Featured Post

LPH #21

Episode 21
Kartu Truf Dari Tante Clara


(Pov Zen)


gue menghempaskan tubuh di atas sofa ruang tamu, hari yang melelahkan karena gue mesti pergi kesana-kemari. Mulai dari mencari Ipul, lalu dengan bantuan teman gue bisa menemukan Axel. Gue pikir Axel tidak akan menjawab pertanyaanku tentang nando. Tetapi gue salah, karena dengan enteng Axel bercerita tentang karakter Nando. Selesai urusan dengan Ipul dan nando, aku ke tempat tante clara. Disana dengan halus tante Clara berhasil membuatku nyaman dekat dengannya dan membuatku bercerita tentang masa laluku yang sangat kelam. Di usia 14 tahun gue sudah membunuh ayahku sendiri dan juga membunuh teman sekelas yang membuat Rulia, cinta pertamaku, meninggal terlindas truk depan sekolahan. Lalu sepulang dari tempat tante clara, gue mesti mengantar ibu ke stasiun karena ibu hendak menengok oma yang sedang sakit. Setelah mengantar ibu, gue langsung ke rumah sakit untuk menjenguk Xavi.

Di rumah sakit gue bertemu Yandi, entah kemana Yosi kenapa tidak muncul. Disana gue mendengarkan cerita Xavi tentang hasil pertemuan mamanya dengan pihak sekolah. Gue pura-pura kaget saat Xavi bilang bahwa pelaku penyerangan versi pihak sekolah adalah nando, Ipul dan kiko. Sikap Xavi tidak mengamini atau membantah bahwa ketiga orang itu terlibat, hanya saja Yandi langsung bilang kalau nando sepertinya tidak mungkin terlibat. Karena buat apa menyuruh orang lain untuk menyerang seseorang tapi akhirnya dia sendiri ikut campur bahkan terlibat perkelahian. Gue menawarkan diri untuk menyelidiki latar belakang Ipul, nando dan kiko, mencari tahu apakah benar mereka memang terlibat atau hanya jadi kambing hitamnya Leo. Xavi dan Yandi setuju, gue bilang minta waktu beberapa hari, padahal gue udah tahu tapi agar tidak membuat yang lain curiga jadi gue slow aja.

Ada hal menarik ketika gue melempar opini ke Xavi dan Yandi.

“mulai minggu depan bokap Leo sudah tidak ada sehingga Leo sudah tidak pegangan lagi di sekolah. Enaknya Leo kita apain nih? Karena bokap Leo bisa jadi menghajar Leo karena dengan sembrono menyerang Xavi yang ternyata anak seorang presiden direktur BUMN. Bokap Leo juga pasti menceritakan hukuman yang ia peroleh dari mama Xavi kepada Leo. Gue yakin Leo bak macan ompong yang kehilangan taringnya. Mau kita habisin di sekolah juga sudah sah karena bokapnya kena demosi dan mutasi sekaligus. Jadi gimana menurut kalian? Habisin secepatnya atau gimana?”

“Biarkan dulu masalah Leo. Karena urusan dengan dia sekarang gampang. Dia tidak akan berani menyerang kita setelah tahu bahwa Xavi mempunyai mama yang sangat powerfull. Leo akan mengira jika dia dan komplotannya sekali lagi mengganggu kita berempat, mama Xavi akan hturun tangan dan dengan mudah membuang keduanya bukan saja keluar dari sekolah tetapi mungkin mengikuti jejak ayahnya. biarkan Leo memeras otak dulu sampai pusing, sementara masa tenang ini kita jadikan masa recovery.”

“gue setuju ama elo yan. Gue gak akan pakai nama mama untuk hal semacam ini lagi. gue udah cukup membuat mama khawatir. Benar kata Yandi, biarkan Leo mengira kita memiliki kartu as di dalam mama gue sehingga dia dan Oscar tidak berani mengganggu kita.”

“sip, ini baru keren. Setelah kondisi kita semua full 100% baru kita menuntut balas dengan cara jantan yakni duel tanpa membawa embel-embel keluarga. Kekuatan melawan kekuatan.” Jawab gue tadi.

Sepertinya malam ini gue mesti tidur cepat, karena besok gue mesti ke sekolah. Saat gue hendak beranjak dari sofa, gue dengar suara ketokan di pintu depan yang lebih menyerupai gedoran. Apa ini jangan-jangan mereka ya? Dengan santai gue membukakakan pintu. Dan gue lihat beberapa polisi berperawakan tinggi besar sudah ada di depan pintu rumah gue.

Hoho akhirnya serangan balik dari orang-orang yang gue serang kemarin datang juga.

“kamu yang bernama Zeno Kurniadi?”

“iya “

Tiba-tiba salah seorang diantara mereka langsung mendorong gue hingga mepet ke dinding, menarik kedua tangan gue di belakang dan memborgol gue.”

“zeno kurniadi, anda kami tangkap atas tuduhan penyerangan terhadap gom saputra dan anda akan kami bawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan lebih lanjut.”

Selesai berkata, pak polisi yang bertampang paling seram dan bertubuh paling besar menjambak rambut gue dari belakang. “elo uda nyerang anak gue dengan brutal, membuat dia terluka parah dan mesti absen minimal 2 bulan dari sekolahan karena kesepuluh jarinya elo patahin bangsaatt. Siap-siap elo gue jadiin sansak hidup selama di dalam sel.”

Ah ini dia bokap gom yang gue tunggu-tunggu. Bokap gom adalah salah satu anggota polisi di polresta. Dan pasti sebentar lagi gue dibawa ke polresta.

“terserah bapak mau apain saya, tetapi saya minta hak untuk menelepon keluarga saya yang lain selain ayah dan ibu. Ayah dan ibu sedang pergi ke luar kota capt. Jadi bolehkan saya menghubungi salah satu wakil dari keluarga untuk menemani saya di kantor polisi?.”

Tidak ada jawaban.

“ehm pak, borgolnya boleh dilepas dulu, tenang saya Cuma mengambil handphone di saku.” Gue menengok ke belakang.

Bokap gom melihat gue dengan tatapan seakan ingin menembak gue ditempat.

Klik.

Bokap gom membuka borgol di tangan kiri. Gue lalu merogoh kantong dan mencari kontak yang diberikan tante clara.

BENNY

Lalu kutekan tombol untuk menelepon orang bernama benny sambil tersenyum.


******
@ ruang pemeriksaan polresta
30 menit setelah penangkapan zen
******



(pov bokap gom)

Entah berapa pukulan yang aku sarangkan ke perut anak ini agar dia mengakui perbuatannya tetapi dia bersikukuh tidak bersalah.

“bangsat !! anak saya kamu hajar sampe 10 jarinya patah kamu masih gak ngaku?”

“pak, saya hanya membela diri. Anak bapak yang duluan menyerang saya. Bahkan anak bapak menyerang saya dibantu kedua temannya.ughhh”

Kupukul lagi ulu hatinya dalam posisi dia berdiri di dinding, membuatnya menunduk namun tidak bisa memegangi perutnya karena kedua tangan masih diborgol. Karena gemas melihat sikapnya sekalian kutambahi pukulan di pipi sehingga anak ini jatuh mengelepar di lantai. Saat aku hendak membangunkannya. Anak ini berdiri sendiri dan melempar senyum kepadaku. Gila, masih kuat anak ini setelah kuhantam telak! Darahku benar-benar mendidih. Kujambak rambutnya dan kutampar beberapa kali.

Plak! Plak! Plak!plak!

“hei-hei john! Berhenti kau! Anak ini bisa benaran mati kau pukuli. Bisa-bisa keluarganya menuntut balik!”

“cih kalau sampai keluarganya ada yang berani, biar kuhajar sekalian!”

Bugh!

Kupukul lagi perutnya membuat anak ini terbatuk-batuk.

Tok-tok!

Aku lihat ada seseorang yang mengetuk pintu lalu seorang pria paruh baya bertubuh kecil memakai jaket hitam, berparas tenang namun memiliki tatapan tajam masuk.

“permisi. Saya benny, pamannya zen.”

“silahkan masuk pak. Saya, kapolresta disini. Dan itu john anak buah saya di kesatuan dia sebagai pihak yang melaporkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh keponakan anda, zeno kurniadi.”

“zen. Kamu tidak apa-apa?” tanya orang tersebut. Kurang ajar sekali dia tidak menghiraukan perkataan bapak yudi.

“gak, apa-apa om.”

“tapi sepertinya kamu agak sedikit lebam di muka.”

“ah ini biasa om, anak muda. Tadi abis berkelahi biasa.”

“Pak yudi. Ini kartu nama saya.”

Aku kurang tahu apa maksud orang tersebut dengan menyodorkan kartu nama. Hanya saja raut muka komandan saya langsung berubah. Pak yudi langsung meletakkan kartu nama dan dia berdiri hormat ke orang tersebut.apa-apaan ini!

“jadi bisa dikondisikan kan kasus keponakan saya? LagIpula ini perkelahian biasa antara laki-laki tidak perlulah yang kalah terus melapor ke polisi. Kayak bapak masih sempat untuk mengurus masalah kecil seperti ini. tolong lepaskan borgolnya.”

“siap!”

Dengan cekatan komandan saya langsung mendatangi zen dan membuka borgolnya.

“hei, apa-apan ini?” aku memprotes kenapa borgol zen dilepas.

Namun atasan saya tidak menggubris justru mengantar zen ke pamannya.

“ayo zen kita pulang.”

Aku hanya bisa menatap tidak percaya zen dan pamannya bisa pulang begitu saja.

“apa-apan ini ! kenapa anak itu langsung dibebaskan? Siapa paman anak itu?”

“paman anak itu adalah Brigadir Jendral TNI Benny Dago. John, kamu pasti tahu kan siapa Benny Dago?”

“Brigjen TNI Benny Dago? Benny Dago yang itu?!

“iya! Aku sempat tidak mengenalinya karena dia memakai baju santai. John, ini terakhir kalinya kamu bawa masalah anakmu ke kantor! Lupakan zen! Dan urus anakmu dengan benar!! Karena saya tidak mau lagi berurusan dengan seorang anak yang memiliki paman Perwira Tinggi TNI Angkatan Darat yang menjabat sebagai Wakil Komandan Jenderal Kopassus!”


= BERSAMBUNG =

No comments for "LPH #21"