Featured Post

LPH #23

Episode 23
Di Atas Langit, Selalu Ada Langit Yang Lebih Tinggi



(pov Leo)



“Bangsat!!”

Brakk!!

Kursi yang gue jadikan sasaran kemarahan jatuh bergulingan di lantai. Mengingat kejadian tadi pagi di kantin benar-benar membuatku murka sekaligus malu. Belum pernah seumur hidup gue merasa dipermalukan di depan umum seperti tadi saat Axel mengejek sekaligus nyaris membuat gue terluka parah seandainya kursi yang Axel lempar memang mengenai gue, tapi beruntung Oscar melindungi gue.

“Weeitss ada yang marah nih, hehehe. Coba lo berani marah seperti barusan saat di kantin tadi pagi,” sindir Oscar, abang tiri gue.

Gue Cuma melihat Oscar dengan wajah masam. Gue menuju kulkas dan mengambil sebotol bir Bintang lalu duduk di samping Oscar. Gue lihat semua orang sudah hadir di tempat biasa kami nongkrong yakni ruang VIP Oliver Cafe yang berada di lantai 2. Semua yang berkumpul disini adalah orang-orang yang berambisi menjadikan SMA NEGERI XXX sebagai sekolah terkuat di Kota. Selain gue dan Oscar, ada Budi. Lalu dari kelas 2 ada Bram, Heru, David, Edgar, Farid dan Satya. Kami bersembilan adalah aliansi terbesar dan terkuat yang ada di SMA NEGERI XXX. Di belakang kami ada sekitar 100an pengikut yang tunduk dan siap bertempur dengan aliansi Feri cs dan Axel.

Kami biasa berkumpul disini merencanakan segala sesuatunya untuk menguasai SMA NEGERI XXX lalu menundukkan semua sekolah SMA di kota. Sebelum kami melakukan ekspansi terlebih dahulu kami mesti menundukkan Axel dan Feri cs. Hanya saja Yandi cs yang kami jadikan trigger untuk memulai perang terbuka dengan Feri cs dan Axel diluar dugaan mengejutkan kami semua, termasuk gue. Nando yang sengaja kami jadikan “pihak” yang menghabisi Yandi cs justru hanya menjadi bulan-bulanan Yandi. Nando yang gue tahu meskipun otaknya bebal tetapi memiliki kekuatan yang tidak bisa di anggap remeh bahkan nyaris mati di tangan Yandi kalau saja kami tidak menolongnya. Yandi seorang anak kampung yang juga teman sekelas gue ternyata mengerikan. Saat dia membantai Nando, gue gemetaran melihatnya. Entah kenapa gue jadi teringat dengan gaya Oscar saat ia berkelahi dengan dengan nafsu membunuh. Dari sekian banyak gue melihat abang tiri gue itu duel, hanya dengan tiga orang saja Oscar benar-benar berkelahi seperti orang kesetanan dan membuat gue benar-benar gemetaran melihat langsung ketiga duel tersebut.

Duel Pertama adalah saat Oscar dengan susah payah menjinakkan Budi yang mendapat julukan “Maddog” yang kini jadi orang kepercayaan Oscar selain gue. Budi memiliki reputasi mengerikan sejak jaman SMP, dia terkenal sadis kalau berkelahi. Dia tidak akan berhenti memukuli lawannya meskipun lawannya sudah pingsan, minta ampun bahkan patah tulang sekalipun. Satu-satunya cara menghentikan Budi yang sedang kalap adalah beberapa orang sekaligus memegang dan menjauhkan Budi dari lawannya. Budi sebenarnya lulusan dari SMP SWASTA XXX dan biasanya anak lulusan dari sana akan lanjut ke SMA SWASTA XXX tetapi Budi justru masuk ke SMA NEGERI XXX, SMA yang menjadi sekolah favorit serta terbaik bukan hanya dalam hal kualitas pendidikan tetapi juga terkenal menjadi sarang para bajingan terkuat di Kota. Budi seakan ingin membuktikan sendiri kualitas para bajingan di sini sehingga nekat masuk ke SMA NEGERI XXX. Sementara reputasi abang tiri gue, Oscar juga tak kalah mengerikan semasa SMP. Tiga bajingan terkuat dari tiga SMP NEGERI XXX, YYYY dan ZZZ berhasil dikalahkan. Mudah ditebak apa terjadi jika dua remaja yang digadang-gadang sebagai anak SMP terkuat bertemu bahkan ditempatkan dalam 1 kelas yang sama.

Pada hari pertama masuk sekolah untuk murid baru, pada pagi harinya upacara penerimaan murid baru, sore harinya keduanya berhadapan satu lawan satu di Ruko Lama. Jelas saja sore itu Ruko Lama benar-benar ramai. Meskipun semua anak-anak sekolah bertitel bajingan dari semua sekolah yang ada di Kota berkumpul di Ruko Lama, tetapi tidak ada satupun yang berani bertingkah dan saling memprovokasi. Kami semua terbius bahkan serasa ikut gemetar menyaksikan duel Oscar vs Budi. Mereka berdua saling berkenalan dengan tinju dan tendangan yang dilepaskan tanpa ampun. Oscar berhasil memukul jatuh Budi lewat pukulan pertama, Budi yang jatuh tersungkur lalu meraih sebotol bir kosong yang tergeletak di dekatnya. Oscar yang berniat menghabisi Budi yang terjatuh tidak bisa mengelak ketika Budi menghantamkan botol bir ke arah kepalanya. Darah langsung mengucur deras dari kepala Oscar sampe baju seragam yang berwarna putih menjadi merah. Budi memanfaatkan hal tersebut dengan mengirimkan beberapa pukulan telak ke arah Oscar sampai dia ambruk. Oscar yang sudah terjatuh langsung dihujani pukulan, tendangan dan injakan. Abang gue meringkuk sembari melindungi kepalanya.

Saat Budi mengira dia sudah mengalahkan Oscar dan berjalan santai meninggalkan Oscar, abang tiri gue lalu memanggil Budi bahwa duel belum selesai. Gue masih ingat eskpresi tidak percaya yang nampak di wajah Budi melihat Oscar berdiri sambil melepas seragam dan kaos singlet yang bersimbah darah sembari menyeringai ke arahnya. Jangankan Budi, gue dan wajah-wajah yang melihat duel tersebut pun seakan tidak percaya Oscar masih kuat berdiri, kepala dan wajah yang berlumuran darah seakan tidak mempengaruhinya. Budi yang gue yakin mentalnya agak goyah selanjutnya merasakan kemurkaan Oscar. Budi lalu mengaku kalah duel dengan luka hidung dan beberapa tulang rusuk patah akibat hantaman tinju kanan Oscar. Selesai berduel, gue langsung mengantar Oscar ke rumah sakit dan luka di kepalanya membutuhkan 10 jahitan. Setelah kondisi keduanya membaik, Budi dan Oscar menjadi teman akrab hingga sekarang. Ya boleh dikata Budi menjadi tangan kanan Oscar.

Duel kedua adalah ketika Oscar duel dengan Feri saat mereka masih kelas 1 dan menjelang kenaikan sekolah. Oscar mulai tertarik dengan Feri ketika tahu Feri yang berpredikat juara umum di angkatan mereka, bisa mengalahkan Budi. Seorang kutu buku bisa mengalahkan Budi jelas mengundang ketertarikan dari Oscar. Beberapa kali Oscar menantang Feri berduel tetapi Feri tidak mengubrisnya sama sekali. Oscar tahu Feri bukan seorang pengecut yang menghindar darinya, tetapi memang sifat Feri yang malas meladeninya. Maka Oscar pun mengusik amarah Feri dengan cara yang sama saat Budi membuat Feri naik pitam yakni dengan melecehkan Amanda pacar Feri. Oscar meremas dada Amanda di depan mata Feri saat keduanya hendak pulang bareng seusai sekolah. Feri yang sepertinya memang sudah kehabisan kesabaran pun meladeni Oscar di Ruko Lama. Gila, menyaksikan Oscar duel melawan Feri benar-benar melelahkan sekaligus merinding. Karena Feri ternyata bisa mengimbani kekuatan Oscar yang gue tahu sudah mengerahkan kekuatan penuhnya. Keduanya adu pukul sampai tidak ada yang kuat lagi untuk berdiri karena sama-sama menderita luka cukup parah. Jadi kami yang menyaksikan duel tersebut mengamini bahwa baik Oscar maupun Feri tidak ada yang kalah dan juga tidak ada yang menang. Sejak saat itu Oscar merasa bahwa Feri adalah rival terberatnya.

Di tengah memanasnya rivalitas Oscar cs vs Feri cs, lalu akhirnya muncul seseorang bernama Axel. Murid baru pindahan dari kota lain menjelang ujian kenaikan ke kelas 2. Axel langsung menarik perhatian semua bajingan di sekolah SMA NEGERI XXX saat di hari pertama masuk, dia langsung terlibat masalah dengan Nando, yang pada saat itu termasuk bajingan kuat di sekolah. Nama Axel menjadi terkenal ketika mengalahkan Nando lewat sekali pukul. Sontak para bajingan dari SMA NEGERI XXX pun mendatangi Axel untuk “mengetes” langsung kekuatan Axel. Setelah Nando, berturut-turut datang para bajingan anak kelas 1 seperti Bram, Edgar, Satya menantang Axel. Dan hasilnya dalam 1 harinya ketiganya kalah telak setelah dihantam Axel. Jelas saja Budi pun merasa gatal.

Yang menarik belum sempat Budi menantang Axel, Axel duluan yang mendatangi Budi dan menghajar Budi tanpa ampun saat di dalam kelas !! konon kepala Budi bocor akibat dihantamkan ke ujung meja dan diinjak-injak bahkan dipukul dengan kursi. Akibat perbuatan Axel, dia langsung di skors satu bulan. Kabar tersebut membuat Oscar langsung naik pitam. Namun karena Axel kena skors dan tidak ada satupun orang yang tahu tempat tinggal Axel, maka Oscar terpaksa menunggu kehadiran Axel.

Namun Axel sepertinya memang memiliki bakat jadi bajingan sejati. Saat ia diskors pun terdengar rumor bahwa ada anak baru dari SMA NEGERI XXX yang mendatangi satu persatu semua jagoan nomor satu di tiap SMA yang ada di kota. Dan gilanya tidak ada satupun yang bisa mengalahkan dia. Abang gue jelas makin panas karena ciri-ciri anak baru tersebut mirip dengan anak bernama Axel yang tempo hari menghabisi Budi. Dan hal yang lebih edan lagi, hari pertama Axel masuk setelah kena skors dia lagi-lagi terlibat perkelahian dengan Deka dan Darma sekaligus karena Axel dinilai sudah berbuat kurang ajar dengan menggoda Laras, pacar Darma. Dari info yang gue dengar, Axel yang merasa tidak bersalah tidak terima dimaki-maki di kantin, sepulang sekolah Axel menghabisi Darma dan Deka di parkiran sekolahan. Kebrutalan Axel rupanya membuat Feri yang biasanya tenang dan sabar naik pitam juga. Dari berita yang terdengar, duel Axel vs Feri terjadi di ruang gimnasium sekolah yg ditutup dari dalam sehingga tidak ada saksi mata. Kurang lebih 1 jam kemudian, pinty gimasium terbuka dari dalam dan Axel-lah orang yang melenggang santai dari dalam gimasium dengan hidung dan mulut berdarah, meninggalkan Feri yang terkapar pingsan di tengah gimasium dengan kepala bocor.

Mendengar bahwa Budi sahabatnya dan Feri rivalnya bisa dikalahkan dengan mudah oleh Axel membuat Oscar benar-benar penasaran. Dan akhirnya Oscar bisa bertemu dengan Axel seusai pulang sekolah. Duel Oscar vs Axel terjadi di Ruko Lama dan menjadi duel paling ditunggu oleh semua bajingan se-Kota ! kami yang menyaksikan saja deg-degan saat keduanya berdiri berhadapan dan secara berbarengan saling melemparkan pukulan. Oscar yang tinju kanan yang sangat kuat menghadapi Axel yang bertangan kidal. Kami tersentak karena meskipun sama-sama terkena pukulan telak, Oscar lah yang goyah sementara Axel meskipun mulutnya berdarah dia masih berdiri tak bergeming sedikitpun. Yang terjadi selanjutnya adalah adu pukulan secara frontal dalam jarak Dekat ! gue yang menyaksikan benar-benar terkesima sekaligus gemetar. Saking gemetarnya sampe gue gak kuat berdiri dan terduduk di bawah. Setelah beradu pukulan cukup lama, akhirnya baik Oscar maupun Axel sudah sama-sama terluka dan kehabisan tenaga. Dan lewat 1 momen terakhir, pukulan pamungkas Oscar berhasil dielakkan oleh Axel dan Axel segera menyambutnya dengan uppercut kiri yang mengenai telak rahang Oscar. Oscar pun ambruk pingsan dan untuk pertama kalinya bisa kalah berduel dan mesti seminggu dirawat di rumah sakit akibat melawan Axel, bajingan terkuat di sekolah ini, bahkan mungkin anak SMA terkuat di Kota hingga hari ini.

Sejak peristiwa tersebut Oscar benar-benar menyimpan dendam kepada Axel. Dan juga ke Feri, Darma dan Deka karena ketiganya justru bisa berkawan baik dengan Axel. Dan ketika akhirnya gue masuk ke sekolah ini, Oscar langsung meminta gue untuk segera bergerak mencari orang sebanyak dari kelas 1 dan 2 untuk dijadikan sekutu karena Oscar berambisi untuk menghancurkan Axel dan Feri cs sekaligus. Hanya saja, sang pelanduk yang kami jadikan batu loncatan untuk mengikrarkan perang melawan Axel dan Oscar cs rupanya bukanlah pelanduk biasa. Xavi yang sengaja gue pilih sebagai sasaran pemukulan ternyata bukan anak sembarangan karena ternyata dia adalah anak dari Clara Maria, presdir Freepot ! sebuah hal yang tidak kami duga sama sekali anak selemah itu ternyata anak tunggal seseorang yang memiliki kekuasaan sangat besar sampai-sampai sanggup membuat pak albert dan bokap gue kena demosi dan mutasi sekaligus akibat kasus yang menimpa Xavi. Lalu ada Yandi dan Zen. Keduanya ternyata seekor serigala yang bersembunyi dalam kulit pelanduk. Yandi dua kali mengalahkan Nando dan entah bagaimana ceritanya dia berteman akrab dengan Axel seperti yang mereka perlihatkan pagi tadi di kantin sekolah. Lalu Zen juga secara mengejutkan mengalahkan Gom, Yusuf dan Rudi, 3 bajingan terkuat dari kelas 1. Bukan hanya mengalahkan ketiganya saja, bahkan Zen juga membuat mereka mengalami luka parah, terutama Gom, teman baik gue.

Kebrutalan dan keDekatan Yandi dengan Axel, serangan Zen yang mengejutkan, berita demosi sekaligus mutasi yang menimpa bokap dan kemungkinan-kemungkinan tentang kekuasaan mama Xavi yang bisa menjadi faktor keuntungan buat Yandi cs, membuat Oscar mengumpulkan gue dan ketujuh orang lainnya malam ini karena itu semua jelas mempengaruhi rencana penyerangan kami.

“Leo, bagaimana keadaan Gom, Rudi dan Yusuf?”tanya Oscar setelah sekian lama tidak ada satupun orang yang bersuara.

“Parah. Minimal 1-2 bulan Rudi dan Yusuf tidak akan bisa membantu kita. Untuk Gom dia malah menderita paling parah minimal tiga bulan baru bisa sembut total. Ya singkatnya tenaga ketiganya tidak akan bisa kita pakai.”

“Halah Cuma kehilangan mereka tidak jadi masalah, pengikut mereka kan masih bisa kita pakai,” sahut Bram yang akhirnya bersuara.

Gue menengok ke arah Bram.

“Kalau anak buah Gom bisa tetap aku tarik, namun kehilangan Rudi dan Yusuf membuat kita kemungkinan kehilangan empat puluhan orang karena para pengikutnya juga tidak bisa kita pakai karena mereka loyal sekali dengan bosnya,” kataku

“Ohh. Jadi minimal empat puluhan orang hilang dari aliansi kita ya,“ komen Bram.

“Tenang saja, semua bajingan dari kelas 2 yang berada di bawah kita berjumlah delapan puluhanan orang ditambah dengan empat puluhan anak dari kelas 3 gue pikir cukup untuk menghabisi Feri, Axel, Deka dan Darma.” ujar Satya, jagoan dari 2C.

“Lo lupa masih ada anak kelas 1 yang kemarin kita bantai di Ruko Lama? Meskipun sudah kita kalahkan, tetapi mental mereka gue akui kuat. Sudah kalah jumlah tetapi mereka tetap datang bersama, ehm, Leo, siapa tuh teman sekelasmu yang bantai Nando?” tanya Edgar jagoan dari 2D ke gue.

“Yandi.” jawab gue singkat. “Dan selain Yandi, juga ada Zen yang membantai Gom, Rudi dan Yusuf dalam duel 1 lawan 1. ”

“Hoho ternyata banyak anak kelas 1 yang menarik ya. Yandi dan Zen..Yandi si culun itu kuat juga ya. Zen, sepertinya gue belum pernah dengar nama tu anak. Dia dari SMP mana ya dulu? Gak mungkin gue gak pernah dengar nama bajingan sekuat Zen.” tanya Bram.

“Gue udah cari tahu tetapi sepertinya dia bukan anak dari sini, mirip dengan Axel, Zen juga pindahan dari Kota lain. Yandi juga anak baru disini tetapi dari kampung. Yang jelas baik Zen dan Yandi juga mengincar kita setelah apa yang kita perbuat ke Xavi. Di belakang keduanya ada sekitar dua puluhan anak. Bram, Yosi yang lo khianatin mentah-mentah juga pasti menyimpan dendam sama elo.”

“Yosi? Kecil dia mah. Gue tahu sifat tu anak, pasti dia bakalan ngincer gue. Tapi tenang saja, urusan gue dengan Yosi akan gue selesaikan dengan cara kami sendiri.”

“Yandi itu anak yang tadi sama Axel dikantin kan?” tanya Satya ke arah gue.

Gue mengangguk.

“Sepertinya mereka berdua sudah akrab. Sepertinya Yandi dan anak-anak kelas 1 bakalan gabung dengan Axel dan Feri cs. Karena mereka saling mempunyai kepentingan dan musuh yang sama yakni aliansi kita. Kalau mereka bergabung ya mungkin sekitar enam puluhan pengikutlah. Secara kasar total pengikut kita seratusan hingga seratus dua puluhan. Sementara mereka paling banter hanya enam puluhan. Singkatnya dua orang melawan satu orang. Gue yakin kita masih bisa unggul secara jumlah. Eh Bram, teman lo si Jati dari anak kelas 3 itu ada di pihak mana?”

“Jati belum menentukan sikap dia mau ikut aliansi kita atau enggak. Dia anaknya baperan. Setelah tahu gue mengkhianati Yosi, sepertinya dia malas berurusan dengan gue. Udah gitu Jati itu kan punya dendam sama Oscar,” Bram melirik ke arah Oscar yang masih asyik minum tetapi dia menyimak percakapan kami.

“Jati..Jati yang mana? Anak kelas 3?” tanya Oscar dengan nada suaranya yang berat.

“Anying lo lupa sama Jati? Tu anak 3D, sekelas sama Nando. Kalau elo masih belum inget, Jati itu yang pernah lo hajar di Ruko Lama waktu kalian kelas 2 terus motor RX-King kebanggaan dia peninggalan dari bokapnya yang udah almarhum, lo bakar di depan matanya. Teman-teman Nando gue yakin bakalan ikut kelompok Jati, secara kita udah korbanin tuh Gorilla. Jadi kemungkinan 25an anak ada di belakang Jati. Kalau Jati akhirnya gabung dengan Feri cs, jumlah mereka dari 60an naik menjadi 75an anak,” ujar Bram sambil menyalakan lagi sebatang rokok.

“Oh dia. Bagus lah kalau dia gabung ke kelompok penentang kita. Biar sekali pukul, kita habisin semuanya.” ujar Oscar.

“Tapi kita sepertinya mesti menghindari Yandi cs dulu deh, kalau mau serang, kita langsung serang Feri cs, Jati dan Axel. Karena gue khawatir Yandi cs bakal manfaatin pengaruh nyokap Xavi jadi kita ga bisa sentuh mereka. Karena bisa jadi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah yang baru adalah orang ‘titipan’ nyokap Xavi sehingga kalau kita serang mereka, kita bakal berurusan dengan pihak sekolah bahkan bisa saja berurusan dengan polisi. Waktu Gom dihajar Zen sampai 10 tulang jarinya patah saja, bokapnya Gom yang notabene polisi saja gak bisa perkarain Zen karena dia punya bekingan seorang Danjen Kopassus. Gue yakin bekingan itu adalah salah satu kenalan dari nyokap Xav,” gue sekalian menyampaikan keluhan.

Kenyataan bahwa Xavi adalah anak dari seseorang yang memiliki kekuasaan yang luar biasa, membuat gue jeri. Karena gue sebagai perencana serngan bakalan jadi targer utama. Gue saat ini masih bisa bebas berkat tidak ada bukti yang mengarah ke gue sebagai otal serangan. Gue justru khawatir dengan tindakan Bram yang mengaku di depan Yosi tempo hari bahwa dia adalah salah seorang pelaku penyerangan.

“Hehehe kalian tenang saja, gue naruh salah seorang orang kita di kelompok Yandi cs. Jadi kita bisa tahu apakah mereka akan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki nyokap Xavi atau tidak,” tukas Bram santai.

“Lo taruh mata-mata di kelompok Yandi ? Wah keren juga ide lo!” puji gue ke Bram.

“Yoi, di antara kita semua yang ada disini, cuma gue yang tahu siapa mata-matanya.”

“Gue berani bertaruh mereka tidak akan memanfaatkan itu. Menilik sifat dan karakter anak kelas 1 yang habisin Nando dan Gom cs dengan jantan, mereka tidak akan menggunakan keuntungan tersebut jika mereka ikut berperang melawan kita,” ujar Oscar.

“Bekingan yang dimanfaatkan itu adalah hasil pemikiran matang, Zen tahu bahwa bokap Gom adalah seorang polisi. Sudah jelas seorang Polisi tidak akan tinggal diam jika anaknya dipukuli, makanya dia punya bekingan sekelas Danjen yang pasti membuat kasus Zen gugur dengan sendirinya. Cerdas juga itu anak kelas 1 yang bernama Zen,” lanjutnya.

“Jadi rencana serangan kita mundur nih?” tanya Budi yang sedari tadi diam saja.

“Untuk saat ini iya. Minimal sampai kita tahu karakter Kepala sekolah dan Wakil Kepala Sekolah yang baru.” jawab Oscar.

“Bangsat. Gue uda gatel pengen habisin orang.” Ujar Budi kesal.

“Serangan besar jelas mundur, tetapi kalau elo mau nyerang skala kecil, gue persilahkan. Bud, elo mau ngetes tu anak kelas 1 yang nyerang Gom cs? Sepertinya cocok tu anak jadi teman sparring elo hehehe.”

Kami semua terkesiap mendengar perkataan Oscar.

“Lo patahin satu atau dua tulangnya Bud, ya sebagai pembalasan atas serangan yang ia lakukan.”

“Hehe siap. Besok, besok gue atur serangan balik. Edgar Lo besok ikut gue dan bawa juga beberapa anak buah elo buat jaga-jaga kalo dia juga bawa orang.”

“Lo mau tantang Zen dimana? Ruko Lama?” tanya gue penasaran.

“Enggak, besok gue mau tantang Zen di Lapangan Banteng.”

Lapangan Banteng adalah tanah kosong yang bekas lapangan bola yang sudah berubah menjadi cluster perumahan yang berada di pinggir Kota. Semua unit di perumahan sudah jadi 100% tetapi tidak ada unit yang laku satupun karena ada kesalahan dalam hal pembangunan drainase, hal yang sangat fatal karena Lapangan Banteng adalah daerah rawan banjir, sehingga jika drainanse di perumahan disana jelek, perumahan tersebut bisa terkena banjir. Akibatnya tidaka ada satupun unit rumah yang laku. Pihak pengembang rupanya juga belum berniat untuk menata ulang sistem drainase disana karena kabarnya memakan dana yang sangat besar dan malah jadi projek pembangunan ulang secara menyeluruh. Akibatnya cluster tersebut menjadi mangkrak. Hehehe Budi pintar sekali menantang Zen disana karena lokasi yang agak jauh dari rumah penduduk, membuat tempat tersebut menjadi tempat idelal untuk mengeksekusi Zen. Zen, kalau lo menuruti ego, lo pasti datang sendirian, meskipun lo tahu bahaya besar menanti elo disana. Sekuat-kuatnya elo, lawan lo adalah “Maddog” yang bakal menggunakan cara apapun untuk menang kalau dia terdesak.

Oscar lalu berdiri.

“Selain Budi dan Edgar, kalian semua jangan ada yang bergerak sendirian kecuali kalian diserang duluan. Gue cabut duluan. Bud, gue tunggu kabar dari lo besok di rumah. Besok gue mau bolos sekolah,” perintah Oscar.

Budi mengangguk dan tersenyum kecil. “Siap..”

Gue ikut berdiri dan mengikuti abang gue. Abang gue lalu merangkul gue saat kami berdua menuruni tangga.

“Leo. Lo telpon Indah, gue kangen sama dia,” bisiknya.

“Indah? Ah gue juga kangen.”

“Kita garap bareng aja tuh Indah. ”

“Wah boleh, tapi ga tahu nih Indah mau kita DP gak?”

“Santai tenang aj, Indah kalau nolak itu cuma jual mahal aj biar ga kelihatan gampangan. Padahal rata-rata semua anak kelas 3 uda pernah sama dia.’

“Heheheh, bener juga. Bentar gue telepon dulu.”

“Sip, gue ke toilet dulu.”

Gue keluar dari cafe langsung masuk ke Mobil dan menelepon Indah. Setelah beberapa saat, akhirnya Indah mengangkat telepon gue.

“Halo Indah..Lagi apa nih.”

“Basi banget basa-basi elo. Kenapa...lo mau ngajakin gue main ya?”

“Bahaha, kok elo bisa langsung ngomong gitu sih.”

“Gue udah hapal kali dengan elo. Kalau elo nelpon gue, gak mungkin cuma ngajak nonton makan doang, pasti ujung-ujungnya gituan….”

“Hehe ketahuan deh. Jadi gimana, malam ini kita bisa senang-senang?”

“Hmmm gimana ya. Kita ketemu dimana?”

“Hotel XXX saja, eh Ndah. Gue ajak abang gue Oscar bisa gak?”

“Hah Oscar? Abang lo yang nyeremin itu? Ihh enggak ahh.!”

“Nyeremin tapi ganteng kan...Abang gue itu jago lho ngentot sama cewe. Kontolnya gede banget! Gini ajaj, kita tetap ketemuan. Kalau ntar lo merasa gak nyaman, lo boleh langsung pulang, kami gak akan maksa elo sedikitpun. Gimana ndah?”

“Hmmpp. Oke. Tapi awas jangan main paksa !”

“Hehehe siap. Hotel XXX kamar 210. Gue tunggu tiga puluh menit lagi.”

“bye.”

Hahaha gampang banget sih bobo ama elo Ndah. Sok gak mau, awas aja kalau ntar kami gangbang lo belagak nolak. Indah itu memiliki gimana reputasi cewek gampangan di kalangan anak-anak klub Mobil gue dan juga di kalangan anak kelas 3. Mayoritas cowok di klub mobil dan anak kelas 3 sudah tidur dengan Indah. Dia sebenarnya bukan cewek murahan. Dia cuma cewek liar yang udah terbiasa bergaul bebas. Jujur saja, pengalaman pertama gue dengan Indah it’s just damn good! Berasa ML dengan cewek sendiri. Gue sempat pengen jadikan Indah pacar gue karena selain cantik banget dia juga punya nafsu besar, sesuatu yang tidak terlihat dari penampilan luarnya yang terlihat kalem. Tetapi ide tersebut malah ditertawakan oleh Oscar.

“Apa lo siap punya cewek dimana semua teman cowok lo udah pernah tidur dengan dia? Cewek kayak Indah jangan dibawa pake perasaan, just having fun sajal Lagian kalau bisa tidur kapan aja dengan dia, trus apa bedanya lo jadiin dia pacar terus akhirnya lo tidurin juga..”

Perkataan Oscar pada waktu itu sungguh mengena sekali. Fiuh......Seandainya lo bukan cewek yang gampang tidur sama cowo ndah, gue pasti bakalan jadiian lo cewek gue.

Sedikit lamunan tentang Indah buyar saat Oscar masuk ke mobil.

“Gimana, Indah available malam ini?”

Gue mengangguk.

“Lo cerita gak kalau gue juga ikut?”

“Iya, dia awalnya nolak, tapi gue bujuk, klo elo gak nyaman lo boleh langsung pergi.”

“Hahaha pinter-pinter, tu baru adik gue. Tenang, gini aja. Setelah Indah uda sampe kamar, lo pergi bentar bilang aja lo mau ambil sesuatu di mobil. Ya kira-kira 15 menit lah terus elo balik ke kamar. Gue berani taruhan , begitu lo balik kamar gue lagi having fun  sama Indah. Hehe”

“Oke bro.”

Lalu kami berdua meluncur ke hotel XXX. Setelah check in di hotel langganan, gue sama Oscar ngobrol-ngobrol bentar tentang sekolah. Tak lama kemudian terdengar bunyi ketokan pelan di pintu. Gue yakin itu Indah dan benar saja setelah pintu gue buka, sesosok cewek yang menjadi primadona di sekolah berdiri di hadapan gue dan tersenyum.

“Hai..”

Oh my God..you’re so beautifull, like her name Indah Permatasari. Indah membiarkan rambutnya yang hitam tergerai. Indah berpenampilan santai memakai T-Shirt hitam putih, jeans dan sepatu kets.

“Hoi malah bengong, gue gak disuruh masuk nih?”

“Oia maaf, yuk masuk. asli gue terpesona sama elo ndah. Lo tuh cantik banget..” puji gue tulus.

“Gomball.”

Kata Indah lalu masuk ke dalam kamar.

“Eh gue mesti ambil dompet dulu, ketinggalan di mobil. Lo temenin Oscar dulu aja.”

Indah melirik gue tajam. Rasanya ada perasaan ga rela karena Indah bakalan di exe sama Oscar. Gue lalu keluar dari kamar. Gue lalu turun ke lobi dan menuju parkiran mobil. Sesampai di mobil, gue nenangin diri. Terbayang abang gue mungkin saat ini sedang merayunya..

Gak rela gue Ndah. Gue sayang sama elo, batin gue.


******
@ Depan Rumah Zen
Keesokan harinya
******

(POV Budi)

Akhirnya yang gue tunggu datang juga, tapi tidak ada ekspresi takut sedikitpun dari wajah Zen ketika melihat lima orang yang gue yakin dia tahu, menunggu di depan rumahnya.

“Halo Zen...” Sapa gue.

“Halo...Wah ada tamu rupanya, sebuah kehormatan para bajingan terbesar dan terkuat sudi untuk main ke rumah gue. Mau masuk dulu ke rumah? Tapi maaf gak ada miras, adanya teh sama kopi.” balasnya tenang.

“Hehehe terimakasih tawarannya. Zen, gue salut dengan apa yang udah lo lakuin ke Gom, Yusuf dan Rudi. Sekarang gue pengen elo nemenin gue main bentar di Lapangan Banteng. Lo tahu kan tempatnya. Gue tunggu jam 4. Santai, elo boleh bawa siapapun, termasuk bekingan elo itu.”

“Bekingan gue? Oh om Benny sih lagi sibuk, untuk mengurus satu katak dan empat ekor cebong seperti kalian, gak perlu lah nglibatin beliau. Oia, kenapa harus nunggu jam 4? Sekarang aja gimana. Gue juga gatel nih pengen main sama kalian. Eh kalian berlima, ada 3 motor. Gue bonceng yak. Kita bareng ke sana ke Lapangan Banteng. Bentar, gue taruh tas gue dulu.”

Zen lalu bergegas masuk ke dalam rumah, melemparkan tas lalu mengunci pintu. Gue akui, mental elo kuat Zen. Tidak ada ekspresi takut sedikitpu, bahkan suaranya tetap tenang tidak terasa gemetar sama sekali.

“Santai Zen, teman main lo cuman gue hari ini. Empat orang ini berjaga-jaga saja.”

“Hehe yuk berangkat.” Zen dengan santai naik membonceng motor Beat Edgar.

Kami berenam lalu menuju Lapangan Banteng. 15 menit kemudian kami bisa melenggang masuk ke cluster yang salah bangun ini. Di tengah cluster ada taman dimana rumputnya sudah mengering dan botak disana-sini karena dimakan beberapa domba milik warga yang dibiarkan berkeliaran disini. Zen turun dari motor lalu berdiri di tengah taman.

“Ndre, lo jaga-jaga di luar jangan sampai ada yang masuk kesini. Kalau ada warga atau siapapun yang masuk, lo kasih kode, bunyikan klakson motor keras-keras.” perintah gue ke Andre, salah satu anak buah Edgar.

“Beres.”

Setelah gue turun dari motor, Andre lalu pergi dan gue berjalan santai. Gue lihat Zen menatap gue tajam dan tiba-tiba ia berlari dengan cepat ke arah gue sembari mengayunkan pukulan. Gue lumayan kaget karena dia berani menyerang duluan. Gue lalu menangkis pukulan Zen dengan menyilangkan kedua lengan.

Buk!

Hmm berasa lumayan juga pukulan Zen. Setelah pukulannya bisa gue tangkis, Zen mencoba menendang perut gue. Gue bereksi dengan sedikit merunduk dan menahan tendangan dengan lengan kanan.

BUK!

Gue lalu memegang kaki kiri Zen dan melemparnya ke samping. Zen sepertinya terkejut karena gue mampu melempar tubuhnya ke samping. Tubuh Zen berdebum di rerumputan, gue tidak ingin membuang kesempatan ini langsung menerjang tubuh Zen sembari mengayunkan pukulan ke bawah. Tetapi pukulan gue bersarang di tanah karena Zen sempat berguling ke belakang , berjongkok dan kembali melancarkan pukulan. Kali ini gue gak sempat menangkis.

Bam !

Pukulan tangan kiri Zen mendarat telak di pipi kiri gue. Gue sempat terhuyung ke belakang. Zen terus merangsek maju, mengincar perut, ah bukan ulu hati gue! Cih kali ini gue yang balas menyerang. Gue juga membalas dengan menerjang ke arah Zen. Satu pukulan Zen gue tangkis dan gue balas dengan tendangan lutut kiri yang terbaca oleh Zen hingga bisa ditahan namun bagian atasnya terbuka, segera gue pegang kerah baju Zen dan kuadu dahi gue dengan kepala Zen.

BAM!! BAM!!

Dahi gue telak mengenai hidung dan pelipis Zen. Zen memegang hidungnya yang mengucurkan darah, pelipisnya juga sobek hingga Zen nampak bersimbah darah ! Darah !! Gue suka melihat lawan gue bersimbah darah! Gue lalu pukul perut Zen, membuat badannya tertunduk memegani perut. Lalu gue ayunkan pukulan ke arah kepalanya yang terbuka!

BAM !!!

Tinju gue mengenai telak atas kepala Zen membuat dia terkapar mencium tanah. Damn, itu pasti sakit banget hahahaahh! Gue belum puas bermain dengan Zen lalu menjambak rambutnya dan menyeretnya sambil berlari. Zen rupanya belum pingsan karena ia memegangi tangan gue, tetapi pegangannya nampak lemah. Sepertinya pukulan gue yang terakhir membuat Zen tidak berdaya. Gue seret Zen menuju bangku taman yang terbuat dari besi.

“Makan tu bangku !!” dengan sekuat tenaga gue ayunkan kepala Zen yang gue jambak ke arah bangku taman !

DUGHH!!

Zen mengerang karena wajahnya menghantam sisi bangku. Ia lalu berguling-guling di tanah memegangi mulutnya. Gue memandangi Zen sambil tertawa. Namun Zen berhenti berguling lalu mencoba untuk berdiri. Gue lalu menuju bangku taman dan berdiri di atas bangku lalu berjongkok. Posisi gue ada di belakang Zen. Gue menunggu saat Zen memutar badan ke arah gue karena gue kembali mengincar wajahanya yang berlumuran darah. Dengan tubuh terhuyung Zen menengok ke belakang. Ini saatnya !!

Gue meloncat menerjang ke arah Zen dan mengarahkan lutut kanan gue ke arah rahang Zen. Zen tidak bisa bereaksi dan seperti pasrah menerima serangan gue dari atas.

BUGGHH!!!

Wajah Zen terpuntir ke kanan saat lutut kanan gue menghajar telak rahangnya hingga tubuhnya ambruk di tanah. Gue lalu menendang perut Zen hingga ia muntah darah, beberapa giginya tanggal, wajahnya memerah karena darah yang berasal dari luka di pelipis, hidung penyok dan bibir sobek. Zen benar-benar tidak berdaya saat gue menendang perutnya tanpa ampun. Gue kalap hahahahah!!!

“STOP BUD !!! STOP!!” badan gue ditarik menjauh dari Zen dan dipegangi Edgar dan kedua temannya. “DIA SEKARAT BUD! LIHAT! LO BISA BUNUH DIA!!”

“Lepas! Lepasin gue !!” teriak gue.

“GUE LEPAS ASAL LO TENANG, UDAH CUKUP !” Teriak Edgar.

“oke..oke gue tenang” kata gue sembari mengatur nafas, menenangkan diri.

“Di, lo cek keadaan Zen! Gue takut dia mati !”

”GAK LO CEK SENDIRI ! GUE TAKUT! Mon, kita pergi ! Gue gak mau terlibat dalam hal ini !”

Lalu gue lihat Adi dan Simon, dua anak buah Edgar berlari menuju motor dan pergi dari lokasi.

“Cih kayak gitu doang mental anak buah lo ed?” sindir gue ke Edgar.

“Gak tiap hari mereka melihat orang sekarat lo hajar kek gini.”

“Dua teman lo memang goblok, mereka jelas terlibat lah,” gue lalu menuju motor gue dan membuka jok motor. Gue menyeringai melihat benda favorit gue berkilauan. Sebuah kunci ring berukuran 10. Benda favorit gue untuk matahin tangan lawan gue .

Edgar panik saat melihat gue mendatangi Zen yang pingsan dalam posisi telentang. Gue angkat tangan kanan Zen ke atas. Sasaran gue adalah tempurung siku kanan Zen.

“BUD !! SUDAH CUKUP !! LO GILA YA!! KITA BISA MASUK PENJARA!!!”Edgar berteriak histeris sambil menaruh kedua tangannya di atas kepala.

“Kalau lo , takut pergi sana banci ! Karena setelah siku Zen gue remuk, giliran lo!” ancam gue.

Edgar terdiam,wajahnya memucat.

“Udah lo tenang saja, bentar lagi kelar urusan kita.”

Gue lalu memegangi tangan kanan Zen agar tetap terangkat. Gue eratkan genggaman di kunci ring.

“Zen, halo ? Uda tidur belom? Gue hitung sampai 5 nih. Di hitungan ke lima, siku tangan kanan lo bakalan gue remuk lho. Siap-siap ya...”

“Satu...”

“Dua...”

“Tiga...”

“Empat...”

Saat gue bersiap untuk meremukkan tulang siku Zen, terdengar suara ribut-ribut dari arah belakang. Otomatis gue menengok ke belakang. Dan gue melihat sebuah motor melaju ke arah gue dengan kecepatan tinggi. Gue gak bisa melihat mereka siapa tapi yang jelas mereka berniat untuk menabrak gue. Reflek gue pun meloncat ke samping. Cih siapapun yang uda ganggu gue, bakalan gue jadikan sansak hidup!

“Zen!!!!”

Setelah motor tersebut berhenti, gue lihat 2 orang langsung mengerubungi Zen.

“bajingan! Kamu yang sudah melukai Zen?”

Gue lihat seorang anak berdiri menatap gue sambil menunjuk ke arah gue.

“Siapa lo ? Lo teman Zen? Kalau lo ga terima sini maju!” tantang gue.

“bud hati-hati! Dia Yandi anak kelas 1 yang udah habisin nando!” teriak Edgar memperingatkan.

Oh jadi ini anak yang kemarin kalahin nando, kebetulan biar gue hajar sekalian ! gue menyerang Yandi duluan dengan kunci ring! Yandi bisa menunduk dan menjegal kaki gue hingga gua terjatuh. Kunci ring terlepas dari genggaman. Tapi gue gak sempat untuk mengambil kunci ring karena Yandi langsung menerjang ke arah gue.reflek gue melindungi kepala karena Yandi menindih perut gue dan melayangkan pukulan membabi-buta!

Bagh!!!bagh!!!! bughh!! Bughh!!

Anjing! Lengan gue serasa mati rasa menahan hujaman tinju yang sangat berat! Kalo begini terus gue bisa kalah konyol. Gue langsung menekuk lutut kanan gue dan gue hantamkan ke pungungg belakang Yandi. Anak itu berhenti memukul karena mengernyit kesakitan, mendapat celah gue langsung memukul dada dan perut Yandi hingga dia terdorong ke belakang. Gue langsung berdiri untuk memperbaiki posisi. Yandi juga sudah berdiri. Kami menyeringai bersamaan. Gue menyerang duluan, tetapi gue langsung merasakan bahaya dari sisi kiri. Dan benar saja, Yandi melepaskan tendangan kanan hingga nyaris mengenai kepala, gue menangkis dengan tangan kiri. Tetapi saking besarnya tenaga tendangan, membuat gue terhuyung ke samping. Anjing!! Lengan kiri gue gemetaran. Lengan kiri yang gue pakai untuk menangkis memerah. Gila, besar sekali tenaga bocah ini. pantas nando bisa kewalahan. Tetapi gue gak mau defensive terus-terusan! Kedua kaki gue masih bisa bergerak bebas! Gue langsung menyeruduk ke arah Yandi. Dia berusaha memblok terjangan gue tapi gue menang tenaga sehingga dia ikut terdorong ke belakang. Gue lalu mengunci pinggang Yandi dengan tangan gue yang memegang pinggangnya dan mengeratkan.

“hiaaatttt!!” gue angkat tubuh Yandi dan gue lemparkan ke samping. Setelah Yandi jatuh tersungkur. Gue menerjang sembari mengarahkan pukulan. Tapi terjangan gue tertahan karena Yandi menendang tepat di perut gue. Ugh, anjing sakit. Yandi lalu segera berdiri dan memukul gue tepat di pipi kiri membuat gue terhuyung dan tersungkur ke belakang. Terakhir kali gue tersungkur setelah kena pukulan telak adalah saat gue duel dengan feri. Power antara feri dan Yandi terasa hampir sama, tajam dan berat ! gue berdiri dengan pandangan sedikit berkunang-kunang. Gue lalu menampar pipi gue sendiri untuk mengembalikan kesadaran. Gue gak terima dikacangin bocah kelas 1 ! saat Yandi melayangkan pukulan, gue bisa mengelak dan melesakkan tinju dan mengenai dagu. Kepala Yandi sampai mendongak ke atas. tetapi dia tidak merasa goyah sedikitpun! Fuck, belum pernah gue ketemu lawan yang masih sanggup berdiri setelah dagunya berhasil kuhantam dari bawah.

“Stop yan!! Stop !! kita mesti segera bawa Zen dari sini! Kondisi Zen parah!” teriak salah seorang teman Zen yang datang menolong tepat waktu. Hal tersebut membuat Yandi lengah dan menoleh ke arah Zen. Tetapi saat hendak menyerang Yandi, tiba-tiba gue merasa pusing dan sedikit terhuyung. Bangsat, rupanya bekas pukulan Yandi membuat gue limbung dan pusing.

“ayo pilih mana, loe tolong temen elo atau lanjutin duel kita, hah?”

“yan ! lupakan Budi, elo masih bisa balas dendam tetapi yang terpenting sekarang adalah membawa Zen ke rumah sakit!

“keparat, tunggu pembalasanku!”

“hehe silahkan! lo bisa datangin gue kapan saja!”

Yandi lalu membopong dan menaikkan tubuh Zen di jok motor. Setelah Zen sudah berada di atas jok, Yandi lalu duduk di belakang Zen dan memeganginya agar tidak terjatuh. Ketiganya lalu melesat pergi. Setelah mereka pergi, gue mengamati kedua lengan dan tangan yang gemetaran, terasa kebas. Kuat, anak yang barusan bertukar pukulan dengan gue memang kuat, gak heran nando bisa dihabisi dengan mudah. Bahkan beberapa pukulan gue yang masuk pun belum bisa menggoyahkannya!

Bye Zen, bye Yandi.

Gue tunggu kalian sembuh dan kita bisa main lagi.

“ed, kita pergi sekarang! Untuk saat ini sudah cukup.” perintah gue.

Edgar mengangguk lalu kami berdua melaju meninggalkan taman lapangan banteng.


******
@ klinik dokter burhan

sore harinya
******​


(pov : Yandi)

aku merasa tenang melihat Zen segera mendapatkan pertolongan dari dokter burhan, dokter yang beberapa minggu lalu merawat gue dan yosi. Badan dan luka-lukanya sudah dibersihkan. Kondisi Zen memang mengenaskan tulang hidung bergeser, pelipis dan bibir sobek, 2 gigi atas bagian geraham Zen juga tanggal. Gila, kalau aku gak tepat waktu menolong Zen, Sesuatu yang lebih buruk akan menimpa Zen. Sebenarnya setelah sepulang sekolah hari ini, gue langsung ingin pergi ke rumah Zen. Tetapi Zen pinter banget menyelinap pergi sehingga kami sempat kehilangan jejakk. Lalu aku mengajak Sigit menemaniku pergi ke rumah Zen. Tetapi yang ada malah sempat melihat Zen ikut pergi berbocengan dengan Edgar, salah satu bajingan di kubu Oscar. Setelah kami kuntit, ternyata mereka berenam masuk ke dalam cluster yang herannya tidak ada yang tertarik satupun untuk membeli unit disini.

Sigit sempat turun dan bernegosiasi dengan salah seorang murid dari sekoah kami yang sepertinya berjaga di luar. Karena terlalu lama, aku turun dari motor dan langsung menghantam peutnya. Tak lama kemudian, kami melhat 2 anak keluar dari dalam cluster dengan mimic ketakutan. Aku langsung meminta Sigit untuk terus maju masuk ke dalam. Sesampai di taman, kami melihat Zen sudah tersungkur, sementara Budi berniat untuk mematahkan tulang Zen. Sempat baku hantam dengan Budi membuatku paham kenapa dia jadi orang kepercayaan Oscar. Budi kuat, kalau dari awal aku tidak serius saat melawannya, bisa-bisa aku juga bisa jadi korban keganasan Budi yang berjuluk Maddog. Sialan, memikirkan hal itu membuat amarahku naik dengan cepat. aku mesti membalaskan dendam Zen !

Saat aku hendak meninggalkan Zen sendirian di dalam kamar agar bisa istirahat, Zen berkata dengan lirih tetapi sangat jelas.

“Budi…milik..milik gue yan..jangan sentuh Budi…. Dia milik gue,!”

Belum pernah aku melihat tatapan mata Zen yang terlihat liar dan culas seperti sekarang ini.


= BERSAMBUNG =

3 comments for "LPH #23"

  1. mantaaap om serp!!!! jangan dikendooorin... eps 87 ntar aja update nya...

    24 sampe 86 di kasih kelar updatenya oooom!!! biat makin seger para bijindul.. hehhee

    ReplyDelete
  2. Mulai rame ini,,
    Ayo pada keluar,ramein disini.

    ReplyDelete
  3. ada tambahan di penutup yakni scene yandi datang menolong Zen dan sempat terlibat baku hantam dengan Budi.

    ketinggalan di copas karena salah ambil file lama.

    terimakasih buat Mr Zhakhariz, bajindul dari Malaysia yang cuba ingetkan awak... tahniah !

    ReplyDelete

Post a Comment