Featured Post

LPH #28

EPISODE 28
SIAGA SATU !!!



(pov : Yandi)


Aku belum pernah menyaksikan balap motor segila yang aku saksikan malam ini. Para peserta The Deathwish tidak hanya sekedar adu cepat seperti layaknya adu balap motor dimana yang mencapai finish pertama akan menjadi pemenang, tetapi yang pertama menghantam lawannya hingga terjatuh dari motor-lah yang menjadi pemenang. Bahkan sampai membunuh lawan pun sah-sah saja. Perbuatan tindak kekerasan sampai berujung kepada kematian yang jelas-jelas melanggar hukum di luar sana, seolah tidak berarti apa-apa disini. The Hangar mempunyai aturannya sendiri. Dan gara-gara The Deathwish : Last Man Standing di The Hangar malam ini, 8 peserta sampai tidak segan untuk saling membunuh. Yosi, teman baikku disekolah sudah melewati 2 pertandingan The Deathwish dan sudah membuat lawan pertamanya, Bara dari Blood Creep dinyatakan meninggal di lokasi. Saat ini Yosi sedang berjuang  berhadapan dengan Bram, musuh besarnya. Berdasarkan cerita dari Rio, hubungan Yosi dengan Bram itu sungguh sangat kompleks. Mereka berdua lebih dari sekedar sahabat, bahkan seperti saudara. Yosi sangat mengidolakan Bram dan Bram merasa berhutang nyawa dengan Yosi yang sudah menyelamatkan nyawanya ketika ia hendak dibunuh geng SOPHOMORE. Sejak peristiwa tersebut, dimana ada Yosi pasti ada Bram. Mereka mabuk bareng, main band bareng, nge-drag race bareng, berkelahi bersama melawan anak-anak dari geng motor. Pokoknya mereka itu duet maut yang punya pamor. RIo yang tahu kedeketan Yosi dengan Bram pun terkejut bukan kepalang dan tidak percaya ketika tahu cerita bahwa Bram mengkhianati Yosi di Ruko Lama saat aku duel dengan Nando dari kelompok anak kelas 3. Bram yang mengiyakan akan membantu kami anak kelas 1 jika pecah perkelahian dengan teman-teman Nando justru datang bukan untuk membantu kami  namun justru berbalik turut menyerang kami dan Bram memproklamirkan diri menjadi bagian dari aliansi Oscar.

“Yosi shok luar biasa Yan mendapati hal ini, makanya dia sampai bolos sekolah dan kembali ikut balap liar di Dermaga, mabuk-mabukkan, berkelahi. Dia mencari pelarian dari rasa sakit hatinya. Dia memang menang dan masih tak terkalahkan di komunitas Dermaga, tetapi sering gue mendapati Yosi termenung dengan tatapan kosong. Gue justru khawatir pada suatu titik Yosi akan lepas kontrol dan bertindak nekat. Dan terbukti kan sampai dia ikut even gila The Deathwish karena Bram, orang yang membuatnya malu luar biasa bertemu dengan kalian teman sekolahnya, juga ikut bahkan menjadi raja di The Deathwish.” ujar Rio ketika semalam sebelum Tejo dan Yosi datang, kami berdua mengobrol banyak hal tentang Yosi.

“Dia malu bertemu kami teman sekolahnya? Kenapa?” Aku kaget saat Rio bilang seperti itu.

“Yosi gak pernah bilang secara terus terang dia malu bertemu kalian, tapi dari caranya menghindari teman sekolahnya, sampai bolos beberapa hari, gue feeling dia malu karena udah ngebuat elo dan teman-temannya yang lain dihajar kelompok Bram habis-habisan di Ruko Lama. Orang yang dia harapkan untuk membantu justru menjadi orang yang memukul kalian. Siapapun yang berada di posisi Yosi, pasti juga bakalan gak ada keberanian untuk muncul dan ketemu teman sekolahnya.”

Aku jelas terkejut mendengar penuturan Rio tersebut, saking sibuknya aku membantu masa pemulihan Xavi, menolong Zen tetapi aku justru tidak bisa menyadari bahwa Yosi menderita sedemikian hebat akibat pengkhianatan Bram. Yosi akhirnya memiliki kesimpulan bahwa dia baru akan mendapatkan kedamaian jika bisa menghabisi Bram. Aku tidak heran jika Yosi yang kondisi fisiknya sudah kepayahan dan luka yang ia derita karena melawan Bara dan Diaz, tidak memperdulikan rasa sakitnya dan ingin bertanding di final melawan Bram. Aku tahu aku tidak mungkin bisa menenangkan banteng yang sedang terluka, maka aku mencoba membantu Yosi dengan cara memanggil salah seorang petugas medis untuk mengobati luka fisik yang diderita Yosi. Awalnya Yosi bisa mengimbangi Bram meskipun Yosi selalu saja kalah dalam hal siapa yang paling cepat mengambil senjata. Tetapi di putaran kedua laju motor Yosi tersendat-sendat, sepertinya rasa sakit yang semakin menjadi membuat Yosi sekedar menekan tuas gas motor pun kewalahan. Dan aku menyadari langsung menyadari Yosi sedang berada di situasi gawat.  Keringat gue turun semakin deras ketika Yosi berhasil menunduk menghindari pukulan Bram di putaran kedua ini. Saat putaran ketiga, nafas gue memburu dan jantung berdebar-debar saat melihat Bram berhasil menyarangkan pukulannya ke tangan kiri Yosi yang memegang stik bisbol dan akibatnya Yosi berteriak kesakitan dan senjata yang ia pegang lepas dari genggaman.

Di putaran keempat, aku sudah berniat untuk mendatangi Yosi dan meminta Yosi untuk menghentikan pertandingan konyol ini. Yosi luka parah dan sudah tidak memiliki senjata apapun untuk melawan Bram, kalau dibiarkan Yosi bisa mati konyol di tangan Bram. Namun Tejo dan Rio mencegahku untuk berbuat hal seperti itu karena selain bisa membuat Yosi semakin emosi, keselamatan kami juga bakal terancam karena menghentikan duel mereka.

“Kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi Yan, selain melihat pertarungan ini sampai selesai dan kita mesti bersiap untuk kemungkinan terburuk.” ujar Rio dengan suara bergetar dan wajah yang tak kalah pucatnya denganku.

Mau tidak mau aku hanya bisa melihat dan berdebar-debar menunggu hal buruk yang bisa terjadi di putaran keempat, tetapi diluar dugaan Bram yang memiliki peluang untuk mengakhiri duel dengan kemenangan justru dengan santai membiarkan Yosi melewatinya begitu saja, bahkan keduanya seperti terlibat percakapan yang berujung dengan raut muka murka di wajah Bram. Gawat, ini sungguh gawat ! Entah apa yang dikatakan Yosi ke Bram, tetapi yang jelas Yosi sudah sukses membuat Bram marah besar dan aku yakin putaran kelima akan menjadi penentuan dimana Yosi yang sudah berada di ujung tanduk akan menghadapi Bram yang dilanda murka dan pasti berniat untuk menghabisi Yosi di putaran ini. Disaat seseorang berada di ujung tanduk, dia sudah tidak memiliki rasa takut dan akan berbuat hal nekat. Dan inilah situasi yang dihadapi Yosi sekararang.

“Jo, putaran kelima ini akan menjadi saat penentuan terakhir. Dan apapun yang akan terjadi dengan Yosi setelah klimaks, kamu harus segera berlari mengambill mobil Timor diluar sana lalu kembali ke arena. Ketika harus bersiap dan bertindak secepat mungkin untuk Yosi!” Kataku.

“Iii..ya...” ujar Tejo dengan suara tergagap.

Dan kami bertiga lalu menahan nafas bersamaan ketika melihat Yosi melaju dengan kecepatan bak setan! Dan feelingku langsung berkata akan terjadi sesatu yang buruk!  Dan semuanya langsung terjadi secara cepat di mata kami saat Bram yang juga melaju dengan kecepatan tak kalah gilanya. Saat keduanya hendak berpapasan, tiba-tiba Yosi sedikit membelokkan motornya hingga masuk di jalur Bram !! Aku panik karena Yosi berniat untuk menabrakkan motornya ke arah Bram ! Yosi berniat untuk mati bersama Bram !! Reflek gue langsung berlari menuju arena.

“YOSIIIII!”

Saat aku merasa bakalan menjadi saksi kematian sahabatku sendiri, terjadi sesuatu yang tidak terduga! Beberapa detik sebelum benturan hebat terjadi antara Yosi dan Bram, Bram membelokkan motornya. Yosi selamat ! Tetapi berbeda dengan Bram ! Motornya yang melaju dengan kecepatan tinggi menjadi limbung karena gerakan berbelok yang tiba-tiba! Bram terjatuh dan terseret dengan posisi tubuhnya tertimpa motor. Motor Bram lalu menabrak sisi dinding hangar, motor Bram hancur ! Tetapi Bram terpental keluar hangar dan terguling di aspal sampai puluhan meter. Aku yakin Bram tidak akan selamat dari insiden ini. Tapi aku tidak mempedulikan nasib si bajingan tengik itu ! Aku berlari ke arah Yosi dibawah suara tepuk tangann dan sorak sorai pengunjung The Hangar !! Yosi turun dari motor, tersenyum memandangku sebelum akhirnya ia ambruk tak sadarkan diri !

Aku langsung memegang tubuh Yosi dan kondisinya benar-benar mengkhawatirkan. Wajahnya pucat, 4 jari di tangan kirinya dilakban mungkin patah setelah dihantam besi oleh Bram. Sementara perban di telapak tangan kanan Yosi sudah sobek-sobek dan membiru bengkak akibat terus dipaksa Yosi.

“Yosii !!” Tejo dan Rio mendatangiku.

“Jo, cepat ambil mobil Timor dan bawa kesini. Kita harus segera pergi dari sini dan membawa Yosi ke rumah sakit secepatnya.” Aku memerintahkan Tejo. Tapi saat Tejo sudah berlari beberapa langkah , Rio berteriak ke arahnya.

“Ngeheeekk !!!  lo ngapain lariii ! Kelamaan ! Lo naik motor Yosi biar cepat !”

“Panik gue !!” balas Tejo yang kembali untuk mengambil motor Yosi kemudian melaju kencang keluar untuk mengambil mobil. Setelah Tejo pergi, aku langsung memanggul Yosi dan berlari menuju pistop. Sampai di pitsop, aku langsung menaruh tubuh Yosi bersandar di kursi. Lalu Rio menyusulku.

“Yan gila, lo lari sambil manggul Yosi aja bisa lari cepat banget, gimana kalau elo lari gak bawa beban?” Kata Rio.

Aku tidak menggubris perkataan Rio. Aku langsung meminta Rio untuk segera membereskan barang dan peralatan. “Ri, aku gak bisa nyetir mobil, jadi setelah Tejo datang. Aku dan Yosi akan masuk ke mobil, semua peralatan kamu masukkan ke bagasi mobil saja. Lalu kamu bawa motor cadangan ke mobil van. Kamu nanti langsung menyusul saja di belakang kami.” perintahku cepat.

“Oke!”

“Wah sungguh-sungguh luar biasa sekali sang Juara kita!” terdengar suara seseorang di belakang kami. “Gue gak menyangka Yosi bisa membuat keputusan brilian seperti yang ia tunjukkan tadi!”

Plok..plok...plokkk...

Aku menengok ke belakang dan melihat seorang laki-laki memakai jas rapi  berwarna putih memberikan tepuk tangan.  Dia datang bersama beberapa orang yang juga memakai jas hitam rapi. “Siapa dia Ri?” aku berbisik ke Rio.

“Dia Jack, pemilik The Hangar. Sekaligus orang yang menciptakan The Deathwish dan yang mengundang Yosi dan gue kemarin.”

Oh jadi ini orang gila yang nyaris membuat temanku terbunuh.

“Mau apa ? Jangan ganggu Yosi !”

“Weeitss santai, gue cuma mau melihat keadaan jagoan kita. Dia masih hidup kan?”

Aku yang emosi lalu menjawab perkataannya. “Dia masih hidup ! Dan tinggalkan kami !”

“Ah masa langsung pergi sih. Ikut dulu dong upacara seremonial penyerahan hadiah. Para tamu sudah gak sabar nih.”

“Kamu gila ya! Yosi sudah pingsan begini, masih kamu suruh ikut acara tidak penting seperti itu.”

CIIIIITTTTTT.

Kami semua menoleh ke arah datangnya mobil. Tejo datang membawa mobil Timor.

“Wah kalian buru-buru amat pergi. Disini ada petugas medis yang bisa merawat Yosi. Sambil nunggu Yosi sadar kita bisa minum-minum dulu. Toh Yosi cuma luka kecil, nyawanya gak terancam.”

Aku berniat membalas omongan Jack, tapi Rio melirikku dan memberikan kode agar aku tidak usah menanggapi perkataan Jack.  Maka akupun diam dan langsung memapah tubuh Yosi. Namun saat aku hendak membawa Yosi masuk ke dalam mobil, salah seorang pria tiba-tiba berdiri di depanku sehingga menghalangi jalanku.

“Bos, mengajak kalian berbicara! Jangan bertingkah sok dengan main pergi begitu saja!” Hardik seorang pria bertubuh tinggi tegap dan berkacamata.

“Kamu bisa minggir gak?” Perlahan emosi dan rasa amarahku merambat naik.

“LO BUDEG YA BOCAH! BALIK KE TEMPAT ELO! BOS BELUM SELESAI BICARA!” Pria itu mendorong tubuhku dengan kasar hingga membuat aku yang sedang memapah Yosi nyaris terjatuh karena kehilangan kesemimbangan. Untungnya Rio yang berada di belakang, sempat untuk menahan tubuhku. Ini gak boleh dibiarkan, kami mesti segera pergi dari tempat ini.

“Ri, pegang Yosi. Biar aku bukakan jalan.”

Setelah Rio memegangi Yosi, aku langsung mendatangi pria tersebut dan kini kami berhadapan. Aku mendongak ke atas karena ia lebih tinggi.

“Anda minggir sendiri atau aku pinggirkan paksa.”

“APA LOE BILANG? LO BERANI MA GUE BOCAH TENGIK!”

“Aku tidak punya alasan untuk takut dengan anda.”

Aku langsung memasang sikap waspada karena gestur orang ini sudah bersiap untuk menyerangku.

“DASAR BOCAH BANGSAT!”

Wush!! Aku yang memang sudah bersiaga, mengelak kesamping saat lawanku melayangkan pukulan kanan. Badan lawan yang terdorong ke depan karena luput memukulku langsung aku manfaatkan untuk mnyerang. Kuayunkan lutut kananku dan mengenai perutnya. Hantaman lutut kananku membuat tubuhya membungkuk dan langsung aku tinju dengan pukulan tangan kiri yang telak mengenai wajahnya.

BAM!!!!

Lawanku terjungkal ke belakang dan bergulingan di lantai. Dia tidak mampu bangkit alias pingsan. Aku langsung menengok ke belakang, ”Ayo Ri kita pergi!” Tetapi saat gue menghadap ke depan. Aku merasakan ada benda dingin yang ditempelkan ke keningku.

Sebuah pistol. Salah seorang bodyguard Jack yang berkepala plontos menodong kepala gue dengan pistol.

Aku terdiam dan melirik 2-3 bodguard lainnya juga mengeluarkan pistol dan mengarahkannya ke kami bertiga.

Aku melihat Jack, yang menyeringai ke arahku sambil menghisap sebatang cerutu.

“Siapa nama lo? Baru kali ini gue melihat, Santos, salah satu bodyguard andalan gue, kalah melawan seorang bocah.” Ujar Jack santai.

“Yandi. Namaku Yandi. Dan sudah tahu lawan kalian masih bocah, tapi kalian pakai pistol. Amazing..” aku menyindir Jack sambil bertepuk tangan ke arah Jack. Aku benar-benar marah melihat betapa pengecutnya para pengawal Jack sehingga aku tidak gentar sama sekali ditodong pistol seperti ini.

“HAHAHA MENARIK !! MENARIK SEKALI !!Hei turunkan senjata kalian, gak malu apa.” perintah Jack yang langsung segera dituruti oleh para bodyguardnya. Mereka menurunkan pistol dan menyimpannya di balik jas.

“Jack, Yosi sudah kepayahan. Dia sudah membunuh 2 orang malam ini demi memuaskan nafsu kalian.”

“Ah jangan begitu Yan. Gue gak memaksa Yosi untuk ikut, tanya saja sama Rio. Gue hanya menawarkan dan menfasilitasi dia untuk membalas dendam ke Bram. Bahkan gue sama sekali tidak tahu Yosi sebelumnya, tetapi berkat rekomendasi Bram, gue bisa mengenal Yosi. Dan asal lo tahu gue merasa beruntung kenal dengan Yosi ! Pemuja adrenalin sejati, jenius dan nekat. Sangat sesuai dengan julukan yang ia punya, Daredevil penantang bahaya! Gue benar-benar terkesan dengan tekat dan insting Yosi. Rider lain kalau berada di posis Yosi gue yakin mereka lebih memilih menyerah kalah dan rela menanggung malu, tapi sifat tidak mau kalah dan nekat Yosi mampu membuatnya memikirkan cara mengalahkan Bram dengan cara yang amat sangat berbahaya yang tidak akan mampu dipikirkan dan dilakukan orang lain namun tetap fair. Rider lain mana mampu mereka berpikir bahwa masuk ke jalur rider lain itu bisa juga menjadi salah satu cara untuk mengadu nyali. Dan asal lo tahu, dari awal gue mendesain The Deathwish, gue selalu bilang ke para peserta The Deathwish. Siapapun Rider yang keluar dari dari jalur kuning, akan dianggap menyerah kalah. Dan Yosi tahu benar hal ini.”

“Jadi Yosi...Melanggar peraturan The Deathwish malam ini demi mengalahkan Bram? Ujar Rio membuka suara.

“Tidak, Yosi menang dengan cara fair. Dia tidak keluar dari jalur kuning. Dia hanya hanya berpindah jalur dari kanan ke kiri tanpa melewati garis kuning, hanya melewati garis putih yang ada di tengah. Gue sempat terpikir untuk bilang kepada peserta bahwa tidak masalah jika mereka masuk ke jalur lawan. Tetapi gue mengurungkan niat untuk memberitahu hal ini. Biar para peserta yang menemukan celah dari peraturan tersebut. Karena gue memiliki anggapan, hanya peserta yang siap mati yang sanggup memikirkan celah peraturan tersebut. Dan kita lihat bersama Yosi mampu menjadi orang pertama yang berani menempuh jalan kematian tersebut. Kalau saja Bram juga memiliki niat yang sama dengan Yosi untuk adu nyawa, gue yakin Bram tidak akan menghindari tabrakan dengan Yosi. Bram memang kalah tetapi bajingan itu jelas dalam mampu berhitung dalam waktu sepersekian detik. Dia sudah tahu dia bakal mati kalau nekat adu nyawa dengan Yosi, tapi dia masih berpikir bahwa dia masih memiliki peluang untuk hidup jika membanting stang motornya. Kecelakaan fatal yang ia alami barusan sudah masuk dalam hitungan Bram, dia akan terluka sangat parah tetapi dia masih akan tetap hidup.”

“Jadi Bram masih hidup?” Aku bertanya karena masih tidak menyangka Bram masih bisa hidup setelah apa yang menimpanya.

“Ya dia masih hidup, meskipun akibat kecelakaan tersebut membuat wajah sebelah kiri Bram rusak parah karena tergesek dengan aspal, selain itu kedua kaki Bram juga patah, bahkan tulang selangka kirinya juga patah. Tapi meskipun begitu si bangsat ini masih beruntung, kontolnya masih bisa dipakai buat ngentot nanti kalau dia sembuh haha. Karena kalau dia nanti siuman dan mendapati biji dan kontolnya diangkat karena luka parah, gue yakin dia langsung bunuh diri saat itu juga ahahaha.”

Aku terdiam mendengar perkataan Jack.

“Jadi apa maumu sekarang ? Yang pasti Yosi harus segera dibawa ke rumah sakit. Kalau kamu masih ngotot ingin menahan kami disini, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan melawan kalian meskipun kalian semua bersenjata.”

“Hahahahahahaha.. Elo emang sangat menarik sekali Yan. Silahkan kalian boleh pergi dari sini.” Ujar Jack.

Namun karena aku takut itu hanya jebakan untuk membuat kami lengah, aku menahan Rio agar jangan beranjak dulu.

“SShhhhh...Santai gue gak akan menghalangi kalian. Yosi sudah benar-benar membuat gue terhibur dalam event terakhir The Deathwish malam ini. Gue puas banget dengan ending malam ini. fyuush.” Sambil berbicara denganku, Jack terus menikmati cerutunya.

“Even terakhir The Deathwish?” Tanya Rio.

“Yap, gue rasa malam ini adalah puncak dari The Deathwish, banyak orang mampus malam ini. Gue harus tiarap sebentar.  Kalau situasinya sudah kembali aman, gue akan kembali mengadakan event yang sangat jauh berbeda dengan The Deathwish. Dan Yosi-”

“Enggak !! Aku tidak akan membiarkan Yosi untuk ikut even gila ciptaanmu !”

“Hahah Yandi, Yandi. Biasakan orang lain itu berbicara dulu sampai selesai, baru elo tanggapin.”

Aku diam mendengar penuturan Jack.

“Gue tadi mau ngomong, untuk event baru gue nanti, Yosi tidak perlu untuk ikut lagi.”

Huah, aku lega mendengar jawaban dari Jack.

“Yosi memang gak akan ikut, karena ada orang lain yang menurut gue lebih pas. Yakni elo. Elo mesti ikut menggantikan posisi Yosi dan maju ke event gue selanjutnya. The Sudden Death.”

“Apa? Sudden Death?” Tanya Rio.

“Yap! Tenang saja, bukan dalam waktu dekat ini.”

“jadi kamu mengancam saya?” Aku geram mendengar perkataan Jack.

“Gue gak mengancam dan memaksamu untuk ikut The Sudden Death yan. Gue orangnya gak suka memaksa. Ketika semuanya sudah siap, gue akan mendatangi elo. Dan percayalah, elo akan gue berikan sebuah penawaran yang gak akan bisa elo tolak sama sekali hahha!!! Oke boy, cukup sekian dari gue. Hadiah 666 juta udah gue transfer ke rekening Yosi. Selamat bersenang-senang dan titip salam respek gue buat Yosi atas keberaniannya hari ini. Dia memang pantas menjadi The Last Man Standing.  Sampai jumpa lagi guys, hahaha.”

Sembari tertawa dengan penuh kesombongan, Jack dan para bodguardnya lalu pergi meninggalkan kami. Aku menghela nafas lega karena Jack membiarkan kami pergi tapi aku perlu menegaskan sesuatu kepada Rio terlebih dahulu. Aku menoleh ke belakang lalu menatap Rio tajam dan berkatan dengan intonasi berat.

“RI,LUPAKAN OMONGAN JACK BARUSAN TENTANG SUDDEN DEATH. AKU TIDA AKAN MENGAMPUNIMU KALAU SAMPAI YOSI TAHU HAL INI, NGERTI?” Dan Rio mengangguk dengan cepat tanpa berkata apa-apa.

“Bagus.”

Aku tersenyum ke arah Rio. “Ayo kita pergi.”


***​

Kami berempat akhirnya meninggalkan The Hangar dengan tenang, sempat terpikir dengan perkataan Jack bahwa suatu hari aku yang akan mendatangi dirinya untuk meminta bantuan namun aku buang-buang jauh pikiran tersebut. Buat apa aku memikirkan perkataannya yang ngelantur tersebut. Aku pulang semobil dengan Tejo dan Yosi. Yosi aku baringkan di kursi belakang sementara aku duduk di depan dengan Tejo yang bawa mobil. Sementara Rio mengikuti kami dari belakang menggunakan mobil van. Aku agak gak enak sih sebenarnya karena sedikit mengancam Rio, tapi itu harus aku lakukan biar masalah Yosi tidak perlu berurusan dengan Jack di kemudian hari. Aku memutuskan ingin membawa Yosi ke klinik Dr. Burhan. Karena beliau sudah mengenal kami dan selalu merawat tanpa banyak tanya apa penyebabnya. Aku melihat jam tanganku, sudah jam 3.45 pagi rupanya dan aku langsung menguap.

"Kalau elo ngantuk, tidur aja Yan. Nanti kalau kita udah keluar dari Tol, gue bangunin karena gue ga tahu dimana klinik yang lo maksud. Kira-kira 30 menitan lagi lah kita keluar dari tol. Mayan lo bisa tidur setengah jam." Sarannya.

"Kamu gak ngantuk?"

"Haha engga. Belum ngantuk. Gue tu anak kalonh. Keluar jam 11-12 malam pulang setelah subuh. Ya jam operasionalnya mirip dengan jam operasional bencong lah."

"Hahahaha. Parah."

"Untung ini hari minggu Yan. Jadi elo pulang terus bisa tidur sepuasnya."

"Ah gak juga. Hari minggu malah biasanya mbak ku nyuruh ngerjain ini itu."

"Hahaha kasian, atau setelah nganterin Yosi, lo tidur tempat gue aja gimana?"

"Gak makasih Jo. Aku mesti pulang. Nanti setelah anterin Yosi, kalian semua pulang aja. Di klinik ada perawat yang jaga 24 jam."

"Jadi gak apa-apa nih kita tinggalin Yosi di klinik?"

Aku mengangguk.

Dan selama sisa perjalanan aku sama Tejo ngobrol banyak hal dan itu membuat perjalanan menjadi tidak terasa dan membuat rasa kantukku hilang. Kira-kira 40 menit kemudian kami sampai di klinik Dr. Burhan. Dr. Burhan jelas tidak mungkin standby jam segini, biasanya hanya ada perawat dan Dokter muda. Perawat dan dokter jaga yang aku kenal, Dokter Aldi tanpa banyak cing-cong langsung membawakan ranjang yang kaki-kakinya sudah terpasang roda begitu melihat kedatangan kami.

Kami bertiga merasa lega setelah Yosi mendapatkan penanganan. Kami betiga duduk bersandar di ruang tunggu klinik dimana hanya ada kami bertiga. Kami yang menonton Yosi beraksi saja sudah merasa kelelahan, bagaimana dengan Yosi yang semalaman terus terpompa adrenalinya. Lalu Dokter Aldi dan beberapa perawat yang menangani Yosi keluar dari ruangan.

"Bagaimana kondisi Yosi dok?" Aku langsung bertanya setelah melihat Dokter Aldi keluar ruangan.

"Yah selain dia mengalami dehidrasi cukup parah, tangan kiri retak, 4 jemari kiri patah dan telapak tangan kanan yang membengkak karena retak, secara keseluruhan Yosi baik-baik saja. Namun Yosi mesti istirahat total minimal selama 1 bulan. Urusan administrasi nanti seperti biasa kamu urus dengan mba Hidayah ya. Silahkan kalau kalian mau menjenguk Yosi tapi jangan lama-lama biarkan dia istirahat. Kalian juga sebaiknya setelah melihat kondisi Yosi, pulang dan beristirahatlah. Yosi sudah ada yang menjaga."

Setelah Dokter Aldi pergi, kami bertiga masuk ke ruangan dimana Yosi dirawat. Selang infus dan selang oksigen terpasang di tubuh Yosi. Yosi juga sudah sudah memakai piyama pasien, kedua tangannya sudah diperban, jemari yang patah dan telapak tangan kanan juga sudah ditangani. Raut muka Yosi kini sudah jauh lebih tenang.

“Fiyuh, syukurlah. Yosi sudah terlihat tenang sekarang. Guys, sebaiknya kita juga pulang yuk. Yan, lo pulang gue anter aja.” Ujar Rio.

Sempat ingin menolak tawaran Rio karena tak mau merepotkan tetapi sepertinya aku juga mau minta maaf ke Rio atas sikapku tadi. Jadi aku mengiyakan tawaran Rio. Lalu kami bertiga keluar dari ruangan dan menutup pintu kamar Yosi. “Ri, tunggu bentar ya. Aku mau mengurus administrasinya Yosi dulu. Kalian tunggu aja diluar.”

“Oke. Mulut gue udah kecut banget belum ngrokok. Jo, kalau lo mau langsung pulang. Pulang aja gak apa-apa.” Saran Rio ke Tejo.

Tejo hendak menolak tetapi dia menguap lebar. “Oke deh. Yadah gue balik dulu. Nih kunci mobil elo,” Tejo memberikan kunci mobil Timor dan Rio juga mengembalikan kunci mobil van. “Motor Yosi biar gue bawa dulu aja. Oia Ri, peralatan gue di bagasi mobil elo kan?”

“Iyar, tar sore atau malam gue mampir ke tempat elo balikin peralatan terus gue jenguk Yosi.”

“Eh bareng aja kalau mau jenguk Yosi.”

“Ya gampang tar gue kabarin kalau gue mau ke rumah elo.”

“Sip. Yan, gue balik dulu.” Tejo bersalaman dengan gue lalu Rio.

“Makasih Jo. Hati-hati.”

Rio dan Tejo lalu bareng pergi ke parkiran mobil, sementara aku juga langsung mengurus administrasi Yosi. Mba Hidayah dengan ramah melayaniku meskipun dia geleng-geleng kepala dan berkomentar singkat. “Kalian ini, hobi banget tidur di sini. Zen udah pulang eh giliran Yosi masuk. Nanti setelah Yosi sembuh, jangan sampai giliran kamu yang nginep disini lagi Yan. Mba tolak biar kapok dan pada berhenti berkelahi.”

Aku cuma bisa nyengir sambil garuk-garuk kepala. Setelah semua urusan selesai dan aku hendak pergi, mba Hidayah berpesan sesuatu kepadaku dan membuatku jadi kepikiran. “Yan, jangan lupa kabarin orang tua Yosi ! Mereka mesti tahu anaknya dirawat disini.” Aku menoleh dan mengacungkan jempol seraya berkata singkat. “ Siaap.” Padahal dalam hati aku bingung juga kalau libatin masalah orang tua. Ah siapa tahu Rio punya ide bagaimana menyampaikan kondisi Yosi ke orang tuanya. Aku sempat melihat jam dinding yang ada di ruang tunggu.

04.55

Udah pagi ternyata, aku segera menyusul Rio yang sedang merokok sambil bersandar di pintu mobilnya. Saat melihatku datang Rio membuang puntung rokoknya lalu masuk ke mobil. Setelah aku masuk Rio bertanya apakah ada masalah di bagian administrasi.

“Beres kok, saking seringnya anak-anak SMA NEGERI XXX nginap disini akibat luka setelah berkelahi, aku jadi kenal para petugas klinik dan dokternya.”

“Wahahaha, anak SMA NEGERI XXX memang menarik ya. Sekolah favorit tapi murid-muridnya pada doyan berantem haha.”

Rio lalu menyalakan mesin mobilnya dan kami melaju santai di jalanan yang masih sepi meskipun suasana sudah tidak terlalu gelap karena matahari mulai berankan terbit.

“Ya gitulah. Eh ri, aku minta maaf ya tadi aku sempat ngomong gak enak ke kamu pas di Hangar.”

“Tentang Jack ya?”

“Iya, aku gak bermaksud unt-” belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, Rio sudah menyela duluan.

“Ah santai saja Yan, gue ngerti kok maksud elo baik. Lo gak mau Yosi terlibat lagi dengan Jack. Tapi masalahnya elo jadi kayak pengganti Yosi di event berikutnya. Bisa jadi event baru Jack jauh lebih parah dari The Deathwish. Mungkin dia dapat ide gara-gara liat elo begitu mudahnya meng-KO salah seorang anak buahnya. Njir Yan, kalau gue ga lihat sendiri, gue gak bakal percaya lo bisa ngalahin tu orang. Gue yakin pukulan elo spesial sampe tu orang terkapar ahahah.”

“Ah biasa saja, beruntung aja gue bisa masukkin pukulan telak.”

“Ya seberuntungnya elo bisa mukul tuh orang duluan, dia gak mungkin kalah begitu aja kalau pukulan elo gak luar biasa keras. Kalau gue yang mukul, dia pasti cuma ngrasa geli doang. Hati-hati Yan. para bodyguard Jack pasti bukan orang sembarangan, mereka sudah terbiasa dengan perkelahian dan tindak kekerasan lainnya. Bisa jadi orang yang lo hajar, bakalan balas dendam.” Rio memberikan peringatan.

“Ya kalau dia mau balas dendam, aku pasti gak tinggal diam.”

“Kalau dia balas dendamnya dengan mengajak elo duel satu lawan satu, gue gak khawatir. Masalahnya orang seperti mereka terbiasa menggunakan cara licik untuk membalas dendam. Lo lihat sendiri kan mereka semua nenteng pistol. Elo mesti ekstra waspada dan hati-hati Yan.”

“Oke. Bukan sekali ini aku pernah berurusan dengan gangster, preman, penjahat dan sejenisnya.”

“Hah ? Maksudnya lo pernah ribut dengan gangster dan semacamnya?”

Ah sial, aku keceplosan.

“Gak, gak kok.” Aku menjawab dengan cepat-cepat. “Eh Ri, nanti kalau orang tua Yosi nyariin dia gimana ya?” Aku segera mengalihkan pembicaaran dengan Rio.

“Santai, gue udah siapin alibi. Gue bakal bilang Rio kecelakaan pas naik motor. Gak sepenuhnya bohong sih haha. Bokap Rio pasti percaya karena gue uda kenal sama om Yosafat. Bokap Rio lagi keluar kota dari minggu lalu, kemungkinan lusa dia balik kesini. Jadi masih ada cukup waktu gue sama Yosi kongkalikong cari alibi. ”

“Fiuh bagusah. Lha ibunya Yosi gimana? Dia juga sedang pergi dengan ayahnya Yosi.”

Ro menggeleng. “Nyokap Yosi udah meninggal beberapa tahun yang lalu Yan karena sakit kanker payudara. Yosi kini tinggal berdua dengan bokapnya. Yosi itu anak tunggal”

“Astaga, aku baru tahu kalau ibu Yosi udah gak ada.”

“Ya wajarlah lo gak tahu Yan, Yosi itu bukan tipe orang yang doyan curhat masalah keluarganya. Eh Yan, nama jalan tempat elo tinggal paan? Kita udah sampai Jalan Raya Palmas nih.”

Ternyata tanpa terasa kami sudah masuk ke Jalan Raya Palmas, berarti aku bentar lagi sampai rumah. “Setelah perempatan pertama ini, di kiri jalan ada Indomaret. Nah kita berhenti di depan Indomaret aja. Gang rumahku ada di samping Indomaret.”

“Tanggung amat, gak masuk ke dalam gang sekalian?”

“Gak di depan aja gak apa-apa. Gangnya kecil, agak susah mobil buat puter balik.”

“Oke.”

Setelah melewati lampu merah, mobil berhenti di depan Indomaret.

“Yan, thanks banget elo udah bantuin kita disana. “ Ujar Rio saat aku mau turun.

“Aku yang malah terimakasih sama kamu Ri. Kalau kamu gak hubungin aku dan terjadi sesuatu yang fatal dengan Yosi disana, aku pasti ikut merasa menyesal.”

Setelah bersalaman, gue lalu keluar dari mobil. Dan perlahan mobil Rio melaju dan akhirnya menghilangh dari pandangan. Aku mengeliatkan badan karena terasa melelahkan sekali, tidak tidur semalaman dan adrenalin ikut naik sepanjang acara. Aku melihat jam tanganku.

5.32

Wah udah setengah 6 pagi. Matahari juga sudah terbit, beberapa orang sudah nampak lalu lalang berolahraga pagi. Saat aku mau masuk gang, aku merasa lapar sekali. Akhirnya aku berhenti dan mampir ke warung bubur ayam yang ada di dekat sini. Entah kenapa rasa kantuk yang tadi kurasakan saat perjalanan pulang kini sudah tidak terlalu terasa.

Sarapan pagi, pulang terus tidur. Aku berharap hari ini Mba Asih berbaik hati tidak bersikap cerewet dan memarahiku karena aku pergi dari sore dan baru balik pagi ini. Di warung bubur ayam, aku memesan bubur ayam komplit dan teh tawar panas. Setelah mengambil 2 tusuk sate ati ampela. Aku duduk di bangku dan menikmati sarapanku dengan khidmat. Sambil makan aku memikirkan banyak hal. Terutama The Deathwish yang aku saksikan semalam. Akhirnya Yosi bisa membalaskan dendamnya. Dan aku berharap Yosi sudah bisa merasakan ketenangan. Tetapi balas dendam itu seperti lingkaran setan. Selama salah satu pihak tidak menerima kekalahan, dia akan membalas dendam. Dan siklus ini pun berputar kembali. Sampai salah satu pihak binasa tak tersisa, baru lingkaran setan ini berhenti.

Balas dendam.

Yosi...Bram...Zen...Budi....Axel...Oscar !!!

GAWAT!!

Pikiran tentang balas dendam ini membawaku kepada konflik kekuasaan berlatar balas dendam yang ada di sekolahku saat ini. Dan memikirkan hal ini tiba-tiba bulu kudukku merinding! Aku yang sedang makan langsung tersedak-sedak. Sampai-sampai Mang Okong yang punya warung bubur ayam langsung menyodorkan segelas air putih.

“Lu makan sambil ngelamun sih tong? Nih minum air putih dulu biar legaan.”

Aku segera meminum air putih di depanku dan itu membuatku lega berhenti tersedak!!

Gawat-gawat !! Kenapa aku baru kepikiran sekarang sih!!

Aku langsung membuka ponsel yang semalaman aku matikan. Menunggu ponsel hidup terasa lamaaa sekali. Dan setelah menunggu beberapa saat, rentetatan pesan masuk ke WA ku. Sekilas aku melihat ada WA dari Dita, Vinia dan beberapa chat di grup F4. Aku buka seklias chat di F4, isinya Xavi dan Vinia yang bersahutan ngobrol tentang musik. Tapi tujuanku bukan grup F4 tetapi di grup yang satu baru yang satu lagi. Grup WA bernama grup “Yandi dan teman-teman”, ugh norak sekali nama grup WA yang dibuat oleh Riko. Di grup ini berisi aku, Zen, Xavi, Riko, Sigit dan 15 anak lain dari sesama kelas 1 yang dulu secara sukarela membantuku di Ruko Lama. Hanya Yosi yang belum dimasukkan karena kemarin nomor dia gak pernah aktif. Sebenarnya aku malas sih karena Riko membuat grup ini. Namun Riko bilang grup ini penting karena kami bisa saling bertukar pesan dan melaporkan segala sesuatu tentang konfilk di sekolahan. Tujuan awal grup sih seperti itu, namun ujung-ujungnya ini grup WA jadi grup jual beli barter koleksi film bokep, share cerita-cerita porno, ngomongin gadis-gadis cantik di sekolahan, berita tentang Si A jadian dengan si B, kirim-kiriman foto porno sampe potongan video bokep.

Kampret benar ini grup WA.

Namun baru kali ini aku merasa bersyukur Riko membuat grup WA ini karena aku perlu memperingatkan semua teman-temanku karena aku yakin berita tentang insiden kecelakaan yang menimpa Bram akan segera tersebar. Apalagi penyebab kecelakaan Bram adalah Yosi. Aku yakin Bram yang menjadi bagian dari aliansi Oscar tentu tidak akan tinggal diam. Apalagi Bram juga menyandang predikat sebagai bajingan terkuat dari kelas 2. Berkaca dari aksi balasan Budi kepada Zen karena Zen sudah membantai 3 anak kelas 1 anggota aliansi Oscar, aku yakin semua pentolan bajingan dari kelas 2 akan balas dendam ke Yosi dan tidak menutup kemungkinan ke semua anak kelas 1 yang ada dipihakku.

YANDI
URGENT !! NANTI MALAM SEMUA ORANG WAJIB KUMPUL DI KEDAI KOPI. ADA SESUATU YANG MENDESAK DAN PENTING YANG INGIN AKU BERITAHUKAN KEPADA KALIAN SEMUA!!! LOKASI KEDAI KOPI AKU SHARE LOCATION.
05:37

Aku sengaja mengetik dengan huruf kapital semua agar mereka tahu bahwa ini pesan penting. Namun sampai lima menit berlalu tidak satupun anak di grup ini yang sudah membaca pesanku tersebut. Bahkan belum semua statusnya terkirim. Ah sialan jam segini hari minggu pula, aku yakin mereka semua masih pada tidur. Saat aku merasa kesal sendiri, tiba-tiba ada telepon masuk di ponsel.

ZEN CALLING

Sepertinya Zen sudah membaca pesanku di grup.

“Halo Zen.”

“Ya yan. Ada apaan lo wa di grup? Somethin bad happen?”

“Ya. Semalam Yosi dan Bram duel. Bram luka parah, nyaris mampus. Yosi masuk klinik Dokter Burhan.”

“SERIUSSSSSS LO?!”

Sialan, Zen pake acara teriak segala di telepon, ampe sakit kuping.

“Woiy jangan teriak di telepon! Sakit kuping!”

“Eh sori, kaget banget gue. Mereka duel dimana? Gimana keaadaan Yosi?”

“Yosi udah dapat penanganan, cuma dia mesti bedrest 1 bulan. Panjang pake banget ceritanya. Gini aja, kamu datang ke rumahku jam 6 sore terus kita cari tempat di Kedai Kopi. Aku ceritain sambil nunggu teman-teman yang lain.”

“Ashhh, kenapa lo gak cerita sekarang aja sih? Gue penasaran banget ini.”

“Zen, aku belum tidur ini dari semalam. Mataku udah pedas banget, aku udah nguap - nguap parah. Dah nanti sore aja kamu ke rumahku. Intinya, aku khawatir akibat duel Yosi dengan Bram, kelompok Oscar bakalan balas dendam sama kayak peristiwa balasan Budi kemarin. Kamu habisin Gom dan 2 anak kelas 1 aja, Budi langsung turun tangan sendiri. Apalagi yang dibantai Yosi semalam itu Bram, yang pegang semua jagoan anak kelas 2 di sekolah. Makanya aku mau kumpulin teman-teman agar mulai hari ini mereka waspada terhadap serangan dari teman-teman Bram.”

Zen terdiam, sepertinya dia tidak suka saat aku mengungkit tentang kekalahannya melawan Budi.

“Oke, gue ngerti. Lo istirahat aja dulu, gue yang akan pastikan anak-anak datang semua nanti malam.”

“Sip, sampai ketemu nanti sore.”

KLIK.

Selesai berbicara dengan Zen, aku memasukkkan ponsel ke saku celana, membayar makanan lalu pulang. Aku masuk melalui pintu samping yang tembus dengan dapur. Dengan perlahan-lahan aku membuka pintu yang terkunci. Karena aku juga punya kunci sendiri, maka aku leluasa keluar masuk rumah. Aku menahan nafas seperti masuk sarang zombie saja, karena jujur saja aku ngeri ketika pintu ini terbuka, mba asih berdiri berkacak pinggang menatapku. Namun aku merasa lega ketika pintu kubuka, tidak ada siapa-siapa. Bahkan ruman masih terasa sepi, sepertinya mba asih masih belum bangun. Setelah menutup pintu dan menguncinya kembali, aku langsung melesat naik ke atas. Sampai kamar, pintu kamar aku kunci. Mencopot semua baju dan celana hingga tersisa celana pendek. Kipas angin kunyalakan dan aku segera meringkuk di balik selimut sambil memeluk bantal.

Uah nikmatnya akhirnya bisa mencium guling di kamar.

WA Dita, WA Vinia.

Kok aku jadi ingat ada WA dari Dita dan Vinia yang belum kubuka ya? Vinia tumben malam minggu sempat Wa, biasanya kalo malam minggu dia sibuk show. WA Dita? Malam minggu..ah sialan, aku baru ingat punya janji bakalan nemenin Dita cari kado buat ulang tahun temannya. Aku benar-benar lupa janji tersebut karena setelah ditelepon Rio dan mendapat penjelasan panjang lebar tentang Yosi, aku mematikan ponsel dan segera meluncur ke rumah Rio. Aduh Dita, maaaap. Aku belum jadi cowoknya aja udah sering bikin dia kecewa, nasib-nasib. Tapi sepertinya benar memang perkataan Yosi semalam, dia belum niat punya pacar karena masih ribet dengan masalah yang ia hadapin. Benar juga, konflik di sekolah yang sempat adem bakalan kembali panas. Mana suka seorang cewek kepada cowok yang doyan terlibat masalah perkelahian? Arrrrhh disaat aku mau tidur, malah kepikiran hal gak penting gini. Masalah dengan Dita, aku pikirkan nanti saja, aku mau tidur dulu!

***
Jam 5 aku menunggu Zen datang ke rumah, tapi belum kelihatan juga maupun kasih kabar. Tapi sepertinya Zen benar-benar melakukan apa yang tadi katakan yakni memastikan semua teman di grup untuk datang. Karena semua teman di grup sudah membalas mereka pasti akan datang. Meskipun ada juga yang bertanya-tanya ada masalah apa hingga aku tiba-tiba mengumpulkan semua orang. Sambil menunggu Zen, akhirnya aku mau memberanikan diri membuka 4 pesan WA dari Dita. Iya, dari pagi aku belum berani membuka WA dari Dita dan juga dari Vinia. Aku belum berani buka karena belum bisa menemukan alasan yang tepat. Tapi sebelum buka WA Dita sepertinya WA dari Vinia lebih buat penasaran. Aku lalu membuka WA dari Vinia dulu ah, ada 2 pesan dan salah satunya adalah foto.

VINIA
Yan, lagi apaan? Diem aja di grup. Nge-read aja enggak
19:49

VINIA
Eh, btw sore tadi abis rekaman, gue jalan-jalan sendiran di mall, iseng pake full make-up dan pake jilbab kek gini xoxoxoxo. and you know what ? Gue bisa bebas jalan-jalan karena gak ada yang ngenalin ! Yeeeyyy !!
19:51

Alamak, cantik banget Vinia pake jilbab motif kotak-kotak hitam putih, baju panjang abu-abu dan nampak sekali memakai make-up pula. Wow. Bisa-bisa aku ketularan Xavi nih yang ngaku jatuh cinta di depan Vinia gara-gara dia pake jilbab. Tapi Vinia sepertinya lagi tertarik banget nih pakai jilbab. Aku pun penasaran dan mengetikkan.

YANDI
Ciee, bentar lagi ada yang masuk sekolah pake hijab nih.
17:14

Namun sepertinya WA ku tidak terkirim karena hanya bercentang 1. Mungkin Vinia lagi sibuk manggung nih. WA dari Vinia udah kubuka. Sekarang buka Wa dari Dita, sialan cuma mau buka Wa aja rasanya deg-degan parah ngelebihin orang mau berantem.

DITA
Yandi... tar malam jadi ya kan? Jam 7 yah kamu kerumahku.
15.04 

DITA
Yan, halo?
18:40

DITA
ELO TUH YA! JADI COWOK GA JELAS ! KALAU ELO GAK BISA PERGI BARENG GUE, MINIMAL KASIH TAHU, GUE JADI GAK NUNGGU ELO DARI TADI! BARUSAN GUE KE RUMAH ELO, DAN MBA ASIH BILANG ELO UDA PERGI TADI JAM 6!
19:14

Gila. Aku nyesek banget baca WA dari Dita. Rasanya sakit juga, karena belum apa-apa aku udah sering bohong dan buat Dita sedemikian kecewanya.

Dissapointed but not surprised.

Asli itu ngena banget rasanya kayak kena pukulan telak ! Aku jadi bingung mesti mau bales apa.

YANDI
Maaf dit..
17:21

Balasanku sangat klise, tapi cuman itu yang terpikirkan oleh ku sekarang.

Tapi sama seperti Vinia, Wa yang kukirim hanya bersimbol centang 1 yang artinya tidak terkirim entah karena ponselnya tidak aktif atau nomorku sudah diblok. Seharusnya gak kubaca WA dari Dita karena ini malah membuat moodku jelek.

ZEN CALLING

Zen menelepon. Dan kuangkat.

“Yan, lo udah di Kedai Kopi? Tutupan rapat rumah lo.”

“Gak, aku masih dirumah. Mba Asih lagi pergi dengan mas sulis. Kamu di depan rumahku?”

“Iya. Gue di depan rumah elo.”

“Tunggu, 5 menit lagi aku turun.”

“Oke.”

KLIK

Aku langsung turun dari kamar dan keluar dari pintu depan. Setelah mengunci pintu aku lihat Zen sudah menungguku di depan rumah. Dia menunggu di atas motor Vario. Sesaat aku melihat ke arah rumah Dita. Rumahnya nampak sepi, tidak terlihat motor atau mobil di depan garasi. "Hey, lu liat apaan sih?Rumahnya berhantu?" Tanya Zen yang ikut memandang ke rumah Dita. Aku tak menjawab pertanyaan Zen. Aku langsung naik ke atas motor Zen, "Ayo cabut." Kami berdua langsung menuju ke Kedai Kopi yang berada tidak jauh dari rumahku. Eh tiba-tiba aku sadar, bahwa di cafe ini aku pertama kali melihat sang cewek misterius. Sempat terbersit harapan untuk bertemu dengannya disini. Halah Yan, ngimpi!

Saat kami masuk, keadaan Kedai Kopi masih sepi. Hanya ada 2 atau 3 orang pengunjung.

"Yan, kita reserved tempat di private room itu yuk. Kita bisa ngobrol enak ga ada yang ganggu kita bisa bebas ngomong apa aja. Ruangannya juga cukup luas. Dan yang lebih penting gue bisa ngrokok di dalam." Saran Zen. Benar juga saran Zen, hal penting yang hendak kusampaikan termasuk hal sensitif. Kami berdua lalu memesan private room yang berdinding kaca bening sehingga meskipun kami di dalam, kami masih bisa melihat ke luar. Aku dan Zen sekalian memesan kopi black espresso. Lalu kami berdua duduk di sofa yang tersedia. Zen langsung menyalakan rokok dan mulai menghisapnya dengan khidmat. Zen memandangku. "Mau rokok yan?Nih." Zen mengangsurkan sebungkus rokok mild beserta korek zippo di meja depanku.

"Thanks. Tapi aku ga bisa menikmati rokok sama sekali. Aku dulu waktu SD kelas 5-6 pernah nyoba belajar merokok sama teman. Baru berapa kali hisapan, aku terbatuk-batuk sampai tersedak. Gara-gara menelan rokok. Sejak saat itu aku sama sekali tidak tertarik dengan rokok." Aku menjelaskan ke Zen kenapa aku tidak menyukai rokok.

"Baguslah. Gue sebenarnya nyesel jadi perokok. Tapi mau gimana lagi, gue gak bisa berhenti. Eh, lo gak apa-apa nih gue ngrokok disini?Kalau keberatan gue ngrokok diluar dulu."

"Yaelah, santai saja."

"Oia. Gue tadi agak kesorean ke tempat lo karena gue tadi mampir ke klinik Dokter Burhan. Disana gue ngobrol A-Z dengan Yosi. Jadi gue sekarang mengerti alasan elo ngumpulin geng "Yandi dan teman-teman." Hahahha."

Entah kenapa aku tidak merasa kaget dan aku tidak perlu repot-repot menjelaskan ke Zen. "Ah jelek banget nama grupnya. Udah siuman dia?"

"Udah. Kondisi fisiknya udah membaik, yang bakalan lama itu masa pemulihan tangan kiri dan telapak tangan yang retak serta 4 jari di tangan kirinya. Oia lo bakalan ceritain ke anak-anak tentang duel Yosi dan Bram di The Hangar semalam?"

"Tentu saja tidak. Tidak ada yang boleh tahu kejadian di The Hangar. Aku hanya menekankan ke teman-teman bahwa Yosi dan Bram terlibat duel dimana Yosi menang dan berakibat Bram kritis. Efek yang aku takutkan adalah serangan balasan dari teman-teman Bram yang juga anggota aliansi Oscar. Jadi kita semua mesti ekstra waspada."

"Ya, gue setuju. Tapi menurut gue Xavi dan Vinia juga mesti tahu apa yang sebenarnya terjadi. "

"Ya, pasti. Xavi hadir kan malam ini? Nanti kita ngobrol bertiga. Jelasin ke 22Xavi. kalau Vinia, besok aja di sekolah kita jelasinnya."

Saat aku sedang mengobrol, aku memandang ke arah pintu masuk dan terlihat Riko dan beberapa orang teman sudah datang. Aku melambai ke arah mereka. Riko melihatku dan mereka pun menyusul masuk. Dan tak lama setelah kedatangan Riko, satu persatu teman-teman yang lain berdatangan. Sampai akhirnya aku sadar bahwa Sigit dan Xavi yang belum kelihatan. "Setelah anak-anak pesan minuman dan pesanan mereka datang, lo langsung to the point aja Yan. Gue keluar bentar buat telpon tuh Sapi sama Sigit," ujar Zen. Aku mengangguk. Pas minumanku dan Zen sudah datang, waitress sekalian mencatat semua pesanan.

Aku lalu ngobrol santai dengan teman-teman yang lain sambil menunggu Xavi dan Sigit. "Rik, Sigit kemana? Kok belum datang.Biasanya lo sama Sigit mulu."

"Udah dari sore gue nelpon tapi nomornya gak aktif. Tadi waktu gue datangin rumahnya, kata mamanya Sigit,Sigit pergi sekitar jam 3 sore."

"Sigit nomernya gak aktif sementara Xavi ijin gak bisa datang karena ada acara keluarga yang tidak bisa di tinggal." Kata Zen begitu ia masuk lagi ke dalam private room. Lalu minuman pesanan teman-teman pun disajikan.

"Sambil kalian menikmati minuman, aku mau menjelaskan alasan kenapa aku minta kalian semua datang malam ini. Dengerin baik-baik, yang kusampaikan ini sesuatu yang benar-bemar serius."

Semua orang memandangku dan eskpresi mereka kini sudah serius. Aku menghela nafas sejenak lalu melanjutkan perkataannku

"Semalam Yosi dan Bram terlibat adu balap liar. Hasilnya Yosi menang dan Bram kalah yang berujung dengan kecelakaan tunggal yang ia alami di akhir balapan. Yosi terluka lumayan parah, sementara kondisi Bram kritis. Yang aku khawatirkan adalah hasil duel mereka akan memiliki dampak luar biasa. Bram adalah anggota dari aliansi Oscar. tentu mereka marah besar dan kaget mendrengar berita kekalahan Bram. Mereka pasti melancarkan serangan balasan dimana kita semua akan menjadi target utama dari teman-teman Bram yang notabene juga bagian dari Aliansi Oscar."

Aku diam untuk memberikan kesempatan kepada semua orang yang ada disini menyerap perkataanku. Setelah menyeruput espresso pahit aku kembali melanjutkan perkataanku.

"Mulai sekarang kita harus ekstra hati-hati. Jangan ada yang bepergian dan berkeliaran di sekolah sendirian dan juga di luar sekolah. Kalian mesti saling menjaga karena feelingku mengatakan mereka sedang merencanakan sesuatu untuk menyerang kita sewaktu-waktu. Kondisi sekolah yang sedang goyah karena belum memiliki kepsek dan wakasek yang baru membuat penegakan peraturan disekolah menjadi kendor. Singkatnya adalah, pasang kewaspadaan kalian tinggi-tinggi dan jangan sungkan untuk segera memberi kabar jika terjadi seuatu atau dalam kondisi terdesak. Karena kita sedang berada dalam kondisi siaga satu!"

TING!

terdengar ada pesan WA masuk ke ponselku. Sambil menunggu teman-temanku memberikan pendapat, aku membuka ponsel, berharap Dita atau Vinia membalas Wa ku sore tadi. Tapi ternyata ada nomor asing tidak kukenal yang mengirimkan pesan, sebuah foto. Dan feelingku langsung mengatakan ini sesuatu yang buruk. Saat kubuka, aku langsung pucat.

+6288899xxxx
Lo berikutnya. #sigit #revenge
20:31

Bangsat!

"Ada apa Yan?"Tanya Zen yang melihat perubahan ekspresiku.

"Terlambat, mereka sudah mendapatkan Sigit." Kutunjukkan foto Sigit yang tengah terkapar sendirian ke Zen dan teman-teman yang lain. Sontak semua orang termasuk Zen kaget dan langsung berdiri.

"HARUS KITA BALAS YAN!" Teriak Riko. Wajah semua orang langsung mengeras dan tangan terkepal erat.


= BERSAMBUNG =

8 comments for "LPH #28"

  1. Mulai rame nih,konflik.
    Berharap secepatnya lompat ke episode #87

    ReplyDelete
  2. Menunggu momen yandi vs puput

    ReplyDelete
  3. Ayo hajar Terus

    Jangan kasih kendor

    ReplyDelete
  4. Lanjooooot teroooos ampe eps 86

    Thanks om serph... jadi kepikiran lagi.. ama event the sudden death... hampir kelupaaan krn cerita eps berikutnya ga lepas dari figure pa tomo..

    Kayaknya perlu flashback khusus yandi deh om.. soal yandi pernah bersentuhan dgn mafia.. yg kelepasan omong..

    ReplyDelete
  5. Mantap mas brow,...
    Disini LPH ON Progres, disebelah Histori Of axel dah rilis,....
    🙂👍👍👍

    ReplyDelete

Post a Comment