Featured Post

LPH #18

Episode 18
Malam Penuh Kegilaan


POV ZEN



 “Itu rumah Yusuf.” Tunjuk Ipul ke sebuah rumah besar berpagar dinding tinggi yang berada di dekat simpang 3 dalam kompleks perumahan. Rumah tersebut terlihat sepi, bukan cuma rumah Yusuf, tetapi beberapa rumah di sekitarnya juga terlihat “mati”. Sebenarnya ini situasi yang sangat ideal bagi gue, tapi gue pengen memastikan lagi kondisi sekitar. Gue lalu meminta Ipul untuk berkeliling di sekitar kompleks menyusuri jalan-jalan kecil. Lalu tidak jauh dari rumah Yusuf, gue melihat ada jalan dengan peringatan tertulis di pasang dekat portalnya, “JALAN BUNTU”. Gue mengajak Ipul untuk melihat sampai mana jalan tersebut berhenti. Dari depan jalan menuju ujung jalan yang dibatasi tembok tinggi, gue lihat 6 rumah yang ada di jalan buntu ini gelap total dan nampak kurang terawat. Bahkan ada yang dipasang tulisan “RUMAH DIJUAL/DIKONTRAKKAN”. Penerangan jalan pun hanya mengandalkan lampu yang bersinar suram. Agak gelap, sepi dan jauh dari keramaian.

Ini lokasi yang sempurna untuk bermain-main dengan Yusuf.

“Pul, lo yakin Yusuf ada di rumah sekarang?”

“Pasti bos, tu mobil Jazz putih yang terparkir di depan rumah Yusuf, tuh mobil dia.”

Kuhisap rokok ketiga yang gue hisap malam ini lalu gue buang puntungnya.

“Lo tunggu gue di luar kompleks. Di Indomaret depan sana. Gue gak mau lo terlibat dan mungkin terlihat sama Yusuf.”

“Bos, elo serius mau datangin Yusuf? Dia kuat lho, badannya juga nyaris sebesar Gom. Gom saja lumayan kesulitan waktu duel lawan Yusuf. Secara Yusuf itu anak basket.”

“Santai, ukuran tubuh bukan masalah, justru gue semangat kalau lawan yang fisiknya lebih besar. Ya mungkin sekitar 30 menit gue uda nyusul elo ke depan. Eh gue ralat, bukan 30 menit tapi 20 menit.”

“O..o..ke..oke bos 86!”

Setelah Ipul pergi memacu motor Vision-nya, gue kemudian jalan santai menuju rumah Ipul. Gue lalu bersandar di atas kap mobil dan menelepon ke ponsel Yusuf yang gue dapat dari Ipul.

Setelah 5 kali nada tunggu, Yusuf mengangkatnya.

“Halo, sapa nih?”

“Selamat malam Yusuf...”

“Yo siapa lo?”

“Gue Zen, anak 1F.”

“Zen anak 1F? Hmmm..1F..Oh elo salah satu teman si bocah kampung itu ya. Ada urusan apa lo nelpon gue? Lo mau masuk ke geng kita ? Sori geng kami gak butuh bocah lemah kayak kalian.”

“Hehehehe bentar lagi ketahuan kok siapa yang lemah. Lo bisa ke depan gak? Gue depan rumah lo ini. Lagi nyandar di mobil Jazz kesayangan lo ini.”

“Hah? Lo di depan rumah gue? Maksudnya apaan?”

“Gue hitung sampe 10 lo gak keluar dari rumah, gue rusak spion mobil lo.”

“Anjing ! lo nantang gue!”

“1...2...3...”

BRAKKK!!

“Ups sori! Gue abis ngetes kuatan mana, spion mobil elo atau batu depan rumah lo, ternyata batu yang menang hehehe.” Ucap gue santai.

“KEPARAT ! TUNGGU LO !”

KLIK

Sambungan ponsel terputus, gue lempar batu yang tadi gue pake buat ngrusak spion mobil Yusuf yang kini rusak nyaris tanggal, gue lalu berjalan santai menuju jalan buntu. Gue menengok ke belakang saat mendengar pintu gerbang dibuka dengan tergesa-gesa lalu terdengar Yusuf berteriak-teriak kesal melihat kaca spion mobil sebelah kanan sudah gue rusak parah. Lalu Yusuf melihat gue yang terus berjalan.


Yusuf - KLS 1C (SMA NEGERI XXX)

“JANGAN LARI LO BANGSATTT !!”

Kini gue berjalan mundur sambil menghadap Yusuf yang sudah emosi lihat mobil kesayangannya gue rusak.

“Hehehe kesini, ayo temenin gue maen.”

“GUE MAMPUSIN ELO!”

Yusuf berlari menuju arah gue dengan kedua tangannya terkepal, sepertinya dia marah sekali. Gue menghindar ke samping kiri dan kanan ketika dengan penuh rasa marah Yusuf menyerang gue secara membabi buta. Tapi dengan santai gue mengelak dan sesekali gue tangkis pukulannya.. Badan Yusuf besar agak gemuk, mungkin sama besarnya dengan Gom. Hanya saja Gom lebih tinggi. Karena berbadan besar, pukulan yang dilepaskan Yusuf dilancarkan dengan penuh tenaga dan terasa “berat” saat gue mencoba menangkisnya.

Ugh, mayan juga ni pukulan dia, batin gue senang.

Kemarahan Yusuf makin memuncak ketika tahu semua pukulan nya gak ada yang masuk. Gue tetap berjalan mundur sesekali menghindar ke samping dan menunduk menghindari amukan Yusuf. Selain gue mencoba menggiring Yusuf ke jalan buntu yang sepi tidak ada orang, gue juga sengaja ingin membuat Yusuf capek duluan dengan hanya memukul udara dan kena tangkisan.

“Mati lo!! hah....Lo malah mundur ke jalanan yang buntu. hah....Nah, Zen gue mampusin elo sekarang, hah!” Teriak Yusuf lalu menyeruduk ke arah gue. Gue gak sadar bahwa gue udah terdesak sampai di tembok pembatas sampai tubuh gue yang menahan serudukan Yusuf terdorong hingga mentok tembok.

Brugh!!

Ah, sudah di ujung jalan buntu ya, saatnya bermain.

Yusuf yang sedang memegang badan gue erat, kepalanya ada di samping perut gue, berniat menghantamkan kepalanya ke dagu gue. Langsung gue blok dengan menekuk kedua tangan hingga kedua ujung siku tangan gue menghadap ke bawah dan

BUGH!

“Arggghhhhh!!!” Yusuf berteriak kesakitan ketika kedua ujung siku yang kutekuk menghadap bawah beradu dengan kepalanya. Jelas saja, membuat Yusuf kesakitan sambil mengerang memegang kepalanya. Karena tangannya memegang kepala, membuat gue langsung menyerang meninju rusuk kirinya. Saat ia menyerang kesakitan, kususul uppercut kiri dan bammm telak kena rahangnya. Tapi justru gue yang ngrasa nyeri karena Yusuf sempat mengeraskan rahangnya. Kami berdua sama-sama sakit. Tapi Yusuf bereaksi dengan meninju kepala gue, gue bisa ngelak tapi Yusuf memanfaatkan kelengahan gue dengan mengirim pukulan ke perut.

Ugh, kalau ini kena ke orang yang tidak pernah berkelahi, pukulan ke perut ini sudah cukup untuk mengakhiri perkelahian. Tapi gue bukan orang biasa, sadar gue belum tumbang, Yusuf memanfaatkan tubuhnya yang besar dengan kembali menerjang gue hingga mepet terdesak ke dinding. Gue langsung mengelak ke kanan tapi baju gue di pegang Yusuf, secara reflek gue sasar pipi kirinya yang terbuka.

Pagh! Pagh!!

Yusuf sepertinya tidak mengira gue bakal mengirim 2 tinju gue kanan kiri secara beruntun. Pukulan gue membuat Yusuf limbung sehingga baju gue lepas dari cengkeramannya. gue pegang kepalanya dan gue ayunkan lutut kanan gue ke arah Yusuf dan telak menghantam wajah Yusuf.

“Uargggghhh!!” erang Yusuf sembari memegangi hidungnya wajahnya. Dalam remang cahaya lampu, gue bisa lihat hidung Yusuf langsung mimisan. Tapi Yusuf belum tumbang juga, ni bajingan pantes jadi orang terkuat di kelas 1C. gue tendang lagi rusuk kiri Yusuf sampai dia mengerang kesakitan. Rupanya tinju pertama gue yang kena rusuknya di awal perkelahian berpengaruh. Gue pegang kepala Yusuf dan kuhantamkan ke dinding.

Bagh! Bagh !

Dua kali.

Argh darah, gue suka lihat darah di wajah Yusuf! Gue jambak rambut Yusuf dan kuhantamkan dengan siku kanan gue ke arah kuping kanan yusuf !! auhhcchh itu sakit banget ! gue yakin kuping Yusuf akan berdenging dan menimbulkan pusing luar biasa. Dan benar saja, Yusuf ambruk terduduk di bersandar di tembok. Tapi gue salut dia masih belum hilang kesadaran

“cuk…upp…zen…lo..lo…yang..menang…cukup..elo..mau…apa…dar..ii..gu..gue..” Yusuf menyerah mengaku kalah sambil melindungi kepalanya.

Gue langsung berjongkok depan Yusuf.

“lo boleh nyerah, tapi gue belum selesai.”

Gue pegang kepala Yusuf dan gue tampar keras ke arah tenggorokan Yusuf membuat dia mendelik kesakitan sembari memegangi lehernya, lidahnya terjulur keluar meneteskan air liur. Kalau ni tenggorokan gue pukul sekuat tenaga, bisa melayang nyawa Yusuf. Jadi gue cukup menamparnya dan itu sudah memberikan efek kejut sekaligus rasa sakit yang membuat Yusuf mengerang tanpa mengeluarkan suara. Gue sengaja melakukannya agar dia tidak bisa berteriak karena sebentar lagi gue bakal lakuin sesuatu yang menarik. Yusuf tidak melawan saat gue angkat tangan kanannya menempel di dinding, kutahan tetap sedikit di atas kepalanya dan gue pukul sekuat tenaga ke arah telapak tangan Yusuf.

Bugggggghhh

Yusuf lalu berguling-guling di tanah sembari memegangi tangan kanannya yang lunglai kehilangan tenaga tidak sanggup mengepalkan tangan kanannya. Gue tendang tubuh Yusuf beberapa kali memastikan dia tidak sanggup untuk melawan. Setelah Yusuf tertelungkup tidak berdaya, gue dudukin punggung sebelah kanan lalu dengan tangan kiri gue, gue tarik tangan kanan Yusuf ke atas lalu gue puntir sedikit pergelangan tangan kanannya ke arah kanan, lalu langsung gue tekan jari kelingking Yusuf ke arah bawah hingga kuku kelingkingnya menempel ke punggung tangannya, sesuatu yang di luar kemampuan elastistias jemari tangan manusia kecuali jemarinya tertekuk keluar dengan sudut 90 derajat dalam keadaan di paksa.

Dan gue dengan senang hati melakukannya.

Krak ! terdengar bunyi tulang jari kelingking atau nama kerennya tulang jari proximal phalanges Yusuf patah.

Gue beralih ke jari manis, gue lakuin hal yang sama yakni gue tekan hingga menempel ke punggung tangan Yusuf.

Krak ! tulang jari manis patah.

Lalu dengan cepat gue lakuin hal yang sama ke jari telunjuk.

Krak !! tulang jari telunjuk patah.

Saat gue pegang jempol kanannya, Yusuf menangis sembari mohon ampun dengan suara serak. Dia mencoba berontak tapi gue ayunkan sikut ke arah kepala belakangnya, membuat Yusuf berhenti meronta sebentar.

“ini bakalan sakit suf, jauh lebih sakit karena tulang jempol yang lebih pendek dan besar dibanding keempat jari yang lain. tenang gue bakal lakuin dengan cepat. Gue hitung 1 sampai 5. Sebaiknya lo tahan nafas dan jangan sampai lo gigit lidah lo sendiri karena lo bakalan mampus karena lidah tergigit. Siap? Satu..dua..tig-”

Krakkkkk!!!

Ah merdu sekali mendengar bunyi tulang yang berderak patah. Gue langsung bangun dan membiarkan Yusuf berguling-guling di tanah. Tubuh dan tangan Yusuf bergetar hebat ketika akhirnya dia berhenti berguling dan telentang sambil memegangi pergelangan tangan yang terkilir dan kelima jemari yang melemas tak bertenaga karena sudah patah.

Gue jongkok dekat kepala Yusuf yang melihat gue dengan ekspresi ketakutan, kesakitan dan entah ekspresi apa lagi. meskipun suasana gelap, tapi gue tahu dia

“ini yang namanya laki, duel satu lawan satu, gak maen keroyokan, gak cari kelengahan lawan, tapi duel secara jantan. untuk sementara loe gak akan bisa pakai tangan kanan loe buat memukul orang. jangankan memukul. Lo coli pun bakalan ga bisa, jadi sampe jemari kanan lo sembuh, lo coli pake tangan kiri dulu hehehe. Sakit kan? Gue juga pernah kok. Sebulan lebih baru sembuh. Jadi gue Cuma minta 1 hal buat elo..mundur dari aliansi oscar atau gue dengan senang hati akan mematahkan ke lima jari di tangan kiri lo. “ gue memberikan warning ke Yusuf sambil menampar-nampar mukanya.

Gue lalu merogoh ke saku celana Yusuf dan mengambil iphone milik Yusuf. Lalu gue ambil ponsel gue sendiri dan menelepon ke nomor Yusuf.

“..i tried to drive on through the night,
The heat stroke ridden weather, the barren empty sights..’”


Ternyata nada dering telepon di ponsel Yusuf adalah lagu bat country milik avenged sevenfold.

“keren-keren…gue suka nada dering elo..”

Gue lempar iphone ke dekat kepala Yusuf lalu gue berdiri. Gue buka aplikasi memo dan menulis catatan.

Yusuf 1 C , Avenged Sevenfold – Bat Country

Mendengar lagu bat country yang keren, gue jadi inget sesuatu !! Ahh gue lupa pasang headset !!! Itu cara paling cepat naikkin adrenalin gue kalau berantem. Yasudah lah, masih ada 2 orang lagi yang mesti gue urus. Lagipula malam ini gue lupa bawa headset.

Gue lalu memfoto Yusuf yang masih berbaring memegangi pergelangan tangan kanannya dengan tangan kiri. Gue lihat hasilnya, ah jelek gelap. Gue nyalain blitz camera ponsel lalu sekali lagi gue foto Yusuf. Dan hasilnya nah bagus! Kedua hidung Yusuf masih mengeluarkan darah segar hingga membasahi bajunya, sementara dahinyanya memerah hasil adu keras dengan dinding tembok, mukanya? Berantakan. Yang pasti tangan kanannya gemeteran. Ah keren nih foto gue. Tante clara pasti suka liat hasilnya.

Sebelum gue pergi, gue bilang ke Yusuf.

“kalau elo mau lapor polisi silahkan, lo tahu nama dan wajah gue. Tapi itu semua bakalan percuma dan sia-sia karena gue punya kartu truf yang ngebuat gue kebal hukum. Gue tahu lo bakal bilang kalau gue Cuma gertak dan omong kosong, tapi silahkan kalau elo mau coba buktiin sejauh mana kebenaran omongan gue, tapi resikonya lo tanggung ya. Selamat malam Yusuf, makasih uda nemenin gue maen hehehe.”

Gue lalu pergi meninggalkan Yusuf, gue ambil rokok dan kunyalakan..fiuhhh merokok abis berantem itu mantap jiwa ! Gue lihat jam tangan. Yes tepat 20 menit seperti kata gue ke Ipul.

One bastard down, 2 more bastard to take down.


***

@ Urban Futsal
H-2 sebelum pengumuman, pukul 10.15 malam
***



“Bro...psssttt..”

Gue mencoba memanggil kiper yang berdiri dekat gawang, sementara sasaran gue sedang asyik main futsal dan menggiring bola ke arah kiper yang satu lagi, dia melakukan nutmeg ke bek lawan yang terakhir, sehingga dia kini berhadapan 1 lawan 1 dengan kiper. Dan bola hasil tendangan kaki kiri dia yang sangat keras dilepaskan dalam jarak 2 meter mengenai telak wajah kiper lawan. Dan tidak terjadi gol karena bola terpental keluar. Tetapi kiper nahas tersebut langsung pingsan. Semua orang mengerubungi kiper tersebut, kecuali sasaran gue yang terlihat kesal tidak terjadi gol dan kiper yang nampak santai berkacak pinggang yang gue coba panggil dari tadi.

“Broo!” Gue memanggil kiper tersebut dari luar arena futsal.

“Heh? Siapa lo?” Tanyanya.

“Gue boleh minta tolong gak?”

“tolong panggilin Rudi dong, gue ada perlu sama dia.”

“Kami baru aja main tolol ! Enyah sana!”

Ni anak ngeselin juga.

“Gue cuma mau nitip pesan sesuatu kok buar Rudi, lo bilang gini ke dia, “di tunggu orang yang kemarin matahin jari Yusuf.” Gitu. Ok? Gampang kok. Gue tunggu sini.” Kata gue sambil menyalakan sebatang rokok.

“Yusuf..anjing..JADI ELO PELAKUNYA !! GUYSSSS INI ANJING YANG KEMARIN NYERANG YUSUF 1-C!” Teriak kiper tersebut ke teman-temannya.

Hedeh, goblog. Gak usah teriak-teriak kaya gitu kali.

Sontak semua orang termasuk sasaran gue, Rudi bajingan yang pegang kelas 1-A menoleh.

“BERANI BANGET LO KESINI!!

“KITA HAJAR SAJA!”

“CARI MAMPUS !”

Mereka semua meneriaki gue bahkan ada coba berlari keluar, tapi gue tetap santai karena saat ini gue dan Rudi saling menatap tajam. Si kribo ini tubuhnya kecil, jago main futsal, kidal dan tendangan kaki kirinya keras sekali. Selain kemampuannya di atas lapangan futsal, nama dia sebagai bajingan juga cukup terdengar. Kata Ipul, jangan tertipu penampilan fisik Rudi yang kecil tetapi kalau sudah kalap berkelahi dia bisa beringas dan tanpa ampun....tanpa ampun...wuih keren..

“DIEM LO SEMUA !! DAN YANG COBA KEROYOK DIA, BAKAL GUE HAJAR !!” Teriaknya.

Woh badan kecil tapi teriakannya nyaring sekali. Beberapa teman Rudi yang hendak menyerang gue langsung mengurungkan niat. Rudi lalu berjalan ke arah gue dan akhirnya kami berdua berdiri saling berhadap-hadapan. Rudi lebih pendek dari gue tapi gue akui nyalinya besar karena terlihat dari tatapannya.



Rudi - KLS 1A (SMA NEGERI XXX)

“Oh jadi elo yang kemarin hajar Yusuf?”

“yoi.”

“Lo anak 1F kan? Gue sempat gak ngenali elo karena sekarang lo berambut pendek.”

“Hehehe iya, nama gue Zen.”

“Jadi...Zen...lo mau apa kesini..”

“Gue cuma mau main sama elo, kayak kemarin gue main sama Yusuf.”

“Oh gitu..gue salut lo punya nyali datang sendiri kesini. Eh jangan-jangan di luar arena ini, lo bawa anak anjing banyak.”

“Santai Rud, gue cuma datang sendiri. Gue gak kayak bos lo itu si Leo yang suka main keroyok dan mencari kelengahan lawan.”

“Leo ? Ah dia bukan bos gue, gue kemarin ikut ke Ruko Lama karena gue bosan. Asal lo tahu, bos gue bukan Leo atau Gom, tapi Oscar. Meskipun begitu gue kurang setuju metode Oscar yang nyerang kalian dari depan maupun belakang.”

Gue lalu membuat puntung rokok ke lantai dan gue injek.

“Main keroyok itu cuma buat pengecut, gak ada gregetnya !” kata Gue.

“Hehehe gue setuju. Oh iya sebelum lo pingsan karena tangan elo yang gue patahin, gue mau tahu kenapa lo nyerang Yusuf dan sekarang lo cari gue.”

“Gue mau semua jagoan anak kelas 1 mundur dari aliansi Oscar.”

“Hmmm prospek jadi anak buah seorang penguasa sekolah itu menarik lho, belum lagi rencana oscar untuk menaklukkan semua bajingan anak SMA sungguh sangat membuat gue tertarik!”

“Oh jadi jawaban elo, enggak ya.”

“Sudah pasti.” Seringai Rudi.

“Kita maen dimana?Cepetan gue laper.”

“Eitss sabar bro, gue gak mau kita duel disini karena terlalu banyak orang. Bisa repot kalau gue belum patahin tangan elo, tapi orang-orang datang dan melerai kita. Di samping futsal ini ada bekas pabrik yang mau di jadiin lapangan futsal, tempatnya indoor, tempatnya cukup terang dan saat ini hanya ditutup seng. Tempat ideal buat gue maen sama elo.”

“Sip.”

Lalu kami berdua berjalan santai ke samping, teman-teman Rudi mengikuti kami dari belakang. Rudi berjalan mendahului gue, setelah sampai di bangunan yang hanya di tutup seng, Rudi menggeser salah satu Seng lalu masuk dan gue mengikuti Rudi untuk masuk ke dalam. Gue lihat sekeliling, tempat ini baru setengah jadi, pagar pembatas lapangan masih belum dipasang. Benar kata Rudi tempat ini sudah punya lampu penerangan. Pokoknya ini tempat yang ideal buat gue asyik bertukar pikiran, eh bukan, bertukar pukula dengan Rudi.

“Jaga di luar, jangan biarkan ada orang yang masuk sampai salah satu dari kami keluar. Yang coba-coba berani masuk sini saat gue masih duel dengan Zen, bakalan gue habisin dengan tangan gue sendiri.”

SREETT. Pintu seng digeser dari luar dan kini tertutup sehingga tinggal gue dengan Rudi.

No hard feeling bro.” kata gue.

No hard feeling...” Seringai Rudi.

Kami berdua lalu memasang posisi siap, ah rupanya Rudi memang beneran kidal karena dia memasang posisi Southpaw, gaya khas petinju kidal dimana tangan kiri yang menjadi tangan terkuat berada di belakang sementara tangan kanan untuk melancarkan jab atau pun pukulan straight. Ah gue belum pernah duel dengan orang kidal. Bakalan menarik !

Meskipun belum ada yang bergerak, tetapi ini justru menciptakan tensi dan memompa adrenali!

SYUUTTT!!

Rudi langsung melepas tinju kirinya yang kuat tapi masih bisa gue tangkis, gue balas dengan tinju kanan dan dia juga mengelaknya. Secara reflek kami berdua mundur, lalu kami menyeringai bersamaan !

Waktunya bermain!

Gue lalu menendang samping kepala Rudi namun ditahan dengan lengan kiri untuk melindungi kepalanya. Ah sial ! Posisi gue terbuka! Hal itu dimanfaatkan Rudi untuk menyelinap dan melepas beberapa pukulan ke arah gue diawali dengan tinju kiri. Gue kerasin rahang karena jelas tidak mungkin gue elak atau tangkis!

Bam !! Bam !!

Gue terhuyung ke belakang karena menerima dua pukulan bersih, combo kiri kanan dari Rudi yang mengenai wajah gue. Melihat gue terdesak Rudi kembali dengan nafsu yang besar untuk menghabisi gue, dia kembali merangsek masuk, membungkukkan badan dan mengincar sesuatu..rahang gue!

Oke ! Kita adu keras !! Gue hujamkan pukulan kanan ke bawah mengincar wajah Rudi yang berada dekat dengan perut gue sementara dia dari bawah sudah melepas uppercut kiri !
Bugh! Tinju kanan gue beradu dengan tinju kiri Rudi ! Asli tangan gue nyeri tapi ekspresi Rudi sepertinya jauh lebih kesakitan karena wajahnya memucat dan keringat dingin tampak keluar.

“Sakit ya rud.”

Tanpa buang waktu segera kuhantam dada Rudi dengan lutut kanan, tapi serangan gue terbaca karena tangan kanannya sempat menahan lutut gue. Tapi gue sudah mengantisipasi dengan membenturkan dahi gue ke kepala atas Rudi!

Bagh!

“Arggh” Ucap Rudi kesakitan, meskipun rambutnya kribo tapi hantaman dahi gue tetap membuat Rudi limbung dan reflek memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Posisi tubuh Rudi terbuka ! Gue lalu melepas tinju kiri mengenai dada Rudi lalu menendang dadanya dengan telapak kaki kanan gue, dan itu membuat Rudi terdorong ke belakang dan jatuh telentang. Gue melompat menjatuhkan diri dengan menghunus siku kanan dan menghantam ke wajah Rudi !

Brughhh!!

“arrhhhh!” Rudi lagi-lagi berteriak karena siku gue telat mengenai mulut, membuat rudi langsung memegangi mulutnya. Gue yang berada di atas tubuh rudi lalu menduduki dada

“Game Over..!” kata gue.

Rudi mendelik menatap gue, wajahnya yang membiru nampak pucat karena dia menyadari posisinya kritis !

Lalu gue lepas pukulan beruntun ke wajah rudi!

BAGH !! BUGHH ! BAGH!!! BUGGG!!BAGH !! BUGHH ! BAGH!!! BUGGG!!

Gue baru berhenti ketika tidak merasakan perlawanan dari Rudi, mulut sobek dan hidung patah. Kulit di buku-buku tangan gue lecet dan terkelupas dan memerah akibat darah dari Rudi. Rudi ternyata masih belum sepenuhnya pingsan karena darah di mulutnya membuat ia tersedak-sedak. Gue berdiri sambil memegang tangan kiri Rudi hingga terangkat ke atas. Lalu gue tendang tepat di siku lengan tangan kiri ..

KRAK !!

“ARRGGGGGHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH !!!”

Teriakan Rudi terdengar sangat memilukan karena gue tahu bagaimana sakitnya persendian lengan yang menghubungkan lengan atas dan lengan bawah terlepas karena tadi gue tendang cukup keras hingga persendian lengan yang biasanya lurus dan bisa bergerak 180 derajat tertekuk ke dalam.

Rudi melolong kencang sekali sembari memegangi lengannya yang membiru, itu sakit banget sumpah. Tapi belum puas, gue injak persendian lengan kiri Rudi.

“Rud, katanya tadi lo bilang mau patahin tangan gue?”

BRAK.
Rupanya teriakan Rudi membuat anak anjing Rudy khawati lalu merangsek masuk. Gue lalu mengambil pipa besi yang ada di dekat gue.

“Sini, maju yang mau tahu rasanya tulang patah karena gue hajar pake pipa besi,”kata gue ke arah teman-teman Rudi. Dan mereka tidak ada yang berani maju.

“Rud, makasih uda nemenin gue main. Asli rahang gue berasa sakit. Met tidur ya!”

Gue tendang wajah Rudi hingga dia pingsan. Lalu gue keluarin ponsel dan memfoto kondisi Rudi. Ah sial, Rudi pasti gak bawa ponsel nih. Kemungkinan ponsel ada di tasnya. Tapi menilik karakter Rudi, sepertinya dia bukan salah satu penyerang Xavi. Ok.

Lalu gue berjalan santai menuju pintu keluar, bak seorang raja lewat, teman-teman Rudi membukakan jalan untuk gue. Kalau gue jadi teman elo Rud, gue akan tetap serang orang yang udah nyakitin temen gue, tanpa gue peduli resikonya. Cih sayang, elo di kelilingi para pengecut Rud.

“Oia, daripada kalian bengong, maju-mundur mau serang gue, lebih kalian cepat bawa Rudi ke rumah sakit. “ Kata gue setelah berada di luar. Lalu mereka segera mengerubungi Rudi.

Gue nyalain lagi sebatang rokok, hadeh ini rokok kelima hari ini.

2 bastard down, 1 more fucking bastard to destroy.


*****

@ Markas Ninja City Club
H-1 sebelum pengumuman, pukul 1 dini hari
*****



“Akhirnya mereka bubar.” Kata Ipul yang menemani gue mengintai orang yang katanya bajingan paling kuat di antara seluruh anak kelas 1 sekaligus teman sekelas gue yakni Gom.

Gue lihat memang satu persatu para anggota club motor Ninja City Club mulai membubarkan diri. Gom pulang beriringan dengan 3 motor. Sementara Ipul dan gue mengintai dari belakang dalam jarak yang dirasa aman.

“Bos, lu serius mau langsung hajar Gom malam ini? Bos kan habis duel dengan Rudi.”

“Santai, rasa sakit pasca duel lawan Ruidi sudah membaik. Ini mumpung gue masih adrenalin tinggi, jadi sekalian gue bantai Gom malam ini.”

“Oke.”

“Tuh 1 motor sudah belok kanan, Rumah Gom belok kiri kan?”

“Iya tapi kok 2 motor masih nempel dia ya. Kita ganti lain hari bos? Karena sepertinya Gom kedua teman Gom pulang searah dengan dia.”

“Cuma dua, biar gue habisin sekalian. Pul, lo belok disini saja, Kita langsung cegat ketiganya di jalan dekat Taman Purnama. Disana sepi.”

“Siap.”

Ipul lalu mengarahkan motornya hingga sampai di perempatan sebelum taman.

“Stop...stop..lo berhenti disini. Lo cari tempat sembunyi.”

“baik bos.”

Gue lalu duduk-duduk di trotoar dekat taman. Lalu gue dengar suara motor beriringan. Gue lihat ada 3 motor jika dilihat dari lampu depannya. Gue ambil sebongkah batu besar. Sambil menimang-nimang batu gue berdiri di pinggir jalan. Karena kondisi jalan yang sepi dan penerangan yang jelek membuat ketiganya masih asyik mengobrol di atas motor. Tapi saat jarak tinggal beberapa meter, mereka terlihat waspada karena melihat seseorang berdiri di tepi jalan sambil menimang batu besar. Saat mereka melintas pelan di depan gue sambil memasang tampang permusuhan, gue langsung lempar baru yang gue arahkan ke bodi motor Ninja yang paling dekat dengan gue. Dan hal ini membuat teman Gom kaget dan terjatuh. Gue lalu berlari ke arah tengah taman.

“JANGAN LARI LO BRENGSEK!! KEJAR DIA!

Mereka bertiga menepikan motor lalu berlari mengejar gue. Gue senang karena mereka gampang sekali dipancing. Gue berhenti di tengah-tengah taman dan bersiap bentrok dengan ketiganya. Tiba-tiba gue inget, gue belum pasang lagu favorit gue kalau berantem. Dengan cepat gue mengambil headset dari kantong jeans, lalu gue masukkin di balik jaket agar tidak tali headset tidak mengganggu gerakan gue. Ujung headset uda gue pasang di ponsel, tapi belum gue pencet play. Gue mau tunggu Gom dan temannya datang.

“Gue gak tahu lo siapa tapi lo salah cari perkara dengan kami bangsat!” teriak salah seorang teman Gom.

“BODI MOTOR GUE LECET ANJINGG!”

“TUNGGU !”Seru Gom mencegah salah seorang temannya untuk jangan menyerang duluan tapi sepertinya pemilik motor yang gue lempar batu sudah emosi tingkat dewa. Pukulan orang itu bisa gue hindari dengan menunduk dan gue hantam ketiak kanan serta pukulan ke rahang kanannya dan membuat dia terjungkal merintih tapi tidak sanggup berdiri. Sekuat apapun elo, kalau ketiak elo dihantam lawan, lo pasti gemeteran saking sakitnya.

“jahanam!” satu teman gom yang lain bernafsu menyerang gue setelah temannya gue robohin.

“Tunggu li!! Gom menarik jaket temannya agar jangan menyerang dulu.

“Siapa lo njing.” Tanya Gom tajam.

“Gue..” akh iya gue lupa, gue pake jaket hitam bertudung ditambah lampu taman syahdu membuat Gom tidak mengenali gue dalam kondisi seperti. Gue lalu melepas tudung jaket dan mendekat Gom. Gom nampak kaget melihat siapa orang yang telah menyerang temannya.

“Zen.....” ucap Gom pelan.

“Lo kenal dia Gom” tanya teman Gom.

“Dia sekelas sama gue di sekolah”

“ARGGH GUE MAMPUSIN AJA LAH, GATAL TANGAN GUE MAU HAJAR NIH ORANG.”

Lalu teman Gom merangsek ke arah gue dan langsung meninju tapi gue hentikan pukulannya.

“Gue gak ada urusan sama elo, jadi lo tidur dulu sebentar.”

Gue puntir tangan kanannya lalu gue hajar dagunya dengan tangan kiri. Bam..dia jatuh dan gak bergerak.

“bagus, kalian tetap di bawah. Halo Gom...” Setelah meminta teman Gom untuk tetap diam tidak ikut campur gue menyapa Gom.

“Apa mau lo..” Tanya Gom.

“Gue gak pengen apa-apa, gue cuma pengen ngobrol dan maen sebentar sama elo Gom. Lo kemana 3 hari gak kelihatan di sekolahan..Elo yang maen keroyok kok kalah sama yang dikeroyok tetap masuk sekolah.”

Gom diam.

“Gom, siapa pelaku penyerangan Xavi di sekolah? Kata Yosi salah satu pelakunya adalah Bram. Padahal pelaku ada 2 orang. Kasih gue nama orang itu. Lo bisa pulang sehat wal afiat..Eh engga ding, lo mau kasih tahu atau engga lo tetap pulang dengan beberapa tulang patah kayak teman lo Yusuf dan Rudi.”

“Keparat..Jadi elo yang nyerang Yusuf! Rudi..Maksud lo Rudi anak 1-A juga uda lo habisin?”

“Yoii! Eh gue gak nyerang dia dari belakang kayak elo. Gue datang sendirian ke rumah Yusuf dan semalam gue datangin Rudi di tempat biasa dia maen futsal. Untuk sementara 2 kaki tangan lo itu gak bisa bantuin elo. Jangan kan bantuin elo, mereka coli pun bakalan susah hahaha.”

“Lo pikir Leo dan Oscar akan diam saj-!”

“DASAR BANGSAT!!! BABI !!! LO SEBAIKNYA BERHENTI MENGGUNAKAN ORANG LAIN UNTUK MENAKUTI ORANG! GUE MUAK !! SEKARANG LO SENDIRIAN, GAK ADA SIAPAPUN YANG BANTUIN ELO SEKARANG !! GUA PALING BENCI ORANG SEPERTI ELO GOM! BERSIAPLAH, GUE DATENG GOM!!”

Gue lalu tekan tombol PLAY di ponsel, dan lagu perang andalan gue mengalun di telinga! Sekarang gak ada yang bisa nahan kemarahan gue buat habisin elo Gom !




Gue berlari sambil mengayunkan pukulan tapi Gom bisa menangkis dan membalas pukulan gue. Pukulan Gom mengenai wajah gue telak tapi gak terasa sakit sama sekali karena adrenalin yang terpacu karena lagu keras ini dan segala kemarahan yang mengalir turun dan terkumpul dalam kepalan tangan gue, membuat gue cuma ketawa kena pukul Gom. Menyadari pukulannya tidak berefek, Gom sekali lagi memukul gue. Kali ini kena pipi gue..lagi-lagi gue cuma nyengir. Tangan gue benar-benar terkepal kencang sekali seolah ingin cepat meledak mengenai sasaran.

“Gue heran, dengan pukulan kayak gitu, elo ngaku jadi anak kelas 1 paling kuat..cuih” Gue meludahkan darah yang terasa di mulut. Mungkin dalam kondisi biasa, gue kesakitan buktinya gusi gue berdarah kena pukulan Gom, tapi gua masih berdiri tak bergeming meski kena 2 pukulan telak. Sementara suara Tom Araya vokalis Slayer yang mengisi otakku dengan seruan untuk berperang membuat gue seakan kebal rasa sakit.

Gue jalan dekatin Gom yang justru malah mundur. Anjing, pengecut. Ternyata cuma sampe segini doang nyali elo. Kalau elo udah, sekarang giliran gue yang nyerang elo!

Gue lepas pukulan tapi Gom kembali melindungi kepalanya, heh, itu cuma pukulan tipuan karena yang gue incar adalah ulu hati!

Bugh!

Badan Gom bak botol mineral yang diisi air panas,yakni meleyot dengan mata mendelik karena tinju kiri gue menhujam ulu hatinya. Gom yang menunduk memegangi perutnya lalu, gue hantam kedua telinga Gom dengan kedua tangan gue!!

“akkkkkgghhhhhh!!!” Teriak Gom.

Lalu gue pegang kepala Gom, gue tarik ke atas dulu lalu gue tarik ke bawah dimana lutut kanan gue udah bersiap menyambutnya!

Buggh!! Bught!! Bugghhh!!

Bukan hanya sekali, 3 kali lutut gue bersarang di muka Gom. Gue uda kalap, langsung gue pukul wajah Gom beberapa kali sekuat tenaga membuat pelipisnya sobek, darah mengucur kini bukan hanya dari hidung dan mulut, ooggghhhttt indah sekali wajah oranng berdosa yang mengucurkan darah !!!!

Gom lalu tumbang, entah pingsan entah sekarat gue gak peduli!

Gue terus tendang sampai puas ke arah badannya. Gue berhenti ketika gom sudah pingsan, gue balik tubuhnya dari telentang hingga kini telungkup. Dan prosesi pematahan jari pun gue mulai, sama seperti yang gue lakuin ke Yusuf kemarin, tapi khusus Gom gue bakal patahin ke sepuluh jari jemari di kedua tangannya hahahaahahaha!

Tangan kanan Gom gue angkat, sementara pundaknya gue injek, lalu gue puntir lengannya ke kiri sampai terdengar suara berderak, kalau gak sendi lengannya yang geser, pergelangan tangan atau malah pundak.

“ARRGGHGHGHGHGHGHHGHGHGHGHGHHGHGHGHGH!!!!” Teriakan kesakitan Gom justru membuat gue semangat, langsung gue pegang 4 jari kanan kecuali jempol dan kuhentak ke arah punggung tangan. !!

KRAKK!! Bunyi 4 tulang jemari yang patah bersamaan terdengar di antara lolong kesakitan Gom. Gue pegang jempol kanan Gom, gue remas kuat-kuat lalu gue patahin . Dan lolong kesakitan Gom berubah menjadi tangisan !! Ahhaahahahahahah jagoan kelas 1 , menangis minta ampun setelah kelima jari di tangan kanannya gue patahin !

“lo nangis aja gom, tapi gue belum puas. Sekarang jari-jari tangan kiri lo yang gue buat keriting!
Dan ketika 4 jari di tangan kiri Gom sudah gue tekuk hingga berderak patah, Gom sudah berhenti berteriak, sepertinya dia pingsan, Terus gue bimbang. Ni jempol kiri gue patahin gak ya...ehmmm.......tanggung..gue patahain aja ah!

KRAK!

Gom tidak bereaksi, sepertinya dia tidur pulas hahaha. Setelah Gom terkapar, gue seret badannya dengan memegang kakinya ke tengah taman, di dekat lampu taman. Lalu gue foto, wuih cakep !!

Lalu gue menghampiri salah satu teman Gom yang sudah sadar dan sepertinya ia menyaksikan apa yang sudah gue lakuin ke Gom karena ia merangkak mundur.

“ampun...ampun...”

Gue lalu jongkok depan dia, gue lepas headset dari telinga gue.

“Tenang kan uda gue bilang, gue gak punya urusan dengan elo. Gue cuma mo nitip sesuatu, tolong sampaikan ke Gom kalau dia sudah sadar. Pesan gue simpel, “MENJAUHLAH DARI PERMAINAN YANG BERBAHAYA INI KALAU ELO GAK SIAP DENGAN SEMUA RESIKONYA”...gitu pesan gue..tolong ya sampein. Thanks kalian bertiga uda nemenin gue olahraga.”

Lalu gue berjalan meninggalkan taman sambil kembali menyalakan rokok, aduuhhh, setelah adrenalin gue turun, badan baru terasa sakit setelah 3 malam berturut-turut berkelahi. Gue hisap rokok kuat-kuat untuk meredakan rasa sakit, cuh,, mulut gue ternyata masih mengeluarkan darah.

3 bastard from juniors...has been destroyed !!



mission, completed!

Badan rasanya remuk, mari pulang dan bersiap menghadapi serang balik, Serangan balik yang sayangnya udah bisa gue prediksi...



= BERSAMBUNG =

5 comments for "LPH #18"

Post a Comment