Featured Post

LPH #24

Episode 24
Jack, Who The Fuck Are You?


 (Pov Yosi)


Merasakan deru angin melesat kencang sembari merunduk sedekat mungkin dengan stang motor menjadi masturbasi gue beberapa malam terakhir ini. Gue bisa melupakan segalanya, hanya ada gue, tunggangan gue dan jalanan yang seolah tak berbatas. Sorak-sorai penonton meneriakkan nickname gue di arena, “Daredevil” menghilang seiiring dengan bersatunya gue dengan kecepatan. Dari jam 1 pagi gue udah bertanding tiga kali dan semuanya bisa gue menangkan. Dari tiga kemenangan tersebut gue menang taruhan Rp 15 juta. Ya Rp 5 juta untuk sekali kemenangan. Rio, teman baik gue dalam hal balapan liar dan mungkin jadi manajer gue menyarankan selama gue pasang taruhan Rp 10 juta buat sekali nge-drag, gak bakalan ada yang berani nantang gue.

Jadi daripada mati bosan, gue turunin jadi Rp 5 juta buat sekali nge-drag, lalu Rio cariin gue lawan. Voila! Baru gue dapat 3 mangsa! Ketiganya bisa gue babat dengan mudah. Setelah tiga lawan berturut-turut bisa gue kalahkan, tak ada satupun yang berani menantang gue lagi. Karena sudah tidak ada lawan, gue sama Rio lanjut nongkrong di RockSpeed Bar yang berada di ujung jalan Dermaga. Biasanya setelah puas menggeber motor, para pecandu, penikmat, penonton, pemanis drag race akan nongkrong di RockSpeed sampai subuh baru pulang. Dan karena rutinitas inilah yang membuat gue dalam tiga hari terakhir selalu bolos sekolah karena di RockSpeed gue pasti minum-minum sampai berasa naik. Gue bisa santai bolos bisa ikut balapan liar, mabuk-mabukan karena bokap pergi keluar kota bareng koleganyaselama seminggu. Jadi gue bisa bebas balap liar, mabok dan bolos selama beberapa hari terakhir ini.

Jam 2 pagi gue sama Rio uda sampai di RockSpeed, suasana enak belum terlalu ramai karena jam dua pagi masih panas-panasnya begundal jalanan pencari receh beraksi. Ya gue bilang receh karena drag jam segini diisi sama muka-muka baru ( kadang muka lama tapi datang dengan tunggangan baru) buat bertanding dengan angka taruhan antara Rp 1-4 juta sekali drag. Itu angka yang terlalu kecil buat gue. Lebih baik gue minum-minum. Rendi, salah satu bertender teman gue sedang membersihkan meja di bar, ia menyapa kami berdua setelah melihat gue dan Rio datang dan duduk di kursi depan meja bartender.

“Weits ada angin apaan, baru jam segini uda masuk kandang aja sob.”

“Nih Yosi, udah gak ada yang mau lawan dia, ahaha.” tukas Rio.

Gue cuma senyum aja.

“Haha keren! Mau minum apaan kalian?” tanya Rendi.

“Gue Graveyard...” jawab Rio.

“Nice one! Lo apaan Yos?”

Graveyard yang dipesan Rio adalah mix n match dari vodka, light rum, dry gin, tequila, sweet & stout dan stout. Keras ! Tapi kemarin gue udah minum Graveyard. “Hmm, apaan ya. Bosen gue minum yang gitu-gitu doang. Kasih gue minuman racikan elo yang baru dong Ren!”

“Ada sih, cuman nih masih eksperimen gue. Mix n match dari Vodka, light rum, Tequila, Midori, Bourbon whiskey, Galliano, Southern Comfort, Malibu, Dom Benedictine, Cherry Brandy, Sweet & Sour dan last but not least Cranberry Juice. Gimana mau coba? Nonjok banget rasanya! ”

“Wow, sound delicius ! Give me that blow! ” sahut gue mantap.

“Gila, itu minuman atau gudang alkohol man, sekalian lo kasih Autan atau Wipol aja dah, ckckckck...” ujar Rio geleng-geleng.

“Hahaha, tenang gak, it’s safe. Gue udah nyoba and baaam !! Just wow. Kalian nyantai saja dulu.”

“Siap, gue udah percaya minuman buatan lo itu maknyus, haha.”

Sembari melihat Rendi dengan cekatan meracik minuman kami berdua, gue sama Rio ngobrol santai.

“Sejak lo balik, drag race di Dermaga jadi lebih hidup loh Yos. Sosok idola mereka balik dan si Aji yang sebelumnya koar-koar dia adalah pembalap nomor 1 di Dermaga bisa lo kadalin di malam pertama elo balik, gue asli senang banget lihat muka dia pucat kayak orang bego karena dia bisa elo kalahin tiga kali secara beruntun dalam semalam, Rp 30 juta melayang dari kantongnya dan mendarat mulus di saku lo, mantap!” Puji Rio sembari menepuk pundak gue.

“Jujur gue gak terlalu peduli berapa jumlah uang yang gue menangin dari drag race, gue bahkan gak peduli siapa lawan gue. Karena ketika gue bersiap untuk nge-drag, musuh gue bukan orang yang bersisian dengan gue tetapi musuh gue adalah diri gue sendiri yang dalam bentuk rasa takut. Dengan menggeber motor gue kencang-kencang, justru gue makin tenang, rasa takut gue dalam segala hal bisa menguap. Gue bisa terus menang karena rasa takut dalam diri gue berhasil gue kalahin singkatnya gue gak takut mati.

Para pembalap lain yang gue kalahin, saat berada di atas motor, mereka terlalu sibuk untuk mengalahkan gue sementara rasa takut dalam diri mereka juga semakin membesar seiring dengan menanjaknya percepatan. Ketika lo takut, alam bawah sadar lo secara otomatis akan menyuruh otak lo untuk bermain ‘aman’ dengan mengatakan, lebih baik kalah dan kehilangan duit daripada lo menang tapi nyawa meregang di akhir jalan. Perasaan itu yang menjadi tembok tak kasat mata yang membuat mereka tidak bisa mendobrak rasa takut saat menjelang top speed, meski tetap saja ada factor oprekan mesin yang juga jadi penentu kemenangan,”kata gue panjang lebar.

Selesai berkata hal seperti, Rio lagi-lagi menepuk pundak gue.

“Lu keren yos, asli. Lo selalu membuat gue terkagum-kagum. Lo idola gue deh.”

“Cih...idola...Jangan sembarangan mengidolakan seseorang Ri. Bahkan sampai menelan mentah-mentah segala perkataan orang yang lo anggap idola. Pokoknya jangan mudah percaya sama orang lain !” jawab gue kasar.

Rio terdiam memandang gue. Ketika dia hendak mengucapkan sesuatu, Rendi datang membawakan minuman kami.

“Nih Ri, Graveyard pesenan elo dan buat sohib gue Yosi, as your wish, gue persembahkan minuman racikan gue yang terbaru, Daredevil !”Rendi meletakan segelas minuman berwarna kecoklatan dalam gelas bening dengan beberapa potong es batu di depan gue.

“Hah, Daredevil?” Tanya gue ke Rendi.

“Tadi sempat kepikiran mau kasih nama apaan nih minuman, tetapi karena elo orang pertama yang bakalan menikmatinya dan elo juga punya julukan Daredevil, makanya gue memutuskan memberinya nama sesuai julukan elo Yos. Tapi kalau lo gak setuju gue kasih nama Daredevil, it’s okay, gue bakalan ganti.”

Gue menatap isi minuman tersebut, cantik sekali perpaduan gelas kaca bening, batu es berpotongan kotak dan air yang kecoklatan. Saat tertimpa cahaya lampu yang cukup remang, membuatnya berkemilauan. Ah gue langsung merasa haus.

Are you fucking kidding me? Hell yeah ! Gue malah bangga lo kasih nama minuman ini sama dengan julukan gue.!”

Saat gue bersiap untuk menenggak habis Daredevil, Rendi meminta gue jangan menghabiskannya dalam sekali tenggak tapi nikmati dan sesap perlahan. Gue pun menuruti empunya minuman. Saat gue minum dan sensasi pahit yang sangat keras langsung bisa gue rasakan ! Fuck ! Gue teguk lagi Daredevil dan kenikmatan Daredevil yang sesungguhnya mulai terasa! Campuran beberapa minuman sekaligus memberikan cita rasa yang berbeda namun terasa familiar. Dan beberapa tegukan membuat Daredevil di dalam gelas sudah licin tandas dan kepala gue berasa seperti terhantam, terhantam sesuatu yang sangat nikmat! Gila, gak kebayang nikmatnya kalau sebelum gue nge-drag gue minum Daredevil dulu, ugh pasti gue bisa orgasme dalam kondisi top speed ! Dance with devil !

“Woi yos! Lu langsung mabok ni minum ginian?” tanya Rio.

“Haha anjiiingg enak banget minuman elo Ren!” Puji gue.

Yippi kay-ye motherfucker ! Haha!” Sahut Rendi senang. Rendi pergi lalu kembali membawa sebotol bir buat gue. “Nih lo minum ini buat pencuci mulut.”

“Hehe makasih sob.”

“Yadah gue tinggal dulu, kalau ada apa-apa, panggil gue lagi.”

Setelah Rendi pergi, Rio lalu mengajak gue pindah tempat duduk. Kami berdua lalu duduk di sofa yang persis berada di pojokan. Tempat duduk yang nyaman karena kami bisa duduk, minum, ngobrol sembari memperhatikan para pengunjung RockSpeed yang mulai ramai, terutama para pengujung wanitanya yang so damn hot dan sangat menggugah selera kelamin pria. Tetapi entah kenapa gue lagi males buat berurusan dengan wanita saat ini. Ada hal lain yang mengisi kepala gue akhir-akhir ini.

“Yos, lo gak percaya sama gue?”

Pertanyaan Rio yang tiba-tiba membuat gue teringat apa yang gue ungkapkan ke Rio beberapa saat yang lalu.

“Ehm, enggak bukan gitu Ri.”

“Gue dengar apa yang udah terjadi antara elo dengan Bram. Bram yang udah lo idolakan, orang yang membuat elo akhirnya berani ikut drag race. Orang yang mengajari elo sampai menjadi seorang Daredevil, ternyata bisa gampang banget nikam elo bukan hanya dari belakang, tetapi uda nikam lo dari depan. Bisa-bisanya dia nglupain jasa elo mempertaruhkan nyawa buat nolong Bram waktu di serang anak-anak SOPHOMORE. Kalau tahu gini akhirnya, mending dulu lo biarin Bram mampus.”

Rio mulai menyalakan sebatang rokok. Dia menghembuskan asap membentuk lingkaran-lingkaran kecil.

“Ya gue masih agak shock setelah tahu perbuatan dan sifat asli Bram yang licik. Gue bakal buat perhitungan dengan dia tetapI belum sekarang, gue gak bisa hadepin dia dalam kondisi pikiran kacau seperti sekarang ini Ri.”

“Gue ngerti yos. selicik-liciknya Bram dia tetap bukan bajingan sembarangan. Selain memiliki banyak kawan di kalangan sesama pembalap maupun dari kalangan anak-anak scene punk di Kota XXX, dia juga bukan orang lemah dalam urusan berkelahi satu lawan satu. Berurusan dengan dia memang serba rumit.”

“Rumit bukan berarti tanpa cela kan. Yang pasti gue bakal balas dendam ke Bram, gak peduli siapapun yang melindungi dia. Bakal gue bantai sekalian,” sahut gue dengan nada suara geram.

“Tenang aja yos, bukan cuman Bram doang yang punya banyak kawan. Di belakang gue juga banyak orang siap membantu elo, termasuk rencana balas dendam loe ke Bram. Ah sudahlah elo pasti bosan ya ngomongin masalah Bram. Kita bersenang-senang saja dulu. Tuh banyak cewek-cewek seksi berkeliaran. Eh Yos, gue perhatiin cewek yang pakai dress berwarna merah ngliatin elo terus deh. Arah jam 2.”

“Mana?’ gue mengikuti petunjuk Rio. Dan di ujung meja sana ada meja yang cukup penuh dan sedari tadi lumayan bising. Beberapa cowok dan dan beberapa cewek. Mata gue dengan mudah menemukan cewek yang dimaksud Rio. Dan memang benar cewek tersebut memperhatikan gue, malah dia mengangkat gelasnya dan melempar senyum ke gue saat pandangan kami bertemu. Cantik dan seksi. Gue pun mengangkat bir yang gue pegang.

“Hajar aja Yos, tu cewek nafsu banget kayaknya sama elo. Siapa tahu kalau kelamin pria lo udah kerendem ke dalam memek, elo bisa lebih rileks.”

“Anjing di rendem di memek. Lo kata memek kayak baskom cucian. Gah ah lagi males gue berurusan ma cewek. “

One night stand aja brur ! Ga usah di bawa komitmen.”

Gue memandang cewek tersebut lagi, dia sedang berbincang dengan seorang cowok yang duduk di sebelahnya.

“Tuh liat, tu cewek lagi nongkrong sama cowoknya.”

Rio memandang ke arah cewek tersebut.

“Halah, itu bukan berarti cowoknya juga kali. Lagian kalau itu emang cowoknya, kegatelan banget tu cewek, nah cewek gatel artinya memeknya sedang pengen kena garuk. Logikanya kan garuk pake kelamin pria, nah tu cewek lagi nongkrong bareng beberapa cowok tetapi kok dia masih jelalatan ngliat kemari mulu.”

“Tau lah.”

“Yos, tu cewek cakep kayak gitu yang jelas-jelas tertarik ama elo, lo malah cuekin. Atau jangan-jangan di sekolah elo yang terkenal dengan banyak cewek seksi, elo udah punya pacar?”

Gue menggeleng. Gue mengambil sebatang rokok yang ada di meja. Kemudian gue sulut..Fiuhhh, perpaduan nikotin dengan bir memang rasanya tidak bisa bohong. Kalau begini saja gue uda merasa rileks, gue gak perlu cewek untuk saat -saat seperti ini, meskipun cuma ngentot malam dan kelar.

“Gue belum punya cewek. Belum minat buat saat ini.”

“Ckckckckck, saat anak sekolah lain ngiri sama anak-anak SMA NEGERI XXX, elo malah sengaja jomblo hahaha. Atau jangan-jangan elo malah tertarik sama cowok-cowok melambai disana??? Wow ! Tenang Yos, gue bakalan tetap nganggap elo teman baik gue meskipun elo doyan kelamin pria. Bahkan gue rela kalau elo mau ngisep kelamin pria gue, gue rela...”

Gue melihat Rio, berpandangan dengan muka saling menahan tawa.

“AHAHAHAHAHA ANJINGGGG!! Kalau gue gay, gue juga bakalan pilih-pilih laki, daster coki bojong!” sahut gua sambil tertawa.

“Hahahha ngomong paan sih elo gak ngerti gue. Daster Coki bojong?”

“Daster Coki bojong tu artinya dasar cowok bodoh ! Hahaha!”

“Bangsattt !! Lha itu elo tahu bahasa bencong cyinn!’

Kami berdua tertawa lepas.

Saat gue dan Rio tengah tertawa lepas, tiba-tiba ada seseorang menghampiri meja kami sembari menenteng sebotol bir Heineken dan rokok di tangan. Seorang laki-laki yang belum pernah gue lihat sebelumnya. Dia memakai kemeja dan berpakaian rapi, agak ganjil penampilannya.

“Lagi pada asyik nih, boleh gabung gak?”

Gue diem tetapi Rio bereaksi.

“Elo siapa bos?”

“Ah iya, kenalin nama gue Jack.”

Jack mengangkat botol bir, menebar senyum sambil tetap mengepulkan asap rokok,

 
Jack

Entah kenapa gue langsung gak suka sama Jack. Ada sesuatu yang misterius dalam sosoknya.

“Jack, gue sering nongkrong di RockSpeed tapi gua baru lihat elo hari ini. Baru pertama main ke sini?”

“Iya gue baru malam ini main disini, tempatnya asyik juga ya.”

“Jack, sori, tempat lain masih banyak meja kosong, lo bisa minggir ga?” tukas gue.

“Hahaha sepertinya gue gak bisa lama-lama nih, gue takut membuat seorang Yosi dan Rio marah.” Kata Jack santai. Perkataannya sok takut tetapi nada suara, tatapan matanya menyiratkan hal yang berbeda. “gue kesini karena mau membicarakan bisnis dengan kalian terutama elo Yosi. Pamor lo sebagai pembalap nomor 1 di Dermaga saat bikin gue tertarik.”

“Gue kasih waktu 5 menit buat apa mau elo. Silahkan.”

“Hehe itu sudah lebih dari cukup. Jadi gini, gue datang dari Kota HHH. Gue kesini karena pengen ngajakin elo ikut sebuah ya, semacam kompetisi gitu lah.”

“Drag Race? Balapan biasa? Legal atau ilegal.?” tanya Rio. Gue diam karena pertanyaan Rio cukup mewakili gue.

“Mirip drag race tetapi tidak sama persis. Ada sedikit modifikasi. Kompetisi yang gue buat ini jauh lebih menantang dan jauh lebih.....berbahaya...” seringai Jack.

“Gini aja. Gue gak bisa cerita panjang lebar, gue pengen kalian berdua menyaksikan langsung kompetisi apa yang gue maksud. Ini kartu nama gue sekaligus jadi tiket masuk kalian berdua.”
Jack meletakkan 2 buah kartu nama di hadapan kami berdua.

JACK
THE HANGOVER

PASALIMA AIRPORT
HHH CITY



“Gila dia ternyata Jack yang punya The Hangover di Kota HHH,” bisik Rio.

The Hangover, sebuah club terkenal di Kota HHH, yang tidak jauh dari kami. Kurang lebih 1 jam menuju kesana. Gue gak terlalu peduli kalau orang di hadapan gue ini seoang owner club terkenal tetapi yang membuat gue lebih tertarik adalah lokasi yang tertera di kartu nama Jack. Pasalima Airport.

“Setahu gue, Pasalima Airport itu bandara komersil untuk pesawat bertipe kecil yang sudah lama tidak beroperasi kan?” gue penasaran.

“Iya loe benar. Bandara tersebut ditutup karena sesuatu dan lain hal. Tapi kini lahan tersebut sudah jadi milik gue. Dan akan gue ubah jadi tempat clubbing terbaru. Dan kompetisi ini nanti akan menjadi sajian utamanya. Kalau begitu gue undur diri dulu. Gue tunggu kalian besok jam 12 malam disana. Kalian lihat saja dulu, tapi yang jelas itu kompetisi bukan untuk orang penakut dan bernyali kecil. Itu adalah kompetisi untuk para penantang bahaya, khusus untuk para daredevil..”

Feeling gue mengatakan ada sesuatu yang berbahaya disana, tetapi semakin berbahaya justru membuat gue semakin tertarik.

“Kami bakalan datang, santai saja.!” gue mengangkat botol bir dan dibalas dengan hal yang sama. Lalu Jack pergi, tetapi sebelum dia pergi, dia menatap ke arah gue.

“Persis seperti yang dikatakan oleh Bram. Semakin berbahaya dan misterius justru malah membuat elo makin tertantang, hehehe. Ciao.!” Jack kemudian menghilang di balik orang-orang yang hendak keluar bar.

BRAM ! Gue tersentak saat mendengar Jack menyebut nama bajingan tersebut di depan gue!

Jack mengenal Bram ?

Gue yang merasa penasaran mencoba mengejar Jack.

“Eh Yos tunggu !”

Gue dengar Rio coba memanggil gue tapi gue lebih fokus untuk mengejar Jack. Namun karena terburu-buru pas gue mau keluar dan berdesakan gue gak sengaja menyenggol seorang cewek sampe dia terjatuh ke samping dan terduduk di lantai. Niat gue untuk segera keluar mencari Jack langsung hilang karena gak tega main pergi gitu saja.

“Eh maap-maap gue gak sengaja,” gue reflek membantu cewek tersebut untuk berdiri dengan memegang lengan kanannya.

“Gak, gak apa-apa kok.” Cewek tersebut bukannya marah malah tersenyum dan ternyata cewek yang gue senggol sampe jatuh itu adalah cewek berbaju merah yang sedari tadi curi-curi pandang ke arah gue. Dari dekat kelihatan cantik juga.

Saat gue lagi berpandangan dengan nih cewek, tiba-tiba dari arah belakang ada yang mendorong gue sampai gue terdorong menabrak dinding dan sebuah pukulan melayang ke pipi kiri gue.

BAM!

Gue dipukul seseorang dan ternyata yang mendorong dan memukul gue adalah salah seorang cowok yang tadi bersama dengan cewek.

“PAKE MATA LO BABI ! CEWEK NIH! JANGAN-JANGAN LO MAU GREPE-GREPE BADAN CEWEK GUE YA!” umpat sang cowok menatap gue lalu hendak menyerang gue lagi tetapi si cewek memegangi si cowok tersebut.

“Eh stop Din, gue gak apa-apa!” teriak si cewek sembari memegani cowok tersebut.

“MINGGIR ! GUE MASIH GAK TERIMA!”

Si cowok memukul gue tapi gue mengelak ke samping, kulihat Rio sudah mengosongkan bir di dalam botol dan memegang leher botolnya. Wah panjang ini kalau Rio ikut campur.

“KALEM RI KALEM! Jangan berantem disini!” gue menahan badan Rio yang sudah kalap melihat gue dipukul orang.

“Gue udah minta maaf udah nyenggol cewek elo, tapi kalau elo masih gak terima, sebaiknya kita selesaikan di luar saja, Gak enak sama tamu yang lain.” kata gue kepada cowok yang sudah memukul gue tadi.

Gue lalu mengambil botol yang dipegang Rio dan gue letakkan di meja dekat gue lalu mengajak Rio keluar. Sambil merangkul Rio gue bilang.

“Udah lama banget gue gak berantem bareng sama elo Ri.”

“Hehehe sepertinya malam ini bakal menyenangkan.”

Setelah keluar dari RockSpeed kami lalu menuju tempat parkiran yang lebih luas. Tak lama kemudian muncul orang yang udah nyerang gue bersama tiga orang lainnya.

“Yos, mereka sepertinya cemen dan berani keroyokan doang. Lo tunggu sini, gue habisin tiga anjing dan bakal gue sisain satu anjing yang udah mukul lo.”

Belum sempat gue menjawab Rio sudah melesat duluan. Gue pun bersantai menyender di jendela mobil Jazz warna merah sambil menyalakan rokok.
“Sepuluh menit Ri! Kalau belum selesai, gue turun tangan,” teriak gue ke arah Rio yang tengah asyik baku pukul.

Ah bukan baku pukul sih, lebih tepatnya perkelahian satu arah karena meskipun lawan Rio tiga orang, mereka nampak kewalahan bahkan terdesak oleh Rio yang sendirian. Rio yang sendirian menggunakan taktik dengan lebih dulu menyerang cowok memakai baju putih yang memang terlihat memilki badan paling besar. Dua cowok yang terlihat biasa saja memukul ke arah Rio, tetapi tidak berakibat apa-apa ke Rio. Rio saat ini sedang mengadu keras kepalanya dengan cowok berbaju putih tetapi lawan Rio kuat juga karena dia berani membalas hantaman kepala Rio. Lalu akhirya secara bersamaan Rio dan lawannya sekali lagi mengadu kepala. Lawan Rio jatuh pingsan dan keningnya benjol besar.

Sementara Rio sempat mengaduh dan mundur ke belakang. Hal itu dimanfaatkan dua teman lawan Rio untuk menyerang Rio. Badan Rio kena pukul di rusuk lalu disusul tinju kanan yang bersih masuk mengenai wajah Rio. Melihat Rio terdesak gue sempat ingin turun tangan tapi gue urungkan niat karena gue tahu Rio yang sebenarnya. Rio itu anak kelas 2 SMA di SMA SWASTA YYY yang gue kenal baik saat pertama gue nonton drag race beberapa tahun yang lalu. Dia jago ngoprek dan nge-tune in mesin motor. Dan satu lagi, dia juga buka orang yang mudah dikalahkan dalam duel. Selain itu, Rio juga tahu benar apa yang terjadi antara gue dengan Bram di masa lalu.

Rio yang mulai terdesak, mulai bisa mengendalikan pertarungan ketika efek pusing yang ia rasakan ketika adu kepala sepertinya mulai membaik. Dengan cepat Rio segera membalas. Satu orang yang memakai kaos hijau hendak mengadu lututnya dengan kepala Rio, tetapi Rio menahan gerakan lututnya dan memukul lawannya tepat di ulu hati sampai membuat si kaos hijau tersungkur dan muntah sembari memegangi bagian perut. Tinggal satu orang lagi lawan. Melihat temannya sudah menyerah tidak bisa bangkit, mental orang yang memakai topi biru sedikit menciut karena dia tidak berani langsung menyerang Rio tetapi justru malah mundur.

Hal itu dipergunakan Rio untuk menerjangnya. Rio dan lawannya terjengkang dan lewat beberapa pukulan, lawan Rio pingsan dengan mulut berdarah. Setelah lawannya pingsan, Rio mendatangi gue dengan tertawa lebar. Saat Rio berjalan ke arah gue, sorak sorai dan tepuk tangan terdengar. Gue dan Rio baru sadar bahwa sudah banyak orang yang menonton perkelahian Rio. Banyak anak-anak drag race yang sepertinya sudah puas balapan hendak bersantai dan bermabuk ria dan melihat kami berdua ribut dengan orang.

“RIO ! RIO ! RIO ! RIO !”

“SIPP!! BAGUS RI! LO UDAH NGEHAJAR ORANG BELAGU!”

“TIGA LAWAN SATU MASIH KALAH ! MINGGAT SONO ! JANGAN BALIK KESINI LAGI!”

“NAH LO! MASIH ADA 1 MONYET LAGI !”

“YOSI ! YOSI!! YOSI! YOSI!”

“HAJAR TU BOCAH BOYBAND TANPA AMPUN YOS!”

Para pengunjung RockSpeed yang mayoritas sudah kenal dengan kami tentu saja membully mereka yang baru saja mengeroyok Rio. Sementara dari tempat gue berdiri, gue melihat cewek berbaju merah dan beberapa teman cewek yang tadi nongkrong bareng orang-orang yang pingsan di pelataran parkir masuk ke dalam mobil dan pergi. Cewek tersebut sempat menatap ke arah gue sebelum akhrinya salah satu teman menarik tangannya agar cepat masuk ke mobil. Entah kenapa gue lega karena para gadis yang bersama cowok-cowok ini sudah pergi. Melihat ketiga temannya berhasil dikalahkan membuat orang yang tadi memukul gue duluan sedikit pucat.

“Gimana beres kan” ujar Rio sambil tertawa dan membersihkan bajunya yang agak kotor terkena tendangan.

“Iya sih lo menang, tapi luka lo juga sama parahnya. “

“Hahaha yang penting gue menang kan. Udah lo cepat habisin tu cecunguk satu terus kita balik. Mayan berasa ini kepala gue setelah adu kepala tadi.”

“Salah elo sendiri, uda gue bilang berantem tu pakai otak bukan pakai kepala buat menghajar. Kalau elo ketemu lawan yang lebih tangguh, lo mah bisa gegar otak.”

“Cerewet aja lo kayak engkong gue.” Sahut Rio.

Gue tertawa lalu dengan santai gue mendekati orang yang udah mukul gue tersebut.

“Siapa nama lo?” tanya gue.

Dia seperti tidak menyangka gue tidak langsung menyerangnya justru malah bertanya namanya.

“Gue...Dino..”

“Sekolah dimana lo?”

“SMA SWASTA XXX.”

Wah-wah ternyata anak SMA SWASTA XXX nih, kalau gue hajar ni orang bisa panjang urusan antar sekolah. Apalagi kalau ni anak juga gue buat pingsan, tar yang ngurus empat orang yang pingsan di pelataran parkir siapa coba? Sepertinya gue mesti menyimpan pukulan gue malam ini.

“Kelas berapa?”

“Kelas 2.”

Kelas 2 hmm, di kelas 2 SMA SWASTA XXX ada orang anak disebut orang terkuat nomor 2 yakni Puput. Jangan-jangan dia kenal Puput juga.

“Dino, lo cepetan pergi deh, bawa teman-teman lo ini. Kalau elo gue habisin, gak ada yang ngurus kalian berempat pingsan di sini. “

“Bangsat! Elo ngeremehin gue?”

Dino yang merasa gue remehin sepertinya langsung meletup emosinya. Dia maju dan menyerang gue dengan menendang gue. Gue yang udah siap tentu saja bisa mengelak mundur. Dino makin emosi ketika tendangannya bisa gue hindari. Dia merangsek maju sembari melayangkan beberapa pukulan sekaligus. Gue tangkis sambil berjalan mundur. Fuh, mayan juga pukulan elo Din. Tapi lumayan doang gak akan bisa memuat gue gentar, yang ada gue malah kesel sendiri! Dalam satu momen setelah Dino melayangkan pukulan, gue langsung mengcounter pukulannya dan membuat Dino terjengkang di aspal dan memegangi hidungnya yang mengeluarkan darah. Teman-teman gue di RockSpeed menyoraki gue saat Dino bisa gue pukul jatuh.

Gue jongkok depan Dino dan berkata

“Gue enggak ngremehin elo. Gue cuma males kalau misal elo kalah, terus gue mesti tanggung jawab ngurus kalian berempat.”

Gue berdiri dan mengulurkan tangan ke Dino.

“Sekali lagi gue minta maaf udah nyenggol cewek elo sampai jatuh. Gue tadi buru-buru ingin mengejar seseorang. Dan gue lagi gak mood buat ribut cuma gara-gara salah paham. Oia, nama gue Yosi.”

Dino sempat terdiam lalu menerima uluran tangan gue dan gue membantu Dino berdiri.

“Ya. Gue juga minta maaf karena agak mabok jadi gampang naik emosi gue.”

“Sama-sama mabok sih haha. Eh maaf kalau teman gue tadi habisin teman-teman lo sampe pingsan gini.”

“Resiko berantem.” jawab Dino sambil tersenyum agak salah tingkah.


Dino - KLS 2 (SMA SWASTA XXX))
Gue lalu memanggil Rio dan ia mendekati kami.

“Ri, ni Dino. Dino ni Rio. Udah kelar masalah, ga usah sok pasang tampang seram. Eh maaf, muka lo emang nyeremin dari dulu ya haha.”

“Sialan,” ketus Rio.

“Ri, lo ke dalam gih minta beberapa kantong es batu dong. Sekalian lo ambil tissu. Tuh hidung lo juga berdarah.”

“Kampret. Kalau ujung-ujungnya damai, gue percuma dong kena hajar teman Dino,” umpat Rio.

“Lah elu main sok jago lawan 3 orang sekaligus, ya bonyok haha.”

Setelah Rio pergi, gue lalu minta beberapa teman gue buat membantu memapah tiga teman Dino duduk di sofa teras RockSpeed. Rio datang bukannya hanya membawa tissu dan es batu, tetapi dia juga membawa 6 kaleng bir bintang.

“Kita minum-minum dulu deh sambil nunggu dua teman elo sadar. Terutama yang pake kaos putih tuh. Asli kepala dia keras juga. Nih kantong es buat mereka.” Rio menyerahkan dua kantong berisi es batu kepada Dino dan satu teman Dino yang memakai kaos hijau.

Dino dan temannya lalu mengompres luka dan coba membangunkan temannya. Setelah bebrapa saat kedua teman Rio siuman dan nampak kaget karena mereka siuman dan melihat kami semua duduk-duduk sambil menikmati bir dingin. Setelah keduanya benar-benar sadar, Rio menjelaskan bahwa masalah sudah kelar. Kami berenam pun akhirnya mengobrol santai sambil menunggu pagi datang. Cowok memang aneh, setelah terlibat perkelahian kini kami berenam duduk bareng sambil ngebir. Saat gue menjelaskan bahwa gue berasal dari SMA NEGERI XXX, entah kenapa ekspresi mereka kaget dan mereka lebih kaget lagi setelah tahu bahwa gue adalah anak yang di juluki Daredevil. Jam empat pagi kami semua memutuskan untuk menyudahi acara minum-minum. Sebelum Dino dan dan teman-temannya pergi, gue nitip sekali lagi permintaan maaf gue ke cewek Dino.

“Oh Dea? Dia bukan cewek gue tapi teman sekelas hehehe.” jawab Dino sambil garuk-garuk kepala.

Entah kenapa gue malah senang. Dan Rio yang mendengar jawaban Dino menyenggol lengan gue. Gue melirik Rio.

“Lo naksir Dea ya ? Hahaha! Dia teman akrab gue di sekolah. Masih jomblo lo Dea,” goda Dino.

“Iya! Yosi naksir Dea! Din, bagi nomor Dea dong!” ucap Rio sambil cengengesan.

“Haha nih. Tapi saingan elo banyak yos.” ujar Dino setelah memberikan nomor Dea kepada Rio yang dengan cepat menyalinnya.

“Lho Dea kemana?” kata Rio.

“Dia udah balik duluan, ngambek karena gue ribut sama elo.”

“Yawdah, gue balik dulu, senang kenalan dengan kalian berdua. Kapan-kapan kita hang out bareng lagi tanpa ada acara pukul-pukulan haha.”

Setelah mobil yang dikendarai Dino pergi, gue juga berniat untuk pulang.

“Ri, pulang terus istirahat. Tar malam kita beraksi..”

“Oh siap! Gue bakal cariin lawan tanding lo lagi santai.”

“Enggak, nanti malam kita gak ke Dermaga, tapi kita ke Pasalima Airport, tempat Jack. Selain gue penasaran dengan kompetisi balap berbahaya yang dimaksud oleh Jack, gue penasaran apa hubungan dia dengan Bram. Karena menurut feeling gue, Jack bisa sampai datang kesini dan mengundang gue untuk ikut kompetisi misterius tersebut karena rekomendasi Bram.”

“Yos, lo gak takut atau khawatir Bram sekali lagi pengen ngejebak elo?”

“Rasa penasaran gue jauh lebih besar daripada rasa takut gue. Kalau lo ga mau ikut, gue berangkat sendiri tar malam.”

“Hahaha kayak elo gak kenal gue aja. Gue ikutlah! Eh nomor Dea tar gue WA ya.”

“Lo simpan dulu. Kalau besok kita keluar dari Pasalima Airport dalam kondisi masih hidup, gue bakalan ngajak Dea kencan ahahha.”

Rio memandang gue sambil menyeringai.

Bram...Jack gue gak tahu apa hubungan di antara kalian, tapi yang jelas gue bakal bersiap-siap untuk menghadapi kemungkinan terburuk nanti malam. Semakin berbahaya gue malah semakin excited..



= BERSAMBUNG =

1 comment for "LPH #24"

Post a Comment