Featured Post

LPH #25

Episode 25
Adrenalin Junkie !


(Pov Yosi)


Gue tengah menyesap segelas kopi hitam panas tanpa gula saat hape gue berbunyi.

RIO CALLING…

Gue melihat jam dinding yang tergantung tepat di atas foto gue, almarhum nyokap dan bokap menunjukkan pukul 11.15 malam. Gue lalu mengangkat telepon tersebut.

“Halo.”
“Hoi, gue udah di depan rumah elo ya. Gue pake mobil kebanggaan bokap ane , TIMOR ! Hahaa !”

“Eh, tumben elo dibolehin bawa tu mobil bersejarah?”

“Bukannya dibolehin, cuman gue pake diem-diem. Eh gak diem-diem sih, mumpung bonyok lagi di tempat paman gue sampai lusa dan gue tahu tempat nyimpen kunci mobil, haha.”

“lo siap dibuang dari keluarga elo kalau sampai itu mobil kenapa-kenapa?”

“Lha kan kita cuma datang ke Pasalima Airport. Bukan ikut balap dan sejenisnya.”

“Iya, cuma bagaimana pun tempat tersebut bahaya dan kita belum pernah kesana. Apalagi adanya kemungkinan hubungan antara Jack dengan Bram.”

“Gue paling males kalau sifat hati-hati elo muncul kekk gini, parno! Terlalu perhitungan! Beda jauh dengan sifat Yosi yang nekat saat ngetrek. Lo cepat keluar gih.”

TUT

Rio memutuskan sambungan telepon.

Kampret nih anak gue kasih tahu demi kebaikan dia malah ngomong yang gak enak tentang sifat gue. Gue tahu banget bokap Rio lebih milih mobil Outlander miliknya hancur daripada mobil Timor S515i Black bermesin B5-ME DOHC injeksi-nya yang ancur. Bokap Rio termasuk salah satu pelanggan di toko bokap gue, hal itu bermula saat bokap Rio datang ke toko untuk mencari beberapa sparepart mobil Timor. Raut muka bokap Rio menekuk ketika banyak sparepart ori Timor yang sudah tidak tersedia lagi di pasaran. Tetapi lalu gue jelasin bahwasannya mobil Timor bisa dibilang mobil turunan Mazda yang diimpor langsung complete built-up dari Korea Selatan. Jadi beberapa sparepart bisa di substitusi dengan sparepart yang berkualitas sama dan bahkan kualitasnya lebih bagus. Lalu gue coba nge-cek daleman mobil Timor yang hendak di ganti sparepart-nya dan ternyata banyak banget sparepart yang mesti diganti.

Mulai dari kabel busi DOHC, plat kopling, HLA DOHC, karet dudukan atas shockbreaker depan, distributor DOHC, Radiator dan bearing roda belakang. Gue cuma garuk-garuk kepala karena banyak dan mesti mengambil sparepart dari merk lain seperti Mazda Familia, Hyundai, Mitsubishi SS dan Honda Accord. Dan mencari sparepart tersebut butuh waktu beberapa minggu. Bokap Rio langsung cerah karena menurutnya dia tidak buru-buru yang penting semua sparepart yang mesti diganti bisa dapat gantinya. Bokap Rio lalu cerita bahwa mobil Timor ini begitu bersejarah buat dia karena mobil ini pemberian ayahnya atau kakek Rio sebagai hadiah kelulusan SMA. Dan ketika gue suatu hari main ke rumah Rio dan bertemu dengan bokapnya, gue sekalian bilang bahwa semua sparepart sudah siap, reaksi bokap Rio langsung sumringah dan memuji gue setinggi langit di depan Rio sampai Rio manyun haha.

Makanya gue cukup was-was ketika Rio menjemput gue pake mobil Timor dengan tujuan mendatangi Jack ke Pasalima Airport di Kota HHH. Tapi yasudahlah kalau anaknya udah ngotot tetap mau pakai mobil itu. Gue lalu mengambil jaket bertudung dan keluar rumah. Rio cuma nyengir melihat gue keluar rumah.

“Tar, gue habisin dulu rokok sebatang sebelum kita cabut.” ujar Rio sambil nyender di jendela samping mobil.

“Bagi rokoknya.”

Rio menyodorkan sebungkus rokok Mild dan Zippo. Gue ambil sebatang dan segera gue nyalakan. Gue dan Rio kini asyik menikmati rokok sebelum pergi.

“Yos, elo udah bolos 4 hari kan?” tanya Rio tiba-tiba.

“Ya.”

“Gak ada yang nyariin tuh?”

“Masa bodoh juga kalau guru di sekolah cariin gue.”

“Bukan guru goblog, tapi temen-temen elo. Teman yang elo bantu berantem lawan senior di sekolah elo.”

Gue diam sesaat lalu menjawab singkat. “Mereka carin gue tetapi nomor hape gw yang mereka tahu, gue non-aktifkan dulu. Beruntung rumah gue juga belum ada yang tahu. Dan bokap yang sedang pergi keluar kota juga membuat gue bisa menenangkan diri.”

“Sampe kapan lo kayak gini? Gue seneng elo kembali aktif nge-drag. Cuman elo yang sekarang, jauh, jauh lebih nekat dan seakan tidak kenal takut sama sekali daripada Yosi yang dulu.”

Lagi-lagi gue cuma bisa terdiam. Gue hisap dalam-dalam rokok yang nyaris habis, kuhembuskan asapnya ke atas hingga membumbung lalu perlahan memudar. Puntung rokok gue buang ke selokan.

“Kita berangkat sekarang.”

Jam setengah 12 kami berdua meluncur menuju kota HHH lebih tepatnya di Pasalima Airport yang berada di pinggiran kota HHH. Mobil melaju dengan kecepatan sedang karena gue minta Rio santai aja bawa mobilnya karena kita hanya melihat situasi disana. Selama di perjalanan Rio memasang musik-musik keras yang diputar secara random dari handphone yang tersambung dengan speaker eksternal. Lagu-lagu dari band metal lokal semacam Deadsquad, Seringai, Jasad, Betrayer dan beberapa lagu kencang nan lawas kompilasi dari album Metalik Klinik membuat suasana riuh. Dan perlahan membuat gue semakin rileks. Rio memiliki selera musik keras yang sama dengan gue. Jadi dia hapal banget kalau ada hal lain selain bir, rokok, nge-drag yang bisa buat gue rileks yakni musik-musik keras. Di saat gue sedang enjoy dan mulai sedikit headbanging, tiba-tiba masuk intro musik berupa sayatan gitar yang keras dan trashy. Gue hapal banget ini lagu dan langsung ikut bernyanyi.


“Tertikam dari belakang denyut jantung berhenti
terjerumus rangkaian basi yang suci
tertikam…belati yang kau tusuk
definisi…..pengkhianatan
argumenmu…pembelaan diri
persetan senyuman palsu busuk!!!
menangislah….
berlututlah….
mohon ampunan…atas nama dosa
tertikam dari belakang denyut jantung berhenti
terjerumus rangkaian basi yang suci
tertikam…belati yang kau tusuk
definisi…..pengkhianatan
argumenmu…pembelaan diri
persetan senyuman palsu busuk!!!
menangislah….
berlututlah….
mohon ampunan…atas nama dosa
tertikam dari belakang
pengkhianatan dirimu
takkan termaafkan
hanya satu penebusan…mati!!!


Lagu ini adalah salah satu single dari band metal asal Solo yakni Down For Life yang berjudul “Tertikam Dari Belakang.” . Ini lagu favorit gue dan Bram. Dulu. Bahkan gue, Bram dan beberapa kawan pernah iseng nge-band bawain lagu ini. Gue pegang bass dan Bram pegang Guitar sekaligus vokalis. Sadar gue punya kisah dalam tentang lagu ini membuat Rio hendak mengganti lagu ini, tetapi gue larang. Malah gue minta lagu ini di-set repeat dan volume diperkencang. Rio menuruti perkataan gue. Dan teriakan dan growl dari Ajik, vokalis Down For Life menyanyikan lagu tentang pengkhianatan membuat memori gue saat menolong Bram dari kejaran geng SOPHOMORE beberapa tahun yang lalu terulang kembali.

==== FLASHBACK YOSI =====


Gila...keren..kereen!

Dalam perjalanan pulang sehabis menonton drag rage liar di Dermaga bersama Rio, gue masih nyengir sendiri. Gue masih kebayang betapa kerennya pembalap favorrit gue di Dermaga yakni Bram menghabisi Oki, rival beratnya sampai Oki dua kali ganti motor masih tetap saja kalah melawan Bram. Semua orang di Dermaga mengidolakan Bram termasuk gue ditambah fakta kalau Bram adalah kakak kelas gue di SMP NEGERI YYY. Bram orangnya eksentrik , kocak dan supel sehingga dia banyak memiliki teman. Tetapi sifat-sifat tersebut seakan hilang saat Bram sudah berada di atas motor Satria FU andalannya yang sudah dimodif habis khusus untuk drag race.

Itu yang membuat gue pengen minta motor baru ke Bokap sebagai hadiah kenaikan kelas ke kelas 3 nanti, menggantikan motor Beat yang gue pakai sehari-hari. Gue pengen minta motor Satria FU lalu gue modif habis seperti motor idola gue Bram, hoho. Secara pribadi gue yakin Bram cuma tahu wajah gue tanpa tahu nama. Karena gue sering bertemu di sekolah dan satu tempat tongkrongan. Dan tiap malam juga pasti gue datang ke Dermaga dan menikmati dunia malam yang penuh kebisingan dan penih adrenalin yang memikat gue.

Gue lihat jam tangah, jam setengah 4 pagi. Ngantuk juga, untung hari ini hari minggu jadi pulang bisa langsung tidur sepuasnya. Jalanan cukup sepi, cuma ada gue doang malah yang lewat jadi gue bawa motor santai, menikmati malam nan sepi. Lalu pas gue melintasi simpang 4 PLN, gue dengar suara ramai-ramai dari arah Jalan Timur. Gue lihat beberapa puluh meter dari tempat gue, gue melihat beberapa pengendara motor berhenti di tengah jalan dan mengelilingi satu motor. Para pengendara motor tersebut memakai jaket kulit yang identik. Jaket coklat kulit bergambar Tengkorak bermata 1 menghiasi punggung. Gue langsung mengenali logo tersebut. Itu adalah logo klub motor SOPHOMORE. SOPHOMORE memiliki reputasi yang kurang baik di Kota karena kegemaran anggotanya berbuat anarkis dan vandalisme serta sering terlibat perkelahian dengan klub motor lainnya.

Tiba-tiba gue melihat keributan yang terjadi makin besar ketika salah seorang anak SOPHOMORE terlibat perkelahian dengan 1 orang yang sepertinya sendirian. Gue berhenti bentar dan coba mengamati karena gue seperti familiar dengan seseorang yang tengah berkelahi satu lawan satu dengan salah seorang anggota SOPHOMORE. Gue memicingkan mata tetapi kurang jelas karena lampu jalan yang meredup. Maka gue mematikan motor dan mendekati mereka perlahan dari pinggir trotoar yang gelap karena rimbunnya pepohonan. Dan Akhirnya dar jarak kurang lebih beberapa puluh meter gue bisa melihat dengan jelas siapa orang yang terlibat perkelahian dengan anak SOPHOMORE.

BRAM ! Bram yang sebelumnya bisa mengalahkan salah seorang anak SOPHOMORE kini dikeroyok 3 orang sekaligus dan mulai terdesak. Dua orang kemudian memegangi Bram dan gue lihat 1 orang seperti mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya. Pisau lipat! Itu pisau lipat ! Ana-anak SOPHOMORE hendak membunuh Bram ! Bram berontak tetapi karena ia dipegangi dua orang dan salah satunya memukul perut Bram, membuat ia kalah tenaga!

“ANJING PENGECUT LO PADA!” Teriak Bram.

Gue bingung menghadapi situasi seperti ini. Situasi dimana melihat orang yang gue idolakan dalam bahaya dan kalau gak gue tolong bisa tewas di tusuk orang. Tapi kalau gue tolong Bram sama saja gue terlibat dalam bahaya besar dan bisa ikut dikeroyok dan mungkin bisa ikut ditusuk anak SOPHOMORE. Logika gue meminta gue untuk segera pergi dari tempat ini, tetapi kalau besok gue baca berita bahwa Bram tewas akibat ditusuk orang, gue bakal membawa perasaan bersalah sampai gue mampus nanti.

ANJING !!!

Gue lalu menyalakan motor dan melesat ke arah anak-anak SOPHOMORE. Gue menabrak salah satu motor mereka dan membuat salah satu anak SOPHOMORE terluka karena tertimpa motor yang gue tabrak.

“BRAM ! CEPAT NAIK!”

Karena berlangsung dengan cepat dan tiba-tiba tanpa mereka duga, anak-anak SOPHOMORE bereaksi lamban dan hal itu dimanfaatkan oleh Bram untuk menanduk orang yang memegang tangan kanannya lalu memukul orang di sebelah kiri, setelah Bram terbebas, dia hendak naik ke boncengan gue tetapi ia diserang oleh anak yang mengeluarkan pisau lipat. Bram berhasil mengelak dan meloncat ke motor gue dan kami berdua langsung gas pol! Dari kaca spion gue melihat mereka tidak terima gue serang tiba-tiba dan membuat Bram lolos. Selanjutnya 4 sampai 5 motor berbagai jenis mengejar kami berdua!

“Gak usah panik, tenang.” bisik Bram di belakang gue.

Gue heran kenapa Bram masih terlihat kalem dan tenang, padahal kini kami berdua dikejar 5 motor sekaligus ! Sesuatu yang belum pernah gue alamin sebelumnya. Gue langsung geber motor gue berkelok-kelok melewati ruas-ruas jalan, karena kalau gue ambil jalan lurus lempeng, motor matic gue bakalan gampang di susul sekawanan SOPHOMORE yang gue sempat lihat tadi ada yang menaiki Vixion dan Sonic yang dengan mudah pasti bisa nyusul gue. Beruntung gue udah deket lokasi rumah jadi gue hapal banget kondisi jalan, dimana ada tikungan jalan, beberapa jalan tikus yang berakhir gang buntu dan gang tikus yang bisa tembus ke jalan ruas utama dan dekat dengan Kantor Polisi Resort Kota. Ah kantor polisi! Kalau gue bisa menggiring mereka tanpa mereka sadari masuk ke halaman kantor polisi dan menyerang kami, gue yakin kami bakalan selamat! Hanya saja kantor polisi masih berjarak beberapa kilo lagi.

Suara kebut-kebutan motor terdengar di jalanan, orang yang melihat gue melaju kencang diikuti beberapa motor dibelakang pasti mengira kami sedang balap liar. Padahal sejatinya kami berusaha menyelamatkan diri. Namun terus-terusan menggeber motor dengan kecepatan tinggi tanpa mengenakan helm, membuat mata gue mulai berair dan terasa pedas sekali, hingga gue mesti merunduk dan itu membuat fokus dan konsentrasi gue agak terganggu. 1 anak SOPHOMORE yang mengendarai Vixion berhasil menyusul tepat di samping gue dan berusaha menendang tapi gue langsung menekan rem belakang sehingga tendangannya hanya mengenai udara kosong. Gue bermanuver di belakangnya dan meyusul di sebelah kanan sehingga posisi kami terbalik. Bram berinisiatif dengan menendang bodi motor keras-keras dan tendangan Bram membuat Vixion oleng dan agak kehilangan kendali dan nyaris menabrak pinggir trotoar sebelum akhirnya sang pengendara Vixion bisa menguasai kembali motornya.

“Bangsat!” umpat gue.

“Jangan ambil trek lurus! Kita pasti tersusul.” Pekik Bram.

Patung Sapi yang gue cari sebagai penanda gue mesti ambil kiri terlihat ! Gue senang karena begitu belok kiri akan berada di Jalan Panca. Di Jalan Panca kemudian lurus 300 meter lalu belok lagi ke kanan lewat Jalan Surya, gue bakal selamat karena di ujung jalan Surya adalah kantor polisi. Tetapi tiba-tiba gue punya rencana lain sebelum gue masuk ke Jalan Surya. Gue ingat kalau dari Patung Sapi gue gak langsung belok ke Jalan Panca tetapi lurus dulu 100 meter baru ke kiri lewat Jalan Sentarum, gue bisa kasih sedikit kejutan buat anak SOPHOMORE terutama pengendara Vixion dan Sonic yang terus menguntit dari belakang dalam jarak cukup rapat.

“Gue punya rencana!” pekik gue. Setelah melewati patung sapi, gue lalu menukik ke kiri secara tiba-tiba dan masuk di Jalan Panca yang sepi, banyak rumah kosong, jalanan jelek aspal tidak rata dan bahkan ada beberapa lubang besar yang ada di tengah jalan. Lubang besar inilah yang bakal gue pakai sebagai senjata. Dan gue sudah hapal di luar kepala letak lubang-lubang yang berbahaya. Gue lalu memancing pengendara Vixion dengan agak memperlambat lajut motor. Gue yakin si Vixion bakalan mencoba menabrak kami berdua dari belakang.

“Bram! Kasih tanda kalau Vixion di belakang kita tinggal berjarak kurang lebih 2 meter!”

“Sip!”

Lubang yang gue incar berada di tengah jalanan, lebih tepatnya berada di depan Indomaret. Gue mesti sebisa mungkin menjaga jarak dengan Vixion di belakang kurang lebih 1 meter agar ketika gue nanti berbelok untuk menghindari lubang dengan tiba-tiba, si Vixion tidak akan sempat untuk berbelok dan bamm! Yang terjadi, terjadilah!

Papan reklame Indomaret mulai terlihat dan gue mulai berhitung jarak gue dengan lubang yang bakal gue manfaatkan. Gue lalu mulai melaju di tengah jalan bersiap untuk hal terburuk karena kalau gue salah ingat maupun salah kalkulasi dalam memperhitungan kecepatan dan momentum dalam berbelok menghindari lubang, maka kami berdua yang bakalan celaka jika terperosok masuk ke lubang yang cukup dalam.

50 meter...

40 meter...

30 meter...

“2 METERRRRR, DIA BAWA PEDANG!!!!” pekik Bram sembari menepuk paha kanan gue.

Gue melirik ke spion ! Anjing kilatan pedang yang dikeluarkan oleh pengendara Vixion sempat terlihat ! Dia berniat untuk menebas kami! Gue tambah kecepatan dan dalam trek lurus motor matic jelas kalah tenaga melawan Vixion.

Gue mengeratkan pegangan di stang motor dan bersiap untuk berkelok tiba-tiba.

20 meter...

“PEGANGAN BRAM!”

10 meter.

INI SAATNYA !!!

Gue lalu menekan rem depan belakang secara bersamaan lalu berbelok kanan dalam kecepatan tinggi, motor sempat nyaris oleng karena gerakn tiba-tiba namun Bram membantu gue menyeimbangkan motor.

BRRRRRUAKKKKKKKKKKHHHHH !!!!!! AARRGGGGGGGGGHHHHH!!!!!

Terdengar teriakan dari arah belakang.

Gue sempat melirik ke spion dan melihat pengendara Vixion terlempar ke depan ketika dalam kecepatan penuh roda depannya terperosok ke lubang yang cukup dalam dan membuat pengendaranya terpelanting ke depan lalu jatuh di aspal. Gue yakin motor tersebut rusak parah dan pengendaranya minimal patah tulang tangan.!! Namun pengendara Vixion tersebut tidak memakai helm dan bisa saja berakibat fatal jika dia jatuh ke aspal dengan kepala mendarat duluan.

“WOHOOOOOOOOOOOOOOO!!!!” teriak Bram berselebrasi !

Gue tersenyum dan berharap anak-anak SOPHOMORE berhenti mengejar kami berdua dan lebih memilih menolong temannya yang luka parah. Gue melihat ke belakang dan menyaksikan 4 motor langsung berhenti untuk menolong, namun setelah beberapa saat 2 motor kembali melanjutkan pengejaran. Pengendara Sonic dan Mio rupanya tidak rela membiarkan kami lolos. Kini posisiny 1 motor lawan 2 motor. Namun secara jumlah orang kami berimbang. Kalau cuma 2 orang mending kami habisin sendiri, gak usah repot-repot masuk ke kantor Polisi.

“BRAM, 2 MOTOR ITU BAKAL GUE BAWA KE TAMAN KECIL DI BELOKAN DEPAN. LALU KITA MEREKA HADAPIN SATU LAWAN SATU!”

“SIAPA TAKUT ! HAHAHAHA!”

Gue lalu berbelok masuk ke area Taman yang sepi dan langsung menepikan motor di jalan. Gue dan Bram turun dan berdiri menugggu mereka datang mengejar. Bram lalu turun.

“Oh gue tau elo siapa! Elo adik kelas gue di SMP NEGERI YYY Kan?” Tanya Bram setelah kami berdua turun dari motor dan bersiap untuk duel.

“Iya bang, nama gue Yosi.”

Bram tersenyum dan menepuk pundak gue.

“Makasih Yos, kalau elo gak bantuin gue, gue pasti mampus di tangan anak-anak SOPHOMORE.”

Gue cuman nyengir tapi badan masih berasa gemetar dan adem panas akibat kebut-kebutan. Dan Bram bisa menangkap hal itu.

“Hahaha. Sepertinya lo udah gemetar tingkat dewa abis ngebut dan mungkin buat 1 orang mati cium tanah tadi hahaha. Udah lo nepi dulu sana, tenangin diri. Kalau cuma lawan 2 cecunguk gue bisa sendiri.” ujar Bram.

Gue pun menuruti Bram dan menepi duduk di atas bangku taman dengan badan gemetar. Gue lihat Bram lalu mengambil batu bata yang ada di tepi jalan dan bersiap. Tak lama kemudian 2 motor datang melaju kencang ke arah Bram yang berdiri menantang di tengah Jalan. Mereka sepertinya hendak menabrak Bram, terutama pengendara Sonic yang melaju paling depan. Bram berdiri tanpa bergeming dan menatap ke arah mereka dengan tatapan serius. Itu adalah tatapan yang biasa ia tunjukkan ketika bersiap untuk drag race. Gue deg-degan, karena Bram juga pasti mengincar momen yang pas sebelum ia melempari sang pengendara Sonic dengan batu.

NGEEEEEEEEEEEEENGGGGGG! BRAAAAAAAAAKKKKK!!! CIIIIIIITTTTTTTTTTTTTTTTTTT!

Nafas gue tertahan ketika melihat Bram mengelak ke samping kiri dan melemparkan batu bata ke arah pengendara Sonic lebih tepatnyake arah wajah sang pengendara malang yang membuatnya langsung kehilangan kendali, jatuh terseret motor lalu bergulingan di jalan dan tidak bergerak!

1 anak SOPHOMORE yang mengendarai Mio lalu menghentikan motor dan merangsek ke depan sambil menghunus pisau ke arah Bram. Bram masih sempat bereaksi dengan menghindar. Namun lawan Bram sepertinya sudah benar-benar kalap dan terus menyerang sampai akhirnya lengan Bram terkena sabetan pisau. Hal itu dimanfaatkan lawan dengan melancarkan tusukan ke depan. Bram tidak mungkin sempat menghindar karena tanpa ia sadari, dia terdesak ke pohon di belakangnya. Dan pisau tersebut berhasil ditahan oleh Bram sebelum mengenai perutnya. Hanya saja Bram menahan dan memegang bilah pisaunya menggunakan kedua telapak tangannya sehingga darah langsung mengucur. Bram terdesak ! Namun saat gue hendak membantunya, Bram bisa membalikkan keadaan dengan menanduk muka si lawan dan kemudian merebut pisau dari anak SOPHOMORE lalu Bram menusukkan pisau ke arah perut sang lawan! Anak SOPHOMORE tersebut terhuyung ke belakang sembari memegangi perutnya yang bersimbah darah. Dia mendelik melihat perutnya dimana ada pisau tertancap. Saat ia menarik pisau tersebut dari perutnya, darah mengucur makin deras dan ia pun ambruk tertelungkup ke depan.

Gue gak menyangka akan melihat pemandangan seseorang yang ditusuk pisau dalam sebuah perkelahian. Gue lalu mendatangi Bram yang ternyata juga ambruk bersandar di bawah pohon. Luka di kedua telapak tangannya menganga lebar dan terus mengeluarkan darah akibat menahan pisau dan yang membuat gue makin panik adalah gue melihat darah di perut samping Bram!

“Bram, perut lo terkena tusuk juga?”

Tanpa menunggu jawaban dari Bram, gue langsung memapah Bram ke motor gue.

“Hehe, gue juga ga sadar kalau gue sempat kena tusuk. Sepertinya gue kena waktu mencoba naik ke atas motor waktu elo datang. Gue gak merasa sakit karena saat kita kejar-kejaran dengan mereka, adrenalin gue naik. Ughhh.” Suara Bram terdengar parau dan melemah akibat luka-lukanya.

Gue lalu teringat momen ketika Bram merangsek naik ke atas motor gue saat gue datang, ia sempat melewati salah seorang anak SOPHOMORE yang menghunus sebuah pisau lipat. Mungkin di saat-saat tersebut, anak SOPHOMORE berhasil menyarangkan sebuah tusukan di perut samping sebelum akhirnya kami berdua pergi.

“TAHAN BRAM !! BERTAHANLAH!!”

Gue lalu membonceng Bram yang terluka parah. Gue khawatir ia terjatuh saat gue bonceng karena kepalanya sudah lunglai di pundak. Maka sambil mengebut, gue memegangi badan Bram agar tidak terguling. Beruntung di dekat kantor polisi gue ingat ada rumah sakit Bhayangkara. Gue segera membawa Bram ke sana dalam kondisi panik. Sampai di parkiran rumah sakit, gue langsung memapah Bram ke lobi sembari berteriak minta tolong. Suasana rumah sakit yang lengang di pagi hari langsung heboh saat melihat gue berteriak-teriak minta tolong sambil memapah Bram yang sudah tidak sadarkan diri dengan kondisi kedua telapak tangan dan perut terus mengucurkan darah. Dengan sigap para perawat pria langsung menolong Bram dan menaikkan tubuhnya di ke atas ranjang dorong dan segera membawanya ke ruang IGD.

Sementara gue ditemani salah seorang suster di bawa ke ruang tunggu untuk di cek. Gue bilang gue gak terluka sama sekali. Lalu gue diminta untuk menenangkan diri karena badan gue gemetaran terus. Ya jelas gue gemeteran lah! Siapa juga yang gak gemeteran setelah mengalami peristiwa edan yang barusan gue alamin ! Saat gue tengah menenangkan diri, datang 2 orang Polisi. Biasanya gue paling males berurusan dengan polisi, tetapi hari ini gue merasa senang melihat kedatangan Polisi. Apalagi sikap mereka baik dan tidak langsung mencecar gue dengan banyak pertanyaan. Setelah gue tenang, gue ceritain semua yang gue alamin bersama Bram. Mulai dari gue gak sengaja melihat Bram dikeroyok anak SOPHOMORE, membantu Bram lari dari kejaran anak SOPHOMORE termasuk kejadian kecelakaan tunggal di jalan Panca yang menimpa pengendara Vixion dan tentu saja peristiwa berdarah di taman.


==== FLASHBACK SELESAI =====


Akibat kejadian penyerangan anggota SOPHOMORE kepada kami berdua beberapa tahun yang lalu tersebut, insiden itu langsung menjadi berita utama dan menggemparkan Kota. Tanpa menunggu waktu lama, Polisi langsung bergerak menyisir para anggota SOPHOMORE baik yang terlibat langsung dalam kejadian maupun tidak terlibat langsung. Dalam waktu 1 x 24 Polisi berhasil menangkap 15 anggota SOPHOMORE dari berbagai usia. 2 dari 5 orang anggota SOPHOMORE yang terlibat langsung dalam pengejaran kami berdua dinyatakan sebagai tersangka utama, namun 3 anggota SOPHOMORE yang lain mengalami nasih yang lebih tragis.

Yudi, sang Pengendara Vixion, leader SOPHOMORE, yang terpelanting dari motor akibat terperosok ke lubang sempat dibawa temannya ke klinik namun akhirnya meninggal dunia setelah sempat koma selama beberapa hari akibat menderita gegar otak serius dan luka serius di kepala, pengendara Sonic yang wajahnya dilempari batu bata oleh Bram dalam jarak dekat juga menderita gegar otak cukup parah namun masih bisa diselamatkan dan terakhir pengendara Mio yang menyerang Bram dengan pisau, saat ditemukan oleh warga di sekitar kejadian perkara sudah dalam kondisi tidak bernyawa. Sementara nyawa Bram bisa diselamatkan karena bisa gue bawa secepatnya ke rumah sakit dan bisa segera ditangani oleh Dokter. Kami berdua dinyatakan sebagai korban dan tindakan-tindakan kami yang menyebabkan 2 anggota SOPHOMORE meninggal dunia di anggap sebagai tindakan membela diri.

Hal yang semakin meringankan kami berdua adalah adanya CCTV yang terpasang di depan sebuah Bank dan bisa merekam jelas momen dimana Bram dikeroyok dan hendak ditusuk oleh anggota SOPHOMORE sampai akhirnya gue datang dan menolong Bram. Akibat penyerangan SOPHOMORE, kepolisian langsung mengeluarkan larangan berkumpul untuk para anggota klub motor di atas jam 10 malam. Kalau sampai nekat berkumpul, akan ditindak tegas. Dan hal itu membuat acara drag race liar di Jalan Dermaga juga vakum sementara waktu sampai suasana kondusif kembali.

Bram dirawat di rumah sakit selama 2 minggu. Dan setelah dia keluar rumah sakit, Bram menjadi sangat akrab dengan gue dan dia bilang dia berhutang nyawa ke gue. Bram bercerita kenapa SOPHOMORE menyerang dia karena ternyata Bram sendiri adalah anggota SOPHOMORE. Malam itu, Bram menyampaikan niat ke Yudi, ketua SOPHOMORE bahwa dia mau keluar dari kelompok karena muak dengan tingkah mereka dan merasa di tipu dan di kambinghitamkan sebagai pelaku penggelapan dana iuran anggota SOPHOMORE yang mencapai puluhan juta. Bram yang merasa di khianati lalu menyelidiki kasus tersebut dan berhasil membuktikan bahwa pelaku penggelapan tersebut adalah Vivi, pacar dari Yudi sendiri dan yakin Yudi juga ikut terlibat. Yudi pun berkilah dan akhirnya menyerang Bram. Bram bisa mengalahkan Yudi dalam duel satu lawan satu tetapi akhirnya dikeroyok dan hendak ditusuk oleh Yudi.

Dan orang yang bernama Yudi, ketua klub motor SOPHOMORE adalah sang pengendara VIXION, yang mati akibat perbuatan gue secara tidak langsung yang membuat Yudi mengalami kecelakaan tunggal. Bram menganggap gue orang yang berhasil menyingkirkan Yudi namun dalam hati kecil gue, gue merasa bersalah karena menyebabkan seseoang meninggal. Namun Bram terus membesarkan hati gue dan meyakinkan bahwa kalau bukan Yudi dan 1 anggota SOPHOMORE yang mati malam itu, maka bisa jadi yang sekarang terkubur di tanah bukan mereka berdua namun gue dan Bram. Dan lama kelamaan rasa bersalah itu pun sirna dengan sendirinya.

“Yos, mau tidak mau, di dunia ini berlaku 1 aturan absolut, gue yang mati atau elo yang mati. Itu saja. Selebihnya omong kosong. Yudi itu teman baik gue dari kecil kalau elo mau tahu tapi dia fine-fine aja ngejebak gue teman baiknya sendiri. Inget pesen gue, temen elo hari, besok bisa menjadi musuh elo. Dan begitu juga sebaliknya, musuh elo hari ini, bisa jadi temen elo keesokan hari.”

Itu adalah perkataan Bram saat kami berdua selesai latihan nge-band. Ya gue dan bram sempat main band bareng, band underground. Dan lagu Down For Life seakan menjadi soundtrack favorit Bram setelah di khianati Yudi. Dan tak lama kemudian juga menjadi lagu kesukaan gue.

Dan gue hari ini menyadari bahwa sebenarnya sejak dulu Bram sudah mengingatkan gue bahwa suatu hari bisa saja dia jadi musuh gue, hal yang dulu gue anggap angin lalu karena ga mungkin bram yang udah hutang nyawa ke gue bisa mengkhianati gue.

CKLIK.

Rio mematikan lagu Down For Life yang terus-menerus diputar.

“Udah cukup Yos. Yos, gue gak akan menasehati masalah elo dengan Bram. Karena ini masalah elo berdua. Tapi gue bisa pastikan satu hal, kalau suatu hari nanti, gue mengkhianati elo dalam hal apapun. Darah dan nyawa gue halal untuk elo tumpahin.” ujar Rio sambil menatap gue tajam.

“udah yok keluar, kita sudah sampai di Pasalima Airport.” Tambah Rio, sambil mematikan mobil lalu keluar.

Saking terbawa suasana memikirkan masa lalu, gue jadi tidak sadar bahwa kami sudah sampai parkiran Pasalima Airport. Mobil penuh sekali. Gue pun keluar dari mobil dan menghirup udara segar. Kami berdua lalu menuju pintu masuk lobi yang dijaga ketat oleh 2 orang security berbadan besar. Rio memberikan 2 kartu nama sebagai tanda masuk, setelah di cek. Kami diperbolehkan masuk. Namun lobi kok sepi. Tetapi kami di arahkan untuk terus berjalan sampai keluar dari lobi. Gue dan Rio berpandangan karena kini kami berada di area landasan pesawat dan lagi-lagi kami di arahkan ke sebuah bangunan besar. Saat kami berjalan kesana, samar-samar terdengar suara decitan suara ban, bau knalpot. Suara yang sangat khas. Dan sebelum gue masuk, gue mengenali bahwa ini bukanlah bangunan namun ini adalah sebuah hanggar pesawat ! Di atas hanggar tertempel papan nama.

THE HANGGAR

Seorang wanita yang berpakaian seksi lalu membukakan pintu hanggar untuk kami berdua, dan saat pintu terbuka.

Gue dan Rio langsung merasa takjub !! Tiba-tiba dari arah belakang seseorang merangkul kami berdua dan ternyata dia adalah Jack.

“Selamat datang di THE HANGGAR dan permainan yang sebentar lagi akan dimulai disebut THE DEATHWISH. Ayo masuk ! Yosi, Bram udah nunggu elo dari tadi, heheheheh. Dia yakin adiknya pasti datang, hahahaha.”

Gue dan Rio lalu masuk ke dalam THE HANGAR dimana di dalamnya berjejer motor-motor modif dari berbagai merk dan type. Motor tersebut di pajang dalam stage khusus. Dan diberikan pencahayaan khusus sehingga terlihat keren dan nampak menyatu dengan bagian interior THE HANGAR. Gue pribadi suka dengan interior THE HANGAR yang terlihat luas dan memiliki langit-langit yang tinggi. Wajar saja jika kesan luas dan lapang sangat terasa karena kami sekarang ini berada di garasi, garasi pesawat terbang yang sudah diubah sedemikian rupa menjadi sebuah clubbing. Di bagian sisi kiri-kanan setelah kami masuk ke dalam, ada meja bartender yang memanjang ke dalam. Dan kursi di depan meja bartender sudah penuh, beberapa pengunjung asyik saja berdiri. Dan di ujung meja bartender, ada tangga menuju ke atas dan suasana di atas lebih ramai daripada di bawah. 

Gue juga memperhatikan gadis-gadis cantik banyak bersliweran yang memakai kaos ketat berwarna putih yang ujungnya diikat membuat pusar dan perut ramping mereka terlihat jelas berpadu dengan rok hitam di atas lutut, di punggung mereka tertera tulisan HANGAR CREW menandakan gadis-gadis tersebut adalah para pelayan di THE HANGAR. Mereka semua nampak sibuk melayani dan mengantarkan minuman kepada para tamu yang sudah ramai. Dentuman musik dari DJ yang tengah memainkan musik bergenre EDM, membuat semakin riuh suasana di dalam THE HANGAR. Gue pernah datang ke club malam yang memiliki interior dan tempat yang lebih nyaman, tetapi THE HANGAR ini memiliki daya tarik tersendiri. Selain mengambil lokasi di bekas garasi pesawat di Pasalima Airport, sepertinya pengunjung juga memiliki tujuan lain. Dan sepertinya daya tarik itu adalah permainan misteriuus yang disebut The Deathwish oleh Jack.

“Hai bos, minum apa?” Sapa salah seorang pelayan THE HANGAR ramah.

“Kasih gue White Russian mel.” ujar Jack. “Sekalian tawarin minuman kepada kedua tamu spesial gue malam ini.”

Pelayan yang rambut hitamnya dikuncir ke atas tersebut tersenyum ke gue dan Rio.

“Halo, nama gue Amel.” Pelayan bernama Amel tersebut lalu mengulurkan tangannya ke arah gue. Gue sambut tangan Amel yang halus dan berkenalan. Setelah berkenalan dengan gue, Amel melakukan hal yang sama ke Rio. Rio sepertinya terpesona dengan Amel yang gue akui memang cantik dan sangat seksi. Amel sepertinya berusia beberapa tahun di atas gue dan Rio.

“Yosi, Rio, kalian mau minum apa? Sebut saja, minuman di tempat ini lengkap.” tanya Amel yang sepertinya dari tadi memasang wajah terus tersenyum.

“Ehm, minuman yang elo rekomen apa mel?” Rio bertanya ke Amel dengan tatapan...sange. Kampret ni anak.

“Doyan Bourbon Whisky?”

“Doyan!”

“Kalau doyan Bourbon Whisky, bagaimana kalau elo coba Maker’s Mark Old Fashioned ? Maker’s Mark Bourbon ditambah soda, sedikit gula, cherry dan potongan jeruk? Ringan tetapi mantap.”

“Oke sip! Gue pesan itu!”

“Noted! Kalau elo apa Yos? Eh imut banget sih cowok namanya Yosi, hihihi.” Goda Amel.

Gue cuma tersenyum lalu memesan Eclipse, minuman campuran dari Don Julio Tequila, Cheery Heering, Aperol, lemon dan Mezcal.

“Sip ! Minuman akan segera diantar. Tempat biasa bos ?” tanya Amel kepada Jack.

Jack mengangguk ke arah Amel lalu Amel pun pergi. Setelah Amel pergi Jack mengajak gue dan Rio naik ke atas melalui tangga yang ada di sebelah kanan. Sampai di atas, terlihat sudah banyak orang. Kebanyakan dari mereka langsung menyalami Jack. Sementara gue mulai mencari seseorang yang mungkin saja berada di antara orang-orang ini. Namun tidak bisa gue temukan wajah orang yang gue benci setengah mati. Jack membawa kami berdua terus berjalan sampai duduk di sebuah sofa yang menghadap ke luar.

“Santai dulu Yos, ga usah tegang gitu ah. Orang yang lo cari gak ada disini, tetapi dia sedang dibawah. Bentar lagi dia juga bakal beraksi..”

Gue menoleh ke arah Jack yang sedang menyulut rokok, dia menawari gue rokok tapi gue diem akhirnya Jack menawari Rio. Rio mengambil sebatang dan menyalakannya dengan Zippo yang ia bawa.

“Beraksi ? Maksud lo? Yosi sekarang main drag race lagi?”

“Iya dan enggak.”

Gue gak bisa menangkap jawaban dari Jack.

“Iya untuk pertanyaan apakah Bram beraksi malam ini. Dan enggak untuk di bagian drag race. Yos, kan gue udah bilang disini tidak ada drag race tetapi The Deathwish.”

“Apa inti dari The Deathwish ? Yang paling cepat, yang paling nekat?”

Jack melihat jam tangannya.

“Masih ada 15 menit lagi, oke biar gue jelaskan dulu apa itu The Deathwish. Kalian berdua pernah mendengar istilah Jousting?”

Gue dan Rio berpandangan. Kami berdua tidak tahu apa itu jousting.

Jack tertawa karena tahu bahwa kami tidak tahu apa itu jousting.

“Jousting itu permainan yang berasal dari Eropa di abad ke-10. Jousting hanya dilakukan oleh para ksatria pilihan di acara-acara tertentu. Untuk mengikuti bahkan memenangkan jousting selain harus memiliki nyali, para ksatria harus memiliki keahlian menunggang kuda dan keahlian menggunakan tombak. Kedua ksatria yang menunggang kuda dan memakai baju besi, melesat bersamaan sampai bertemu di titik tengah lalu beradu tombak. Ksatria yang berhasil menjatuhkan lawannya, dia yang menjadi pemenang. Bagaimana, apakah kalian berdua sudah mempunyai bayangan apa itu jousting?”

Gue berpikir sejenak, jousting, ksatria berkuda, membawa tombak dan beradu senjata. Di otak gue lalu terbayang salah satu adegan di film kolosal yang pernah gue tonton dan adegannya persis sama seperti yang diceritakan Jack. Gila, itu permainan berbahaya. Terjatuh dari atas kuda yang berlari kencang saat beradu tombak jelas memiliki resiko tinggi. Pantas saja, para ksatria tersebut tetap memakai baju zirah untuk melindungi tubuh mereka dari pukulan tombak dan saat mereka terjatuh. Lalu gue berpikir keras memikirkan apa hubungan antara jousting dan The Deathwish.

“Sepertinya lo udah mulai terbayang apa itu jousting yos dan mulai berpikir apa hubunganya The Deathwish dengan jousting. Tapi Rio sepertinya masih bingung haha.” ujar Jack santai.

Gue lalu membuka hape dan mengetik “jousting” di Google kemudian gue tunjukkan ke Rio karena gue males jelasinnya.



Ekspresi Rio agak kaget karena setelah melihat gambar 2 ksatria berkuda lengkap dengan baju zirah tengah beradu senjata.

“Uda kebayang lo apa itu jousting?” tanya gue.

Rio mengangguk.

“Gue ngerti sekarang, gue pernah liat di salah satu film klasik.”

“Hahahah nah kalau kalian sudah mengerti apa itu jousting, sekarang gue lebih gampang jelasin seperti apa The Deathwish. The Deathwish jelas mengambil ide dari jousting namun dengan beberapa perubahan tentu saja. Gantikan kuda dengan motor drag race, ganti tombak dengan tongkat baseball atau pipa besi kemudian cari orang yang bernyali besar berani bermain tanpa memakai helm atau pelindung apapun. Dan satu lagi yang tak kalah penting, orang itu juga mesti punya duit banyak. Syarat menjadi pemenang tentu saja dengan berhasil mengalahkan lawannya.” Papar Jack santai.

Rio nampak kaget.

Sementara gue juga terdiam tidak bisa berkata apa-apa, karena otak gue terbayang bagaimana gue menaiki motor lalu melaju dengan kecepatan mendekati top speed sembari membawa tongkat baseball lalu di jarak tertentu gue dan lawan gue saling menyerang dengan mengayunkan senjata. Gila, siapapun yang kalah dengan cara terhantam telak di kepala yang tidak mengenakan pelindung sama sekali kemudian terjatuh dari motor dengan kecepatan nyaris top speed, gue yakin resikonya bisa sangat fatal, nyawa bisa melayang.

“Gila. Lo gila!” Sergah gue ke Jack. “Memang ada orang yang mau bertanding The Deathwish?” kata gue sambil menatap ke arah orang yang memiliki ide gila memodifikasi jousting menjadi lebih berbahaya.

“Haha lo naif sekali bilang seperti itu. Lo pikir drag race yang setiap malam lo lakukan gak sama berbahayanya? Tapi The Deathwish memang jauh lebih beresiko dibandingkan sekedar bertanding drag race. The Deathwish jelas bukan permainan untuk orang biasa. Hanya orang-orang nekat, para pemuja adrenalin yang bosan dengan rutininitas kehidupan sehari-hari yang menumpulkan insting, muak dengan belenggu aturan sosial, yang berani bertanding di arena The Deathwish. Sudah pasti elo, Rio dan Bram masuk dalam kategori tersebut hahaha.”
Anjing, batin gue karena omongan Jack terasa menusuk dan memang benar adanya.
Saat gue dan Rio sedang sibuk dengan pikiran masing-masing, Amel datang membawakan 3 minuman pesanan kami.

“Ini Moscow Mule buat bos.”

“Maker’s Mark Old Fashioned buat Rio.”

“Dan ini Eclipse untuk Yosi. Selamat bersenang-senang sembari menikmati The Deathwish!”

Gue langsung meminum Eclipse dan mak nyesss rasanya! Gue lalu melihat orang-orang berteriak dan mulai berdiri di tepi pagar dan menatap ke bawah. Raungan suara knalpot motor langsung terdengar memekakkan telinga. Musik hingar bingar yang tadi terdengar kini sudah berganti dengan deru suara motor khas drag race! Rio langsung maju dan berdiri di tepi pagar untuk melihat kebisingan di bawah. Saat gue hendak berdiri turut melihat, Jack mengatakan sesuatu.

“Yos, sekedar informasi sebelum lo melihat langsung The Deathwish, Bram adalah jawarara The Deathwish yang belum pernah terkalahkan sampai hari ini dan beberapa orang yang mencoba mengalahkan Bram banyak yang berakhir di Rumah Sakit bahkan ada 2 orang lawannya yang tewas disini. Dan malam ini Bram akan bertanding melawan Steve, salah satu jagoan drag race dari Kota VVV yang akhirnya tertarik dan penasaran dengan kehebatan Bram.”

Setelah mendengar penuturan Jack, gue lalu berdiri di tepi pagar. Selain area gue dan Rio, para tamu berdesakan ingin menonton namun tak ada satupun yang berani melebihi batas garis yang dijaga beberapa orang berbadan besar dan bertampang sangar. Gue dan Rio bisa memperhatikan apa yang ada di bawah sana dengan seksama. Di bawah gue sekarang membentang semacam jalur trek aspal sepanjang kurang lebih 100 meter dengan garis putih membelah tepat di tengah dan ada 2 haris kuning di sisi luar. Ini persis seperti trek drag race. Namun dengan jarak hanya 100 meter dan lebar yang cukup sempit, jika konsep jousting diterapkan, maka dari titik start sampai di titik temu, peserta The Deathwish hanya memiliki jarak 50 meter yang menurut gue gak akan cukup untuk mencapai kecepatan di atas 100 km/jam.

Namun tiba-tiba gue melihat sisi kiri dan kanan dinding THE HANGAR bergerak secara otomatis ke belakang lalu bergeser ke samping sehingga jalur yang sebelumnya pendek karena terhalang dinding kini bisa bertambah panjang beberapa ratus meter karena begitu kedua dinding THE HANGAR terbuka gue bisa melihat jauh keluar dan trek ini membentang panjang dan cukup terang karena adanya penerangan. Dan bentangan jalur dari ujung terluar sampai titik tengah yang berada tepat di tengah-tengah THE HANGAR tersebut gue perkirakan total panjangnya kurang lebih 400-450 meter baik dari sisi kiri maupun sisi kanan jadi total bentangan jalur ini nyaris 900 meter, wow. Dengan jarak tempuh ideal untuk drag race, kedua peserta The Deathwish bisa mencapai top speed, Asli gue kagum banget karena The Deathwish dirancang sedemikian rupa. Dan sorak-sorai pecah ketika gue melihat 2 orang pengendara motor berhenti di tengah dan menghadap ke arah kami. Dari penampilannya yang urakan gue langsung tahu yang berdiri di sebelah kiri adalah Bram ! Dan sepertinya dia menyadari kehadiran gue yang melihatnya langsung malam ini. Dia menyeringai ke arah gue, bangsat !

“SELAMAT MALAM PARA TAMU THE HANGAR!!”

Lalu terdengar suara seoarng wanita yang berteriak dengan menggunakan mic. Kulihat di bawah sana sudah berdiri seorang wanita berdiri di antara kedua pembalap. Suaranya terdengar jelas kami semua. Dan sapaan sang wanita tersebut disambut dengan suasana riuh para tamu.

“JUMPA LAGI DENGAN GUE NIKEN DALAM ACARA SPECIAL THE HANGAR YAKNI APA ??” Wanita bernama Niken tersebut lalu mengarahkan mic-nya ke arah para tamu dan serempak semua orang meneriakkan.

“THE DEATHWISHHHHHHHH !!!!”

“SUNGGUH LUAR BIASA !! THE DEATHWISH MALAM INI AKAN MENGHADIRKAN SEBUAH PERTANDINGAN MENARIK ! YAKNI STEVE WISNU MELAWAN SANG JAWARA THE DEATHWISH YANG BELUM PERNAH TERKALAHKAN, SIAPAAA ???”

“BRAM ‘THE GRIM REAPER’ DANIEL !!” jawab semua tamu secara bersamaan dan bersorak-sorai.

Jujur bulu kuduk gue merinding mendengar ratusan tamu meneriakkan nama Bram. Sepertinya Bram menjadi Raja di arena The Deathwish seperti yang sudah diceritakan oleh Jack sebelumnya. Gue menatap ke arah lawan Bram yang mengenakan setelan celana dan jaket kulih hitam. Sepertinya dukungan dari para tamu mayoritas untuk Bram membuat dia sedikit tertekan dan nampak kaku, santai bro, kalau elo ga rileks, bisa bahaya karena mempengaruhi inisting dan respon saat berada di atas motor nanti, batin gue. Jika lawan Bram nampak tegang, berbeda halnya dengan Bram yang seperti biasa memakai celana panjang skinny jeans, T-Shirt biasa dan rambut mohawk yang berdiri tegak berwarna merah menyala. Dari dulu Bram memang tidak terlalu memperdulikan penampilan, setelan ala punk selalu identik dengan dirinya.

“Njir, serem juga julukan Bram. Grim Reaper, sang pencabut nyawa.” ujar Rio sembari meminum bourbon yang tadi ia pesan.

“Wajar saja, dia mendapat julukan seperti itu. Selain belum terkalahkan, menurut Jack, Bram sudah membuat 2 orang lawannya mampus di arena ini.”

“hah? Serius? Paarah banget. Sampai ada yang mati segala dan gue heran acara edan ini berlangsung aman tanpa ada gangguan.”

“Jack pasti sudah mengurus semua pihak agar acara ini tetap berlangsung tanpa masalah. Asal Jack bisa membuat senang banyak pihak, mau sampai ada yang mati juga gak akan ada masalah.”

“Ya, ya. Ini sih pasti pihak kelas kakap yang kena sogok sampai Jack bisa membuat acara berbahaya seperti ini.”

“Gue penasaran kenapa Bram mau turun di arena berbahaya sepertii The Deathwish. Gue gak terlalu percaya kalau hanya mengejar kebanggan semata. Apalagi lasan dia dulu berhenti drag race karena mengaku sudah capek dan ingin fokus di band punk yang ia rintis.”

“Cih tentu saja faktor uang, jika balapan liar drag race saja taruhan duitnya bisa sampai puluhan juta, apalagi di arena sini. Selain faktor uang, salah faktor yang membuat Bram mau ikut adalah faktor adrenalin. Bram itu sama seperti gue, menyukai hal baru yang menantang dan beresiko tinggi. Setelah dulu berhasil menjadi raja balap liar di Dermaga, dia mulai bosan dan akhirnya mengaku akan hiatus dalam jangka waktu lama.”

“Iya sih Bram itu memang selain brengsek, dia memang jago banget nge-drag race maupun balap liar apalagi kalau disertai dengan taruhan bernilai besar. Sampai sekarang pun belum ada yang berhasil mengalahkan Bram di Dermaga, bahkan elo pun sudah beberapa kali tanding lawan dia, masih tetap kalah ma dia.”

Gue diam mendengar penuturan Rio tentang Bram, pembalap drag race legendaris yang belum pernah terkalahkan di Kota kini mendapat tempat main baru yakni The Deathwish.

“STEVE DAN BRAM AKAN BERTANDING MEMPERTARUHKAN UANG SEBESAR 50 JUTA! DAN SEBELUM ACARA DI MULAI, SILAHKAN PASANG TARUHAN KALIAN DAN PASANG MATA KALIAN BAIK-BAIK KARENA THE DEATHWISH AKAN SEGERA DIMULAI!!” teriak Niken.

Sesudah Niken mengenalkan kedua pembalap, gue lihat Bram dan lawannya berbicara sebentar di tengah arena lalu pergi dengan motor masing-masing. Keduanya sama-sama memakai motor Satria FU yang sudah ditelanjangi habis-habisan khas motor drag race. Dan Bram gue lihat masih setia dengan motor Satria FU berkelir merah kebanggannya, motor yang sudah melibas semua orang di Dermaga termasuk gue. Bram dan keduanya kini menjauh, Bram mengambil di jalur di sisi kiri, sementara lawannya berada di jalur sebelah kanan. Dari atas gue bisa melihat keduanya sudah berada di titik START yang ada di luar dan mulai mengambil ancang-ancang. Deru suara knalpot motor yang digeber-geber dari Bram maupun lawannya membuat suasana makin panas, beberapa security lalu meminta para penonton agar mundur sampai batas aman.

“Kalau akhirnya cuma adu sabet dengan tongkat baseball. Mending ga usah ngebut segala, yang penting motor stabil.” ujar Rio.

“Memangnya mereka sudah dibekali senjata? Kok gue belum lihatnya.” tanya gue.

“Mereka akan memulai dengan tangan kosong.”

Tiba-tiba Jack ikut bergabung dengan kami menonton pertarungan Bram.

“Dengan tangan kosong?” tanya Rio.

“Tuh senjatanya lagi disiapin.”

Gue lalu melihat seseorang menaruh tong besi di tepat di titik tengah jalur trek yang ditandai dengan garis merah. Dan di dalam tongnya gue melihat ada 2 senjata, stik baseball dan pipa besi.

“Jadi begitu dimulai, para pembalap harus adu cepat untuk mengambil senjata. Dari titik Start hingga titik tengah dimana tong berada, ada jarak masing-masing 420 meter yang harus ditempuh peserta secepat mungkin. Titik Start di sisi kiri yang sekarng ditempati Bram disebut titik A dan Steve yang berada di sisi kanan kita menempati titik B. Posisi peserta di dari awal sampai selesai harus berada di sebelah kanan garis putih dan tidak boleh melebihi garis merah yang berada di sisi luar. Dari garis putih ke garis merah memiliki lebar 1,5 meter. Sehingga selama para peserta tetap ada di jalurnya masing-masing mereka tidak akan saling bertabrakan meskipun ya pasti desingan udara saat keduanya berpapasan dalam kecepatan tinggi pasti sangat terasa. Putaran pertama biasanya menjadi ajang adu cepat dalam mengambil senjata dari dalam drum dengan tangan kiri dalam keadaan motor top speed, karena tidak mungkin mengambil senjata dengan tangan kanan. Jika salah satu pembalap misalnya saja Steve kalah adu cepat menuju tong yang berisi senjata dan Bram yang terlebih dahulu mengambil senjata, nasib Steve bisa diujung tanduk karena Bram yang berhasil lebih dulu mengambil senjata bisa langsung menyerang Steve. Dalam posisi seperti ini ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi.”

Jack berhenti sebentar untuk menyeruput minumannya lalu melanjutkan penjelasannya.

“Pertama, Steve tidak bisa selamat dari serangan Bram lalu terjatuh dan terseret keluar. Permainan selesai, Bram menang.”

“Kedua, entah gimana caranya Steve bisa bertahan dari serangan Bram dan akhirnya bisa meraih senjata yang tersisa dari dalam Drum dan keduanya kini bertukar posisi. Bram ada di titik B dan Steve ada di titik B. Setelah menempati posisi lagi di titik Start, putaran kedua dimulai lagi dimana keduanya sudah membawa senjata. Dan jika seperti ini putaran keduamenjadi lebih seru dan menegangkan! Dalam posisi menunggangi kuda besi berkecepatan tinggi dan bersenjata, bayangkan Yos, keduanya akan saling serang saat berpapasan, sangat indah dan liar. Hahahahaha! Jika salah satu dari Bram maupun Steve belum ada yang terjatuh di putaran kedua, maka akan ada putaran ketiga, keempat dan seterusnya sampai ada yang tumbang dipukul sampai jatuh dari atas motor lalu terseret. Permainan selesai.”

Jack lagi-lagi diam, kali ini berhenti untuk menyalakan lagi 1 batang rokok.

“Woi, kemungkinan yang ketiga apaan?” Tanya Rio yang sudah tidak sabar.

“hahaha, kalem. Kemungkinan ketiga adalah satu-satunya cara yang ditempuh oleh peserta yang tiba-tiba nyalinya menguap dan ketakutan saat melakoni sendiri The Deathwish. Yakni dengan sengaja keluar dari garis merah yang berarti menjadi tanda bahwa dia mengaku kalah dan rela menjadi bahan tertawaan semua orang.”

“Ya wajar jika peserta yang menyerah apalagi dalam keaadan terjepit saat lawannya datang ke arahnya dengan kecepatan tinggi sambil mengayun-ayunkan stik baseball. Lebih baik kalah taruhan dan kehilangan uang daripada kehilangan nyawa di sini.”

Jack hanya tertawa mendengar ucapan Rio.

“Silahkan kalau ada yang menyerah tetapi yang jelas di dia harus bersiap kehilangan pamornya disini dan akan dipandang sebelah mata di komunitas-nya. Kalau sudah begitu, biasanya akan ada ada yang meminta re-match, namun syarat para pecundang yang ingin pertandingan ulang tidak murah karena dia harus menaruh taruhan 3 x lipat dari taruhan pertama. Sekali tanding The Deathwish, minimal taruhannya adalah 25 juta. Dan sekedar info nih ya, pada suatu pertandingan The Deathwish Bram pernah kalah saat adu cepat mengambil senjata saat putaran pertama. Tapi Bram tidak gentar sama sekali untuk terus lanjut. Di putaran kedua Bram rela pergelangan tangan kirinya retak karena menahan serangan pipa besi dari lawannya yang diarahkan ke kepalanya demi bisa mengambil stik baseball yang ada di drum. Di putaran ketiga adu senjata pun terjadi saat berpapasan dan masih imbang. Namun di putaran keempat, lawan Bram terjatuh setelah kalah cepat dalam adu senjata dan terkena hantaman ujung stik baseball tepat di kepala bagian belakang. Dia kolaps, pingsan dan terseret motor dalam kecepatan tinggi. Akibatnya fatal, lawan Bram mati dalam perjalanan saat hendak di bawa ke Rumah Sakit.” ujar Jack santai sambil menikmati minumannya.

“Terus teman-teman dari lawan yang dibunuh Bram tersebut apakah mereka tidak balas dendam ke Bram?”

“Gak, mereka gak akan berani berani. Karena siapapun yang akan ikut The Deathwish mesti menyetujui beberapa hal. Pertama, peserta harus menyerahkan uang taruhan sebesar 25 juta di awal. Kedua, peserta menandatangani surat perjanjian di depan pengacara bahwa tidak akan menuntut maupun membalas ke pihak pemenang dan pihak penyelenggara jika mengalami kekalahan dan berujung dengan kematian. Lagipula, tidak akan ada yang berani macam-macam dan membuat kekacauan saat The Deathwish berlangsung, minimal selama mereka masih berada di area THE HANGAR. Kalau masih ada yang nekat, pengacara gue tinggal telepon polisi kesayangan kami dan masalah langsung beres ahaha.”

Rio melirik ke gue. Dan gue tahu dia hendak berkata sesuatu namun gue cuma mengangguk dan meminta dia untuk diam dulu. Rio bisa memahami gestur gue. Lalu perhatian gue kembali ke arena saat terdengar suara tembakan yang menjadi penanda The Deathwish telah dimulai !!

Pandangan gue terfokus kepada Bram yang melaju dengan kecepatan penuh dari sisi kiri dengan gaya ugal-ugalan. Sementara lawan Bram juga tidak kalah kencangnya. Gue jadi ikut tegang karena kecepatan keduanya gue lihat seimbang dan bisa jadi dalam beberapa detik lagi keduanya bisa mencapai drum berisi senjata secara bersamaan. Gue langsung fokus menatap ke drum. Dan benar saja, keduanya mencapai drum secara bersamaan namun Bram lebih tangkas dan bisa meraih pipa besi, sementara Steve terlihat kesulitan menyambar dan berebut senjata dengan Bram. Wah Bram di atas angin karena berhasil menenteng senjata, berbeda dengan Steve yang nampak kesal. Setelah bertukar posisi Start, putaran kedua segera dimulai kembali. Steve langsung menggeber motornya kencang untuk mengambil stik baseball yang tersisa sementara Bram malah santai dan berjalan dengan kecepatan 50-60 km/jam, Bram memegang pipa besi dengan tangan kiri dan menaruhnya di pundak, sepertinya Bram sengaja memberi kesempatan bagi Steve untuk mengambil senjata dan kemudian beradu serangan dari atas motor. Bram lalu mempercepat laju motornya ketika Steve sudah menghunus stik baseball dan menuju arahnya dengan kecepatan sangat tinggi.

Nafas gue tercekat, gue gak sanggup untuk menarik nafas karena ikut terbawa suasana yang menegangkan saat dalam hitungan detik, keduanya akan berpapasan dan saling serang. Dan sebelum berpapasan Steve mengayunkan stik baseball ke arah kepala Bram dari arah depan namun Bram menunduk hingga kepalanya nyaris sejajar dengan stang motornya, lalu terdengar suara decitan panjang dan terjadi sesuatu yang mengerikan. Motor Steve yang melaju dengan kecepatan di atas 100 km/jam terhenti secara tiba-tiba sehingga membuat tubuh Steve terlempar ke depan dan melayang 3-4 meter di udara sebelum akhirnya terjatuh dengan posisi kepala terlebih dahulu membentur lantai lalu bergulingan di lantai. Karena kejadiannya terjadi begitu cepat kami tidak tahu apa yang menimpa Steve kenapa motornya seperti berhenti tiba-tiba dan membuat Steve terlempar !

Terdengar teriakan kepanikan dan beberapa orang yang berjaket kulit hitam berlarian ke arah Steve yang tidak bergerak sama sekali dan langsung mengerubunginya, sepertinya itu teman-teman Steve yang melihat keadaan temannya. Tidak berselang lama sebuah mobil ambulan datang, tandu angsung diturunkan oleh petugas dan dengan cekatan membawa tubuh Steve. 1-2 orang berjaket hitam ikut masuk ke ambulan lalu ambulan melesat cepat yang anehnya tidak membunyikan sirene sama sekali ! Beberapa teman Steve berpelukan, mereka seperti menangis. Tidak ada yang berani bersuara, seolah kami terhipnotis dengan pemandangan ini dan tentu saja bayangan mengerikan saat tubuh Steve terlempar dari motor.

“ANJINGGGGG!! GUE YAKIN DIA MAMPUS! GILAAA JATUHNYA NGERIII !!!! TUH ADA GENANGAN DARAH !” Rio berteriak di samping gue sambil memegangi kepalanya.

PLOK..PLOKKK..PLOKKK!! Gue kaget karena disaat semua orang terlihat cemas melihat kejadian naas yang menimpa Steve, Jack justru tertawa sambil bertepuk tangan ! Sinting !

“BRAVOOOO BRAMMM BRAVOOOO!!”

Dan tepuk tangan dari Jack membuat semua penonton pada akhirnya ikut bertepuk tangan terutama dari para pendukung Bram yang menyambut dengan heboh. Bram yang mendapat sambutan sedemikiran rupa setelah memenangi The Deathwish memberhentikan laju motornya dan tertawa menyeringai ke arah gue. Ya ke arah gue. Gue menjadi ikut panas menatap wajah dan seringai di wajah si pengkhianat itu. Dan Bram kemudian berjalan ke arah kerumunan orang yang menyelamatinya.

“Jenius ! Sungguh jenius sekali Bram ! Apakah kalian tidak tahu apa yang sudah diperbuat oleh Bram untuk mengalahkan Steve? Bram sudah berhitung dengan cermat serangan Steve yang pasti mengincar kepalanya. Jadi ketika Steve menyerang, Bram bisa menunduk rendah sekali dan saat ia sedang merunduk itulah, Bram memasukkan pipa besi ke sela jari-jari roda belakang Steve! Karena itulah motor Steve langsung terhenti mendadak dalam kecepatan tinggi dan membuat Steve terbang layaknya Superman! Hahahaha!”

Gue muak mendengar pujian Jack kepada Bram tetapi gue harus akui Bram memang jenius bisa mengalahkan Steve dengan cara yang brilian dan mematikan.
“Haloooo Yos !!! Ah kangen gue ketemu elo ! Lo asyik banget ngebalap lagi di Dermaga sampai bolos sekolah!” Bram menyapa gue tiba-tiba dari belakang dan gue lihat ia sedang duduk santai di sofa belakang gue.

“Eh si anjing berambut mohawk yang omongannya ga bisa dipegang.” balas gue.

“Hahaha santai yos santai, lo sepertinya dendam banget ya sama gue haha.”

Gue diam.

“Jembut lo Bram !! Temen sendiri lo khianati bangsat !” Sembur Rio.

“Eitss, pacarnya Yosi marah haha. Kalem bray.”

Gue memegangi pundak Rio saat Rio hendak bertindak jauh. Jack hanya terkekeh melihat tingkah kami bertiga. Jack kemudian duduk di samping Bram.

“Makasih bos lo uda berhasil ngebujuk adik gue Yosi kemari dan melihat langsung The Deathwish yang jauh lebih menantang daripada sekedar drag race.”

“Gak usah makasih ke gue, gue cukup sebut nama elo, Yosi langsung datang ke sini. Salut gue gak ada takut-takutnya dia.” Sahut Jack.

“Adik elo? Cuih ! Kalau gue punya abang seperti elo, uda gue bunuh dari dulu.” kata gue.

“Haha. Gimana yos pendapat elo setelah melihat The Deathwish? Elo pasti tertarik kan, yakin gue ! Gue udah kenal sifat elo. Sini duduk ah, mana enak ngobrol sambil berdiri.” ujar Bram.

Gue lalu mengambil tempat duduk bersebrangan dengan Bram, karena gue takut lepas kendali dan menyerang Bram. Rio juga duduk di dekat gue.”

“So sweet banget sih kalian, kemana-mana selalu berdua, duduk aja mesti sebelah-sebelahan ! Hahahahahah!” Bram terkekeh.

“Sudah-sudah lo diem dulu Bram gak usah memancing keributan. Gue mau ngomongin sesuatu yang menarik buat kalian. Gue mau mengundang kalian berdua untuk ikut event special gue besok.” ujar Jack.

“Besok ? Bukannya besok itu ada acara opening THE HANGAR bos?” tanya Bram.

“Iya, makanya gue mau kasih sesuatu yang spesial saat pembukaan THE HANGAR yakni ’THE DEATHWISH : LAST MAN STANDING’.” Seringai Jack ke arah kami.

“The Deathwish : Last Man Standing? Asli keren banget namanya! Gue ikut!!” sahut Bram semangat.

“Gue yakin elo pasti ikut Bram, secara elo satu-satunya orang yang belum terkalahkan di arena. Jadi konsep dari The Deathwish : Last Man Standing adalah 8 orang bertanding dengan sistem gugur. Dari 8 orang jadi 4 orang, dari 4 orang jadi 2 orang bertemu di partai puncak sehingga akhirnya menyisakan 1 orang yang berdiri sendirian di puncak piramida The Deathwish. Syaratnya standar seperti biasa, naruh uang 30 juta, bawa motor sendiri dan menandatangani perjanjian. Jadi gimana Yosi, apakah elo tertarik untuk ikut? Kalau elo keberatan dengan masalah uang yang 30 juta, gue bisa kasih korting besar. Gue uda dapat 7 orang yang bersedia ikut termasuk Bram. Asal lo tahu banyak orang yang merengek ke gue untuk ikut The Deathwish : Last Man Standing karena hadiahnya sangat-sangat besar. Namun gue pribadi pengen orang ke 8 itu adalah elo Yos, karena elo adalah jawara drag race dari Kota XXX. Jadi kalau elo setuju ikut, 8 jawara drag race dari 8 Kota akan bertanding memperebutkan kebanggaan sebagai yang terhebat dan juga uang sebesar 666 juta.”

Gue dan Rio tersedak mendengar jumlah hadiahnya sementara Bram malah sampai menyemburkan bir yang ia minum sampai terbatuk-batuk.

Huk..hukkk..anjing..hukk..666..hukk..666 juta bos hadiahnya ?!!!” tanya Bram dengan mata terbelalak.

Jack terkekeh sambil mengangguk.

Bram menggebrak meja sambil tertawa seperti orang-gila. ”Setengah milyar lebih men !! Mantap bos! Ayo Yos ikut saja ! Lo gak pengen apa balas dendam ke gue. Nih si bos kasih sarana dan tempat buat kita bersenang-senang. Demi 666 juta, gue mah rela hantam tengkorak kepala elo sampai elo jadi orang bego ! Ahahahaha!”

Rio melihat ke arah gue yang masih terdiam sementara gue melirik tajam ke arah Bram.

“Yos, pikirin baik-baik, semakin besar hadiahnya membuat para peserta bakalan makin agresif. Apalagi acaranya besok, kurang dari 24 jam lagi. Resikonya tidak sepadan dengan hadiahnya.” bisik Rio ke gue.

Gue masih diam tak bergeming. Gue tahu Rio bakalan memperingatkan gue, tetapi Jack dan Bram sudah tahu kelemahan gue bahwa semakin bahaya gue justru semakin tertantang. Apalagi ini melibatkan sesuatu yang gue suka yakni kecepatan dan adrenalin! Masalah uang setoran yakni 30 juta bukan masalah buat gue karena selama ini menyimpan semua uang hasil menang dari drag race dari jaman gue SMP sampai sekarang dan jumlahnya 30 juta lebih, jad untuk urusan uang bukan jadi masalah. Gue menyeringai lalu menggebrak meja !

“DEMI SETAN ! GUE IKUT !!”lalu menenggak sisa minuman gue sampai habis.

Bram dan Jack menyeringai ke arah gue, sementara reaksi Rio setelah mendengar keputusan gue adalah dengan menghela nafas panjang.

“haha bagus !!! 8 peserta The Deathwish : Last Man Standing sudah lengkap !!! Ahahahahah!!” ucap Jack senang.

“Hehehehe. Lo emang gak pernah ngecewain gue Yos. Sampai jumpa besok Yos, persiapkan diri elo baik-baik, The Deathwish itu melulu bukan cuma masalah siapa yang lebih cepat meraih senjata dan menyerang duluan. Tapi tentang memutuskan sesuatu dan bertindak dengan insting dalam hitungan sepersekian detik karena salah perhitungan, nyawa elo bisa melayang disini. Itu tips gratis dari gue.”

Setelah berkata seperti itu, Bram lalu berdiri.
“Bos gue mau cabut duluan, gue mau ngentot dulu untuk merayakan kemenangan kecil malam ini haha.”

“Haha enjoy your victories you fucking bastard..” ujar Jack.

Sebelum Bram beranjak pergi, Bram mengatakan sesuatu yang membuat darah gue mendidih.

“Eh Yos, elo dicariin temen-temen elo tuh, tega banget lo ninggalin teman seperjuangan elo. Temen lo si Zen nyaris dibuat jadi orang cacat sama Budi, tangan kanan Oscar, tapi beruntung si Yandi culun itu datang tepat waktu untuk menolong Zen. Ya anggap aja itu balasan atas perbuatan Zen sudah bantai Gom, Yusuf dan Rudi. Ya kalau elo seorang teman yang baik, elo minimal jenguk Zen di rumah sakit dan memperingatkan Yandi agar tidak berbuat macam-macam dulu lah sampai tiba waktunya kami, Aliansi Oscar ngebantai kalian semua anak kelas 1, Feri cs dan Axel, hahahahaha.”

Kuping gue jelas tegak mendengarnya ! Saat gue hendak mengkonfrontasi Bram yang berlalu pergi, Rio memegangi tangan gue agar gue tetap tenang.

“Tenang Yos! Jangan terpancing omongan Bram! Itu salah satu cara kotor Bram untuk mengacaukan pikiran elo. Kalem ! Sepertinya urusan kita disini uda selesai. Makasih Jack buat minumannya. Yos, ayo kita cabut.”

“Sampai jumpa besok, jam 1 tepat kita mulai acaranya. Cheers !” Jack mengangkat gelas minumannya ke arah kami.

Tanpa banyak kata, gue dan Rio lalu beranjak pergi dari THE HANGAR. Saat sampai di mobil, Rio hendak memutar musik namun gue melarang Rio karena gue mau menelepon seseorang. Saat kami berdua sudah keluar dari areal parkiran Pasalima Airport, gue mengambil hape lalu menelepon seseorang, gue lihat udah hampir jam 3 pagi. Semoga orang yang gue telpon masih terjaga. Telepon pertama gue tersambung namun tidak di angkat. Gue lalu kirim buka whattaps dan melihat last seen orang yang hendak gue telepon 2 menit yang lalu. Ini sih telepon gue sengaja gak di angkat. Tapi wajar sih kalau gak di angkat karena teman-teman gue di sekolah tidak ada yang tahu nomer gue yang ini. Kemudian gue kirim WA.

YOSI
Git, angkat telepon gue. Yosi.
03.04

Dan pesan WA gue langsung bercentang biru yang artinya sudah dibaca. Gue lalu menelepon lagi dan kali ini langsung di angkat.

“Halo git, maaf gue ganggu elo jam segini.”

“Yosi !! Bangsat lo kemana aja !! Yandi dan anak-anak yang lain khawatir sama elo! Elo ngilang gitu aja selama beberapa hari ini, gak masuk sekolah, nomor tidak bisa dihubungi !” cerocos Sigit.

Sigit, ya orang yang gue telpon adalah Sigit, anak 1-D yang sekarang ini akrab dengan gue, Yandi, Zen dan Xavi setelah mereka dengan sukarela membantu kami.

“Maaf gue ada urusan penting. Dan gue baik-baik saja, santai. Git, gue mau nanya sesuatu. Apa benar Zen masuk rumah sakit?”

“Iya, dia kemarin duel sama Budi, anak kelas di Lapangan Banteng dan kalah total. Kalau saja kemarin gue dan Yandi gak datang tepat waktu, entah apa yang terjadi dengan Zen karena Budi nyaris menjagal tangan Zen dengan kunci inggris. Lo tahu kan reputasi Budi.”

“Budi si maddog itu memang psiko ! Gimana kondisi Zen?”

“Udah mendingan sih cuma mesti istirahat beberapa hari lagi akibat luka-lukanya belum sembuh benar setelah dibantai Budi.”

“Itu gimana ceritanya Zen bisa duel lawan Budi? Zen Gak tahu apa reputasi buruk Budi.”

“Panjang ceritanya yos. Eh elo besuk masuk kan? Yandi pasti senang banget lo gak kenapa-kenapa.”

“Zen dirawat dimana?” Gue coba mengalihkan pembicaraan.

“Di klinik Dokter Burhan.”

klinik Dokter Burhan? Itu klinik tempat gue dan Yandi dulu dirawat pasca dikeroyok anak kelas 2 dan 3 di Ruko Lama. Gue lega karena dibawah perawatan Dokter Burhan yang gak banyak nanya dan sok menasehati kami karena keluar-masuk kliniknya. Gue lumayan lega mendengar kabar dari Sigit bahwa Zen kondisinya sudah membaik.

“Oke makasih git, maaf ganggu.”

KLIK.

Sambungan telepon gue matikan dan handphone juga gue matiin karena Sigit pasti nanya gue macam-macam dan gue lagi gak ada mood untuk menjawab pertanyaannya. Dan gue yakin nomor gue yang ini juga pasti dikasih ke Yandi dan anak-anak yang lain.

“Yos, gue gak bermaksud buat nguping pembicaraan elo barusan. Tapi pecakapan kalian gue bisa dengar. Eh itu serius temen sekelas elo berani duel sama Budi si anjing gila itu?”

“Sepertinya iya, dan dia sepertinya luka parah dan masuk rumah sakit.Fiuh.”

“Cari penyakit bener budi nekat dilawan!”

“Temen gue itu Zen, bukan anak asli Kota ri, dia pindah ke Kota XXX setelah lulus SMP di Kota asalnya jadi wajar kalau dia gak tahu reputasi Budi.”

“Oh pantes. Tapi gue salut sama temen elo itu berani ladenin si Budi.”

“Teman sekelas gue sepertinya bukan anak biasa-biasa saja Ri. Setelah gue dibuat takjub dengan kekuatan Yandi, kini giliran Zen yang biasanya pendiam bisa tiba-tiba duel dengan Budi. Eh Ri, elo kenal Yusuf dan Rudi gak? Mereka berdua kan 1 sekolah sama elo waktu SMP.”

“Kenal lah ! Siapa juga yang gak kenal 2 bocah brengsek itu.”

“Elo pernah berantem dengan mereka?”

“Pernah, gue menang lawan Yusuf tapi gue kalah lawan Rudi.”

“Hah? Elo kalah lawan Rudi yang kecil itu? Ahahah.”

“Brengsek, udeh diem, gue kalah karena gue nyepelein badannya yang kecil tapi anjing tenaganya gede juga! Eh kenapa lo tiba-tiba nyinggung Rudi dan Yusuf.”

“Elo gak ingat apa perkataan Bram tadi sebelum dia pergi.”

Rio diam dan seperti berusaha keras.

“Agh gak inget gue! Banyak banget bacotan si Bram.”

“Payah. Tadi Bram bilang bahwa Budi bantai Zen sebagai tindakan balas dendam karena Zen sudah bantai Rudi dan Yusuf.”
Rio menatap gue.

“Serius ? Lo gak salah dengar?”

“Gak, gue yakin gue gak salah dengar. Bukan cuman bantai Rudi dan Yusuf, teman gue si Zen ini juga bantai Gom.”

“Gom?? Gom yang dulu pegang SMP VVV ?”

“Iya, siapa lagi.”

“Wooowwww !! Asli teman elo ternyata sadis-sadis! Setelah teman elo dari kampung, si Yandi bisa bantai Nando tanpa balas, sekarang sapa tadi temen lo yang dibantai Budi.”

“Zen.”

“Ah iya, kini giliran Zen yang bisa bantai Gom, Rudi dan Yusuf! Waw impresif sekali ! Tapi akibatnya ya gantian Zen yang dibantai Budi. Ehm Yos, sepertinya nanti elo mesti masuk sekolah deh ya minimal elo temuin temen-temen sekolah elo. Biar besok elo tanding di The Deathwish ga kepikiran masalah di sekolah. Karena lo mesti fokus 100000 % di arena, ilang konsen dikit, ya...lo tahu sendirilah resikonya.”

“Iya, tar gue masuk sekolah sekalian cari tahu apa yang terjadi selama gue bolos lalu jenguk Zen dan ketemu teman-teman cs gue. Kangen juga gue sama mereka.”

“Eh lo sekolah, kapan lo istirahatnya? Bahaya juga kalau sampai elo kurang istirahat. Elo mesti benar-benar dalam kondisi terbaik.”

“ya gue tetap butuh tidur lah, ini paling pulang tidur beberapa jam. Tar lanjut tidur setelah urusan dengan teman-teman gue kelar. Besok lo ke rumah ambil motor gue ye, lo cek-cek aja kondisi motor. Ga usah bangunin gue, lo ambil di garasi rumagh sore aja. Tar malamnya gue ke rumah elo terus kita berangkat.”

“Sipp!”
“Ya mungkin besok gue datang ke sekolah dan ketemu teman-teman sekaligus pamitan sama mereka.”

“Eh maksud lo pamitan apaan?”

“Ya pamitan, minta maaf kalau gue ada salah. Siapa tahu besok di THE HANGAR, terjadi sesuatu sama gue dan gue gak bisa ketemu sama mereka lagi.”

CIIITTTTTT! Rio menginjak rem dengan tiba-tiba membuat kepala gue nyaris terkena dashboard mobil.

“Eh kampret! Kenapa lo ngerem mendadak sih!”

Rio menatap gue tajam.

“TARIK KATA-KATA ELO BARUSAN YOS! ELO BESOK BAKALAN PULANG BARENG SAMA GUE, CUMA LUKA-LUKA LECET, GAK LEBIH!”

Gue cuma tersenyum melihat reaksi sohib gue.

“Ri, target gue cuma Bram. Titik. Selama gue bisa bantai Bram besok di The Deathwish, selebihnya gue gak peduli, kalaupun nyawa gue melayang setelahnya, gue bakal pastikan Bram ikut gue menghadap para setan di neraka....”



= BERSAMBUNG =

14 comments for "LPH #25"

  1. jangan kasiiih kendoooooooor!!!

    ReplyDelete
  2. Semoga bisa tahun baruan dengan ep 87

    ReplyDelete
  3. Yosi the daredevil
    Zen the butcher
    Yandi the destroyer
    Xavi the Bokeper

    ReplyDelete
  4. Brumm..brumm.. gas poll rem blong suhu... Lanjuuut

    ReplyDelete
  5. cuman bisa bilang woww...... semoga sukses dengan blog yg satu ini, dan mudah2an dapat adsenses, biar bisa semangat dalam berkarya

    ReplyDelete
  6. Belom diupdate lg ni hu @serpanth27

    ReplyDelete
  7. gazzpooll hu tapi jangan lupa ngerem di tikungan

    ReplyDelete

Post a Comment