Featured Post

LPH #8

Episode 8
Jagoan Nomor 1 Di Sekolah




(pov : Yandi)


Teeet..teeett


“anak-anak. Kerjakan soal-soal di hal 15 ya. Lusa kita bahas.” Perintah bu sumi.


“ya buu.” Terdengar jawaban serempak dari teman-teman sekelasku.

Sepertinya itu tanda bel bahwa mata pelajaran ekonomi yang ada di jam ketiga dan keempat sudah selesai dan ini saatnya istirahat jam pertama. Kulihat jam tanganku jam 9.45. ah lapar juga karena tadi pagi aku hanya sarapan roti selai. Tapi sebelum aku istirahat sepertinya aku perlu tahu sisa pelajaran hari ini. Aku pun menghadap ke belakang dimana ada siswa cewek yang duduk dibelakangku.

“maaf. Ada yang punya jadwal pelajaran lengkap ga? Kalau punya aku pinjem dong. Aku salin bentar.”

Kedua cewek tersebut berpandangan. Lalu salah seorang Diantara mereka menyahu.

“pinjem catatan Mona saja yan. Tulisan dia lebih bagus. Hehe.”

“ah tulisan elu juga bagus.”

Aku tersenyum karena mereka cukup ramah. Aku pun menanyakan nama mereka agar bisa lebih akrab karena sepertinya mereka berdua termasuk murid yang rajin dan bisa Diandalkan hoho.

“gue Mona.” Jawab cewek yang berkacamata.

“gue Dian.” Jawab teman sebangkunya Mona yang berambut panjang keriting dan wajahnya agak bulet.

“jadi aku pinjem catatan siapa nih, hehe.”

“nih. Lu salin dulu. Kalau tar udah selesai taruh aja di atas meja gue.” Mona memberikan sebuah buku tulis yang di halaman paling belakangnya tertera lengkap jadwal selama semester 1 ini.

“sip. Aku pinjem dulu ya.”

“lu salin sekarang? Gak istirahat dulu?” tanya Mona.

“bentar mau aku salin dulu.”

“yadah kami mau istirahat dulu. Dian, ke kantin yuk, laper banget gue pingin bakso.”

“yuk ah.”

Setelah keduanya pergi aku mulai menyalin di buku tulisku. 5 menit kemuDian aku selesai menyalin jadwal pelajaran. Di jadwal tertera istirahat waktunya 30 menit. Masih sempat lah buat makan. Tapi aku ga tahu dimana kantinnya. Aku lihat sekeliling hanya ada beberapa orang yang masih tinggal sekelas sedang ngemil sambil mainan hape. Di meja sampingku ada 1 cowok berkacamata tengah asyik baca buku sambil minum teh botol. Ah aku tanya ke dia saja atau aku ajak bareng ke kantin saja

“oi. Namaku Yandi. Salam kenal.” Aku menghampiri mejanya.

“oh halo yan. Gue widi.”

“asyik banget. Lagi baca buku apaan?”

Widi lalu menunjukkan cover buku yang tengah dia baca kepadaku.

“novel keempat Game Of Throne versi bahasa inggris, A Feast For Crows.” Ujarnya.

“wah tebel banget. Bahasa inggris pula. Bagus ceritanya?”

Widi lalu menunjukkan muka heran kepadaku. Aku tidak tahu kenapa dia seperti itu.

“bukan cuma bagus..bagus bangettttt !! ini sampe ada serial TV nya di saluran TV kabel. Uda season 6. Eh sebentar, lu ngikutin gak Game Of Throne?”

Aku menggeleng. Aku kurang suka membaca novel. selain buku pelajaran, buku yang paling sering aku baca adalah buku yang berisi kunci-kunci gitar berbagai lagu. Dirumah aku punya koleksi lengkap mulai dari kumpulan kunci lagu-lagu band Indonesia ada juga kumpulan lagu-lagu bahasa inggris. Tiba-tiba aku jadi kangen main gitar lagi. Tapi gitar pemberian arum sudah ikut rata dengan tanah saat terjadi bencana longsor yang menimpa rumahku sebulan lalu.

“akh rugi banget ! saking bagusnya meskipun gue sudah nonton serial TV nya, gue tetap baca novelnya karena yang di novel itu jauh lebih detil dan lebih kompleks. Pokoknya lagi happening banget deh.”

Sebelum widi nyerocos lebih banyak tentang buku yang ia baca, aku bertanya dimana kantin. Widi menjelaskan kantin ada di samping Dekat parkiran motor dan parkiran motor Dekat dengan lapangan basket. Sebelum aku pergi ke kantin, aku mengajak widi ke kantin. Tapi Widi menggeleng dia bilang dia masih kenyang dan lagi seru-serunya baca. Akupun pergi sendirian. Dalam perjalanan ke kantin, aku semakin terheran-heran melihat penampilan siswa-siswa disini. Edan selain cowoknya berambut gondrong, ada beberapa siswa cowok yang berambut eksentik seperti berambut kribo, rambut Mohawk, bahkan ada yang dikepang kecil-kecil sampe ada yang bergaya rambut model gimbal seperti Bob Marley. Aku Cuma bisa geleng-geleng kepala. Tapi kalau boleh gondrong, boleh juga nih aku panjangin rambut. Selain mengamati penampilan para siswa, aku juga memperhatikan lingkungan sekolahku. Di tengah-tengah sekolah ada lapangan basket. Di Dekat-Dekatnya berderet beberapa gedung. Di sebelah kiri lapangan ada bangunan tersendiri yang memiliki 2 lantai. Aku lihat sekilas di kelas bagian bawah tertera papan penunjuk 2-A. sepertinya gedung di sebelah kiri adalah deretan kelas untuk kelas 2. Sementara di seberang gedung kelas 2, aku melihat gedung yang serupa bentuknya dan berderet kelas-kelas dimana salah satunya terlihat olehku, kelas 3-C. lalu tepat di ujung sana ada gedung yang terlihat lain yang terlihat lebih megah dan memiliki lantai. Sepertinya itu gedung untuk para guru dan mungkin ada ruang pertemuan di atasnya. Entahlah. Nanti juga tahu.

Dan ternyata kakak-kakak kelasku yang cewek, aduhai cantik-cantiknya. Beberapa ada yang menarik perhatianku tapi aku ga berani menatap lama-lama takut dikira ga sopan. Pas sampai lapangan, aku bingung karena tidak melihat parkiran motor. Aku menengok ke kiri dan ternyata parkiran motor berada di gedung belakang kelas 2. Akupun menuju parkiran motor dan aku agak takjub karena parkiran motor di sekolahku ternyata memiliki gedung parkir sendiri. Gedung parkirnya sampai 3 lantai kalau aku hitung-hitung. Di lantai bawah ada beberapa siswa cowok yang sedang duduk-duduk di atas motor sambil ngobrol.

wah keren juga sekolahku, batinku.

“dasar anak kampung, lihat motor-motor bagus saja uda terheran-heran, cih.” Terdengar celetukan suara yang tidak jauh dariku. Aku melihat ternyata ada beberapa cowok yang sedang duduk bergerombol di Dekatku. Mereka sedang menatap ke arahku sambil minum-minum minuman soda. Dan sumber celetukan yang sepertinya ditujukan kepadaku berasal dari salah satu orang dari gerombolan tersebut, siapa lagi kalau bukan Leo. Ini orang maunya apa sih. Cuma gara-gara aku duduk di tempat duduknya, dari pagi sampe sekarang dia kelihatan tidak suka denganku. Aku tidak menggubrisnya dan berjalan santai ke arah kantin. Daripada meladeninya lebih baik aku makan. Dan ketika aku masuk ke kantin, aku semakin takjub karena ini bukan seperti kantin. Tapi lebih seperti foodcourt yang ada di mall karena juga berada di bangunan tersendiri dengan terdiri dari dua lantai. Begitu aku masuk dalam kantin ini cukup luas dan selain ada meja-meja panjang dan bangku. Ada juga beberapa meja bundar dan kursi-kursi yang mengelilinginya. Sementara para penjual makanan berada di bagian dalam kantin. Lengkap banget makanannya. Mulai dari bakso, gado-gado, soto, nasi goreng, ketoprak, hamburger, steak, martabak pokoknya banyak banget macemnya. Aku menuju penjual gado-gado. Aku memesan gado-gado pedas tanpa lontong tapi aku meminta nasi sebagai pengganti lontong karena lapar hehe. Sekalian juga memesan minuman es teh manis. Setelah membayar makanan dan minuman yang totalnya 15 ribu (mahal juga men), aku berkeliling mencari tempat yang masih kosong tapi sepertinya penuh banget gak ada yang tersisa. Bahkan sampe ada yang duduk desak-desakan.

Sambil membawa makanan dan minuman aku naik tangga menuju lantai 2. Ternyata di lantai 2 malah tidak terlalu ramai. Aku heran kenapa mereka malah duduk desak-desakan padahal lantai 2 masih banyak tempat duduk kosong. aku lalu memilih duduk di meja kosong Dekat tanaman hias karena Dekat dengan pagar pembatas, jadi anginnya enak lebih terasa. di meja itu tersedia 6 kursi aku pun duduk di salah satu kursinya. Sambil makan dengan lahap, aku mulai menyadari bahwa banyak mata yang menatap ke arahku.karena aku duduk di meja yang pojok jadi aku bisa melihat ke segala arah. Ini kenapa sih orang-orang pada lihat ke arahku. Apa penampilanku terlihat beda atau aneh. Sekilas aku lihat seragam dan penampilanku, sepertinya tidak ada sesuatu yang menyolok, biasa saja. Dari beberapa murid cowok yang melihat ke arahku mereka memandang dengan tatapan yah tatapan menantang atau gimana gitulah. Tapi aku tetap cuek dan melanjutkan makan. KemuDian dari arah bawah aku melihat Leo dan gerombolannya naik. Sekitar 5 orang. Leo sepertinya terkejut melihatku makan disini. Leo dan temannya duduk tidak jauh dariku. Ya terpisah sekitar 3 meja dan berbeda baris. Aku melempar senyuman bersahabat ke arah Leo, Leo membalas senyumku tapi senyuman dia terlihat sinis. Bahkan bukan hanya Leo, beberapa temannya termasuk teman Leo yang sekelas denganku tapi aku belum tahu namanya juga tertawa mencibirku.

Aku cuek saja, karena merasa aku tidak punya urusan dengan mereka. Lalu aku melihat Leo berjalan ke arahku. Dia diam saja ketika melintas di sampingku. Sepertinya dia sedang ke kamar mandi yang berada di lantai 2. Sementara aku merasa kenyang sekali. Huah mantap juga gado-gadonya. Pedesnya nendang! Sambil duduk-duduk aku membuka hapeku, aku cek tidak ada satupun pesan yang masuk. Kok dita belum wa aku ya, katanya semalam setelah dia minta nomorku dia akan kirim wa. Ah sapa tahu dia sudah simpan nomorku tapi belum sempat knge-wa aku. Dita, asyik juga nih kalau aku bisa akrab dengannya secara dia tetangga depan rumah, seumuran, langganan mba asih pula. Saat aku sedang memikirkan dita, Leo lewat di sampingku, dia berhenti lalu bilang sesuatu.

“lu memang punya bakat selalu salah tempat duduk ya, mampus lu.” Lalu dia pergi begitu. Kemudian Leo duduk bergabung dengan teman-temannya lalu mereka tertawa terbahak-bahak.

Aku tidak tahu maksud perkataanya tapi yang jelas si Leo ini sepertinya sedang cari masalah denganku. Aku lalu minum es tehku, mencoba tetap tenang. Di saat aku sedang meredam emosiku, aku melihat 3 murid cowok muncul dari bawah lalu berjalan ke arahku sambil memegang botol minuman. Penampilan mereka terlihat mencolok bukan karena penampilan yang aneh, memang 2 dari 3 murid cowok tersebut berambut panjang dan yang satu lagi berambut cepak pendek, tapi entah kenapa aura mereka terlihat beda. Fisik mereka juga terlihat menjulang, ada mungkin 180an cm. orang kota memang tinggi-tinggi. Aku yang bertinggi 173 cm termasuk tinggi di antara teman-teman di kampung, terlihat biasa saja di antara semua murid cowok disini. Seperti yang lain, ketiga orang tersebut juga memandang ke arahku. Yang berambut cepak dan gondrong memakai kacamata menatap ke arahku sejenak lalu mengambil tempat duduk di meja yang bersebelahan denganku. Tapi yang satu lagi menghampiriku.

“lu anak kelas berapa?” tanyanya sembari menatapku.

“kelas 1. 1-F. Namaku Yandi.” Aku menjulurkan tanganku menawarkan jabatan tangan. Aku mempunyai kebiasaan setiap kali mengenalkan diri aku juga menawarkan jabat tangan. Namun cowok ini diam saja, kedua tangannya tetap berada di dalam saku. Aku melihat tag nama yang ada di seragamnya.


DARMA - 3C

Dia sepertinya kakak kelasku.

“lu cepetan pindah ke bawah.”perintah Darma.

“lah kenapa mas? Di bawah penuh banget. Jadi aku duduk disini.” Aku menarik tanganku yang tergantung di atas karena tahu dia tidak berminat berkenalan denganku.

“pokoknya mending elu pindah. Kalau enggak, bentar lagi ada anjing galak yang akan menggonggong tepat di depan muka lo.”

“hah…maksudnya gimana mas.” Aku balik bertanya karena tidak mengerti perkataannya.

“terserah. Pokoknya kalau nanti ada ribut-ribut, loe rasain sendiri ya. Gue udah kasih elo peringatan.” Darma kemuDian duduk bergabung dengan kedua temannya. Mereka bertiga sempat menatap ke arahku lalu mereka sibuk ngobrol sesuatu.

Aku lihat jam tanganku, jam 10.05. Masih ada waktu 10 menit lagi sebelum jam istirahat selesai. Sambil buka-buka hape, aku melihat 3 murid cowok yang berperawakan bukan hanya tinggi namun juga berbadan besar naik ke lantai 2. Dan entah kenapa aku langsung tidak menyukai ketiganya. Fiuh lagi-lagi ketiga orang ini juga mendatangiku. Paling-paling juga suruh aku pindah ke bawah. Tiba-tiba aku melihat gerakan salah seorang dari mereka melemparkan sebotol coca-cola ke arahku. Mungkin orang lain akan mencoba menunduk atau mungkin tidak sempat menghindarinya sehingga terkena lemparan botol tersebut, tapi aku sempat bereaksi dengan menangkap botol tersebut. Aku bisa tepat menangkap botol tersebut, tapi muka dan seragam yang aku kenakan basah karena rupanya botol tersebut tidak tertutup sehingga saat aku tangkap, isinya tumpah mengenaiku. Sontak aku langsung berdiri dan melempar balik. Tapi dengan mudah si pelempar botol yang memiliki fisik seperti orang Indonesia timur lengkap dengan rambut gimbalnya menangkap dan meremasnya. Setelah botol tersebut ia buang sembarangan. Dia menDekatiku sehingga kami berdiri berhadap-hadapan. Tapi aku kalah tinggi. Sehingga aku sedikit mendongak. Aku melihat namanya di seragam.

NANDO - 3D












Lagi-lagi kakak kelas, batinku.

“bagus juga reflekmu..”katanya singkat.

“kenapa kamu melempariku?”

“berani juga lho ya. Kenapa ?… lu ga suka gue lempar. Lu anak kelas 1, tempat lu bukan disini. Di bawah sana! Ini lantai 2 khusus buat kelas 3 dan meja yang elo kotori ini meja gue !” hardiknya.

“dibawah penuh ! lagian ini kantin sekolah, jadi siapa saja boleh dan bebas duduk dimana saja!

Nando menyeringai.

Plak !

Ada seseorang yang menahan pukulan Nando tepat di depan wajahku dengan telapak tangannya.

“Nando, ini di sekolahan…jaga emosi lu. Dan lu bocah sebaiknya cepat pergi, besok-besok jangan pernah duduk di lantai 2. Apalagi di meja ini.” Ujar siswa cowok berambut model spiky berwarna blonde.

Matanya tidak melotot saat menatap ke arahku, tetapi entah kenapa terbersit rasa takut saat melihatnya. Tingginya sama dengan Nando. Kulihat namanya.

OSCAR - 3A















Muncul rasa gentar dalam diriku karena dua hal, karena tatapan Oscar dan juga karena aku tidak melihat pukulan yang dilayangkan Nando ke arahku. Kalau saja Oscar tidak menangkap pukulan dari Nando, mungkin aku sudah jatuh tersungkur dengan kondisi hidung patah. Menyadari bahwa aku kalah segalanya, aku segera pergi dari hadapan Nando dan Oscar dengan diiringi tatapan dingin semua orang yang ada di lantai 2. Aku sempat mendengar Leo dan teman-temannya tertawa. Aku segera mencari kamar mandi yang berada di bawah. Begitu sampai kamar mandi, aku mencuci mukaku dan membasuh seragam yang agak berwarna kecoklaktan bekas soda. Setelah mencuci muka, aku memikirkan apa yang terjadi barusan. Pantas saja kantin di bawah nampak sangat ramai, rupanya ada aturan tak tertulis disini yang mengatakan lantai 3 itu khusus untuk kelas 3. Tapi aku heran kenapa Leo dan temannya bisa santai duduk di atas sana? Padahal mereka berdua juga masih kelas 1. Bahkan mereka sekelas denganku pula. Rupanya murid-murid di sekolahan ini juga mengenal teritori, teritori dimana semua kelompok memiliki area khusus sendiri-sendiri, tidak ada yang diperbolehkan masuk sembarangan ke teritori milik kelompok lain.

Dan hari ini aku mendapatkan beberapa gambaran teritori, pertama, meja paling belakang Dekat dengan jendela adalah teritori Leo dan teman sebangkunya. Kedua, lantai 2 kantin sekolah adalah teritori khusus siswa kelas 3. Aku tidak tahu dengan teritori lain, tetapi sepertinya mulai sekarang aku harus lebih berhati-hati. Keluar dari kamar mandi, aku mendengar suara bel berbunyi 2 x. sepertinya itu pertanda jam istirahat sudah selesai dan mengharuskan kami semua murid untuk segera kembali ke kelas masing-masing.

Saat aku masuk ke dalam kelas, aku melihat Leo dan temannya menatapku, mereka berdua tertawa seolah mengejekku. Asli, rasanya aku ingin mendatangi mereka dan menghajar keduanya di tempat saat ini juga. Tapi bayangan mba asih rupanya cukup ampuh untuk meredakan amarahku. Aku pun langsung duduk. Dan dengan susah payah aku bisa berkonsetransi di pelajaran selanjutnya. Mata pelajaran setelah istirahat adalah Matematika (2 jam) lalu dilanjutkan dengan Sejarah dan Geografi masing-masing selama 1 jam. Pelajaran matematika membantuku bisa fokus dan Sejarah yang menjadi mata pelajaran kesukaanku berhasil membuatku bisa belajar dengan tenang sampai selesai dan di lanjut dengan Geografi. Tak terasa bel berbunyi sebanyak dua kali pertanda jam istirahat kedua telah tiba, karena aku masih kenyang dan sepertinya tidak usah ke kantin dulu, aku membeli air mineral dari toko koperasi sekolah yang ada di lobi.

Setelah membeli minuman, aku kembali ke atas tapi tidak masuk ke kelas, aku melihat spot seperti teras di samping kelas yang menghadap ke luar jalan raya. Sepertinya enak minum sambil lihat-lihat jalanan. Di lorong depan kelas 3-C aku kembali berpapasan dengan Leo dan temannya yang akhirnya aku tahu namanya.

GOM - 1F















“Gom, sepertinya ada yang takut datang ke kantin lagi haha.” Sindir Leo.

“yoi, gue yakin sampe lulus ga akan berani datang kantin lagi.”

“ya kalau si anak kampung bisa terus sekolah disini, ini kan sekolah mahal.”

Mereka berbicara tidak memandang ke arahku tapi aku yakin sindiran itu ditujukan buatku. Aku tidak kuat lagi menahan emosi, aku berbalik hendak bertanya kepada kedua orang itu apa mau mereka. Tapi tiba-tiba ada yang merangkulku. Aku hendak berontak tapi cowok yang merangkulku menahanku dan billing.

“tenang yan, gue tahu lo emosi, biarkan saja Leo dan Gom. Kita ngobrol di teras samping kelas saja yuk. Oh iya nama gue Yosi, kita sekelas.”

YOSI - 1F














Emosiku lumayan mereda karena pada akhirnya ada teman sekelas yang bersikap ramah dan baik kepadaku.
XAVI- 1F

















ZEN -1F






















“iya, sori yos. Aku emosi berat.”

“santai. Di teras sana ada teman sekelas kita juga, gue kenalin.”

Di samping kelasku, tepatnya di antara ruang kelas dan ruang lab, ada sedikit ruang yang bisa digunakan untuk ngobrol santai sambil lihat jalanan di luar. Karena Dekat pepohonan, hawanya juga enak. Dan disana ada 2 orang yang sedang asyik ngobrol. Wajah keduanya tidak asing, mereka teman sekelasku tapi aku belum mengenal nama mereka.

“halo yan. Gue Xavier. Panggil saja Xavi, kayak pemain bola legend Barcelona yak.” Sapa salah satu dari mereka yang bertubuh pendek dan rambut agak panjang model belah tengah.

“kalau ga bisa sebut huruf X, panggil dia sapi saja haha. Kalau gue Zen.” Celetuk yang berpostur sedang berambut tebal agak awut-awuran.

Aku tersenyum dan menjabat tangan keduanya.

“yan, kami bertiga tahu kalau dari pagi tadi Leo coba provokasi elu. Tapi elu jangan sampai terpancing sama dia ya, dia itu anaknya berbahaya.” Ujar Zen.

“berbahaya gimana?”

“Leo itu teman sekelas gue dari SMP. Anaknya memang sok jagoan, suka nge-bully, jawab Yosi.

“lalu apa yang buat Leo bahaya? Dia jago berantem?”

“ya gak juga, gue pernah berantem sama dia dulu waktu SMP dan gue yang menang. Yang bikin Leo bahaya itu karena koneksi dan statusnya. Yang selalu sama Leo itu namanya Gom. Dia teman Dekat Leo. Nah selain Gom, Leo itu punya banyak sekali teman di luar sana yang sialnya anak-anak geng dari sekolah lain, selain temennya yang bahaya, bokap Leo itu wakil kepala sekolah disini. Jadi seberapa benar posisimu bisa jadi salah. Bisa-bisa elu yang dikeluarkan dari sekolah ini kalau elu sampai sentuh Leo. Dia itu untouchables.”

Aku langsung melihat ke arah Yosi karena berkat Yosi, aku tidak sampai ribut dengan Leo.

“Yosi, makasih uda nahan aku tadi.”

“santai yan santai. Kami tahu lu anak baru, ga tahu apa-apa tentang sekolah ini dan orang-orangnya.” Sahut Yosi sambil menepuk pundakku.

“eh tadi pas jam istirahat pertama, gue lihat elo bawa makanan ke atas ya?” tanya xavi tiba-tiba.

Yosi dan Zen menatapku.

“yan, serius lu tadi pagi makan di kantin lantai 2?”

“iya.”jawabku pendek.

Yosi dan Zen menepuk jidat mereka berbarengan.

“hedeh itu daerah terlarang broh buat anak kelas 1 dan 2. Itu wilayah khusus anak kelas 3.”

“mana aku tahu, lha tadi di bawah penuh banget, ya aku pergi ke atas.”

“jangan bilang elu ambil tempat duduk di pojok belakang Dekat tanaman hias.”

Celetuk Yosi.

“aku duduk di sana tadi. Yang meja paling belakang kan.”

Kali ini Zen, Yosi dan Xavier tepuk jidat bersamaan.

“untung aja lu bisa kembali ke kelas tanpa kurang satupun. Itu meja yang kamu duduki itu meja tempat jagoan dari kelas 3-A. Itu kelompok yang paling ditakuti di sekolah kita.”
Kelas 3-A ya..hmm aku meningat jelas dua nama.

“Oscar dan Nando ya?” kataku.

“lu ketemu Oscar dan Nando di atas?”

Aku mengangguk.

“lagi asyik duduk abis makan, Nando cs datang. Tiba-tiba Nando melempariku denga sebotol coca-cola. Untung aku bisa menangkapnya botolnya jadi ga kena kepala. Kalau kena lumayan tu sakit pasti. Tapi seragamku jadi kotor gara-gara isi botolnya tumpah. Aku yang gak terima langsung berdiri hadap-hadapan dengan Nando. Tapi Nando emang serem sih, tinggi besar gitu. Nando sempat melayangkan pukulannya ke arahku, tapi Oscar bisa menangkap tangan Nando sehingga pukulannya tidak mengenaiku.”

Yosi, Zen dan xavi melongo mendengar ceritaku.

“gebleg, lu benar-benar beruntung kawan.” Timpal Yosi.

“jadi kelompok yang paling ditakuti di sekolah ini Nando dan Oscar ya?”tanyaku.

Yosi mengangguk.

“dari kelas 3-A, ada 3 orang yang punya reputasi serem, bukan hanya di sekolah ini. Diluar sekolah ini, ketiganya sudah punya nama dan cukup disegani. Tadi selain Oscar dan Nando, kamu lihat Budi gak? Yang cowok rambut cepak dan sedikit kumisan?” Tanya Yosi.

Aku mengingat-ingat.

BUDI - 3A














“iya ada, dia diam aja tuh tadi. Dia namanya Budi. Nah dari ketiga orang ini ya boleh dibilang yang jadi pemimpinnya adalah Oscar, sementara Nando dan Budi jadi kaki-tangannya Oscar.”

Pantas saja, aku gentar saat menatap Oscar. Dia orang nomor 1 di sekolah ini.

“kalau Darma itu siapa ya?” aku tiba-tiba ingat cowok berambut panjang yang sebelum Nando datang dia sudah memberiku peringatan.

“loh, kamu tahu Darma dari mana? Darma itu dari kelas 3-C dan oleh dibilang rival dari Oscar, Nando dan Budi. Darma itu bagian dari kelompoknya Feri dan Deka. Di antara Darma, Deka dan Feri, Feri yang paling jago. Ya boleh dibilang Feri cs dan Oscar cs itu rival berat. Dari jaman gue SMP, gue udah sering dengar keduanya kelompok itu ribut. Tapi sejak kelas 3 ini, kedua kelompok tersebut bisa saling mengendalikan diri. Tapi dibandingkan dengan Oscar cs, Feri cs lebih dihormati” dan disegani karena mereka tidak bersikap arogan di sekolah dan di luar.”

“aku tahu Darma karena dia yang memintaku pindah sebelum yang punya meja pindah. Eh Feri itu yang rambutnya panjang pakai kacamata?”

FERI - 3C















“iya. Deka itu yang tinggi kurus, rambut cepak.”

DEKA - 3C















“tapi kalau lantai 2 terlarang untuk kelas 1 dan kelas 2, kenapa tadi Leo dan Gom bisa duduk di atas dengan santai.?” Tanyaku.

“ya kan uda gue bilang tadi, Leo itu kenalannya banyak dan punya pengaruh di sekolah ini. Jadi khusus untuk Leo dan Gom, mereka membiarkannya.”

“pantas. Yosi, Oscar lawan Feri pernah berantem dong. Siapa yang lebih jago?”

“gue pernah lihat langsung mereka berdua duel satu lawan satu di ruko lama. Itu perkelahian yang brutal. ”

“siapa yang menang?” aku penasaran.

“imbang. Keduanya ambruk bareng, sama-sama pingsan dan sama-sama luka babak belur.”

“wow..jadi keduanya sama kuat. Ya baguslah biar Oscar cs ga semena-mena di sekolah ini.”

“tapi ada 1 orang yang jauh lebih kuat daripada Oscar dan Feri lho. Dia satu angkatan dengan mereka berdua. Dia juga pernah berkelahi satu lawan satu dengan baik dengan Oscar, Nando, Budi sampai lawan Feri, Deka dan Darma. Dan mereka semua kalah lawan dia. Gila, 6 orang paling kuat di angkatan kelas 3 sekarang ini, keok semua lawan dia. Reputasi dia di luar juga gak main-main. Gak ada yang gak kenal deh sama dia. Sayang, dia jarang masuk lebih sering bolos. Sampai akhirnya dia gak naik kelas tahun kemarin. Dia kela-“

Gak naik kelas dan tukang bolos ? Aku langsung tahu siapa yang dimaksud yosi.

“dia kelas 2-A dan namanya Axel kan? Sebelum kalian tanya bagaimana aku bisa tahu Axel, aku kenal Axel karena kemarin aku bolos sekolah bareng dia, hee.”

Zen, Yosi Dan Xavi kali ini melongo lebih lebar, jauh lebih lebar.



= BERSAMBUNG =

No comments for "LPH #8"