Featured Post

LPH #31

Episode 31
Penasaran !!!





(Pov Oscar)

Gue menyalakan pelan speaker di dalam kamar lalu menyambungkan kabel audio dengan iPod. Gue mencari lagu yang bisa membuat pikiran gue tenang. Setelah mendapatkannya, gue putar dalam mode repeat lalu duduk bersandar di sofa kamar. Gue memejamkan mata menikmati hentakan drum yang menjadi intro lagu “Army of Me”dari Bjork.



Sambil bersantai meresapi lagu tersebut, gue bersandar, menyalakan rokok lalu diselingi dengan tegukan bir, gue berpikir tentang kejadian pagi tadi di sekolah. Lebih tepatnya kepala sekolah gue yang baru, Tomo Pujianto. Gue akui auranya sangat terasa, membuat nyali gue menciut dengan hanya mendengar gelegar suaranya yang berat dan tatapan matanya yang runcing bak mata seekor rubah. Namu siapa dia sebenarnya? Sosoknya terasa tidak “normal” untuk menjadi seorang kepala sekolah. Apakah benar dia alumni SMA NEGERI XXX ? Omongannya juga terasa sukar dipercaya. Dia berhasil mengalahkan semua bajingan di SMA NEGERI XXX dalam waktu 2 bulan dan menjadi penguasa nomor 1 pada jamannya? OMONG KOSONG !

Bangsat si Tomo, secara tidak langsung dia telah merusak rencana penyerangan gue besar-besaran. Hari ini adalah hari yang sudah gue tetapkan sebagai hari gue menjadi siswa nomor 1 di SMA NEGERI XXX. Namun rencana gue untuk membantai semua rival gue di sekolah seperti Axel dan Feri urung terlaksana akibat peringatan yang dia keluarkan. Gue agak menyesal tidak mendengar saran Leo. Leo menyarankan gue untuk tidak membuang-buang waktu dan segera melakukan serangan besar-besaran alias pertempuran dengan kelompok Feri dan Axel, sebelum kedatangan kepala sekolah baru yang mungkin saja akan memperumit keadaaan.

Namun pada saat itu gue menyepelekan omongan Leo dan menjawab, “Tenang Leo, anak-anak sedang menikmati menghabisi kroco-kroco anak kelas 1. Ya hitung-hitung sebagai pemanasan sebelum pertempuran sebenarnya dimulai. Setelah mata-mata di kelompok bekas teman sekelas lo itu menyulut keributan disaat gue sudah mengultimatum Yandi agar tidak ikut campur, maka pada saat itulah, kita semua bergerak, merangsek naik menghabisi siapa saja yang menghalangi jalan gue menjadi penguasa SMA NEGERI XXX.”

Dan Leo mencibir gue ketika Tomo datang dan mengacaukan segalanya. Karena gue dinilai lamban. Gue diem karena omongan Leo tersebut memang benar. Shock Therapy yang Tomo tunjukkan tadi di aula sekolah, salah satunya dengan menghajar Budi seolah dia bukan apa-apa, jelas membuat mental semua anak-anak goyah. Namun saat gue berpikir rencana serangan bakalan kandas, Tomo membuat gue terkejut dimana dia akan “mempersilahkan” kami para senior untuk menyelesaikan semua urusan. Syarat yang dia ajukan hanyalah nilai rata-rata UAS sekolah kami menjadi yang tertinggi. Di lain sisi gue menyukai ketegasan si Tomo. Dia berhasil membuat kami semua para bajingan untuk belajar lebih keras.

Kami belajar keras bukan untuk mengejar prestasi akademik, tetapi demi mewujudkan pertarungan besar di aula yang mungkin menjadi yang terakhir bagi anak kelas 3. 4 bulan untuk mengatur strategi dan memulihkan keadaan semua anak-anak gue yang terluka, hmmm waktu yang lebih dari cukup. Tapi khusus untuk Bram dan Gom yang menderita luka paling parah, gue sangsi apakah mereka bisa pulih pada waktu yang tepat dan masih memiliki keberanian. Jika keduanya tidak bisa ikut, gue sepertinya harus mengeluarkan 2 senjata rahasia gue lebih awal, 2 anjing buas yang sebenarnya baru gue pakai untuk menyerang SMA SWASTA XXX dan tentu saja STM XXX setelah menjadi penguasa SMA NEGERI XXX. Gue harus secepatnya menghubungi Ander dan Opet, meminta mereka untuk bersiap lebih awal.

Ah kenapa gue gak tanya ke Jack saja? Jack juga alumni SMA NEGERI XXX. Meskipun beda angkatan cukup jauh, tetapi legenda tentang Tomo pastinya dia tahu. Gue lalu keluar ke balkon kamar sambil menenteng bir kemudian menekan nomor Jack. Butuh 2-3 kali gue mengulang panggilan telepon ke nomor Jack karena tidak kunjung diangkat. Sampai akhirnya panggilan gue diangkat.

“Ada apa lu bocah nelpon gue,” ujar Jack tanpa basa-basi dan suaranya terdengar tidak suka gue ganggu.

“Sori bos kalau gue ganggu, gue cuma minta waktu 5 menit doang. Gue cuma mau nanya sesuatu.” Aku juga langsung to the point.

“5 menit.”

“Bos kenal seseorang bernama Tomo Pujianto? Dia juga alumni SMA NEGERI XXX, angkatan sekitar 30 tahun yang lalu lah.”

“Tomo Pujianto?Darimana elo tahu nama itu?” Nada suara Jack langsung berubah saat gue menyebut nama tersebut.

“Hari ini dia dilantik jadi kepala sekolah gue yang baru. Dia mengaku alumni sekolah kita dan pernah jadi siswa terkuat di sekolah ketika sekolah disini.”

“DIA JADI KEPALA SEKOLAH LO? HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHHA!”

Telinga gue sampai sakit mendengar suara tawa yang begitu heboh dan tiba-tiba. Dan sepertinya dia tahu betul sosok Tomo Pujianto. Setelah agak reda suara tawanya, gue lalu bercerita apa yang terjadi di aula ketika kami dikumpulkan oleh Tomo. Dan suara tawa Jack makin menjadi-jadi.

“HAHA MAMPUS RENCANA LO GAGAL TOTAL.” katanya seakan mengolok gue.

“Apa benar yang dia katakan tentang masa lalunya di sekolah?”

“Gue gak bisa ngomong banyak tentang pak Tomo. Gue cuma pernah ketemu 2-3 kali doang. Yang jelas yang dia katakan benar sepenuhnya. Dia adalah legenda hidup terbesar para bajingan alumni SMA NEGERI XXX. Dan saran gue cuma satu, turutin semua perkataannya, jangan pernah elo bantah bahkan lo langgar peraturannya, apapun yang dia katakan lo harus tunduk sama The Tank.”

“The Tank?”

“Iya, julukan dia adalah The Tank. Tomo - The Tank - Pujianto. Gak ada para bajingan tua di kota elo yang gak tahu tentang The Tank. Terakhir gue ketemu The Tank, nyawa gue nyaris melayang.”

“What?”

“Waktu itu pak Cik mengadakan makan malam spesial di Hong-Kong dan The Tank ini adalah salah satu tamu istimewa pak Cik. Gue lalu diminta Pak Cik untuk menjemput sendirian The Tank saat dia jadi guru di Kota LLL yang berjarak 12 jam dari Kota HHH. Dan sama pak Cik gue cuma dikasih waktu 9 jam buat menjemput lalu mengantarnya ke bandara Kota PPP yang berjarak 30 menit dari Kota LLL. Kalau gue menyelesaikan misi tersebut lebih dari 9 jam, gue bakal dipenggal dan kepala gue jadi santapan ikan piranha piaraan pak Cik. Gue lalu mengendarai mobil udah kayak dajal ! Dan puji setan, gue bisa menyelesaikan misi gue tersebut dalam waktu 8 jam 50 menit. Anjing, masih gemeter gue kalau ingat kejadian itu. Nyawa gue kayak gak ada artinya sama sekali.”

Gue speechless mendengar penjelasan Jack.

“Btw, pak Cik itu bosnya bos gue alias God Almighty-nya RED LOTUS. Kapan-kapan gue mesti mampir ke sekolah lo buat sungkem ke pak Tomo.”

KLIK.

Telepon terputus.

Keparat….


******
@ Lobi SMA NEGERI XXX
Siang hari tadi di hari yang sama
******



(Pov Xavi)


“Halo mah.”

“Ya sayang.”

“Mamah pulang jam berapa dari kantor hari ini?”

“Mama pulang sekitar jam 6 sore sayang.”

“Eh tumben bisa pulang awal jam segitu?”

“Karena tengah malam nanti mama ada flight ke Jayapura.”

“Baru berapa hari di Kota, mamah uda mesti pergi lagi?”

“Iya Xavier sayang maaf ya, mama mesti mengurus masalah pemberdayaan masyarakat disekitar tambang. Lalu mama mesti terbang Phoenix, Arizona untuk beberapa minggu. Ada apa sayang telpon mamah ?”

“Ehm kalau mamah pulang sore, ini Xavi langsung otw ke apartemen deh tunggu mamah disana. Xavi mau nanya sesuatu ke mamah nih.”

“Gak nunggu mamah di rumah aja?”

“Gak usah, di apartemen mamah aja. Biar mama ga kejauhan nanti ke airport.”

“Ih manis sekali anak mamah nih. Gemes pengen mama cium.”

“Ciumnya nanti aja mah. Yaudah mah, Xavi mau order Go-Jek dulu dari sekolah langsung ke apartemen mamah.”

“Eh kamu naik ojek lagi? Kan ada mobil di rumah sayang.”

“Yaelah mah, kayak gak tahu Xavi aja, males bawa mobil ke sekolah, dikira pamer ntar dan macet pula.”

“Kan ada pak Udin yang bisa antar jemput kamu.”

“Udah-dah mah. Sampai nanti. Muah."

KLIK

Gue segera menyudahi pembicaraan dengan mama di telepon karena topiknya malah mengarah ke gue yang masih keukeuh gak mau bawa mobil. Selain alasan males kena macet pas pulang-pergi, gue juga males jadi pusat perhatian di sekolah. Gimana gak jadi pusat perhatian di sekolah, kalau ada murid kelas 1 SMA bawa mobil Wrangler Unlimited Rubicon Jeep warna hitam ke sekolahan. Ini adalah mobil yang diberikan mamah ke gue sebagai hadiah pas gue lulus SMP. Padahal gue gak minta mobil baru ataupun hal lainnya sebagai hadiah kelulusan SMP, tetapi mamah tetap saja beliin gue nih mobil sangar.

Bawa mobil segahar itu malah bisa membuat identitas gue sebagai anak paling tajir di SMA NEGERI XXX bakalan cepat ketahuan. Kalau sudah gitu, keinginan gue punya pacar yang terima gue apa adanya bakalan buyar. Gue udah capek dikelilingi teman dan pacar yang mau sama gue gara-gara gue anak orang kaya. Karena rata-rata,ah engga semua mantan pacar cuma ngincer hadiah-hadiah mahal dari gue. Maka dari itu setelah lulus SMP dan keterima di SMA terfavorit di Kota yakni SMA NEGERI XXX, gue bertekad gak akan pamer kekayaan dan tampil se-low profile mungkin.

Meskipun belakangan gara-gara insiden kemarin, identitas gue sebagai anak tunggal seorang presdir Freepot Indonesia ketahuan juga. Beruntung, yang menemukan fakta tersebut adalah para sahabat gue di F4. Dan gue semakin beruntung karena setelah mengetahui hal tersebut, sikap mereka tetap sama, tidak berubah sedikitpun ke gue. Semenjak itu, beberapa kali ketika gue dan anak F4 pergi nongkrong bareng, gue jemput naik Rubicon. Dan wajah mereka yang kaget terkejut dan takjub karena gue punya mobil gahar membuat gue sedikit bangga haha. Namun keisengan anak F4 tetap kambuh melihat gue turun dari Rubicon.

“Gue kasian banget ngelihat tuh mobil. Udah begini keren tongkrongannya, eh yang naik sapi.” ujar Yosi.

“Kaki elo nyampe nginjek pedal?Gak repot lho naik turun mobil begini tinggi?” Sindir Zen secara sarkasme.

“Ehm, sapi, loe yakin bisa bawa nih mobil jeep? Kalau kenapa-kenapa di jalan, gue belum nikah dan baru merintis karier nih.” Tukas Vinia pasang muka sok khawatir.

Yandi? Hanya dia yang merespon tanpa menyindir gue. Tapi komentar Yandi malah membuat gue gak jadi ngambek dan jadi ikut ketawa bareng sama Zen, Vinia, Yosi

“Wowwww, nih mobil pasti mahal banget ! Kalau aku dikasih mobil kayak gini, bakalan tak tuker sama kerbau bisa dapat puluhan ekor ini Xav! Uwow jadi saudagar kerbau tinggal leha-leha di kampung.”

Entah Yandi sedang bercanda atau tidak yang jelas, sifatnya yang polos kadang keluar begitu saja, membuat gue sedikit lupa bahwa dia adalah teman gue paling sakti kalau gue bilang. 2 senior anak kelas 3 Nando dan Jati berhasil ditumpas Yandi seorang !

Ahh gue benar-benar menyukai dan beruntung memiliki sahabat seperti seperti mereka berempat !

Setelah abang Go-Jek pesenan gue datang, kami berdua langsung meluncur menuju apartemen mamah. Kurang lebih 30 menit gue sampai di Apartemen lalu melenggang santai menuju lantai 7. Sampai di dalam apartemen mamah yang mewah, gue segera mengganti seragam dengan celana pendek dan kaos santai yang ada di dalam kamar gue. Apartemen mamah ini punya 3 kamar. 1 kamar mamah, 1 kamar gue dan 1 kamar untuk tamu. Gue sebenarnya jarang ke pergi atau nginep di apartemen mamah. Gue kesini kalau pas mamah sedang ada di Kota untuk 1-2 hari saja sebelum pergi lagi. Kalau sudah begitu, gue yang ngalah buat pergi kesini untuk menemui mamah, melepas kerinduan dan yah bermanja-manjaan dengan mamah yang meskipun sudah berusia 43 tahun namun penampilan dan kecantikan mamah sungguh seperti model.

Mamah selain perawatan wajah dan badan, mamah juga rajin olahraga. Di sudut apartemen mamah ini ada ruang gym pribadi mamah. Mamah sering mengajak gue untuk menemaninya nge-gym tapi setelah 10 menit kemudian gue udah gak tahan lalu ngeloyor pergi main PS4 di ruang tamu sambil ngemil haha. Padahal sebenarnya gue suka kalau diajak mama nge-gym berdua, soalnya mamah pasti pake baju fitnes yang seksi. Ehm bukan baju sih tapi perpaduan antara sports bra yang mengekspos belahan payudara mama yang berukuran 36 C dan berkilauan karena keringat dan celana legging maha ketat yang menampilkan siluet pinggul serta bokong semok mamah. Apalagi ditunjang dengan postur tubuh mama yang tinggi langsing membuat penampilan mamah makin sempurna.

Gue membuka kulkas, banyak makanan kaleng dan semuanya masih tertutup segel. Sepertinya mamah lagi jarang masak makanan sendiri. Karena lapar gue lalu menelepon  PIZZA HUT yang hanya berjarak 3 gedung dari apartemen lalu memesan Pizza Big Box. Sambil menunggu pizza datang gue lalu mencopot PS4 yang ada dikamar lalu gue pasang di TV yang ada di ruang tengah karena berukuran 80 inch. Gue lalu tenggelam dalam game sepakbola favorit gue FIFA 18 . Dan kedatangan Pizza Big Box 20 menit kemudian membuat gue makin asyik ngegame sambil makan pizza.

“Haloo sayangg, Ya ampunnn Xavierrr! Jadi berantakan gini apartemen mama!” Karena saking asyiknya ngegame membuat gue cukup kaget dengan dengan kedatangan mamah yang disertai dengan suara lengkingan tinggi.

“Halo mah.” Gue tersenyum lebar ke mamah sambil garuk-garuk kepala, lalu kembali ke layar TV. Tidak memperdulikan mam yang melotot ruang tamunya gue berantakin. Potongan kentang, pizza, ceceran cola dan saos sambal bertebaran di atas meja ruang tamu. Bantal sofa juga pada tergeletak di lantai akibat gue buang karena kesal saat bermain game.

“Awas kalau gak kamu bersihkan !” Hardik mamah kesal.

“Iya mah, tanggung ini, udah babak kedua. Kalau ini udah selesai, Xavi bersihin deh.” jawab gue santai.

“Iya mah, iya. 5 menit lagi selesai. Eh mah, jangan berdiri di depan tipi!” Giliran gue yang kini kesal saat mamah berkacak pinggan berdiri di depan tivi memasang muka masam. Mama masih mengenakan rok abu-abu, blazer hitam dan kemeja putih.

“Mama maunya Xavier bersihkan sekarang juga, 5 menit Xavier masih belum gerak, mamah buang PS4 mu dari sini ke kolam renang dibawah sana.”

Waduh mamah beneran marah, gue hapal banget bahwa segala ancaman yang diucapkan mamah itu serius bukan cuma gertakan doang. Gue sih gak khawatir kalau PS4 gue dibuang mamah karena gue bisa beli yang baru, tetapi data save FIFA 18 career mode yang ada di mesin ini belum sempat gue backup ! Maka gue langsung menekan tombol PAUSE dan secepat kilat pergi ke dapur untuk mengambil beberapa lap bersih, cairan pembersih meja kaca, sapu dan kantong plastik besar warna hitam untuk menampung sisa makanan yang berceceran. Dalam waktu 10 menit, meja sudah kembali bersih mengkilap, bantal sofa sudah tertata rapi. Sisa makanan sudah gue masukkan ke dalam plastik dan gue masukkan ke tempat sampah. Sementara sisa Pizza big box yang masih banyak, gue simpan di dalam kulkas. Mamah tersenyum lebar melihat ruang tamunya sudah bersih dan rapi seperti semula.

“Nah kalau gini kan enak dilihat, Xavier mau lanjut maen lagi juga jadi lebih nyaman kan.” puji mamah.

“Iya mamah.” jawab gue singkat lalu pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangan. Pas kembali di ruang tamu, mamah sedang asyik meminum wine dari salah satu koleksi minumannnya. Gue melihat jam tangan,

19:05

“Baru jam segini mamah udah minum wine aja” Ujar gue saat duduk di dekat mamah di sofa ruang tamu. Oh mama sudah mengganti roknya dengan celana jeans hot pant yang cukup pendek, membuat gue bisa melihat paha mama yang mulus.

“Pekerjaan mama hari cukup membuat tensi mama tinggi, dengan minum wine, mama bisa jadi lebih rileks.” jawab mama sambil menatap gue.

Oalah, pantes aja mamah dari tadi datang bawaannya galak mulu. Gue hendak bertanya tetapi mamah sepertinya sedang menikmati wine dan memikirkan sesuatu. Entar dulu deh, nunggu mamah kalem dulu. Lalu gue kembali mengambil stik PS4 dan melanjutkan permainan. Kira-kira 10 menit kemudian, mama lalu bertanya.

“Sayang, katanya ada yang mau kamu tanyakan ke mamah? Giliran mamah disini malah asyik sendiri maen PS.”

Gue menoleh ke arah mamah dan ekspresi keras di wajahnya sudah mengendur. Sosok asli mamah yang lembut kembali muncul. Gue lalu menyudahi permainan gue dan mematikan PS4 dan TV. Lalu gue duduk tepat di samping mamah.

“Mamah sepertinya lagi banyak pikiran ya?”

“Yah lumayan,” Mama meletakkan gelasnya yang sudah kosong, tangan kiri mamah merangkul pundak gue. Gue yang hapal gestur mamah tahu bahwa mamah sedang ada masalah yang cukup menguras pikiran. Gue pun duduk mepet dengan mamah dan sehingga beliau bisa memeluk gue. Rambut di belakang kepala gue di belai-belai.

“Ya begitulah.”

“Kalau mamah udah capek, kapan-kapan aja deh nanyanya.”

“Gak kok sayang, nanya apah? Kok kayaknya penting banget.”

Guye yang tengah menggelendot manja di samping mamah lalu mengubah posisi, Kini gue tiduran di atas paha mama, Dan mamah tidak keberatan, beliau kembali mengelus kepala dan rambut gue.

“Hehehe yah penting gak penting sih. Mah, mamah kenal dengan seseorang yang bernama Tomo Pujianto gak?” Gue lalu langsung bertanya ke mamah tentang sosok misterius yang dilantik menjadi kepala sekolah gue yang baru hari ini. Dan aksinya yang sungguh gila di aula sekolah pagi tadi sangat mengejutkan. Tak pernah ada dibenak gue sekalipun bahwa kepala sekolah tersebut mampu mengendalikan para bajingan di sekolah. Hawa permusuhan, saling ejek, saling provokasi, saling serang, saling keroyok yang terjadi di luar sekolah belakangan terjadi langsung berhenti hari ini juga. Semua murid laki-laki terutama senior kelas 3 bahkan tertunduk mendengar gelegar suara pak Tomo. Gue begitu penasaran dengan sosok pak Tomo dan berpikir apakah mama ada hubungannya dengan penunjukkan pak Tomo sebagai kepala sekolah di SMA NEGERI XXX. Secara berkat koneksi mamah yang luas, pak Albert lengser dari kursi kepala sekolah.

“Tomo? Tomo siapa?” lah, mamah malah balik bertanya ke gue dengan kening sedikit berkerut.

“Tomo Pujianto mah !”

“Tomo Pujianto? Mmmpphh, sepertinya mamah gak kenal dengan orang yang bernama Tomo Pujiannto.”

“Yakin mamah gak kenal?”

“Kalau Tomo Sutanto, Hutomo Putra mamah kenal, kalau Tomo Pujianto mamah gak kenal dehh. Emang itu siapa sayang? Kok tanya ke mamah sih?”

“Tomo Pujianto itu nama kepala sekolah Xavi yang baru mah, pengganti paK Albert.”

“Oh, kepala sekolahmu yang baru? Kapan dilantik?”

“Pagi tadi mah.”

“Hmmm, mamah sepertinya ngerti kenapa Xavier bertanya ke mama tentang kepala sekolahmu yang baru. Sayang, mamah tuh gak ada hubungannya dengan kepala sekolahmu itu. Campur tangan mamah cuma sampai menyingkirkan Pak ALbert dan pak Robert dari sekolahmu, itu saja. Untuk siapa penggantinya itu sudah wewenang Dirjen Pendidikan Kota, bukan urusan mamah.

“Oh gitu mah, kirain mamah kenal dengan pak Tomo.”

“Memang oragnya seperti apa? Masih sama lembeknya dengan pak Albert?”

Gue menggeleng. “Garang banget mah orangnya!” Lalu gue menceritakan ulang kepada mamah kejadian di aula pagi tadi, sembari mendengar cerita gue, mamah membelai-belai rambut gue. Ah rasanya lama gak dibelai-belai manja-manjaan sama mamah.

“Malah baguslah kalian punya kepala sekolah yang keras dan disiplin seperti pak Tomo. Biar ada sosok yang ditakuti oleh semua siswa. Tapi mama ingetin ke Xavier lho ya, mamah gak mau dengar kamu ikut-ikutan berkelahi dan terlibat keributan, lho ya. Sekali mamah dengar kamu terlibat lagi, mamah akan memindahkanmu ke sekolah lain bahkan kalau perlu mama akan mengirimmu sekolah di luar negeri, ke Amerika atau Belanda sekalian.” ucap mamah pelan menanggapi penjelasan gue.

Hadeh kenapa jadi berbalik ke gue gini sih? Gue gak mau pindah sekolah, jadi satu-satunya cara adalah dengan menjauhi segala macam keributan. Maka gue pun menjawab iya dengan nada datar. “Nah gitu dong, nurut sama mamah. Uhmm anak mamah yang ganteng.” Mama menunduk dan mencium kening gue.

“Anak pinter. Eh kamu sudah punya pacar belum sih? Semejak kamu putus dengan Jenny pas SMP, mama sepertinya tidak pernah mendengar kamu curhat tentang cewek lagi. Ayo cerita dong ke mama.”

“Belum mah, Xavi belum punya pacar. Xavi kapok pacaran dengan cewek matre yang cuma sayang dengan harta doang. Maka dari itu, Xavi pengen dapat cewek yang suka, sayang sama Xavi apa adanya, tanpa ada embel-embel putra tunggal seorang Clara Maria Hehanusa. Jadi Mama jangan paksa Xavi ke sekolah pake Rubicon deh. Bisa gempar nanti sekolah.”

“Hehehe iya mamah ngerti maksud kamu. Kalau gebetan sudah punya?”

“Kalau gebetan udah ada mah, teman sekelas.”

“Wuih siapa? Teman cewek mu yang penyanyi itu?”

“Siapa? Vinia?”

“Iya Vinia, yang artis itu. Cantik tuh.”

“Memang dia cantik dan tomboi gitu mah, cuma ya kami teman baik.”

“Lalu siapa yang kamu suka?”

“Ini mah. Namanya Asha, murid kelas 1 paling pinter di SMA NEGERI XXX.” Gue membuka hape dan menunjukkan 2 foto Asha ke mamah. Foto pertama mengenakan jilbab, yang satu sedang tidak memakai jilbab. “Tapi keseharian dia berjilbab sih mah, ini foto dia satu-satunya yang tidak pakai jilbab. Ini pun sepertinya dia salah uplod foto buat dijadikan DP di WA, karena tak lama kemudian dia langsung ganti fotonya yang berjilbab. Fiuh untung Xavi sempat save horee.”

“Wah cantik juga.  Selera kamu yang berjilbab yah?”

“Emm gak juga sih mah, teduh aja rasanya kalau memandang Asha yang pendiam, alim, murah senyum, pinter lagi.”

“Kalau dia siswi paling pintar, berarti kamu mesti tidak boleh kalah pintar dari Asha ! Kalau cewek pandai itu cara menarik perhatiannya adalah dengan menjadi orang yang lebih pintar daripada dia. Kalau Xavier bisa menggeser peringkat Asha, mama yakin Asha akan terkesan sama kamu, tanpa kamu mesti pamer kekayaan.”

Gue tersenyum garing mendengar perkataan mamah, mengalahkan peringkat Asha sama saja gue mesti belajar 3 x lebih keras, harusnya gue gak usah menambahi dengan mengatakan ke mamah bahwa Asha adalah murid paling pintar. Mampus, bisa gak sempat nonton bokep ini mah.

“Kok aneh senyumnya, Xavi kan masuk 4 besar siswa terpandai di angkatan siswa kelas 1 kan? Tinggal kamu kalahin 3 orang lagi deh. Kalau nanti UAS kamu dapat nilai tertinggi dan siswa nomor 1, mama akan kasih hadiah spesial!”

“Siaapp mahh!Hoooahhemm” Gue menguap lebar. Capek dan ngantuk sekali, udah jam 10 malam ternyata.

“Yawdah Xavier bobok disini saja. Mamah mau mandi, istirahat sebentar terus berangkat ke airport,” ujarnya sambil menyibakkan rambut di kening gue.

“Iya mah. Bangunin Xavi ya mah kalau mamah uda mau berangkat.”

“Kenapa memangnya?”

“Xavi mau cium mamah sebelum mamah pergi karena bakal lama ketemu mamah lagi.”

“Kalau mau cium mama sih, gak usah pake nanti-nanti sayang.”

Mama kemudian merunduk memberikan kedua pipinya untuk gue kecup.

Cup.

“Mama juga pasti kangen kamu nak. Sini gantian mama yang cium Xavier.” ujar Mama.

“Dah pindah ke kamar sana bobonya, jangan tiduran di sofa, ntar kamu ketiduran di sini,” kata Mama.

Gue pun menuruti perkataan Mama dan langsung menuju ke kamar gue untuk tidur. Sempat terbayang gue kalau seandainya bisa sama Asha, sempat terpikir untuk menunjukkan jati diri gue sebenarnya ke Asha untuk lebih menarik perhatiannya, akan tetapi gue saat itu juga mengurungkan niat.

“Gue akan dapetin Asha dengan cara gue sendiri, kalau nanti Asha juga tertarik sama gue, dia tertarik murni karena kepribadian gue, bukan karena status gue..”

Gue tersenyum sendiri, kebanyakan gaul sama Yandi, membuat gue ketularan sifat optimisnya.

Bayangan-bayangan indah gue bersama Asha membuat gue terbuai dan tak lama kemudian gue pun tertidur lelap, membawa angan dan harapan gue untuk Asha.


= BERSAMBUNG =

7 comments for "LPH #31"

  1. Jiahh momen xavi ama clara di revisi om, hehe

    ReplyDelete
  2. Banyak yg kena sensor 🤣🤣🤣🤣

    ReplyDelete
  3. Wkwkwkwk yang itunye kena KPPI wkwkwk

    ReplyDelete
  4. 😷😷😷
    Wkwkwkwkwkwkwkkw

    ReplyDelete
  5. Ahaha... keknya di sensor krn peraturan forum sebelah yg dilarang underage yah om serp...



    ReplyDelete
  6. Ah gua nyari.scane xavi enak2an ama mamanya eh nyaris enak enakan ya kalo ga salah malah ilang huhuhib

    ReplyDelete

Post a Comment