Featured Post

LPH #2

Episode 2
   Teman Tak Terduga Di Hari Pertama




   “SMA NEGERI XXX, SMA NEGERI XXX!”
   
   Karena saking asyiknya mainan ponsel, aku jadi tidak sadar bahwa bus sudah berhenti di halte depan sekolahku. “Kiri mas, kiri !!” aku berteriak sembari berusaha keluar dari jepitan penumpang bus yang berdesak-desakan. Posisiku yang berada di tengah-tengah bus yang penuh sesak membuatku perlu usaha ekstra menerobos penumpang lainnya menuju ke arah pintu bagian depan bus sambil mengatakan permisi agar mereka sedikit membukakan jalan.
   
   Pas aku sudah sampai dekat pintu dan bersiap untuk turun, bus malah jalan. “Eh, pak stop, stop!” aku berteriak kepada pak sopir, namun bus tetap melaju.
   
   “Aduh kok gak berhenti sih.”
   
   “turun depan sana saja, tanggung, sudah lampu hijau. Disini lampu merahnya lama,” sahut si kernet yang berdiri di depan pintu.
   
   Aku pun pasrah terbawa bus agak jauh, lalu aku melihat ke arah gerbang sekolah dari dalam bus. Aku gelisah mendapati pemandangan murid-murid lain nampak berlarian bergegas masuk ke dalam sekolah, karena aku melihat ada seorang Bapak yang jika dilihat dari seragamnya, dia adalah Satpam sekolah, mulai menutup gerbang sekolah. Sontak kulihat jam tangan di pergelangan tangan kiriku, jam 06:51. Mati aku, jam sekolah dimulai jam 7 pagi !! waktuku tinggal 9 menit lagi !!
   
   Begitu bus berhenti setelah melewati lampu merah, aku segera melesat turun dari bus. Nyaris saja aku terserempet motor yang tiba-tiba saja menyelip di sisi kiri bus. Untung saja aku cepat berlari dan meloncat ke trotoar yang tinggi. Dalam kondisi normal mungkin aku akan emosi melihat pengendara motor yang sembrono tersebut tetapi ada hal yang lebih mendesak lagi saat ini yakni cepat-cepat masuk ke sekolah ! aku hendak menyeberang jalan namun lampu masih menunjukkan lampu warna hijau. Melihat betapa ramainya suasana jalanan membuat nyaliku ciut untuk nekat menyeberang. Aku melihat jam tanganku lagi, aduh tinggal 5 menit lagi ! karena gelisah aku hanya bisa mondar-mandir. Begitu lampu sudah merah dan aku segera berlari melalui garis penyeberangan. Tinggal beberapa meter lagi aku bisa mencapai gerbang sekolah, hanya saja mau seberapa cepat aku berlari, ternyata tidak cukup cepat. Gerbang sekolah kini sudah tertutup rapat bersamaan dengan terdengarnya bunyi bel dari dalam sekolah. Meskipun aku yakin Pak Satpam tersebut bisa melihat kedatanganku.
   
   “Pak tolong dong pak buka pintunya,” aku mengiba kepada Pak Satpam.
   
   “Maaf, peraturan disini jam 7 pagi pintu gerbang harus sudah ditutup,” jawabnya tegas sambil mengeluarkan satu renteng kunci dari dalam kantongnya lalu dengan sigap dia menguncinya.
   
   “Tolong lah pak, ini hari pertama saya masuk sekolah.”
   
   “Kamu anak kelas 1 ?”
   
   Aku mengangguk cepat. “Iya pak.”
   
   Pak satpam melirik ke arahku.
   
   “Sebentar.” Lalu aku melihat Pak Satpam yang masih muda, mungkin belum sampai 30 tahun, badannya tinggi tegap. Dia masuk ke dalam pos Satpam lalu keluar membawa sebuah buku panjang.
   
   “Siapa namamu?”
   
   “Yandi Raharjo Pak.”
   
   “kelas apa?”
   
   “kelas 1 Pak.”
   
   “Iya saya tahu kamu kelas 1, tapi kelas apa?”
   
   “Ya kelas 1 pak..” jawabku agak bingung.
   
   “Sini kamu mendekat pagar.” Perintahnya.
   
   Aku pun menurut saja dan mendekati pagar.
   
   “Itu nama kelasmu ada di samping tulisan namamu di seragam OSIS. Yandi Raharjo. 1-F,” katanya sembari mencatat sesuatu di buku yang ia pegang.
   
   Aku lalu melihat baju seragamku sendiri, aku baru tahu ternyata di samping namaku, tertera semacam petunjuk kelas. Oh jadi aku masuk ke kelas 1-F ya?

   “Eh Pak, Pak, Bapak mau kemana? Bukain dulu pintu gerbangnya Pak,” aku panik melihat pak Satpam tersebut justru mengeloyor pergi.
   
   “Siapa yang mau bukain kamu pintu?”
   
   “Loh tadi Bapak…” aku tidak bisa menyelesaikan kalimatku karena tiba-tiba Pak Satpam tersebut memotong perkataanku dengan nada tinggi.
   
   “Cepat kamu pergi. Pokoknya kamu tidak diperbolehkan masuk hari ini. Baru kelas 1 saja, hari pertama masuk sekolah, sudah telat!” hardiknya.
   
   “Karena macet Pak, bus nya tidak mau berhenti di depan halte. Bus nya baru berhenti setelah lampu merah di sana,” Kataku sambil menunjuk ke jalan raya.
   
   “Kalau tahu jalanan macet, ya berangkat lebih pagi dong ! buktinya gak ada satupun murid yang telat hari ini. Di lapangan sekolah sedang diadakan upacara bendera sekaligus penyambutan para murid baru. cuma kamu saja lho yang telat. Saya hitung sampai 5, kalau kamu gak pergi namamu aku laporkan ke Bu Rini guru BP biar kamu dapat sanksi tambahan. ”
   
   “Tapi pak…” aku lemas membayangkan di hari pertama aku sekolah, aku malah telat dan diusir satpam tidak diperbolehkan masuk.
   
   “Aku hitung sampai 5, kalau kamu belum pergi juga dari sini, akan saya laporkan namamu. Satu. Dua. Tiga. Em-” aku yang sudah kalut sekaligus sedih akhirnya mau tak mau pergi dari depan gerbang sekolah karena tidak mau memperpanjang daftar kesalahanku.
   
   Dengan wajah tertunduk aku berdiri lalu bersandar di dinding luar sekolah. Aku bingung mau kemana, sempat pengen pulang saja. Tapi aku takut dimarahi Mbak asih karena aku tahu sendiri meskipun sayang banget sama aku, tapi dia juga mempunyai sifat yang sangat galak. Dan aku tidak mau di hari pertama aku tinggal di rumah Mbak Asih, aku justru membuatnya naik pitam karena perbuatanku.
   
   Aku melihat ke arah lampu merah yang berjarak beberapa puluh meter dari sekolahku, gara-gara macet dan bus yang menurunkanku setelah lampu merah, belum lagi betapa ramainya motor, mobil dan kendaraan lainnya lalu-lalang, aku jadi telat. Tapi setelah aku pikir-pikir lagi itu semua gara-gara kesalahanku sendiri, karena saking asyiknya buka Facebook di ponsel membuatku telat turun di halte depan sekolah.
   
   Fiuh, mau kemana coba aku sekarang. Karena opsi untuk pulang cepat sudah aku coret dari pilihanku saat ini karena takut di tanya-tanya sama Mbak Asih kenapa aku sudah pulang cepat, jadi terpaksa aku mesti bolos sekolah. Ya bolos sekolah di hari pertama masuk sekolah bagi anak kelas 1 SMA sungguh aib untukku, belum lagi status SMA ku ini adalah sebagai salah satu SMA Negeri paling favorit di Kota XXX karena terkenal dengan sistem pendidikan dan pengajarannya yang baik.
   
   Seorang anak kampung yang telat dan menjadi satu-satunya siswa yang telat di hari pertamanya sungguh membuatku malu.
   
   “Woi.”
   
   “Woiii.”
   
   “Ni anak tuli apa ya. WOII !!”
   
   Aku merasa ada seseorang yang memanggil. Aku menengok ke kanan. Kulihat ada seseorang yang sepertinya sama-sama anak SMA sama sepertiku karena kelihatan celana panjang abu-abu yang dia kenakan. Posisinya juga mirip denganku, tengah bersandar di dinding. Dia memakai jaket hitam yang bertudung sehingga aku tidak bisa melihat seragam maupun wajahnya dengan jelas. Dia menatap ke arahku kemudian memanggilku dengan melambaikan tangannya ke arahku, memintaku untuk menghampirinya.
   
   “Aku?” aku menunjuk diriku sendiri.
   
   “Ya iya lah elu ! siapa lagi. Sini cepet,” perintahnya.
   
   Entah karena bingung, takut dan penasaran aku pun mendekatinya. saat aku berdiri di sampingnya aku kini bisa melihat wajahnya dengan jelas. Wajahnya sekilas tidak mirip orang Indonesia tulen, meskipun begitu dari garis mukanya dapat aku lihat ada darah orang Indonesia. Mungkin dia ada keturunan bule. Posturnya sepadan denganku ya mungkin sama sepertiku tingginya sekitar 175 cm. Dia juga sepertinya mengamatiku.
   
   “Kamu memanggilku?” tanyaku.
   
   “Yoi. Elo anak SMA sini ya ? wah masih kelas 1, masih bau kencur nih,” ejeknya.
   
   “Iya, aku anak SMA sini. Kelas 1F,” aku menyebutkan sekalian kelasku.

   “Namamu Yandi Raharjo?”
   
   “Iya,” jawabku singkat.
   
   “Tadi waktu di gerbang, apakasih si Sobri, Satpam yang sok dan belagu itu mencatat namamu di buku panjang?”
   
   “Iya. Darimana kamu bisa tahu?” tanyaku heran. Seingatku aku tadi sendirian di depan gerbang, tidak ada siswa lain di dekatku.
   
   “Ya gue tahu lah. Si Sobri itu salah satu orang yang gue di sekolahan. Satpam sok ngatur, sok nglapor, pokoknya suka cari muka banget deh di depan Guru-Guru terutama bu Rini Guru BP yang bahenol. Nama gue sudah penuh banget tuh di dalam buku si Sobri. Sobri nyebut buku itu sebagai buku kejahatan. Isinya nama-nama murid yang dianggapnya melakukan pelanggaran aturan sekolah. Nanti setiap ada rapat dengan para Guru, itu buku diberikan ke Guru buat dijadikan referensi tentang murid-murid yang bermasalah. Pokoknya tu Satpam anjing banget dah ! Suatu saat gue pengen kasih pelajaran sama dia, tapi gak sekarang. Oh iya kenalin nama gue Axel. Kita satu sekolah, gue anak 2F,” katanya seraya memberikan salam perkenalan.

   

Axel - SMA NEGERI XXX (2F)


   2-F ? berarti dia hitungannya kakak kelasku dong.
   
   “Iya Mas Axel. Namaku Yandi Raharjo, tapi panggil saja Yandi,” kujawab dengan sesopan mungkin.
   
   “Wahahaha anjing, geli banget gue di panggil Mas sama bocah,” sahutnya sambil tertawa. ”Panggil gue Axel saja,” lanjutnya.
   
   “Oke,” ujarku singkat.
   
   “Lo mau kemana ? ikut gue bolos aja yuk.”
   
   “Bolos kemana?”
   
   “Ke tongkrongan gue aja di Warung Burjo Bang Roni, gak jauh dari sini. Dari raut muka elu, gua bisa tahu kalau elo bukan tipikal murid yang suka bolos dan pasti lo sedang bingung setengah mati mau bolos kemana setelah telat di hari pertama masuk sekolah, ya kan?” selidik Axel.
   
   Aku kaget karena dia sepertinya bisa tahu apa pikiranku saat ini. “Uhm gimana ya…” jelas saja aku ragu-ragu dengan ajakannya karena aku baru 10 menit kenal dengannya, itupun cuma kenal nama sama kelasnya saja.

   “Ya elah pake sok mikir lagi, tenang aja, gue anak baik-baik.”
   
   Kalau kamu anak baik-baik, pasti kamu ga bolos sekolah. Tapi entah kenapa sifatnya yang terbuka dan ramah membuatku tertarik dengan ajakannya.
   
   “Yaudah aku ikut mas Axel saja.”
   
   Axel yang hendak berjalan mendahuluiku, kemudian balik badan lalu bilang, “Sekali lagi elo panggil gue Mas Axel, ni tinju kiri gue yang sudah banyak memakan korban, bisa bersarang di muka elo Yan,” katanya serius sambil memamerkan kepalan tangan kirinya.
   
   Aku terdiam melihat reaksinya, namun sejurus kemudian..
   
   “Hahahaahaha gua bercanda kali yan. Jangan anggap serius, pokoknya panggil gue Axel saja. Jangan ditambahin dengan Mas, Kakak, Bang atau sejenisnya karena itu justru membuat gue jadi canggung.”
   
   “Hehehe iya maaf uda kebiasaan, kalau ketemu orang yang lebih tua, pasti kupanggil dengan tambaha Mas.”
   
   “Terserah elo dah, yang penting jangan panggil gue mas. Titik.”
   
   Aku mengangguk. Lalu sambil jalan kami berdua mengobrol hal lain.
   
   “Berapa umurmu lo? Tanyanya.
   
   “16 tahun. Kamu berapa?”
   
   “18.”
   
   18? Berarti dia 2 tahun lebih tua daripada aku dong tapi kalau sudah 18 harusnya dia sudah kelas 3 SMA, kenapa dia masih di kelas 2.
   
   “Yan, gue tahu apa yang elo pikirin tentang gue setelah elo tahu berapa umur gue. Uda jangan tanya kenapa gue masih di kelas 2. Tar lain kali gue ceritain, kalau gue lagi gak males.”
   
   Aneh banget sih Axel ini, siapa juga yang minta diceritain kisah hidupnya. Setelah berjalan kira-kira ratusan meter dari sekolah, Axel belok ke dalam gang. Akupun mengikutinya.
   
   “Yan, dari bahasa dan gaya bicaramu yang sopan, sepertinya elo bukan anak asli sini ya? Karena seumur-umur gue disini, gue jarang banget ketemu sama anak yang sopan kayak elo. Nyebut diri sendiri dan nyebut orang aja pakai masih pakai aku, kamu.”
   
   “Iya aku bukan orang asli Kota sini, aku dari kampung. Disini tinggal bareng dengan Mbakku dan suaminya. Jangan tanya kenapa aku anak kampung, bisa keterima dan sekolah di salah satu SMA favorit di Kota. Nanti lain waktu aku ceritain, kalau lagi gak males,” Aku sengaja menirukan perkataan Axel.
   
   Axel melihat ke arahku dan kemudian kami tertawa bareng.
   
   “Hahaha gue suka gaya elo Yan. Lucu juga lo. Tuh warung burjonya dah kelihatan.”
   
   Kemudian kami sampai di sebuah warung yang ternyata sudah ada beberapa anak berseragam putih abu-abu sedang asik merokok sambil minum kopi.
   
   “Weittss jam segini uda ada aja 3 monyet yang nongkrong disini,” Axel rupanya mengenal mereka.
   
   “Dan tak lama kemudian, datanglah 2 ekor anak beruk menyusul,” balas salah seorang di antara mereka sambil tertawa.
   
   Axel menghampiri salah satu dari mereka dan mengambil rokok sebatang dari dalam saku seragam anak yang memakai topi merah. “Pinjam rokoknya ya Den, kalau gak habis gue balikin.”
   
   “Dasar bule kere lu,” ujar anak yang rokoknya diambil satu oleh Axel barusan.
   
   “Hahaha rasis banget lo nyet. Yan, sini gue kenalin sama ketiga anggota boyband ini. Mereka anak SMA SWASTA XXX kelas 2. Nih yang item pahit pakai topi merah namanya Deni, yang pakai kacamata namanya Ari. Terus vokalis utama dari boyband ini yang badannya gede kepalanya botak tapi namanya Puput. imut banget kan namanya.”
   
   “Anjing lu.” Umpat anak yang bernama Puput.
   
   Aku pun menghampiri ketiganya dan bersalaman.
   
   “Duduk sini yan,” Ari menggeser posisi duduknya di bangku sehingga aku bisa ikut duduk. Sementara Axel duduk di kursi plastik depan kami.

   “Satu sekolah sama Axel?” tanya Ari.
   
   “Iya.”

   “Duh sial banget lo satu sekolahan sama ni bule.”
   
   “taik lo Ri. bang Roni ! bang ! gue pesan bubur ayam, banyakin ayamnya, banyakin kecap sama kacang ya. Gak usah banyak-banyak deh yang penting kalau ga habis bisa dibawa pulang, hahaha. Sama kopi item 1 yang panas.”
   
   “Siap bosku !!” teriak seseorang di belakangku, aku menengok ada mas-mas berbadan gemuk muncul.
   
   “Eh Yan, lo mau bubur ayam sekalian ga? Selain bubur ayam ada bubur kacang hijau, Indomie, roti bakar ada. Enak makan disini bisa ngutang, hahaha.” ujar Axel.
   
   “Gak makasih, masih kenyang.”
   
   “Xel, elo bolos lagi ? Parah banget lo,” tanya anak yang bernama Puput.
   
   “Parah gimana? kemarin kan kita habis libur sekolah 2 minggu. Santai saja, toh ini masih hari pertama masuk sekolah, belum serius pelajarannya.”
   
   “Iya sih, cuma beberapa hari sebelum kita libur, elo tiap pagi pasti disini mulu. Cinta banget lu ya sama bang Roni hahaha.”
   
   “elah kayak lu pada pada rajin sekolah aja. Kalian juga ngapain pada bolos hari di pertama sekolah.”
   
   “Males ikut upacara,” sahut Ari.
   
   “Wah-wah ini nih yang bikin negara kita gampang dipecah belah oleh musuh dan kalah mulu di pentas persepakbolaan kawasan Asia. Lha ini para pemudanya pada males ikut upacara, lebih milih ngisap tembakau dan nyruput kopi.”
   
   “Haha kelamin pria. Serendah-rendahnya nasionalis gue, gue masih becus sekolah, ni buktinya gue sekarang sukses naik ke kelas 2. Lha elo ? bolosnya tingkat dewa bego sih. Orang pada ikut ujian kenaikan kelas, elo malah tetap aja bolos. Gue denger lu bolos karena ketiduran di hotel gara-gara kecapekan nginap sama Indah ya?”
   
   “Denger dari mana lu, Put?”
   
   “Indah sendiri yang cerita,” jawab Puput santai sambil menghembuskan rokoknya.
   
   “Eh, kok bisa Indah cerita sama elu?”
   
   “Ya gue tahu karena setelah ngewe sama si Axel semalaman di hotel, besok malamnya gue bisa ena-ena sama Indah, emang lo doang yang ganteng hahaha. Jadi gue tahu alasan kenapa elo gak lulus tahun ini gara-gara si Indah. Tapi gue akui Indah emang yahud banget!! Gue sampe kewalahan. ”
   
   “Anjaaaaayyyy lu kenapa baru cerita bisa sama Indah sih? Berapa duit lo bayar dia?” tanya Deni antusias.
   
   “Den, si Indah itu bukan perek, lu gak akan bisa beli dia. Dia anak orang kaya. Indah itu cuma doyan ena-ena, dia bisa senang hati melayani elo di ranjang kalau lu pintar spik-spik dan bisa buat dia nyaman. Dan gue kasih tahu, sekali elo bisa ena-ena sama Indah dan dia puas, kapan aja kalau pas dia butuh kelamin pria, lu bakal masuk list cowok yang bakal dia hubungi buat puasin memeknya. This is not about money dude, but its about pleasure seeking,” papar Axel.
   
   “Nah gue setuju sama Axel,” ujar Puput.
   
   “Gue kira-kira bisa dapat kesempatan sama Indah gak ya?” ujar Deni. “Asli gue jatuh cinta banget pas pertama kali lihat Indah,” lanjutnya.
   
   “Enggak. Lu bukan tipikal cowo kesukaan dia. Maaf bro dia suka cowok yang ganteng, tinggi, putih. Sementara elu…..elu ganteng sih sebenarnya tapi lu pendek, item pula. Makanya secara keseluruhan elo jadi gak ganteng, hahahahahaha,” ujar Axel.
   
   “Taik lu-lu pada. Coba Indah ngrasain dan liat dulu si Cristiano Ronaldo, pasti dia terpesona dan merengek-rengek minta ngentot lagi sama gue. Buktinya Nita pacar gue aja lengket banget kan, sampe dia rela gue perawani gara-gara liat betapa perkasanya Cristiano Ronaldo milik gue,” ujar Deni menepuk dadanya dan terlihat bangga.
   
   “Apa hubungannya Cristiano Ronaldo sama elo den?” tanya Ari ikut nimbrung.
   
   “Cristiano Ronaldo itu panggilan khusus untuk kelamin pria milik gue yang sama-sama berotot, kecoklatan dan tangguh,” papar Deni percaya diri.
   
   Sontak kami semua tertawa mendengarnya, Bang Roni yang ternyata dengan omongan Deni sampe ketawa ngakak, si Ari ketawa megangin perutnya, Puput juga ketawa heboh banget sampe gebrak-gebrak meja. Si Axel ? dia baru saja makan sesuap bubur ayam lalu mendengar celetukan Deni, Axel langsung tersedak-sedak dan buru-buru minta air putih karena ada makanan yang nyangkut di tenggorokannya, setelah minum air putih, Axel ikut tertawa seperti orang gila. Akupun ikut tertawa ngakak dengar cerita Deni.
   
   Meskipun aku kurang tahu subjek yang mereka bicarakan. Tapi aku bisa menarik kesimpulan betapa kacaunya pergaulan mereka ini. Kalau cuma bolos sekolah menurutku masih kenakalan yang wajar, tapi ini masih SMA mereka sepertinya sudah pernah ngeseks. Dan mendengar nama seorang perempuan bernama Indah yang sering disebut-sebut, aku jadi penasaran pengen tahu orangnya seperti apa.
   
   Aku lalu bertanya kepada bang Roni, dimana letak toilet karena aku mau numpang kencing. Tak lama kemudian aku keluar dan keMbakli ke depan. Namun aku tidak melihat Axel, Puput, Deni maupun si Ari. Lalu aku bertanya kepada bang Roni yang tengah membuatkan indomie kepada salah seorang pembeli.
   
   “Bang, pada kemana ya?”
   
   “Wah aku kurang tahu, tadi kayaknya setelah kamu ke belakang, si Puput dapat telepon. Entah darimana tapi yang jelas mereka berempat langsung pergi naik motor. Axel bonceng Puput. Ari sama Deni.”
   
   “Pada kemana ya.”
   
   “Tadi sih gue sempet denget puput nyebut-nyebut ruko lama.”
   
   “Ruko lama? Dimana tuh?”
   
   “Kamu bukan anak sini ya?”
   
   “Bukan bang, aku dari kampung, baru kemarin pIndah kesini.”
   
   “Oh.. Yan, lu sebagai anak baru di Kota XXX, abang cuma bisa kasih saran untuk lebih selektif pilih teman disini.”
   
   “Maksudnya gimana bang?”
   
   “Sebenarnya anak-anak tadi si Axel, Deni, Ari, Puput mereka anaknya baik-baik dan meskipun saling cela mereka kompak banget. Sayangnya mereka lebih banyak kompak dalam hal yang yah kurang baik lah. Sekedar lu tahu, ruko lama tu tempat favorit anak-anak di Kota ini buat saling janjian.”
   
   “Janjian, janjian apaan?”
   
   Bang Roni menyuruhku mendekat.
   
   “Janjian antara 2 kelompok untuk menentukan jam dan waktu untuk tawuran. Ini tawuran bukan sekedar tawuran. Ini lebih kayak duel satu lawan satu,” katanya pelan.
   
   Aku kaget mendengarnya dan terdiam mendengar penuturan bang Roni.
   
   “Jadi sekarang lu tahu kan tentang perkataan abang tadi tentang selektif dalam hal memilih temen. Apalagi lu anak baru disini,” kata bang Roni sambil menepuk pundakku.
   
   “Oh iya, tadi Axel juga nitip pesan ke elu Yan sebelum dia pergi.”
   
   “Pesan apaan bang.”
   
   “ ‘Bro, tolong bayarin dulu 1 mangkuk bubur ayam, 4 gelas kopi hitam, 10 batang rokok mild. Ntar gue ganti.’ Begitu pesannya. Totalnya 35 ribu,” ujar Bang Roni mengulangi perkataan Axel sambil nyengir ke arahku.
   
   Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku mengutuk sesuatu dengan menyebut sesuatu yang biasa diucapkan anak Kota kalau lagi kesal.
   
   Wasu.


   
= BERSAMBUNG =

No comments for "LPH #2"