacot dulu sama Galang. Namun untuk kali ini gue diam saja, gue berdiri dan memungut puntung rokok lalu gue masukkan ke tong sampah khusus rokok. Saat kembali duduk, Galang melemparkan bungkusan rokok serta korek api. Gue ambil sebatang. Setelah gue nyalakan rokok gue yang entah keberapa untuk hari ini saja, gue kembalikan ke Galang.

“Trims.”

“Gue cerita apa adanya ke Polisi tentang kejadian tadi sore, gak ada yang perlu gue tutup-tutupi. Dari gue dan Andreas main bola di lapangan, mendengar keributan di saah satu sudut sekolah, lihat kobaran api di ruangan BP kemudian mendengar teriakan Galang. Selanjutnya kita semua tahu apa yang terjadi,” kata gue menjawab pertanyaan Max.

“Gak, kita semua yang ada di sekolah sore itu tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Kita cuma tahu, ruang BP hendak di bakar dan Andreas sekarat di tusuk entah siapa. Yang kita tahu hanya akibat. Bukan sebab. Tidak ada akibat tanpa sebab. Itu hukum pasti. Sore-sore di hari biasa menyelinap ke sekolah membakar salah satu ruangan dan menusuk salah seorang siswanya, jelas bukan perbuatan orang iseng. Pelakunya mengincar tujuan yang jelas. Andreas mungkin berada di waktu dan tempat yang salah dan menerima akibat dari sebab yang gue yakin kita anak kelas 1 tidak ada hubungan sama sekali.”

Galang menerangkan kejadian sore tadi dengan gamblang dan gue setuju.

“STM XXX atau SMA SWASTA XXX, anyone?” Max melempar pendapat.

“Mereka adalah kambing hitam termudah dalam hal ini. Gue dengar beberapa waktu yang lalu para begundal STM YYY di serang dan para siswa bajingannya jadi anjing STM XXX. Namun gue rasa STM XXX tidak mungkin langsung frontal menyerang sekolah atau anak-anak sini tanpa menaklukkan semua STM dan SMA di kota XXX. Indikasi paling gampang tuh anak-anak SMA SWASTA XXX masih pada santai gak ada berita apa-apa. Gue punya banyak teman di situ, jadi gue pasti tahu kalau ada apa-apa di sana,” gue menjawab Max dengan yakin karena gue ragu ini perbuatan kedua sekolahan tersebut.

“Tul kata lo Gokz. Kedua rival sekolah kita tersebut mesti kita coret.”

Saat kami sedang berdiskusi tiba-tiba datang satu orang menghampiri kami.

“Selamat malam anak-anak,” sapa seseorang.

Kami bertiga kaget karena yang menghampiri kami adalah Pak Tomo. Kami terpegok sedang merokok di sini. Gue bersyukur kami tengah diam saat ia datang tiba-tiba, sehingga gue yakin ia tidak mendengar percakapan kami sebelumnya.

Setelah menyapa kami, Pak Tomo duduk di bangku seberang yang kosong. Ia mengeluarkan sebatang rokok dari kantung kemejanya.

“Udah kalian santai, gak perlu buang rokok,” katanya saat Max hendak mematikan rokoknya.

Kami bertiga diam, menunggu apa yang hendak Pak Tomo katakan.

“Terimakasih ya. Berkat kalian bertiga yang bertindak dan bisa berpikir cepat, api yang membakar ruangan BP bisa segera di padamkan dan tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah  di sekolah.”

Kata-kata Pak Tomo barusan membuat kami semua terhenyak. Di saat gue mengira Pak Tomo akan menginterogasi kami bertiga tentang kejadian tadi sore karena kami termasuk saksi mata kunci selain Pak Tarmiji dan Mas Sobri, Pak Tomo justru mengucapkan terimakasih.

“Pak Tomo tidak perlu mengucapkan terimakasih kepada kami bertiga, karena ada banyak teman-teman kami yang masih ada di sekolah saat kejadian tersebut berlangsung, bukan hanya kami,” sahut Galang.

Bisa sopan juga ni anak, batin gue.

“Pak Tomo, gimana keadaaan bogel. Eh Andreas?” tanya Max.

Pak Tomo sedikit tersenyum.

“Sekarang kalian ini berada di  usia di mana kalian sudah tidak mau di perlakukan seperti anak kecil, jadi saya akan menyampaikan perihal kondisi Andreas dengan gamblang. Saya tidak akan mengatakan ‘ia baik-baik saja’. Andreas sudah mendapatkan dan penanganan terbaik. Operasinya berlangsung lancar. Berkat kalian juga yang dengan cepat membawanya ke sini. Namun kini semuanya tergantung Andreas. Ia kehilangan banyak darah dan luka di perutnya sangat parah, lukanya bahkan mengalami infeksi akibat pisau yang menancap di perutnya ada bagian yang berkarat. Yang bisa kita lakukan sekarang ini adalah, berdoa semoga Andreas bisa bertahan karena malam ini akan jadi puncak kritisnya. Jika Andreas bisa melewati fase 12 jam pasca operasi, saya yakin ia punya harapan untuk sembuh dan pulih,” terang Pak Tomo.

 Gue reflek melihat jam tangan. Sekarang jam 20.01. Berarti jika Andreas bisa tetap bertahan hingga esok jam 8 pagi, ada harapan ia bisa sembuh. Gue berdiri.

“Gue yakin Andreas akan bisa melewati ini semua Pak ! gue tahu karena si bajingan itu punya nyali luar biasa besar. Ia tidak mengenal rasa takut siapapun lawannya, tak peduli seberapa besar lawannya. ‘Hantam dulu ! urusan kalah duel itu urusan nomor sekian!’ gue masih ingat kata-kata Andreas tersebut.”

“Gokz, lo tenang saja, si bogel itu pasti kuat! Dia itu kayak jerawat! Seberapa sering lo pencet jerawat, ia akan tetap kembali, ya seperti itulah Andreas!” tukas Max.

Galang ketawa. “Anjing lo Max. Lo samain Andreas dengan jerawat di muka lo.”

“Eh jaga itu bacot, lo bilang Anjing depan Pak Tomo, “ balas Max.

“Max,lo malah ngomong lebih kasar daripada Galang, geblek,” kata gue.

“Eh iya, iya Pak Tomo, maaf kelepasan ngomong kasar,” ujar Max sambil membungkuk-bungkuk ke Pak Tomo.

Pak  Tomo hanya tertawa saja. “Saya pernah muda, saya pernah jadi siswa bajingan di sekolahan. Jadi saya paham, santai saja.”

Pak Tomo mematikan rokoknya. Setelah ia buang puntung rokoknya, ia berdiri. “Ini sudah malam, sekarang kalian pulang dan istirahat. Kalian pasti capek hari ini, capek fisik dan psikis. Jika perlu kalian boleh tidak usah ke sekolah dulu besok, istirahat di rumah. Orang tua kalian tentu juga menunggu kalian di rumah. Kita doakan saja Andreas bisa lewatin ujian terberat dalam hidupnya ini,” katanya.

Kami bertiga saling menatap, kemudian mengangguk. Di saat kami sedang memakai jaket dan bersiap pulang, Pak Tomo menawarkan bantuan. “Motor kalian di sekolah? Kalau iya, ayo saya antar ke sekolahan.”

“Gak usah Pak, kami tadi ke sini naik mobil gue. Gue yang akan antar Galang dan Gokz ke sekolah,” sahut Max.

“Oke baiklah.” kemudian Pak Tomo mendahului kami.

Namun kemudian Pak Tomo membalikkan badan dan menatap kami bertiga.

Ekspresi ramah yang Pak Tomo tadinya di perlihatkan kepada kami sudah menghilang. Ekspresinya kini berubah jadi lebih “keras”.

“Kalian bertiga dengar, untuk selanjutnnya kalian saya larang untuk mencampuri urusan penyerangan di sekolah dengan mencoba mencari tahu lebih dalam. Urusan tersebut sudah sepenuhnya saya tangani. Ini peringatan pertama dan terakhir dari saya. Jika sampai saya tahu kalian nekat ikut campur, nasib kalian selesai di SMA NEGERI XXX saat itu juga.”

Tatapan tajam pak Tomo seakan menembus ke mata kami bertiga, membuat nyali kami seakan jatuh sampai lutut, padahal ia hanya menatap  kami. Kemudian ia pergi.

What the hell..apa-apaan itu barusan?” ujar Max tertegun.

“Kepala Sekolah kita mengerikan ya. Lima menit yang lalu ia begitu ramah dan friendly dengan kita. Membuat kita lupa bahwa dia adalah orang di balik kegiatan yang di adakan Indra, kegiatan yang tujuannya jelas, mendepak para siswa bajingan dari SMA NEGERI XXX. Lalu sosok aslinya muncul dan mengultimatum kita bertiga, hahaha,” kata gue.

“Lo takut Gokz?” tanya Galang.

“Jujur saja, kita semua tadi ketakutan kan saat di pelototi Pak Tomo. Itu memang menakutkan. Gue takut sama Tomo tetapi gue gak takut untuk di keluarkan dari sekolahan. Saking seringnya kena ancam DO, membuat gue kebas,” jawab gue jujur.

“Gokz, lo punya rencana apa?”

Gue menatap Galang dan Max.

“Gue punya rencana. Namun rencana gue khusus untuk bajingan yang tidak takut dengan resiko, termasuk resik di DO dari sekolahan. Kalian berani?”

Keduanya menyeringai. “Sudah terlambat untuk merasa takut, gue ikut,” jawab Max.

Count me in mudafukah..” tukas Galang.

Giliran gue yang menyeringai. “Gue jelasin sambil kita balik ke sekolah.”

Kemudian gue mulai menerangkan rencana (ah mungkin belum pantas di sebut rencana, tetapi lebih ke dugaan) di dalam mobil yang di kemudikan Max. Max sempat menggerutu karena gue dan Galang sengaja duduk di tengah. Tidak ada yang mau duduk di depan.

“Ayo jalan Pir. Kalau nyetinya enak, gue kasih bintang 7,” kata Galang.

“Brengsek lu, pada duduk di belakang,” gerutunya.

 “Max, tadi di sekolah lo cerita kalau Yandi dan Yosi di sekolahan wajah mereka lebam khas orang berantem kan?” gue memulai dengan meminta Max untuk mempertegas dugaan gue sambil gue mengetik pesan di Whatsapp kemudian gue send ke penerima. Terkirim namun belum di baca.

“Iya kan tadi udah gue bilang. Cuma mereka berdua yang masuk ke sekolah dengan kondisi seperti itu. Teman-teman mereka baik-baik saja, bahkan anak kelas 3 macam Edgar dan kawanannya juga normal,” jawab  Max dari balik kemudi.

“Intinya pada hari ini, hanya mereka berdua yang lebam, ya kan? Terus apa hubungannya dengan peristiwa tadi sore?” Galang mulai mengerti arah pembicaraan ini.

“Lang, seperti yang lo jelasin tadi di RS. Gak ada akibat tanpa sebab. Kita berandai-andai saja nih ya. Hari Minggu kemarin sepertinya Yandi dan Yosi terlibat keributan yang berujung baku-hantam. Kita gak tahu apakah mereka berdua ada masalah lalu berantem atau mereka terlibat perselisihan dengan orang lain. Opsi Yandi dan Yosi salin berkelahi sendiri sepertinya perlu kita coret.”

“Aish kayak lo kenal baik sama mereka berdua. Jangan-jangan lo ngikut abang lo ya?” nyinyir Galang.

“Abang gue apaan anjing. Gue gak punya abang.”

“Abang jabrik lah, si Yosi. Saudara seperjabrikan.”

“Anjing lo Lang! sialan gue di sama-samain ma Yosi mentang-mentang model rambutnya sama. Yosi tuh niru gue! Dulu biasanya cepak, sekarang sok keren model spiky.”

Galang dan Max ketawa puas banget. Gue lihat japrian gue di WA sudah centang biru.

“Setan lo pada, intiny gini, gue gak tahu dalaman XYZ apakah Yosi ada masalah sama Yandi. Untuk meringkas masalah dari berbagai macam kemungkinan, ya kita anggap Yosi dan Yandi tidak adalah masalah pribadi. Justru mereka yang terlibat masalah hari Minggu kemarin. Entah mereka terlibat masalah sendiri-sendiri atau pada saat mereka berdua sedang bersama, kita gak perlu pikirkan,” kata gue.

“Gokz, lu ribet amat. Singkatnya gini kan, Yandi dan Yosi hari Minggu berantem sama orang lalu hari Seninnya sekolahan kena teror. Mereka berdua auto jadi orang yang men-trigger siapapun bangsat yang sudah meneror sekolahan kita hari ini, ya karena tidak ada kandidat lain selain mereka berdua,” sambar Galang.

“Iya gitu dah.”

“Gokz, kenapa lu gak ngomong langsung ke intinya seperti yang Galang bilang barusan deh? Pusing gue dengerin lo ngomong muter-muter.”

Anjing kok gue kesel ya?
“Setan alas memang kalian, katanya tadi mau dengar rencana gue. Jadi penjelasan gue bagian dari cikal bakal rencana gue.”

So, kita udah tahu basic atau ‘sebab-musabab’ dari akar masalah ini. Jadi rencana elo adalah….?”

“Gue akan cari Yosi malam ini, ia dan kawanannya pasti sudah tahu berita tentang teror di sekolah termasuk Andreas.”


14 menit kemudian….

Max cabut setelah mengantar gue dan Galang balik ke sekolah. Namun ternyata gerbang sekolahan kami sudah terpasang police line dan di jaga oleh beberapa petugas kepolisian. Bukan cuma petugas, di depan sekolah juga sepertinya ada banyak wartawan, di mana yang tidak berkepentingan di larang masuk.

Gue dan Galang sempat tidak diperbolehkan masuk oleh petugas yang berjaga di depan sekolah padahal kami sudah bilang kami kesini untuk ambil motor. Namun kami berdua akhirnya di perbolehkan masuk karena kami bertemu dengan Ipda Dipta, Polisi yang menginterograsi kami di RS sore tadi. Kami lalu bilang ke Ipda Dipta kami ke sini untuk ambil motor di parkiran.

“Biarkan mereka masuk. Kalian berdua setelah ambil motor langsung pulang, jangan keluyuran,” tegasnya.

“Siap,” jawab gue dan Galang.

“Lo yakin mau sendirian temuin dia?” tanya Galang saat kami berdua sedang memanaskan motor di parkiran sekolah.

“Sebaiknya gue sendiri. Biar cepat.”

“Ok, tar kabarin di grup.”

Sebelumnya gue minta Galang untuk membuat grup WA khusus untuk kami bertiga membahas rencana selanjutnya.

“Beres.”

“Duluan.”

Galang kemudian menggeber motor Kawakasi Ninja 250-nya. Gue matikan mesin RX-King gue yang super bersik karena gue mau nelepon seseorang.

“Halo Kak Vie, udah dapat lokasinya?”

“Dia sedang berada di rumah kawannya di Caesar Regency.”

“Itu kawasan perumahan paling elite di Kota XXX. Tidak akan mudah gue masuk ke sana.”

“Memang tidak semua orang akan di perbolehkan masuk ke sana tanpa alasan yang jelas.”

“Jadi?”

“Lo tenang saja. Nanti di pos pemeriksaan, lo sebut saja. ‘Temannya Xavier dari SMA NEGERI XXX’ terus lo tunjukkin kartu siswa lo. Rumah nomor 27. ”

“Anjing, ribet banget! Untung gue selalu bawa kartu siswa gue di  tas.”

Yaudah, beres urusan. Prast, lo yakin mau kesana sendirian? Yosi sedang bersama ketiga temannya.”

“Ya kak santai saja, gue cuma mau ngobrol sama dia bukan untuk cari ribut. Makasih kak atas info dan bantuannya malam ini. Nanti gue kabarin.”

KLIK

Telepon di matikan Kak Vivie. Info dari kak Vivie, ketua RUMBLE, sudah pasti valid.

Oke, sekarang saatnya mendatangi orang yang kemungkinan besar ada sangkut pautnya dengan pelaku penyerangan ke sekolah yang juga sudah membuat nyawa Andreas di ujung tanduk !


***

Rencana gue untuk menemui Yosi di rumah Xavi terancam gagal karena sekurity yang menjaga gerbang akses Caesar Residence, tidak langsung memperbolehkan gue masuk ke area perumahan. Padahal gue udah menyebutkan kata sandi seperti yang di beritahu Kak Vivie dan juga menunjukkan kartu siswa.

“Ada apa lagi Pak? Gue belum boleh masuk?” gue agak kesal karena gue seperti maling aja.

Maling.

Fuck, apa gara-gara gue bawa motor RX-King yang identik dengan motor jambret? Gue paling benci sama orang yang seenak jidat ngasih stigma semua pengendara RX-King itu jambret. Salahin jambretnya! Bukan motornya brengsek !

“Ada masalah gue naik RX-King pak?” gue udah mulai kesal. Kalau pada akhirnya gue gak bisa masuk dan gak bisa ketemu Yosi, besok gue bakal cari dia.

“Motormu berisik banget, bisa ganggu warga sini yang sedang istirahat. Tumben ada kawan Mas Xavi bawa RX-King.”

Bangsat ini sekuriti! Gue lihat tag namanya. Bambang. Masih muda sih, 25an umurnya.

Gue langsung lepas helm karena kesal setengah mati. “Motor gue cuma ini Pak. Apa kalau kesini gue mesti bawa mobil? Kalau gue bawa mobil kesini, minimal apa merk Mobilnya? Mercy ? BMW ? Alphard?” gue sengak sekalian.

“Eh bocah, lo kalau ngomong yang sopan!” tegurnya.

Kali ini gue turun dari motor dan berdiri. “Gue gak sopan? Lha elo sendiri, seenak jidat kasih image jelek ke orang yang bawa RX-King. Mentang-mentang gue bawa ini motor, terus lo ngrendahin gue! Lo juga cuma sekurity! Masak sekuriti perumahan elit namanya Bambang. Pantesnya namanya Charles atau James! Bapak gue kasih image nama Bambang itu ndeso, tersinggung gak?” gue skakmat sekalian.

Lo sopan, gue segan. Lo brengsek, gue bisa jadi jahanam, prinsip gue simpel.

Bambang melotot ke arah gue dan lantas ia mendekati gue. Ribut, ribut sekalian deh di sini! Gak takut gue!

“Sudah-sudah gak usah ribut di sini!” tegur salah seorang sekuriti yang keluar dari pos. “Tong, motor lo taruh sini saja, aman. Lo jalan kaki ke rumah Mas Xavi. Motor lo terlalu berisik. Coba kalau setelannya normal, gue kasih ijin lo masuk. Kalau lo berisik, yang di marahin bukan elo, tapi sekurity, jadi sama-sama enak,” tegas sekurity yang lebih senior.

Emosi gue agak reda mendengar penjelasan si bapak yang lebih sopan. Motor gue memang knalpotnya berisik parah sih. Gue lalu meminggirkan motor di dekat motor yang terparkir di depan pos. “Titip dulu pak.”

“Oke. Dah tahu kan rumahnya yang mana?”

“Belum Pak. Nomor 27 kan?”

“Iya nomor 27. Dekat paling cuma 100 meter dari sini. Itu perempatan lo ke kiri, rumah paling besar kayak istana di film-film Indosiar. Nah itu rumahnya.”

Baik dan humoris juga ni Bapak.

“Oke Pak makasih.”

Tidak sulit memang menemukan rumah Xavi. Anjing gede banget, gue terpukau melihat rumah Xavi dari luar. Depan rumahnya berpilar besar-besar kayak model Romawi. Ini kawasan perumahan elite. Rumah sini jangan tanya, mewah-mewah. Tapi Rumah Xavier ini melebihi semuanya. Paling luas, paling besar dan paling mewah.

Edan, orang tua Xavi ini apa pekerjaannya?  Kalau bukan pengedar narkoba kelas Internasional yang punya omset puluhan Miliar per bulan kayaknya gak mungkin bisa punya rumah segini mewah, haha.

Gue tadinya ingin menunggu depan rumah, sampai Yosi keluar. Tetapi gue khawatir gerak-gerik gue mencurigakan kalau nongkrong di depan rumah mewah. Mana ini jalan sepihak ada orang atau mobil lewat, udah jam 9 malam pula. Gue yakin kawasan sini di lengkapi CCTV. Bisa saja si Bambang brengsek tengah mengawasi gue dari pos via layar memantau CCTV.

Akhirnya gue samperin saja lah. Gue tekan bel yang ada di luar. Setelah bel berbunyi, dari dalam keluar satu orang sekuriti. Wajahnya sih ramah.

Tapi ya Gilaaa aja ini kawasan! Ini sekuriti macam Tango, banyak bener lapisnya!!

“Cari siapa?”

“Malam pak, gue mau cari Yosi. Gue temannya.”

“Oh teman Mas Yosi. Saya pikir adiknya. Masuk dulu deh, tunggu di teras. Saya coba kontak dulu, biasanya mereka di taman belakang atau kalau gak di Studio atas,” katanya sambil membukakan pintu. Gue pun masuk, namun segan mau nunggu di teras.

“Gue tunggu di sini saja Pak,” gue duduk di kursi dekat pos.

“Oke, bentar.”

Si bapak masuk ke dalam pos.

Sialan, gue di kira adik si Yosi dan gue yakin gara-gara model rambut kami !! aishhh jembuutttttttttttt ! kesal gue! Apa Yosi gue tantang berantem aja kali, yang kalah ganti model rambut !

“Siapa namamu? Mas Yosi nanya,” teriak si Bapak dari dalam posnya.

Gue sempat ingin menyebut ‘Goku’, tapi gue lagi gak ingin di ketawai sama si Bapak. Meski gue sanksi dia tahu apa gak dengan Son Goku dan Dragon Ball. “Prast.” Gue sebutkan nama asli.

Tak lama kemudian, kata si Bapak gue di tunggu di Gazebo taman belakang. Gue di kasih tahu akses menuju taman.

Entah si Yosi sendirian atau dengan temannya, gue bodo amat. Gue bakar rokok terakhir yang ada di bungkus dan berjalan menemui Yosi. Saat sampai di taman belakang, entah kenapa gue makin yakin ortu Xavi pengedar narkoba. Halaman belakangnya ada taman, gazebo dan kolam renang. Namun ini bukan saatnya gue mengagumi rumah ini. Gue lihat Yosi sedang berdiri depan gazebo. Saat ia melihat gue datang, ia tersenyum dan mengangkat botol birnya. Gue lihat ia sendirian. Tapi pasti teman-teman tahu gue datang. Mungkin di antara jendela atau balkon, mereka sedang mengawasi kedatangan gue.

Yosi melempar ke arah gue sekaleng bir Bintang dan gue tangkap.

“Duduk Gokz,” pinta Yosi.

Gue pun duduk di kursi yang tertata dekat gazebo.  Di ikuti oleh Yosi yang duduk tidak jauh dari gue. Bir gue buka dan teguk, lalu gue taruh di meja kecil depan gue. Di meja ada asbak.

“Gue sudah dengar apa yang terjadi di sekolahan, it was devastating news. Gimana kondisi Andreas?”

Tentu saja Yosi sudah tahu apa yang terjadi, bahkan gue yakin ia tahu sangat detail.

“Andreas kritis di UGD RS Permata. Yos, gue mau tanya, dan gue mau lo jawab jujur.”

“Silahkan, selama gue bisa jawab, akan gue jawab,” katanya tenang.

“Gue curiga peristiwa teror tadi sore berhubungan dengan elo dan Yandi. Tidak mungkin teror tersebut terjadi secara random.”

“Kenapa lo menghubungkan teror tersebut dengan gue dan Yandi? Jangan-jangan lo sambungin peristiwa itu karena gue dan Yandi masuk sekolah dengan wajah lebam? Asal lo tahu, luka lebam-lebam itu karena gue berantem sama Yandi,” katanya.

Gue mencibir perkataan Yosi. “Lo dan Yandi berantem? Cihh!”

“Kalau lo gak percaya terserah. Tapi kami di XYZ jika ada masalah pribadi kami sampaikan terus-terang dan selesaikan meski dengan baku hantam. Tapi sebelum lo nanya kenapa gue dan Yandi berkelahi, itu rahasia perusahaan.”

Memang konyol kalau gue mengharapkan Yosi berkata hal sebenarnya. Gue sebenarnya juga gak tahu apa benar yang di katann Yosi. Alasannya memang masuk akal. Gue gak punya bukti valid kalau mereka berhubungan dengan peristiwa teror. Ini baru sebatas dugaan. Feeling gue memang teror di sekolah berhubungan dengan Yosi atau Yandi atau mungkin keduanya sekaligus. Namun dengan gue mendatangi dan bertanya langsung kepada Yosi, bisa membuat dia berpikir, “Kami anak kelas 1 punya kecurigaan terhadap kalian XYZ. Kalian XYZ yang membuat teror terjadi dan kini Andreas tengah berjuang untuk hidupnya.

Gue diam saja, karena gue merasa tidak ada yang perlu gue tanyakan lagi. Toh belum tentu pertanyaan gue akan di jawab dengan gamblang. Jadi gue teguk bir hingga habis dan rokok gue jejalkan ke asbak.

“Berarti urusan gue di sini selesai.”

Saat gue berdiri dari kursi, ponsel gue berbunyi gue lihat Galang yang nelepon. Gak langsung gue angkat. Udah di bilang ntar gue kabarin di grup, batin gue kesal. Gue reject.Namun ia kembali menelepon.

Antara capek, lelah dan kesal jadi satu, gue angkat telepon Galang depan Yosi.

“Udah gue bil-”

“Andreas meninggal Gokz,” ucap Galang lirih.


****
@ House of Beer
Keesokan harinya
****


(Pov Tomo)


Ku lepas jas hitamku dan kusandarkan di kursi. Tak lupa dasi yang melingkar di kerah, ku longgarkan. Setelah melepas jas dan melonggarkan dasi, sedikit mengurangi beban  yang kurasakan sekarang ini. Sebelum waitress yang menghampiriku bertanya pesananku, aku langsung memesan sebotol Viking Grand  Shiraz.

Aku butuh anggur merah setelah sedari pagi melayat dan ikut mengantar mendiang muridku hingga ke TPU. Pada akhirnya Andreas tidak sanggup bertahan dan meninggal karena luka yang ia derita teramat parah. Empat luka tusuk mematikan di bagian perut. Pelakunya sedari awal memang tidak merasa ragu untuk menyerang Andreas, yang tanpa sengaja memergoki aksi mereka saat sedang mengguyur sisi gedung dengan jerigen bensin dan melempari uang BP dengan molotov. Sebelum Andreas berbuat sesuatu, salah satu pelaku menghunus pisau dan menerjang Andreas. Andreas tidak sempat melakukan perlawanan, namun ia sempat memegang tangan si pelaku membuat orang yang menusuknya, mengibaskan tangan dan membiarkan pisau tetap menancap di perut Andreas tanpa sempat ia  ambil.

Lalu kedua pelaku kabur menggunakan motor trail yang di parkir tepat di depan pagar sekolah. Mereka sebelumnya memanfaatkan keadaan halaman sekolan yang lengang karena Sobri, satpam sekolah, sedang keliling area dan kebetulan tengah mengobrol dengan Pak Tarmiji di kantin. Sementara di lapangan basket, banyak siswa yang bermain bola.

Ini penyerangan yang terencana. Sangat terencana. Mereka seolah tahu kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah pasca jam pelajaran usai.

"Andreas, kamu berada di waktu dan tempat yang salah nak."

Setelah minuman pesananku datang, aku mulai minum-minum. Lima menit lagi, orang yang kutunggu datang. Di gelas yang ketiga, Gunarto datang.


“Tepat waktu kamu Gun.”

Dalam kondisi normal, aku memanggil Gunarto dengan awalan Pak. Namun untuk sekarang ini, aku sedang tidak ingin terlalu formal,ini adalah pembicaraan teman dengan teman, tanpa melihat status bahwa Gunarto adalah seorang Komisaris Polisi yang punya jabatan Kapolresta XXX. Ia datang memakai Baju kasual, bukan seragam. Baguslah, ia langsung paham.

“Udah lama Tom? Masih sore udah minum saja,” sapanya.

“Baru tiga teguk,” gue sodorkan satu gelas yang belum di pakai. Gun langsung menuang anggur dan meminumnya.

“Kalau di zaman kita SMA di sini, usia 16 tahun meninggal karena tawuran di jalanan, sudah biasa ya. Tapi ketika kita beranjak makin tua, baru terasa betapa kasihannya buat para anak usia sekolah yang meregang nyawa di usia yang masih belia,” kataku membuka percakapan.

Gun menggeleng.

“Tidak apple to apple rasanya kalau kamu membandingkan jaman kita SMA dengan jaman anak SMA sekarang di Kota XXX. Di jaman kita muda 30 tahun yang lalu, situasi ekonomi negeri ini masih terpuruk, kita anak sekolah pun kasarnya mesti cari uang jajan sendiri di jalanan. Polisi jaman kita lebih sibuk mengurus aksi demo dari mahasiswa dan rakyat yang kelaparan yang berjilid-jilid. Para guru pun tidak mengambil pusing dengan pendidikan selama gaji mereka lancar. Kasarnya datang ke sekolah, absen, masuk ke kelas, kasih tugas, pulang ke rumah, makan tidur, siang datang untuk absen pulang selesai. Masa bodoh dengan para murid. Jadi gak sepenuhnya salah kita kalau jiwa-jiwa berandalan tumbuh subur di kalangan anak sekolaha khususnya anak SMA,” tandas Gun.

Aku mengangguk. Mengiyakan namun tidak 100% setuju.

“Tidak semua guru seperti itu. Pak Agustar. Tanpa beliau, tidak mungkin siang ini kita sedang duduk minum-minum dengan status Kepala Sekolah dan Kapolresta. Bahkan bisa jadi umur kita terhenti di angka 17-18 tahun.”

Gun tersenyum. “Kamu yang mati di angka 18 tahun.”

“Lantas kamu terhenti di angka berapa?”

“18 tahun lebih seminggu.”

Kami lalu tertawa bersamaan. Minum anggur merah sambil membicarakan masa lalu, masa muda nan brutal yang kami lewati bersama kawan lama, memang menyenangkan. Kami tidak mungkin kehabisan cerita jika membicarakan ini. Tapi sore aku sedang tidak ingin banyak mengenang masa lalu. Sudah cukup obrolan pembuka.

“Gun, bagaimana perkembangan kasus?”

Setelah kutembak inti pertemuan sore ini, Gun memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak.

“Sebelumnya saya ikut berduka atas meninggalnya satu muridmu atas teror kemarin sore yang terjadi,” Gunarto mengucapkan bela sungkawa.

“Terimakasih. Namanya Andreas. Meskipun dia termasuk siswa berandalan, sepertinya dia anak yang baik. Hampir semua temannya datang melayat, bukan cuma teman sekelas tapi seluruh teman seangkatannya di sekolah.”

“Berdasarkan olah TKP dan puslabfor, sumber api berasal dari bom molotov. Api cepat membesar selain karena ruangan BP banyak terdapat kertas, buku yang menjadi medum paling cepat untuk api bergerak, siraman bensin premium yang berasal dari jerigen yang di temukan tidak jauh dari TKP, menjadi faktor yang mempercepat api membesar. Beruntung, Pak Tarmiji dan satu satpam datang selain tiba di lokasi dengan cepat, mereka tahu apa yang mesti di lakukan. Di tengah kondisi panik, mereka mampu tangkas dan sigap meggunakan APAR sebagai penanganan krusial sebelum api membesar dan lebih membahayakan.

Itu untuk olah TKP, kalau untuk kronologi, kemungkinan pelaku berjumlah lebih dari satu orang. Mereka menyelinap melalui pintu halaman depan. Setelah melakukan aksi pembakaran dan rupanya juga penyerangan yang berakibat fatal, mereka kabur yang menurut hasil pemeriksaan para saksi mata di sekitar depan sekolah, pelaku kabur dengan mengendarai sepeda motor. Untuk identitas pelaku, motif dan kronologi memang belum bisa kami selidiki lebh jauh, karena alat bukti terpenting yakni rekaman CCTV di lingkungan SMA NEGERI XXX di jam dan sekitar TKP yang tidak lengkap.”

Gun menatap gue lekat-lekat.

“Tom, kamu yakin  CCTV kamera nomor 25, 26,27, 30, 34 memang terjadi ‘kerusakan’ ? tidak terbackup hasil rekamannya. Padahal kalau rekaman di kelima titik camera tersebut kemarin dari jam 13.00-15.00  ‘tidak rusak’ seperti keterangan Sobri dan keteranganmu, akan sangat membantu kami menyelidiki kasus ini. Titik terang kasus ini ada di kelima titik CCTV tersebut.”

“Ya mau gimana lagi, memang file backupnya rusak. Bahkan bukan cuma di kelima titik tersebut, total ada sembilan titik CCTV di lingkungan sekolahku yang rusak.”

Gun berdehem dan kembali menuang anggur ke dalam gelasnya.

“Apakah ada temuan lain, selain yang terjadi di Hari-H yang mungkin berhubungan? Karena kejadian kemarin tentu bukan aksi kejahatan biasa. Kemarin itu hanya teror. Andreas memang di takdirkan untuk berada di waktu dan tempat yang salah. Kalau si pelaku serius ingin membakar sekolahan, mereka akan melakukannya di malam hari. Bukan di sore hari,” aku lanjut bertanya.

Gun sepertinya agak keberatan untuk menceritakannya, karena ia tahu aku sudah memberikan keterangan serta kesaksian palsu yakni dengan mengatakan file backup CCTV yang ia minta, kubilang rusak. Padahal ya, hasil rekaman dari lima titik CCTV di jam penyerangan sudah kulihat dan kusalin lalu file aslinya aku rusak. Sehingga tanpa menunggu hasil penyelidikan, aku sudah mengetahui kronologi kejadian kemarin sore. Namun kuhargai itikadnya karena ia hanya menyindir tidak memaksaku untuk menyerahkan file asli CCTV-nya. Namu aku sudah tahu bagaimana menghadapi situasi ini.

“Gun, kalau kamu ingin membayar hutang nyawamu kepadaku, sekarang lah saatnya. Ku tagih janjimu sekarang.”

Gun menggeleng-geleng kepala.

“Sialan kamu Tom. Kamu memang licin sedari dulu.”


“Beberapa minggu yang lalu ada kasus penganiayaan. Korban penganiayaan nyawanya selamat meski lukanya sangat serius namun dari semua luka, ada satu hal yang janggal. Yakni ia kehilangan lidahnya alias di potong oleh seseorang. Memotong lidah seseorang bukan pekerjaan yang mudah. Korban bernama Tejo. Tejo ini sebenarnya sering ngapel ke polsek ya biasanya karena kena razia balap liar di sertai judi. Ya pokoknya masih kejahatan skala minor. Masalahnya adalah kakak si Tejo yang bernama Karjo.

Profesi halalnya sih mekanik, pemilik bengkel modifikasi otomotif. Namun kami tahu profesi haramnya jauh lebih beragam. Yang paling mencolok adalah ia berstatus ketua kelompok JONG XXX. Kelompok ini punya kuasaa di wilayah pelabuhan. Selain setoran masuk ke kantung oknum petugas, ada sekian persen yang mengalir ke kelompok tersebut. Kasarnya uang keamanan bagi warga sekitar. Duit gede dari situ lalu di putar menjadi sebuah usaha legal. Sebuah cafe dan bar bernama Rockspeed yang berada tidak jauh dari pelabuhan, tepatnya di Jalan Dermaga. Yang kebetulan jadi lokasi favorit di adakan balap liar oleh para komunitas geng motor.”

“JONG XXX?” aku mengernyit mendengar nama kelompok penguasa pelabuhan Kota XXX.

“Kamu terlalu lama pergi dari Kota XXX setelah kamu lulus Tom, banyak hal yang terjadi termasuk bermunculannya kelompok-kelompok gangster di Kota ini,” jelas Gun.

Aku tersenyum sembari meneguk minuman.

“Untuk meredam upaya perselisihan akibat aksi balas dendam dari JONG XXX, kami sudah memanggil Karjo dan memberikan dia ultimatum. Jika kami tahu ia menggerakan orang-orangnya dan pecah perang antar kelompok, dia akan langsung kami jebloskan ke penjara. Kedoknya akan kami bongkar dan mendapat hukuman berat, sehingga bisa jadi ia tidak akan pernah menghirup udara bebas sampai ia meninggal di sel.”

“Gun, out of topic, jika kalian sudah tahu profesi orang bernama Karjo, kenapa tidak kalian gulung sekarang.”

Gun mencibir. “Pertanyaanmu retoris. Membongkar JONG XXX sama saja dengan membongkar usaha ilegal Joni. Kan Joni teman kita ini, termasuk pengusaha yang pekerjaannya tidak jauh dari urusan pelabuhan juga. Secara tidak langsung, Joni juga orang yang sudah bagi-bagi uang CSR kepada oknum dan juga JONG XXX. Off the record, bosku yang baru belum siap untuk konfrotasi langsung dengan Joni. Ya pada dasarnya, kami sudah tahu apa mereka sembunyikan. Namun selama tidak ada yang merasa di rugikan, menghindari konflik yang tidak perlu, bukti-bukti tersebut kami ‘peti es’ kan. Tergantung kebijakan para bos yang tiap lima tahun berganti dan perkembangan situasi.”

Aku tertawa mendengar penjelasan Gunarto. Sekali bajingan, apapun profesinya, darah berandalan memang tidak mungkin sepenuhnya hilang. Aku jadi ingin iseng bertanya sesuatu.

“Termasuk ‘rahasia’-ku ya?”

Kali ini Gun yang tertawa terbahak-bahak. “Kalau soal itu, levelnya sudah beda. Tahu tapi lebih baik untuk tidak tahu.”

Aku mengajak Gun bersulang dan ia menyambutnya.

Aku paham benar apa maksudnya. Keteraturan dan ketertiban bukan hanya berlaku untuk masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini para penegak hukum punya wewenang untuk mengatur dan menjaga itu semua. Namun pada saat yang sama, mereka juga mengalami dilematis. Karena masyarakat bawah tanah pun juga perlu di atur. Meski masyarakat bawah tanah punya aturan masing-masing, tetap ada yang namanya jalur kompromi. Para penegak hukum punya kepentingan untuk menjaga mereka untuk tetap “tenang”. Mereka tahu semua rahasia masyarakat bawah tanah, sebagaimana Gunarto paham tentang JONG XXX dan bisnis ilegal Joni.

Lebih baik “tutup mata” dengan kegiatan mereka selama, tidak ada riak yang mengganggu kepentingan umum. Meski tetap saja ada sekian persen warga sipil yang di rugikan namun mereka tidak punya daya. Keadilan itu bukan sekedar jargon menghukum yang salah dan membela yang benar, karena baik dan benar itu relatif, yang ada sekarang ini adalah kepentingan bersama. Masyarakat atas maupn bawah tenang, Polisi pun bisa tidur dengan tenang. Tidak perlu menjadi jagoan dengan membongkar kedok para sindikat. Karena membongkar sindikat kejahatan di negeri ini sama saja membongkar tatanan sendi negeri ini yang berujung dengan chaos tanpa akhir.

“Ku lanjut ya. Setelah Karjo kami panggil, situasi tetap terkendali. Tidak ada gejolak karena Karjo kami awasi betul. Tetapi…”

“Tapi apa?”

“Kawan-kawan Karjo ini menarik. Karena ia punya bengkel modifikasi motor, sudah pasti ia terkenal di kalangan para pembalap drag race liar yang mayoritas anak usia sekolah. Salah satunya adalah muridmu.

Yosi Setiawan. Kemarin di Polsek X3 Hari Minggu sekitar jam 17.00, menerima pengaduan dari salah satu warga tentang potensi tawuran berbahaya di Komplek Rangon Jaya. Laporan tersebut menyebutkan bahwa ada satu warga yang terlibat. Pelapor mengatakan warga lain tidak ada yang berani mencegah karena ada kelompok yang membawa sajam. Beruntung tidak terjadi betntrok, kelompok yang membawa sajam pergi setelah ada kelompok lain yang datang menolong si warga. Warga Rangon Jaya yang terlibat itu adalah Yosi.”

Wah menarik. Aku tetap diam agar Gun terus bercerita.

“Kemudian di hari yag sama, polsek X3 juga menerima laporan dari Ketua RT 01 RW 04 Palem Kusumo tentang adanya pengrusakan sebuah tempat makan. Warung tersebut milik salah satu warganya yang bernama Asih Raharjo. Tidak ada korban jiwa namun kondisi warung rusak parah. Kerusakan itu terjadi karena warung di lempar oleh dua terduag pelaku orang yang naik motor tipe RX-King dengan Molotov. Si pemilik warung ini punya adik yang bernama Yandi Raharjo yang terlibat pengejaran ke pelaku. Laporan resmi urung di buat karena Yandi pulang dengan luka minor dan mengaku pelaku kabur dan ia luka karena jatuh saat mengejar mereka. Dari sini harusnya kamu sudah paham arahnya kemana. Sampai di sini paham, kan?”

Aku menganguk. Benang merah antara Tejo, Karjo, Yosi, Yandi  dan teror di sekolah semakin jelas tapi masih kusut. Namun masih ada faktor X yang hilang. Kalau hanya saling mengenal satu sama lain, itu belum bisa jadi apa-apa, harus ada faktor X yang mengaitkan ini semua.

“Tom, kamu mau dengar punchline dari laporan itu semua? Kalau iya, tolong bantu timku, berikan ‘file rusak’ dari hasil kelima rekman CCTV.”

Aku tersenyum karena Gun mencoba memantik rasa penasaranku dengan mencoba memainkan bidak catur. Dalam bayanganku, ini semua gampang, aku tinggal melempar papan catur ini tepat di hadapannya.

“Kan sudah kubilang, file backupnya rusak, tidak bisa di reparasi. Kenapa? Kamu mau ‘memaksa’ku?”

Kutatap Gunarto tanpa berkedip, agar ia tahu siapa yang pegang permainan di sini. Jabatan formalnya tidak lantas membuatku takut. Paras muka Gun yang tadi mengeras kini kembali mengedur, gesturnya kini kembali rileks.

“Haha bercanda,” katanya. Gun lantas melihat ke arah jam tangannya.

“Aku tahu kamu ada urusan lain, makanya cepat tuntaskan ceritamu,” kataku.

“Tiga hari yang lalu, kantor menerima laporan dari pemilik cafe TRIBE, bahwa ada mobil Avansa yang terparkir di basement. Sudah 10 hari mobil tersebut tidak di ambil. Pemilik cafe sudah menyebar di sosial media agar pemilik mobil segera mengambilnya, namun tidak respon hingga akhirnya ia membuat laporan ke kantor. Kemudian ada petugas yang datang untuk mengecek mobil dengan membuka paksa kap. Setelah di catat nomor plat mobil dengan rangka mesin dan di kroscek dengan database, ternyata nomor plat mobil tersebut adalah palsu.

Setelah di cek dengan detail, mobil dengan nomor rangka tersebut pernah di laporkan oleh pemiliknya hilang di area parkir dua tahun lalu. Mobil tersebut di ketahui memiliki Plat asli BB. Petugas kemudian meminta rekaman CCTV yang menunjukkan rekaman dari pertama orang yang membawa mobil parkir di basement sampai orang tersebut nongkrong di Tribe. Si pengendara mobil dan satu penumpangnya, dua pria berusia kisaran 22 - 23 tahun, terlihat sedang minum di cafe. Keduanya tidak lama hanya sekitar 15 menitan.

Lalu mereka keluar dari cafe dan tidak pernah terlihat lagi. Selama di cafe ternyata mereka menunjukkan gelagat mencurigakan, mereka seperti diam-diam mengawasi salah satu pengunjung. Bahkan petugasku yakin, mereka berdua pergi tak lama setelah orang yang mereka awasi ini pergi. Ini hasil capture dari CCTV pengunjung yang di duga di ikuti oleh dua orang tersebut. Aku yakin kamu mengenalnya.”

Gun menunjukkan sebuah foto. Meski agak pecah, namun sudah lebih dari cukup untuk mengenali siapa orang ini.

Bram. Aku tertawa tergelak.

“Dialah ‘faktor X’ yang menjadi saksi kunci atas serentetan peristiwa yang terjadi dan puncaknya adaah aksi teror kemarin yang sayangnya menelan korban jiwa salah satu muridmu. Aku sengaja belum memanggil Bram karena sepertinya kamu cukup akrab dengannya. Saya sisakan Bram untukmu.” jelas Gun.

Off the record, Tom. Sekitar satu tahun yang lalu Bram dan Yosi terlibat event berbahaya di salah satu klub malam di Kota HHH, The Hanggar. Event tersebut kabarnya menelan beberapa korban hingga tewas dari sesama peserta yang berasal dari berbagai macam gangster. Yosi menjadi pemenang dan pada malam itu ia ditemani oleh tiga temannya. Yandi, Tejo dan Rio.

Oh iya tentang Rio, aku lupa, kemarin masuk laporan dari pacarnya yang jadi saksi, bahwa saat ia dan Rio di serang orang tidak di kenal. Pacarnya Rio ini berhasil kabur, namun Rio di laporan menghilang dan kemungkinan di culik. Sekarang semua terserah kamu Tom, yang penting tolong ‘main rapi’ . Oke, dengan begini hutang nyawa saya sudah kubayar lunas beserta bunganya. Oia, owner The Hanggar adalah Jack. Aku yakin kamu familiar dengannya. Aku pergi dulu, Pak Tomo.”

Setelah menghabiskan anggur di gelasnya, Gunarto pamit.

Aku berdiri dan menyalaminya sebelum ia pergi.

“Di lain kesempatan kita minum anggur lagi dengan situasi yang lebih santai,” kataku.

“Tentu saja, di temani sama Miss White Rabbit juga menyenangkan sepertinya hahah.”

Aku tidak menanggapi kalimat terakhirnya tentang Miss White Rabbit karena Keysha sudah lagi tidak terlibat di dunia itu.

Soal Bram dan Jack. Hahaha. Kenapa aku tidak terkejut sama sekali.

Aku lanjut minum hingga beberapa gelas kemudian pulang. Sesampai di rumah, aku menyalakan laptop dan mengirim e-mail tersandi ke seseorang. Beres urusan e-mail, aku menuju ke gudang. Di dalam gudang terdapat brangkas. Setelah brangkas kuputar, kuambil satu benda yang menjadi satu-satunya benda yang kusimpan di sini. Sebuah kotak berisi satu ponsel Nokia seri lama dan chargernya.


Setelah lima menit aku charge, ponsel kunyalakan. Terakhir aku memakai ponsel ini sekitar satu tahun yang lalu, bertepatan saat aku mendapat ‘undangan’ kembali ke Kota XXX. Di kontak ponsel ini cuma ada beberapa nama saja. Kutekan tombol panggilan saat menemukan nama Bing.

Setelah tiga kali nada panggilan, Bing mengangkatnya.

“Aku pikir aku sedang halusinasi, tapi untungnya aku sedang tidak menjadi dewa mabuk ahah! shifu Tomo, ni hao ma?!”

Wo hěn hao xiōngdì Bing, Wo xūyào ni de bāngzhù?”

Dāngrán kěyi, wo huì bāngzhù nín?”

“Beberapa saat yang lalu, saya kirim e-mail bersandi. Sandinya masih sama seperti dulu. Aku minta bantuanmu untuk mencari orang dengan ciri-ciri seperti yang ada di foto, untuk lokasi pencarian saya sertakan di e-mail.”

Hao la!! tapi aku butuh waktu tergantung jangkauan lokasi.”

“Tentu saja.”

Aku senang sekali kamu meneleponku, sodaraku. Apakah kamu ingin kembali ke rumah?”

“Jika takdir memang menuntunku untuk kembali ke rumah, aku tidak bisa menolaknya.”

“Hahahahah ! Xiàng wangcháng yīyàng fēichang míngzhì! Zhaogu ziji, sifu Tomo!”

Ni yeshi, xiongdi Bing.”

KLIK.

Setelah menelepon Bing, ponsel kumatikan, kumasukkan kembali ke dalam kota lalu kutaruh di brangkas.

Nak Andreas, tenang saja. Dengan sisa tenagamu, aku berhasil mendapat sedikit petunjuk tentang orang yang sudah menyakitimu. Akan kubuat mereka menyesal karena sudah lahir di dunia ini.

Itulah alasan utama kenapa aku tidak mau menyerahkan rekaman CCTV di lima titik pada saat insiden penusukan terjadi

Aku lalu duduk di sofa ruang tamu, sambil menunggu kabar dari Bing, sekarang saatnya menelepon seseorang. Mana dulu ya yang hendak kutelepon.

Bram atau Jack ?

Aku putuskan menelepon Bram terlebih dahulu.


****
@ Hideout
Pada saat yang bersamaan..
****


(Pov Bram)


Kenapa gue tiba-tiba gelisah ya, rasanya gak enak banget. Padahal gue baru saja selesai bercinta dengan Mutia. Dengan perasan gusar yang entah dari mana datangnya, gue bangkit dari tempat tidur, membiarkan Mutia tergeletak di tempat tidur dengan nafas terengah-engah.

PRANK !!

Gelas berisi vodka merosot terlepas dari genggaman dan jatuh pecah berantakan  di lantai.

Mutia sampai berteriak kaget.

Anjing…kenapa feeling gue gak enak gini, sampai-sampai gue gak konsen pegang gelas.

Fuck! 


= BERSAMBUNG =

46 comments for "LPH #93"

  1. Ntaabbsss...update sesuai jadwal..
    Andreas ternyata ga selamat
    Hmm
    Bakal terkuak kyknya sisi lain pak tomo
    Wkwkwk

    Btw nama yosi kayaknya ganti lagi om panth?
    Hehehe

    ReplyDelete
  2. Wah itu gunarto ilustrasinya dari manga monster. Bro bajindul baca juga itu manga ya...

    ReplyDelete
  3. Masa tenang sebelum chaos di mulai

    ReplyDelete
  4. Makin seru ni ceritanya .. hampir tiap hari Buka ni cerita

    ReplyDelete
  5. Tengkyu om panth, kagak jadi april mop.. Hahaha

    ReplyDelete
  6. G pernah puas dan selalu makin penasaran..mantappppp om cerita nyaa...

    Semangat om serpanth

    ReplyDelete
  7. Wew ini bukan karjo lgi yg bakal maen,tp dewa tomo jg bakal andil ini membungkus begundal bloodcreep

    ReplyDelete
  8. xiexie om suhu serpanth,update nya

    ReplyDelete
  9. Di liat dari episode ini, sifu Tomo banyak hal yg menarik. Cocok di jadiin Slide Story Of Tomo. Hehehe

    ReplyDelete
  10. bikin leher tegang. muantabbbbb

    ReplyDelete
  11. Thanks to updatenya suhu...

    ReplyDelete
  12. Gw bingung om miss rabit asha nya xavi apa bukan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. itu typo...


      asha = pacar sapi

      keysha = rabbit

      Delete
  13. Jonk xxx, Yandi, Yosi, Zen, Goku and the ganks, Tomo, Bram dan ada kemungkinan the little devil Rangga juga bakal ikut meramaikan perang melawan blood creep,,,,ni bab bukan klimaks,,,,tapi rasanya kurang tegang,,,,apa masih lama ya perangnya?

    ReplyDelete
  14. Wah wah latar belakang Tomo luar biasa juga . .

    Ini sihg seru kalau di jadiin series 🤔

    ReplyDelete
  15. Cukkk Andreas modar, bikin geregetan.
    Lanjut ndesss.
    Xiexie updatenya.

    ReplyDelete
  16. Suwon updatenya om..


    Pak tomo turun tangan karena area kekuasaannya di usik..

    Ini akan membumtikan pak tomo beringas atau cupu?? Yg membantai blood crap jadi siapa?
    XYZ dengan bantuan madame rose, JONG XXX, or PAK TOMO?

    Uhh..rasanya kurang terus kl baca update LPH..
    Wkwkwkwk..

    ReplyDelete
  17. Bang serpanth, ijin nanya bang, cerita "GREY" suhu tj44 ada dimana ya? Di CC g update..

    ReplyDelete
  18. semantap corona suhu epan!

    ReplyDelete
  19. Makin besar nih konflik yg terjadi...geng2 besar sudah ikut andil

    ReplyDelete
  20. Bener juga, bloodcreep memantik perang yg sangat besar...

    Hmmmm... kesian nak yandi. Feeling bad gw....

    ReplyDelete
  21. Hufffftttt...
    Jaringan Tomo mulai dimainkan...

    Anak kelas 1 juga sudah bergerak, walau minus Bigmac/Dejan...

    Bisa-bisa Dragunov/Niko juga turun nih, karena adiknya diganggu...

    Seru...!!! Seru...!!! Seru...!!!

    ReplyDelete
  22. Saya roaming om,bahasa Mandarin ya Tomo sama Bing?!!
    Wkwkwk,,

    Seru seru,tunggu BOOMnya attack!! Khuu. Khuu,,Khu,,


    *FORZALABAJINDULA*

    ReplyDelete
  23. Saate para bajindul kota xxx beraksi...

    ReplyDelete
  24. wow.... makasih om serpanth atas hidangannya....

    Semoga om serrpanth sekeluuarga diberikan kesehatan dan sukses selalu

    ReplyDelete
  25. RIP ANDREAS
    😭
    padahal ane mulai suka karakternya. Hmmm

    Dan selamaaat untuk Blood Creep, sudah membangunkan ''The Real King Monster '' di kota XXX

    😈😈😈😈😈😈😈😈😈😈

    ReplyDelete
  26. RIP Andreas,,

    Yuk lah segera dimainkan kelanjutannya Om Panth

    Matursuwun

    ReplyDelete
  27. Makin seru....Pak Tomo siap beraksi nih

    Tetap semangat Om Serphant...sehat slalu

    ReplyDelete
  28. Terima kasih suhu atas episode 93. Sebelumnya RIP Andreas.

    Dari cerita di episode kali ini. Sepertinya Chaos di kota XXX bakal jadi pesta berdarah. Bahkan sampe2 " King Of The Beast " Tomo Pujianto ( kalo suhu serpanth menjuluki " the tank ", saya kasih julukan yang berbeda. Hehe. Maafkan aku suhu serpanth), menggunakan jaringan white lotus nya untuk mencari tentang jaringan blood creep. Bisa dibilang War di kota XXX ini tidak hanya sekedar duel antar sekolah, akan tetapi melibatkan banyak pihak gangster atau mafia2 yang akan terlibat. Atau sederhananya dari bajingan kecil sampe dedengkot nya bajingan akan turun tangan. Dan di akhir cerita saya cukup kaget bahwa bram rupanya deg2an atas situasi ini.

    Ok. Dari cerita ini saya mungkin ada beberapa pertanyaan yang sukur2 suhu serpanth mau menjawab:

    1. Sepertinya hubungan tomo dengan white lotus ( lebih ke ketua white lotus) ini lebih dari sekedar hubungan bajingan. Apakah hubungan tomo dan si ketua white lotus ini adalah hubungan keluarga?
    2. Bukti seperti apa yang akhirnya tomo mendapatkan petunjuk atas insiden yang terjadi di sekolah?
    3. Ini pertanyaan yang ga tau sifatnya apa, tapi mengingat mamanya xavi ini adalah orang yang sangat berpengaruh. Jadi pertanyaannya, apakah mama xavi bakal turun tangan untuk membantu masalah yang dihadapi oleh yandi dan yosi?

    Itu aja comment dan pertanyaan dari saya. Sekali lagi terima kasih buat episode 93 nya suhu. Semoga episode 94 dan seterusnya akan lebih menarik. Hehe. Salam bajigur, eh bajindul. Hehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. pertanyaan ente panjang tapi bisa gw jawab gini:

      jawaban dari 3 pertanyaan di atas setara dengan 4-5 episode berikutnya

      heuheuheuhehu...

      #STAYTUNE saja

      Delete
  29. anggota blood creep lawan rangga aja mati.. padahal masuk boss ka itu.. lawan yandi kocar kacir.. ini mau lawan madam rose (walaupun ga bakalan turun langsung sih) jong xxx sm mbah tomo..
    fix bloodcreep jd remukan rengginang..

    ReplyDelete
  30. Thanks updatenya om @serpanth

    R.I.P Andreas...

    Tetap semangat dan sehat selalu om...

    ReplyDelete
  31. Turun gunungnya sang legenda

    ReplyDelete
  32. Menunggu perang besarnya.....

    ReplyDelete
  33. Goku punya hubungan sama geng rumble ya???

    ReplyDelete
    Replies
    1. Goku aka andreas ntuh anggota geng rumble om bentukan lagi dari shopomore

      Delete
    2. Joss

      cuma koreksi dikit.

      goku itu nama aslinya Prast

      :D

      Delete
  34. thx om panth... anti april mob! mantabhh hahaaa

    ReplyDelete
  35. Mantap,,,, thanks om serpanht......

    ReplyDelete
  36. R.I.P andreas ....
    Bajingan harus dilawan dengan cara bajingan
    Mafia harus dilawan dengan cada mafia ...
    Tomo tidak menyerahkan file cctv nya karena dia ingin memberangus semua aktor di.balik kejadian ini sampai ke akar²nya (blood crep)
    Baca LPH tuh ibarat kita makan sayur asem pecakan sama sambel pengenya nambahhhh trus hwhahhhah

    ReplyDelete
  37. Menarik kalau sampai Tomo pakai jaringannya hancurkan Bloodcreep. Apa dia akan pakai Jong XXX utk hancurkan atau gerak sendiri. Ditunggu lanjutannya

    ReplyDelete

Post a Comment