Featured Post

LPH #27

Episode 27 
Lelaki Yang Berdiri Sendirian Di Atas Puncak Piramida Maut



(Pov Yosi)


Gue terbangun dan mendapati kamar benar-benar gelap gulita. Begitupun juga dengan kondisi di luar rumah saat gue membuka jendela kamar. Teras dan lampu di depan rumah masih padam. Ya jelas saja rumah gue kayak gua. gelap pekat. Papa juga lusa baru balik. Gue gak tahu ini jam berapa tetapi masih terdengar suara motor yang lalu lalang di jalan tepat depan rumah gue meskipun tidak seramai biasanya. Mungkin ini antara jam 9 atau jam 10 malam. Lalu gue mengambil ponsel untuk melihat jam berapa sekarang.

21.35

Lama juga gue tidur. Tapi berkat tidur 7 jam ini rasa capek gue sudah tidak terasa. Ini adalah salah satu tidur gue paling nyenyak dalam beberapa hari ini. Mungkin karena paginya gue senang bisa ketemu sohib-sohib gue di sekolah, membuat gue tidur tanpa memikirkan banyak hal.

Gue lalu menyalakan lampu kamar, lampu ruang tengah, lampu teras dan lampu depan gerbang. Gue menyalakan rokok sebatang dulu sambil membaca beberapa pesan WA yang masuk.

RIO
bro, motor elo uda gue setting dan gue servis abis mulai dari ganti oli, kampas rem dan ban luar baru.  Kalau bisa setelah elo bangun, elo cus kesini. Cobain motornya enak gak sebelum kita berangkat ke The Hangar.
20.29

Gue tersenyum membaca WA Rio. Selain anak-anak F4, cuma Rio teman yang benar-benar gue percaya saat ini.

YOSI
gue baru bangun. Setengah jam lagi gue ke tempat elo.
21.40

Setelah membalas WA Rio lalu gue membuka chat di grup F4 yang cukup ramai dari sore sampai maghrib. Vinia mengungkapkan dia senang hari ini karena gue uda mulai masuk ke sekolah dalam kondisi baik-baik saja. Dan dia tidak sabar juga menunggu Zen yang udah sembuh masuk sekolah.Sehingga kami berlima uda lengkap. Vinia juga membagikan beberapa foto waktu dia, Yandi dan Xavi jalan-jalan ke mall terus nonton film. Sebuah kegiatan yang suka dilakukan oleh remaja seusia kami. Jujur aja gue juga rindu maen dan nongkrong dengan mereka, bukannya menggeber motor tiap malam bertaruh nyawa untuk ung taruhan yang tidak seberapa terus mabuk-mabukkan. Malahan nanti malam gue bakal even maut, The deathwish.

Damn.

Gue lalu meletakkan ponsel dan bergegas untuk mandi. Selesai mandi gue lalu membuat 2 Indomie rebus pake telur, kornet sapi dan irisan cabe yang banyak. Wuah selesai makan gue langsung keringetan karena kenyang dan kepedesan. Dan secangkir kopi hitam pahit panas menyempurnakan makan malam gue. Setelah memakai baju dan jaket, gue siap untuk pergi. Gue lalu mematikan semua lampu di rumah kecuali lampu teras dan lampu depan rumah. Namun gue merasa ada yang mengganjal saat gue mengunci pintu depan rumah.

Gue inget papa.

Gue lalu kembali membuka pintu depan, menyalakan lampu. Gue mengambil pulpen dan selembar kertas kosong dari dalam kamar gue. Setelah berpikir sesaat gue lalu menulis pesan buat papa.

Pah, kalau nanti pada akhirnya Yosi gak pernah bisa kembali lagi ke rumah ini dan bertemu dengan papa. Maafkan Yosi. Tapi satu yang pasti, anakmu ini pergi dengan rasa bangga tidak ada rasa penyesalan sedikitpun.
 Pah, jangan tangisi kepergian Yosi dan tidak usah membalas dendam atas siapapun yang membuat Yosi pergi untuk selamanya. Anakmu ini sudah bukan lagi bocah, Yosi pergi sebagai seorang laki-laki yang sudah selesai menjalani takdirnya.
 Maafkan Yosi pah. YOSI

Sialan, menulis surat terakhir buat papa buat gue jadi mellow gini. Gue lipat surat ini dan gue letakkan di atas meja ruang tamu. Gue lalu bangkit dan menyeka air mata yang nyaris tumpah. Gue mematikan lampu kemudian keluar rumah. Gue kemudian membuka garasi dan mengeluarkan motor Beat. Garasi gue kunci dan kunci rumah, kunci garasi gue taruh di bawah pot dekat garasi.

Gue menengok sebentar dan melihat rumah gue mungkin untuk yang terakhir kalinya.

Setelah menyalakan motor, gue lalu berkata kepada diri gue sendiri.

Ride or die.

Dan gue pun melesat menuju rumah Rio. Gue sengaja ngebut dalam kecepatan tinggi menuju rumah Rio sebagai yah hitung-hitung pemanasan untuk menajamkan fokus dan reflek serta untuk melemaskan otot. Karena gue ngebut di atas 120 km/jam ya kurang lebih 20 menit gue uda sampai rumah Rio. Saat gue hendak memakirkan motor di depan garasi Rio, gue melihat ada mobil van warna putih di halaman rumah Rio. Apa Rio sedang ada tamu ? Gue melihat dari jendel Rio sedang berbincang dengan beberapa orang di ruang tamu rumahnya. 1 orang yang memakai topi merah dan tengah berbincang dengan Rio gue kenal. Dia Tejo, adik dari Karjo yang punya bengkel modif motor terkenal di Kota. Ngapain Tejo kesini?

Namun perhatian gue lebih ke satu orang yang duduk bersandar membelakangi gue sehingga gue gak tahu siapa. Ah paling teman Tejo. Gue pun langsung masuk karena pintu depan yang dibiarkan terbuka.

"Woiiy asyik banget nih yang pada ngopi, " Sapa gue sembari mengedarkan pandangan saat berada di pintu. Senyum gue langsung pudar saat melihat seseorang yang duduk membelakangi jendela.

"Yandi !! Ken..kenapa..elo bisa ada disini??!!" Gue benar-benar kaget gak menyangka Yandi bisa ada di rumah Rio bahkan dia sepertinya sedang asyik ngobrol dengan Rio dan Tejo sambil minum kopi. Sejak kapan Yandi kenal dengan Rio?

"Halo Yos." Ujar Yandi sambil mengangkat gelas kopinya dan tersenyum santai ke arah gue.

“Eh lu ngapain berdiri? Sini duduk, kita ngopi dulu,” Seru Rio.

Gue memandang Rio yang nyengir ke arah gue, lalu gue memandang Yandi. Kedua teman gue ini gak mungkin sudah saling kenal sebelumnya. Rio, ini pasti perbuatan Rio !

“Ri, gue mau ngomong sesuatu sama elo diluar.” Balas gue dingin lalu berlalu keluar rumah dan menunggu Rio di teras.

Tak lama kemudian Rio keluar dan begitu dia keluar, gue langsung cengkeram kerah baju Rio dan gue pepet ke tiang teras rumahnya. Ekspresi Rio terlihat santai, seakan dia tahu gue bakalan marah besar ke dia.

“Apa-apaan lo manggil Yandi kesini?!”

“Eh santai Yos santai, iya gue yang manggil Yandi kesini dan gue udah jelasin semuanya ke dia. Dan dia bakalan ikut kita ke The Hangar malam ini.”

“Semuanya? Dia ikut?Maksud lo?”

“Mengenai keikutsertaan elo di The Deathwish malam ini, elo ikut bukan karena tergiur hadiahnya tetapi karena elo mau balas dendam ke Bram. Dan demi balas dendam, lo pasti siap untuk nglakuin semuanya termasuk beradu nyawa sekalipun.”

“Bangsat !”

Gue lalu memukul perut Rio karena emosi gue memuncak. Rio yang limbung gue pegang lagi kerahnya.

“Lalu apa hubungannya dengan Yandi hah ! Kehadiran dia malam ini malah membuat gue gak fokus!”

“Dari cerita-cerita elo mengenai teman di sekolah, elo sepertinya paling dekat sama Yandi.  Dan gue sengaja meminta Yandi kesini bahkan ikut kita agar mata elo terbuka yos! Perasaan balas dendam elo ke Bram sudah sampai taraf gila ! Taraf dimana baik elo maupun Bram sudah tidak peduli dengan nyawa kalian masing-masing ! Gue tahu lu gak bakal dengerin nasihat gue kalau gue yang minta agar elo gak berbuat hal nekat sampai adu nyawa malam ini ! Makanya gue panggil Yandi ! KARENA GUE TAHU CUMA DIA SATU-SATUNYA TEMAN YANG BISA MENASEHATIN ELO AGAR TIDAK BERBUAT TERLALU JAUH MALAM INI !  GUE GAK PEDULI LU MENANG ATO KALAH YOS ! GUE CUMA PENGEN ELO BALIK BARENG SAMA KITA DALAM KEAADAAN BERNYAWA ! BUKAN PULANG DALAM KONDISI ELO UDA JADI MAYAT !!”

Perkataan Rio benar-benar menusuk perasaan gue. Apakah gue sebegitu picik dan egois karena demi balas dendam ke Bram, gue sampe tidak memperdulikan teman gue? Ahhhh fucccccckkk!!! Gue pusing !

Gue melepaskan cengkraman gue di kerah baju Rio. Rio langsung melorot dan memegangi perutnya yang gue hantam, dan dia juga terengah-engah.

“Bagaimana elo bisa menghubungi Yandi dan meminta dia datang malam ini?”

Rio nampak mengatur nafasnya sejenak lalu menjawab pertanyaan gue.

“Tadi sore waktu ambil motor elo, gue sempat masuk ke kamar elo untuk melihat kondisi elo dan  elo sedang  tertidur pulas.  Jujur gue sempat bimbang namun setelah berpikir panjang, akhirnya gue ambil ponsel elo dan mengambil nomor ponsel Yandi. Setelah sampai rumah dan selesai menservis total motor elu, gue telepon Yandi dan gue jelasin siapa gue serta maksud gue menelepon Yandi. Dan setelah selesai menjelaskan panjang lebar ke Yandi, dia lalu bilang bahwa sejak di sekolah dia udah punya feeling gak enak ke elo Yos, terasa sekali perubahan sikap elo. Yandi tahu elo menyembunyikan sesuatu yang besar, tetapi dia tahu dia gak mungkin bisa memaksa elo untuk bercerita hal sebenarnya. Makanya dia senang waktu gue telepon dan tanpa pikir panjang menyanggupi ajakan gue agar dia ikut kita ke The Hanggar malam ini.”

“Cih, sejak kapan elo tahu pattern buat buka ponsel gue?” kata gue kesal karena Rio ternyata bisa membuka ponsel gue.

“Huehehehehe, gue pernah gak sengaja liat elo buka ponsel dan untungnya gak pernah elo ganti-ganti.”

“Ahh sialan..Dimana kunci motor gue ? Gue mau tes dulu.”

“Masih nancep di motor. Motor elo ada di garasi.”

Gue lalu mengeluarkan motor drag kesayangan gue lalu keluar dari pekarangan rumah Rio kemudian mengarah ke jalanan yang membelah areal persawahan yang gue tahu jalannya lurus dan beraspal bagus. Dan jalanan sepanjang 500 meter yang diterangi lampu membuat gue nyaman untuk tes kondisi motor. Jam segini sudah sepi tidak ada orang lewat karena jalan ini terbilang jauh dari rumah penduduk.  Gue lalu bersiap dan menggeber motor kencang-kencang, dalam hati gue menghitung mundur.

1. ..

2. ..

3. .

NGUEEEEEEEEENGGGGG !!!!!!

Di hitungan ketiga gue langsung melesat. Perpindahan gigi dengan kopling terasa smooth, dalam waktu 8 detik gue bisa mencapai kecepatan 178 km/jam  dengan gigi 6. Rem depan belakang juga berfungsi dengan baik dan sangat pakem. Motor juga terasa sangat stabil. Mantap ! Setingannya kali ini terasa lebih enak. Dengan begini sih motor gue ini udah siap tanding! Gue lalu bersiap kembali ke rumah Rio dan kali ini gue membayangkan diri gue berada di jalur The Deathwish, dimana musuh gue sudah menunggu di ujung sana. Gue lalu melesat dengan kecepatan tinggi dan membayangkan di tengah jalan ada tong yang berisi senjata.  Ternyata kalau dibayangkan memang gampang, tetapi dengan keadaan nyaris top speed, tangan kiri mesti cekatan mengambil senjata itu bukan perkara sederhana. Karena kalau tidak hati-hati, akan kehilangan keseimbangan dan jatuh terseret motor hingga ratusan meter tanpa ada pengaman sedikitpun.

Fiuhh.

Setelah beberapa kali bolak balik, gue berasumsi bahwa gue mesti menurunkan kecepatan sebelum melewati drum karena gue gak sanggup menjangkau senjata dalam kondisi full speed. Mungkin 30-40 meter sebelum tong gue mesti menurunkan kecepatan atau mungkin dalam jarak 10 meter karena kalau dari jarak 40 meter gue udah turunin kecepatan, bisa saja musuh gue berani turun kecepatan di 10-20 meter. Kalau gue kalah cepat ambil senjata dan dalam kondisi menurunkan kecepatan gue bisa dijadikan sasaran empuk ! Karena terlalu sibuk memikirkan strategi membuat tanpa terasa sudah jam 11.32. Ah persetan, nanti kalau adrenalin sudah  memuncak, juga akan ketemu caranya sendiri. Gue lalu balik ke rumah Rio dimana di teras sudah menunggu Rio, Tejo dan Yandi.

“Gimana Yos? Uda oke belum?” tanya Rio setelah melihat gue dateng.

“Udah, udah enakan.”

Rio lalu mendatangi gue.

“Jadi gini, gue dan Tejo naik mobil van putih ini. Bawa motor elo. Ini mobil punya Tejo dan dia gak mau pinjemin kalau dia gak di ajak ikut. Tenang, dia udah janji gak bakalan bilang ke siapa-siapa dan malah di dalam mobil van ini dia bawa motor cadangan serta peralatan lengkap jadi kita bisa ngecek kondisi motor elo sebelum dan sesudah elo tanding.”

“Gue sama Yandi naik?”

“Nih kunci mobil Timor bokap, karena elo tahu betapa berharganya ini mobil, gue yakin elo bakal baik-baik bawa ni mobil haha. Eh elo ngajak ngobrol Yandi dulu, dia jadi gak enak nih karena ngrasa gara-gara dia datang kita ribut di luar tadi.”

“Ehm, oke. Sori Ri, gue tadi pukul elo.”

“Ah santai  Yos, gue uda tahu lu bakal mukul gue atas apa yang udah gue lakukan dengan cara mengundang Yandi. Di saat gue bersiap terima pukulan elo di pipi. Elo justru mukul perut gue, kampret ! Untung lu mukul perut gue gak serius.”

“Hahaha maaf.”

“Yowis, tuh mobil bokap gue lo panasin dulu. Biar motor elo gue cek bentar terus gue masukkin ke mobil van. Tejo ! Sini bantuin gue cek motor Yosi !”

Tejo yang sedang ngobrol dengan Yandi lalu mematikan rokoknya.

“Yo !” Sahutnya.

Gue dan Tejo bersalaman saat papasan.

“Makin salut gue sama elo Yos! Santai lo ga usah mikirin masalah motor, di dalam mobil van juga ada 1 motor cadangan buat jaga-jaga. Emang gak sekenceng punya elo tapi ya masih lumayanlah. Peralatan yang lain juga lengkap. Pokoknya elo fokus aja ke balapan dan benar kata Rio, ga penting elo menang atau kalah, yang penting elo bisa pulang bareng kita  nanti,” Tejo menepuk pundak gue lalu pergi mendatangi Rio.

Gue pun mendatangi Yandi sambil garuk-garuk kepala.

“Halo Yan..” Sapa gue tentu dengan sikap salah tingkah.

“Maaf Yos, kalau kehadiranku disini membuatmu terkejut. Mungkin Rio udah menceritakan kenapa aku bisa ada disini sekarang. Dengar Yos, aku disini bukan untuk mencegahmu datang ke The Hangar ataupun untuk menasehatimu agar tidak berbuat hal nekat nanti  di pertandingan. Aku datang kesini murni sebagai seorang teman yang datang untuk mendukung temannya. Hanya saja, karena ada faktor Bram di sana membuatku was-was dan mau tidak mau membuatku berpikir bahwa even ini ada sangkut-pautnya dengan aliansi Oscar. Intinya begini Yos, kamu fokus ke even saja, masalah motor sudah ada Rio dan Tejo yang mengatur, sementara aku akan melihat situasi dan memastikan tidak ada hal aneh-aneh. Kamu tenang saja, aku tidak memberitahu ke teman-teman yang lain tentang hal ini. “

Setelah berkata hal seperti itu Yandi menepuk pundak gue. Dan perkataan Yandi tersebut membuat gue sadar bahwa saat ini  gue hanya memikirkan tentang event The Deathwish dan bagaimana membalas dendam ke Bram. Untuk hal lainnya gue gak terpikirkan sama sekali. Dan kehadiran Yandi membuat gue benar-benar bersyukur.

“Woi ! Kalian bisa lanjut ngobrol di jalan. Udah mau jam 12 ini. Yos, cepetan panasin mobilnya!” Teriak Rio yang gue lihat udah siap di dalam mobil van putih.

“YA!” Seru gue.

Gue lalu mengajak Yandi masuk ke mobil lalu mengeluarkan mobilnya sampai di luar pagar rumah. Setelah gue dan Rio memastikan pintu rumah dan garasinya sudah terkunci rapat, Rio gue minta jalan duluan. Karena gue mesti memanaskan mesin mobilnya 5-10 menit lagi. Rio dan Tejo pun akhirnya berangkat duluan, sementara gue dan Yandi mengobrol hal ringan sembari menunggu mesin mobilnya sudah siap. Ya sekitar 10 menit kemudian mobil Timor punya bokap Rio uda siap dan kami pun melaju di jalanan.  

“Sepertinya tadi sore kalian asyik banget jalan-jalannya. Gimana bagus gak film “Justice League” yang kalian bertiga tonton?” Tanya gue ke Yandi setelah mobil sudah masuk ke jalan Tol dan melaju dengan tenang karena jalanan tidak terlalu ramai. Di depan terlihat mobil van putih yang dikendarai Rio dan Tejo.

“Seru sih, tapi yang lebih seru itu pas kami bertiga jalan di mall mau nonton tiba-tiba ada segerombolan anak SMP menyerbu Vinia dan meminta foto bareng. Aku dan Xavi sampai terpaksa minggir. Tuh Vinia kasihan juga karena di kerumuni fansnya tetapi dia tetap ramah melayani penggemarnya. Kalau saja security mall ga menolong Vinia lepas dari kerumunan bisa ga berhenti orang-orang minta foto bareng terus haha. Vinia akhirnya pergi ke kamar mandi, ganti dengan baju biasa, pakai jilbab dan pakai masker agar tidak diikuti penggemarnya. Tapi saking rapatnya penyamaran, malah buat gue dan Xavi bingung waktu tiba-tiba ada gadis hijab memakai masker dan mendatangi kami. Karena merasa ga kenal ya kami diem aja waktu Vinia ngomel -ngomel depan kami. Kami berdua baru sadar bahwa dia adalah Vinia saat dia membuka maskernya dan melotot ke arah kami. haha.”

“Oh ya ? Vinia pake jilbab?”

“Iya ! Aku dan Xavi aja kaget, bisa cantik banget Yos Vinia pake jilbab ckckckc. Xavi aja sampai bilang dia mengaku langsung jatuh cinta dengan Vinia di depannya hahaha. Tapi Vinia cuma pake hijab buat penyamaran doang, begitu udah ada di dalam teater, dia copot tu hijabnya dan dipakai lagi plus masker pas selesai nonton, haha.”

“Hehehe biasanya sih gitu, dibalik cewek yang tomboi tersimpan cewek dengan sejuta pesona. Lha elu sendiri gimana rasanya tiap hari duduk sebangku dengan artis? Gak naksir lo?”

“Ehmm, biasa aja sih. Vinia memang asyik kok, supel dan tomboi juga. Aku pernah iseng nanya ke Vinia dia sudah punya pacar belum. Vinia bilang belum, lagi males punya pacar karena sedang sibuk-sibuknya rekaman dan show di luar kota.”

“Hahaha payah banget, kita berlima jomblo semua. Nama grup WA kita cocoknya jadi grup Panti Jomblo haha.”

“Iya juga ya. Xavi tuh kayaknya naksir Asha deh. Selera dia kan yang cewek yang berhijab tertutup gitu lah. Mungkin setelah lihat Vinia pake jilbab dia juga naksir Vinia kali.”

“Xavi naksir Asha itu kayak Smeagol merindukan anak mama Dedeh. Hahaha. Jangan dianggap serius omongan Xavi mah. Kalau elu sedang naksir siapa Yan?”

“Aku ? Hmm.  Ada sih cuman, aku gak tahu orangnya. Ah bisa-bisanya aku naksir cewek asing.”

“Hah? Maksud elo gimana?”

“Jadi gini, kira-kira seminggu yang lalu aku secara gak sengaja lihat seorang cewek di cafe dekat rumah. Dan cewek itu cantik, cantik banget Yos. Tapi dia terlihat sendu sekali, seperti banyak hal yang ia pikirkan. Sampai hari wajahnya aku masih bisa mengingatnya. Gara-gara kepikiran terus, hampir tiap sore aq sengaja lewat cafe tersebut berharap bisa bertemu dia lagi.”

“Dan akhirnya elo bisa ketemu dia lagi dan mengajaknya kenalan?”

Yandi menggeleng.

“Gak pernah lihat dia lagi dan kalaupun ketemu dia di cafe, aku juga gak berani ngajak dia kenalan.”

“Huahahahahahaha.” Gue tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban polos Yandi. Oke untuk urusan berantem gue akui Yandi paling jago, tetapi dalam urusan cewek sepertinya dia cukup payah, ya mungkin 11-12 dengan Xavi lah. “Lha kalau gak elo ajak kenalan, kalo misal elo ketemu tu cewek di cafe, gimana Yan?”

“Ya...gak tahu. Mungkin bakal aku lihatin aja.” Sahut Yandi sambil garuk-garuk kepala.

Lagi-lagi gue tertawa mendengar jawaban Yandi, sampai-sampai gue pukul setir mobilnya. Lantas gue inget ini mobil bokap Rio. Duh semoga gak lecet.

“Ya diajak kenalan dong yan,  kenapa lo takut ditolak waktu ajak kenalan ya?”

Yandi menganguk malu-malu.

“Ah elo belum juga ngajak kenalan uda mikir ditolak duluan, ini kenalan bro bukan lamaran. Takut amat di tolak. Pikir dong hal sebaliknya siapa tahu tu cewek open minded dan oke-oke aja lo ajak kenalan. Kalau udah kenalan, tahu nama, sekolah atau kuliah dimana, tinggal dimana terus dapat nomor ponsel,  wuih 1000 pintu akan terbuka buat elo Yan.”

“1.000 pintu untukku ?”

“Iya. 1.000 pintu dimana salah satu pintunya berisi hati gadis pujaanmu itu. “

“Lha 999 pintu lainnya apa isinya?”

Gue melihat ke Yandi dan berkata dengan intonasi pelan.

“Sisanya ada lah penolakan, hahaha.”

“Ah sialan kamu Yos.” kata Yandi sambil meninju lenganku pelan.

Kami berdua tertawa bersamaan dan sepertinya baru kali ini gue ngobrol dengan Yandi tentang cewek karena kemarin obrolan kami didominasi tentang konflik di sekolahan.

“kalau kamu sendiri bagaimana Yosi? Gak mungkin raja malam jalan Dermaga gak ada yang naksir haha.” Tanya Yandi.

“Ah belum Yan, belum kepikiran gue punya cewek. Gue masih ribet gini.”

“Yakin ? Bukannya lo naksir Tinka yang judes itu. Judes-judes gitu aku perhatikan dia bodinya bagus lho. Imut tapi toge haha.”

Gue menoleh ke arah Yandi .

“Buset Yan, lo uda keracunan bokepnya Xavi tuh.”

“Hahaha sok jaim lo Yos, lo ngaku demen juga kan lihat Tinka.”

“hahaha kampret, iya gue suka yang judes galak gitu dan emang benar sih kata elo. Tinka itu imut tapi badannya padat. Tapi sifat iri hati dan ketidaksukaan dia dengan Asha itu yang gak nahan. Si Asha yang dibenci Tinka dan jelas-jelas dijadikan musuh dalam persaingan menjadi murid nomor 1 di kelas, malah kalem adem ayem gitu, itu yang kayaknya bikin Tinka makin senewen haha. Coba aja dia lebih enjoy dan lebih banyak senyum, pasti dia jadi pribadi yang lebih menyenangkan.”

“Ckckckckckc” Yandi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil melihat ke arah gue.

“Kenapa lo?”

“Kamu bilang gak pengen punya cewek, tapi omonganmu tentang Tinka lengkap banget, haha.”

“Eh, iya ya? Heheheh. Kalau uda bisa menilai seorang cewek bukan berarti gue serius suka kan. Cowok manapun pasti suka lah dengan Tinka. Secara fisik lho ya. Kalau secara kepribadian Tinka yah sepertinya ribet dan susah akrab dengan orang lain.”

Yandi tiba-tiba menepuk pundak kiri gue.

“Itu tugasmu untuk menaklukkan Tinka dan mengubah dia menjadi pribadi yang lebih baik. Seru aja bayangin kamu jadian sama Tinka terus Xavi sama Asha, huhahahahha.”

“Ketawa lagi, terus elo sendiri ? Jadian sama cewek misterius itu ? Ngajak kenalan aja gak berani. Cemen lu. Haha.”

“Ah sialan, uda-uda jangan ngomongin cewek itu dulu deh. Eh daritadi kita belum ngomongin Zen. Tuh anak selera ceweknya seperti apa ya?”

“Zen? Gak tahu gue. Tuh anak selama duduk sebangku ma gue gak pernah sekalipun nyeletuk tentang cewek.”

“Zen memang pendiem sih dia tapi dia kalau sama kita,  anaknya easy going, diajak ngapain aja ayo-ayo aja. Makanya saat Axel menceritakan tentang perbuatan Zen yang menyerang dan mengalahkan tiga anak yang menjadi anak buah Oscar, aku benar-benar kaget. Karena kita tidak menyangka dia akan berbuat hal seberani itu sendirian. Setelah apa yang ia perbuat, aku yakin kalau Zen itu bukan orang sembarangan, dibalik sikap pendiamnya dia memiliki sifat yang keras menjurus brutal.”

“Semua orang jelas memiliki masa lalu masing-masing Yan. Dan pengalaman di masa lalu tersebut itulah yang membentuk kita sekarang ini. Zen memilih menjadi pendiam untuk menekan sifat brutalnya, elo yang datang dari kampung juga membawa kisah hidup yang luar biasa, Xavi yang ternyata anak seorang pejabat BUMN kelas kakap yang sangat berpengaruh, sementara gue ?Elo pasti udah tahu lah garis besar kehidupan gue dari Rio. Kita berempat memiliki kisah masing-masing.”

Setelah terdiam beberapa lama, Yandi kemudian mengucapkan sesuatu.

“Oleh karena itu Yos, aku ikut kesini agar kamu malam tidak sepenuhnya lepas kendali sampai beradu nyawa. Karena masih banyak hal diluar sana yang masih bisa kita raih bersama dengan segala kelebihan dan kekurangan kita berlima miliki, aku yakin persahabatan kita akan membawa kita semua ke masa depan yang luar biasa.”

Yandi menatap ke arah gue, tetapi gue tetap fokus memandang jalanan. Perkataan Yandi tersebut membuat tekad gue untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan di The Hangar malah goyah. Ah dilema. Di saat dimana gue tidak boleh memiliki keraguan sedikitpun, justru malah teman gue ini membuat gue goyah. Bayangan tentang persahabatan kami berlima membuat gue jadi.....takut mati. Dengan kesadaran akan takut kepada kematian, membuat jiwa gue gak bisa lepas, seperti terkungkung. Sisa perjalanan ke The Hangar lebih banyak gue habiskan untuk merenung dan Yandi sepertinya bisa membaca situasi perang batin yang gue rasain sehingga dia juga diam, entah apa yang ia pikirkan.

***

Beberapa saat kemudian, kami berempat mulai masuk ke areal parkiran Pasalima Airport yang malam ini terlihat banyak sekali para penjaga. Mobil Van di depan sepertinya tertahan dan tidak boleh masuk. Gue pun lalu turun dan mendatangi petugas yang melarang mobil van putih masukk.. Gue lalu mengeluarkan kartu nama Jack dan bilang bahwa nama gue Yosi dari Kota XXX yang akan menjadi salah satu peserta The Deathwish. Si penjaga yang bertampang seram lalu berbicara dengan seseorang melalui handie-talkie yang ia bawa.

“Tim elo berapa orang?” Tanya si penjaga ke gue.

“Tim gue ada empat orang dan dua mobil, ” Kata gue sambil menunjuk 1 mobil van putih yang di bawa Tejo dan 1 mobil Timor yang gue bawa.

“Tim Yosi, 4 orang ! 2 mobil !” Teriak si penjaga ke handie-talkie. “Kalian masuk bukan lewat sini, ini lurus ikutin jalan, nanti ada orang yang nunggu elo di ujung jalan.” Papar si penjaga.

Setelah mengucapkan terimakasih, gue segera kembali ke mobil dan mendahului mobil van yang mengikuti gue dari belakang. Gue berjalan pelan menyusuri petunjuk jalan yang diberikan oleh si penjaga. Dan gue lihat di depan ada seseorang berdiri dan meminta gue berbelok ke kiri masuk melalui pintu gerbang yang dijaga ketat.

“Masuk terus lurus saja, cari tenda bertuliskan nama peserta.” serunya.

“Oke.”

Gue menyusuri pelan dan akhirnya gue sampai di lapangan pesawat terbang, sepertinya gue lewat pintu gerbang samping yang mengarah langsung ke lapangan pesawat terbang dan gue lihat di tengah lapangan berjejer tenda-tenda berukuran besar, ada 8 buah tenda dan di salah satu tenda yang berada di ujung kiri bertuliskan nama  gue.

YOSI
(XXX CITY)

“Sepertinya itu tenda buat kita Yan.”

“Woah, kita di lapangan pesawat terbang nih.” Kata Yandi sembari menurunkan kaca mobil dan melihat-lihat suasana sekitar.

“Iya, ini dulu bekas bandara, Pasalima Airport. Tapi udah 5-6 tahun yang lalu ditutup karena bandara yang baru di Kota HHH sudah jadi dengan kapasitas bandara yang jauh lebih besar dan modern. Gue juga baru tahu kalau bekas bandara ini sudah dijadikan club malam, dan malam ini adalah malam pembukaan THE HANGAR dimana sajian utamanya adalah The Deathwish Last Man Standing.”

Gue lalu berhenti tepat di depan tenda dan mobil van berhenti di sampingnya. Gue dan Yandi lalu turun dari mobil . Rio dan Tejo juga turun. Kami berempat mengamati suasana. Setelah kami turun, kami semua menjadi objek perhatian. Karena semuanya memperhatikan kami dengan tatapan tidak bersahabat dan berbisik-bisik. Cih, gue gak peduli, toh gue kesini bukan untuk mencari sahabat. Setelah beberapa saat memperhatikan kami, mereka kembali sibuk mempersiapkan motor masing-masing di tenda yang sudah dipersiapkan. Bahkan ada yang sudah menjajal kecepatan motornya.  Sepertinya kami menjadi tim yang paling terkahir datang. Gue bersyukur karena Rio mengajak Tejo dan Tejo membawa piranti bengkelnya. Bukan cuman itu saja, gue juga senang dengan inisiatif Tejo yang membawa 1 motor cadangan. Gue mana kepikiran hal -hal gituan. Otak gue udah terlanjur panas duluan mikir The Deathwish jadi hal-hal teknis penunjang even, gue gak kepikiran sama sekali. Untung ada Rio dan Tejo.

Kami berempat lalu juga mulai bersiap. Rio dan Tejo mengeluarkan 2 motor dari dalam mobil van. Kemudian sekali lagi keduanya dengan cekatan menghidupkan dan mengecek kondisi kedua mesin. Bunyi decitan motor, raungan suara knalpot mendominasi semua tenda.

“Ini sih bukan even main-main Yos. Setiap tim dapat tenda sendiri-sendiri untuk mempersiapkan motornya sebaik mungkin. Ini persis udah kayak even balap nasional lho. Profesional juga ini panitianya.” Ujar Tejo saat gue ikut mengecek kondisi kedua motor.

“Iya jo.”

“Eh elo coba naik motor Satria gue dong yang jadi motor cadangannya, yang terasa kurang pas, lo bilang, biar gue oprek jadi kondisi dan setingan kedua motor ini sama.” Saran Tejo.

“Oke!”

Gue lalu mencoba motor drag punya Tejo yang juga Satria FU dengan kelir hitam. Gue mencoba gas pol dalam jarak 500 meter. Enak sih cuma tarikannya masih terasa berat dan kurang stabil. Setelah kembali ke tenda, gue kasih masukan ke Rio dan Tejo yang menyimak perkataan gue. Lalu keduanya sibuk mengeluarkan piranti peralatan bengkel dari dalam mobil van dan selanjutnya mengoprek mesin dan sebagainya. Gue lihat Yandi sedang duduk di kursi di dalam tenda. Gue lalu menghampiri Yandi . Ah ternyata di dalam tenda, juga disediakan kotak minuman , gue buka dan ternyata berisi banyak sekali kalengan bir dingin karena disimpan dengan es batu.

“Lo mau bir dingin Yan?”

Yandi menggeleng, “Enggak, makasih Yos.”

“Hahaha, eh ada juga sih air mineral, tapi dingin.”

“Nah kalau itu aku mau.”

Gue lalu mengambil sebotol air mineral dan gue lemparkan ke Yandi yang menangkapnya dengan tangan kiri, weits cekatan juga. Setelah mengambilkan Yandi minuman, gue mengambil 3 kaleng bir dingin bermerk DIABLO. 1 kaleng gue letakkan di meja, 2 kaleng bir lagi gue bawa keluar dan gue kasih ke Rio dan Tejo. Kini gue duduk sama Yandi di dalam tenda. Gue minum bir Diablo, Yandi minum air mineral dingin. Nice haha.

“Lo dulu di kampung gak suka kebut-kebutan Yan?” Tanya gue sambil menyesap bir.

“Pakai apaan? Sepeda kumbang ? Kerbau? Haha. Di kampungku dulu jarang banget anak sekolah bawa motor ke sekolah, ya cuman anak kepala desa dan jugaran - juragan yang mampu. Itupun yang sudah SMA, waktu gue SMP gak ada yang bawa motor, kebanyakan jalan kaki atau naik sepeda.”

“Ups sori!” Kata gue.

“Gak masalah santai saja.”

Sambil ngobrol dengan Yandi gue lihat Tejo mencoba motornya, jika gue tadi cuman nyoba dengan nge drag lurus di depan tenda sampai dekat pagar di ujung lapangan, Tejo menjajal motornya dengan berkeliling lapangan bandara. Sementara Rio mengamati kelakuan Tejo takut dia kena masalah dengan tim lain karena berkeliling lapangan. Tak lama kemudian , Tejo udah balik. Setelah turun dari motor, Tejo berbincang dengan Rio. Lalu kedunya masuk ke dalam tenda bergabung dengan gue dan Yandi.

“Udah jauh lebih enteng dan stabil Yos motor gue yang jadi cadangan, nih kuncinya kalau elo mau nyoba.”

“Hehhe oke, bentar lagi gw coba.”

“Yos, gue tadi sekalian nyoba motor, gue keliling tenda dan melihat-lihat tim lain yang jadi peserta.  Di atas tenda kan terpasang nama dan asal kota...” ujar Tejo seperti menggantung kalimatnya.

“Terus, ada yang elo kenal? Kalau gue tadi sempat lihat nama-nama yang ada di tiap tenda tapi gue gak ada yang kenal.”

“Bahayo yos, calon lawan-lawan elo malam ini, selain Bram, reputasi mereka mengerikan semua.” sahut Tejo dengan muka datar.

“Tejo sebenarnya gak mau cerita Yos, dia khawatir bakal buat mental lo goyah. Tapi gue sarankan Tejo untuk tetap cerita ke elo tentang lawan yang bakal lo hadapin malam ini, agar lo gak lengah dan tetap waspada.” Ujar Rio menimpali perkataan Tejo.

“Hahahaha, cerita saja jo, santai saja, gue udah tahu lawan gue malam ini pasti bukan orang-orang sembarangan. Mereka pasti minimal ketua geng motor dari beberapa Kota sekitar sini. Karena Jack, pemilik The Hangar sekaligus orang di balik The Deathwish udah cerita sekilas ke gue bahwa hanya orang-orang pilihan yang bisa ikut even malam ini.”

Tejo mengambil sebungkus rokok dari saku celananya dan mulai menyulut sebatang. Setelah beberapa kali hisapan, Tejo mulai terlihat tenang. Sialan si Tejo, lo yang cerita aja pucet aja. Bikin penasaran.

“Setelah gue kalah lawan elo nge drag di Dermaga, gue sering main ke luar kota Yos buat menjajal kemampuan gue. Dari pengalaman gue tanding di beberapa kota ini, gue jadi mengenal dan tahu jawara-jawara drag race dari tiap kota yang gue datangi. Dan itu sebuah pengalaman yang luar biasa. Tetapi gue gak menyangka akan menjumpai beberapa geng dari kota lain yang menjadi raja malam di kota mereka masing-masing  di sini. Bram, gue yakin elo udah kenal luar dalam, jadi gue gak perlu tahu peringatkan elo tentang Bram. Gue akan jelasin tentang keenam calon lawan lo malam ini.”

“Tepat di samping kita ini ada tenda milik tim Yuda dari Kota AAA. Yuda adalah ketua geng motor DOLLAR. DOLLAR adalah geng motor pemburu hadiah, mereka hanya mau tanding dengan nilai taruhan minimal 20 juta setiap drag. Even apapun yang  melibatkan balap motor ilegal dengan taruhan besar, sudah pasti ada DOLLAR yang akan ikut. Saat ini Yuda dengan geng DOLLAR-nya menjadi geng motor tak terkalahkan di Kota AAA.”

“Lalu di samping tenda Yuda, ada geng tim V.O.I.D yang diketuai oleh seseorang bernama Gugun. Mereka geng motor terkuat dari Kota FFF. Gue lumayan kenal dengan Gugun, meskipun mereka geng kuat di kotany, mereka bukan tipe geng motor rese yang suka berbuat onar dan mereka biasanya tidak menyukai even dengan skala besar seperti ini,  tetapi entah apa alasan Gugun mau ikut datang kesini. Nanti gue bakal cari tahu.”

“Selanjutnya ada geng Blood Creep yang menjadi penguasa kota BBB. Mereka adalah tipikal geng motor yang beringas, suka berbuat onar, suka menyerang kelompok lain dengan tiba-tiba tanpa alasan yang jelas. Gue pernah nonton Bara, ketua Blood Creep kalah adu cepat dalam sebuah balapan liar di kota BBB. Taruhannya lumayan besar sekitar 15-16 juta. Semua orang disana gempar ketika Bara yang tidak pernah kalah balap liar bisa kalah. Tetapi keesokan harinya seluruh Kota BBB gempar karena ditemukan mayat remaja pria bersimbah darah dengan puluhan luka tusuk dan remaja itu adalah orang yang mengalahkan Bara malam sebelumnya. Seluruh komunitas balap liar di Kota BBB tahu bahwa geng Blood Creep ada dibalik pembunuhan tersebut tetapi tidak ada yang berani untuk ikut campur. “

“Gila, Blood Creep sih bukan lagi kelompong geng motor, tapi gerombolan kriminal !” Sahut Yandi.

“Geng Blood Creep itu yang sadis hanya beberapa, Bara salah satunya. Wajar jika dia menjadi yang paling sadis karena dia adalah ketua Blood Creep, pernah masuk penjara karena bunuh orang tetapi entah gimana dia kemudian bisa bebas. Yos, gue doakan lo gak akan ketemu Bara dari Blood Creep.” Ujar Tejo.

Gue cuma mengangguk.

“Lalu ada kelompok geng motor yang identik dengan jaket kulit hitam, penguasa Kota GGG, Black Luna. Mereka kelompok yang cukup disegani di Kota lain karena ketua dan anggotanya yang memiliki solidaritas tinggi.  Mereka sportif jika ada anggotanya yang kalah dalam adu balap, selain itu anggota Black Luna termasuk mayoritas berasal dari keluarga terpandang di Kota GGG. Namun kelompok ini mengalami perpecahan ketika ketua Black Luna, Steven berselisih paham dengan Diaz, adik kandungnya. Steven marah besar bahkan menghajar Diaz dan mengeluarkan dia dan beberapa anggota Black Luna karena ketahuan menggelar pesta narkoba bahkan terlibat dalam peredaran narkoba. Dengan dikeluarkannya Diaz dan beberapa member kuat dari Black Luna membuat mereka kehilangan pamor di kalangan member baru. Gue gak tahu apa motivasi Steven ikut even disini, yang pasti bukan masalah uang belaka. “

Steven? Jaket kulit hitam? Sepertinya gue cukup familiar.

“Ri, lo masih inget ga nama lawan Bram semalam, yang kalah total di The Deathwish kemarin? Kalau gue salah ingat nama lawan Bram itu Steven.”

Rio nampak mengingat-ingat, “Iya Yos, waktu Steven kalah terus dia mengalami luka parah, teman-temannya yang semuanya memakai jaket kulih hitam langsung turun. Jangan-jangan yang kemarin kalah itu Steven ketua Black Luna seperti yang Tejo ceritakan barusan.”

“Hah? Steven kalah dari Bram? Serius?” Tejo terlihat kaget.

“Iya, luka dia parah, jatuh ke aspal dengan posisi kepala dulu setelah sebelumnya terlempar dari motornya.” sahut gue.

“Dengan luka seperti kemarin, gak mungkin dia bisa ikut.” timpal Rio. “Kemungkinan salah satu pimpinan Black Luna ingin balas dendam ke Bram.” lanjutnya.

“Ckckckck, Bram, semakin hari semakin banyak saja musuhnya.” Ujar Tejo sambil sekilas melirik ke arah gue lalu memalingkan wajahnya. “Siapapun yang mewakilili Black Luna malam ini, dia bukan orang sembarangan.”

Tejo berhenti sebentar untuk mengambil sekaleng lagi bir DIABLO. Setelah meneguk beberapa teguk, Tejo melanjutkan penjelasannya tentang profil lawan gue di The Deathwish.

"2 tim lagi, mereka bukan sekedar geng motor. Tetapi mereka organisasi kriminal Yos. Pembunuhan, perampokan, pemerasan, pencurian bahkan pembegalan adalah kegiatan mereka sehari-hari. Surya adalah ketua dari kelompok Grindnordeath, kelompok yang berasal dari Kota DDD ini. Dia itu residivis yang keluar masuk penjara. Mudah masuk penjara, tapi keluar penjara juga tak kalah mudahnya. Membunuh orang bukan urusan sulit untuknya. Singkatnya, Grindnordeath itu jauh lebih berbahaya dibandingkan Blood Creep sekalipun. Terakhir, ada kelompok YKZ yang dipimpin oleh seseorang bernama Bandi dari Kota YYY. Bandi itu konon punya kedekatan khusus dengan salah satu bos mafia dari Jepang yang beroperasi secara bawah tanah di Indonesia, jadi banyak yang menduga nama kelompok YKZ itu inisial dari Yakuza. Itu yang membuat kelompok Bandi tidak ada yang berani mengganggu. Dari semua peserta boleh dikata, Bandi dengan YKZ-nya menjadi kelompok terbesar dan terkuat di antara semua peserta The Deathwish!"

Tejo mengakhiri penjelasannya tentang latar belakang calon lawanku dengan berapi-api. Dan setelah mendengar semuanya tubuh gue malah gemeteran. Rio yang melihat tubuh gue gemetar langsung mendekati.

“Yos, kalem yos. Santai.” Ujar Rio mencoba menenangkan gue.

“Tuhkaaan Riii, gue bilang juga apa, Yosi jadi gemeter ketakutan kan setelah gue jelasin siapa lawan-lawannya malam ini.” Tukas Tejo.

“HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAH!!”

Gue yang tertawa tiba-tiba membuat Tejo dan Rio kaget kecuali Yandi yang masih tetap santai. Beda dengan Rio dan Tejo yang menyangka gue gemeteran karena takut, Yandi sepertinya tahu gue gemetar bukan karena ketakutan tetapi gue gemeteran karena gue merasakan adrenalin yang mulai menguasai tubuh gue. Gue gak takut sama sekali, siapapun lawan gue malam ini. Karena bukan cuman mereka yang tidak ragu untuk melukai bahkan membunuh lawannya.

“Ri, Yosi bukan gemetar karena takut, yang ada justru semangatnya malah meluap-luap pas elo ceritain tentang calon lawan-lawannya.” Ujar Yandi.

“Huhm sialan ni anak, hahaha.” Rio dan Tejo tertawa.

“Halo permisi.”

Tepat setelah tawa kami reda, terdengar suara lembut seorang cewek. Kami menoleh ke depan dan mendapati seorang cewek cantik berdiri di depan tenda. Ia mengenakan kaos putih ketat yang membuat payudara besarnya terlihat membusung dan rok hitam yang memperlihatkan lekuk pinggulnya yang aduhai. Posturnya yang tinggi disempurnakan dengan high heel hitam yang ia kenakan, Rambutnya yang panjang hitam dan terurai sedikit diwarnai dengan highlight merah. Sungguh seksi luar biasa!”

“Yang bernama Yosi siapa?”

“Gue.” sambil mengangkat tangan.

Cewek tersebut lalu dengan santai masuk ke dalam tenda dan mengulurkan tangannya.

“Hai Yosi, kenalin gue Niken, gue yang jadi MC untuk The Deathwish malam ini.” ujarnya sambil memamerkan senyum dan deretan gigi putihnya.

“Oh iya.” Gue segera berdiri dan berkenalan dengan Niken.

“Sepertinya elo juga yang  kemarin jadi MC pas Bram tanding dengan Steve ya?”

Mata Niken lalu nampak berbinar-binar.

“Wahh iya! Ah elo pasti yang kemarin nonton sama bos  ya .”

Gue mengangguk.

“GUe kesini untuk kasih tahu para peserta 15 menit lagi kalian harus berkumpul di kantornya bos di atas.”

“Jack mau jelasin apa?”

“Biar bos aja deh yang jelasin sendiri. Oh iya, setiap tim hanya diperbolehkan membawa 2 motor ke pit dan maksimal 3 orang yang menunggu di pit. Sisanya bisa menonton dari atas. Oha iya Silahkan peralataan yang diperlukan untuk mensetting motor di bawa sekalian. Sisanya barang bisa ditinggal di tenda. Tenang saja, setelah semua peserta pergi tenda ini akan dijaga ketat oleh security. Ada yang mau lo tanya lagi Yos?”

Saat gue hendak menjawab, tidak ada tiba-tiba terdengar celetukan.

“Niken cantik, sudah punya cowok belum?”

Gue menoleh ke samping dan ternyata orang bertanya hal memalukan itu adalah Rio !

Gue tepuk jidat, sementara Yandi dan Tejo tertawa terpingkal-pingkal. Niken? Dia tertawa.

“Jangan didengerin omongan teman gue ini Nik. Dari gue udah cukup jelas.” jawab gue.

“Hahaha teman elo lucu-lucu deh, kalian masih SMA ya?”

“Iya, kami semua kelas 1 SMA. Kecuali Tejo tuh yang pakai topi merah. Dia juga kelas 1 SMA sih, tapi 6 tahun yang lalu , hahahahah!” Celetuk Rio.

“Woiy, gue senior kalian ini, hormat dikit nape.” balas Tejo.

“Masa SMA emang masa yang menyenangkan, yawdah, gue mau ke tenda peserta yang lain dulu. Bye.” Niken lalu melambaikan tangan kemudian pergi.

“Yahhh, Niken pergi. Pertanyaan gue belum dijawab lagi. Tapi untung sih Niken cepat pergi, karena kalau  dia masih berdiri depan kita 5 menit lagi, gue pasti udah ga tahan.”

“Ga tahan ngapain lo” Tanya Tejo.

“Gue bakalan  copot celana terus coli di depan dia saking gue gak tahan lihat keseksian Niken.”

Gue, Yandi dan Tejo langsung tersedak mendengar penuturan Rio.

“NORAAAKK!!”

“CABULLLLL!!”

“BKIN MALU!”

Seru kami bertiga lalu beramai-ramai  memukuli Rio, hahahahaha.

Tapi kedatangan Niken dan celetukan Rio membuat suasana tegang kembali mengendur dan santai. Lalu kami berempat pun siap masuk ke The Hangar. Gue jalan sama Yandi dengan santai menikmati udara malam yang dingin dari tenda menuju The Hangar. Sementara Rio dan Tejo membereskan piranti untuk menservis motor lalu keduanya menaiki motor menyusul kami. Sampai di dalam The Hangar, setiap peserta mendapat sport khusus ya semacam pit stop untuk menaruh peralatan, 2 motor dan 4 crew. Ada 8 pitstop yang berjajar, gue mengumpat dalam hati ketika spot yang diatasnya bertuliskan nama gue berada di pojok dan bersampingan dengan spot Bram. 

Bangsat.

Jack sepertinya sengaja menaruh gue dan Bram berdekatan. Gue dan anak-anak yang pertama sampai disini. Lalu kami segera menata peralatan dan motor dengan rapi. Suasana The Hangar benar-benar ramai. Semua pengunjung berada di lantai 2 sehingga di lantai bawah benar-benar bebas dan steril dari pengunjung. Suasana semakin riuh ketika tim lain mulai berdatangan dan menempati spot yang sudah disediakan. Gue lihat penampilan calon lawan gue memang seram-seram, dan umur mereka rata-rata jauh di atas umur gue. Sepertinya gue dan Bram menjadi satu-satunya peserta The Deathwish yang masih sekolah.

“GRIM REAPER!”
“GRIM REAPER!”
“GRIM REAPER!”
“GRIM REAPER!”

Julukan Bram terdengar dielu-elukan pengunjung saat dia masuk paling akhir berboncengan dengan timnya. Dia melambai-lambaikan tangannya ke arah pengunjung The Hangar. Bram dan timnya kemudian berhenti di spot mereka. Senyum Bram yang licik terkembang saat melihat gue ternyata berada di dekatnya.

“Wah-wah, beruntung sekali spot kita berdekatan Yos, Eh ada si culun! Halo Yandi !!” Bram mendatangi gue dan Yandi. Yandi menyambut jabat tangan dari Bram sementara gue menepisnya. Bram cuma tertawa-tawa gak jelas.

“Masih ada yang baper rupanya dan gak bisa move-on haha!” ledek Bram.

“Oscar tahu kamu ada disini?” tanya Yandi tiba-tiba.

“Santai Yan, gak ada satupun anak dari aliansi Oscar yang tahu dan datang kesini. Ini dunia gue dan gak ada urusannya dengan Oscar atau apapun konflik yang terjadi di sekolah. Di SMA NEGERI XXX gue gak peduli siapa yang berkuasa, tetapi beda halnya dengan di The Deathwish. Di sini gue bisa menjadi raja sekaligus jadi malaikat pencabut nyawa, gak ada yang bisa merintah gue disini. Jadi kalian berdua bisa tenang disini. Tapi saran gue, daripada elo mengkhawatirkan kalau ada anjing-anjing Oscar disini ataupun gue menyiapkan jebakan buat kalian, sebaiknya kalian berdua waspada karena lawan kita malam ini bukan lagi anjing, tapi hyena pemakan bangkai! Terutama elo Yos, lo lengah, nyawa elo putus malam ini juga.” ujar Bram sambil menuding ke arah gue.

“Apalagi elo belum pernah ikut bertanding di The Deathwish, ada perbedaan besar antara melihat dan merasakan langsung Yos. Semua lawan elo malam ini semuanya sudah pernah ikut The Deathwish, jadi secara mental mereka sudah tahu. Kalau elo? Selain faktor suka menantang bahaya, motif terbesar elo ikut even ini apalagi kalau bukan ngalahin gue, bahkan kalau perlu bunuh gue disini. Karena tidak ada pembalasan yang lebih indah ketika elo bisa membunuh sang raja di kerajaannya sendiri, iya kan? Haha.”

Bangsat !! Bangsaaat!!! Tinju gue terkepal, karena semua omongan dia benar-benar telak sampai gue gak bisa balas kata-katanya.

“Yos, gue tanya sekali lagi dan pertanyaan gue ini gak perlu lo jawab, cukup elo jawab dalam hati saja. Yos, apakah elo siap jadi pembunuh malam ini? Semua lawan elo malam ini, termasuk gue, cuman punya 2 pilihan, terbunuh atau membunuh. Karena inilah hakikatnya menjadi pemenang dalam The Deathwish, Last Man Standing. Hanya ada 1 orang yang berdiri di puncak piramida maut ini. Hidup elo udah sempurna Yos, lo memiliki keluarga dan teman - teman yang sempurna. Untuk apa elo mempertaruhkan semuanya disini? Kalau pertanyaan-pertanyaan ini membuat keraguan muncul dalam diri elo, keyakinan elo goyah, bahkan terbersit pertanyaan, apa yang gue lakukan disini, itu bakal menjadi pertanda kalau mental elo gak sekuat yang elo pikir dan ini bukan tempat elo. Lo bisa mampus sia-sia disini. Tapi The Deathwish memiliki opsi untuk menyerah sih biar tidak terbunuh, tapi apa iya lo bakal menyerah gitu aja?” Bram menatap gue tajam dan tatapannya benar-benar menusuk gue.

Anjing, apa gue sanggup melawan Bram disini? Dia benar-benar bisa mengerti jalan pikiran gue! Dan perkataan Bram tersebut semakin diperkuat dengan kehadiran Yandi disini.  Dan gue jadi teringat perkataan Yandi tadi di mobil.

“Oleh karena itu Yos, aku ikut kesini agar kamu malam tidak sepenuhnya lepas kendali sampai beradu nyawa. Karena masih banyak hal diluar sana yang masih bisa kita raih bersama dengan segala kelebihan dan kekurangan kita berlima miliki, aku yakin persahabatan kita akan membawa kita semua ke masa depan yang luar biasa.”

BANGSAT!!!!

Gue lalu pergi meninggalkan Bram menuju toilet. Sampai di dalam toilet, gue langsung mencuci muka dan menatap wajah gue dalam cermin.

Yos, apakah elo siap jadi pembunuh malam ini?Untuk apa elo mempertaruhkan semuanya disini?

Di saat-saat seperti ini, si bangsat itu sukses menyuntikkan racun ke dalam pikiran gue, membuat pendirian gue agak goyah. Tapi gue jelas gak mungkin mundur dan lagi gue  gak bisa menyalahkan Yandi karena tanpa ia sadari, perkataannya tentang indahnya persahabatan dan masa depan justru menambah beban dalam diri gue.

Bagaimana bisa gue adu nyawa kalau dalam pikiran gue masih terbayang tentang hari esok?

Gue lalu menampar muka gue keras-keras berulang-ulang. Lalu gue berteriak dalam hati untuk memantapkan kembali mental gue yang goyah.

HIDUP GUE CUMA SAMPAI HARI INI !!! TIDAK ADA YANG NAMANYA HARI ESOK !! PERSETAN DENGAN MASA DEPAN DAN PERSAHABATAN !! DI HADAPAN GUE SEKARANG CUMAN ADA 2 PILIHAN, MEMBUNUH ATAU DIBUNUH !!  

“Arrrrggghhhhhhhhhhhhhhhh!!!” gue berteriak keras-keras di dalam toilet lalu keluar dari toilet. Rasanya sungguh lega, dan gue seakan mendapat injeksi semangat dalam diri gue. Gue lalu menuju ke atas menuju ruangan Jack untuk mendengar beberapa hal yang ingin ia jelaskan, seperti pesan Niken tadi. Ketika gue masuk, ruangan Jack sudah ramai. Bram sedang duduk di santai dan tersenyum ketika melihat gue datang, Jack sedang menyalakan cerutu dan duduk di kursi putarnya. Dan selain mereka berdua, ada sekitar 6-7 orang lagi di ruangan ini tetapi gak ada satupun yang gue kenal.

“Gue pikir lo ketakutan terus ngompol Yos,” celetuk Bram santai.

Kali ini gue memilih diam tidak menggubris perkataan Bram sama sekali, karena Bram itu pandai sekali bersilat lidah dan memprovokasi secara halus.

“Ah selamat datang Yosi ! Nah akhirnya semua peserta The Deathwish malam ini sudah lengkap. Sebelum gue menjelaskan beberapa hal sebelum kita mulai, gue akan memperkenalkan kalian satu persatu karena ada pepatah tidak kenal maka tak sayang haha.”

“Buat apa kami saling berkenalan, toh sebentar lagi kami akan saling membunuh.” Ujar seorang pria yang memakai jaket hitam panjang dengan kerah model bulu. Wajahnya dingin tanpa ekspresi.
  
“Eitts, sabar Bara sabar. Mana enak lo ngebunuh orang tanpa tahu siapa yang elo bunuh. Oke tuan-tuan. Pria yang sepertinya  sudah tidak sabar untuk membunuh semua orang  disini  bernama Bara,dia dari Blood Creep. Kalian pasti sudah mendengar reputasi Blood Creep hehe.”
  
Semua orang termasuk gue menatap Bara dan Bara tetap diam.  Oh ini ketua geng motor brutal yang dimaksud Tejo. Bara gue akui memang nampak bengis.

“Lalu selanjutnya ada pria yang memakai kemeja dan berambut klimis yang tengah, dia Surya ketua Grindnordeath yang tersohor itu.”
  
“Ah si bos bisa saja, “ ujar Surya santai.

Ini Surya, yang kata Tejo pemimpin geng kriminal yang kebrutalan dan kebengisannya melebihi Blood Creep? Sekilas penampilan dia biasa saja, tetapi yang biasa-biasa ini menurut gue yang jauh lebih berbahaya.

“Yang botak itu namanya Gugun, ketua V.O.I.D . Dia kandidat favorit juara 1 malam ini haha.”

“DIEM LO ANJING ! CEPAT GAK USAH BANYAK BACOT! MANA SURATNYA GUE TANDA TANGAN !!” Gugun berteriak ke arah Jack dan asli gue kaget melihat reaksi Gugun yang sepertinya sangat membenci Jack.

“Weeits sabar bos, tenang. Makanya lo santai saja, gak usah nyolot biar gue makin cepat ngenalin elo semua.”

Setelah Gugun tenang, Jack lalu kembali mengenalkan peserta yang lain.

“Selanjutnya ada Yuda, tuh yang badannya besar dan pakai kaos singlet. Dia dari geng DOLLAR.”

Orang yang bernama Yuda hanya diam saja, berdiri menyender ke tembok.

“Dan pria berjaket kulit yang memiliki bekas luka di wajahnya sdalah Diaz, adik dari Steven Ketua Black Luna.” 

Diaz yang tengah duduk sambil mengisap rokok nampak cuek saat namanya disebut oleh Jack.

“Oh adiknya Steven. Pantas kok jaketnya seperti pernah gue lihat kemarin. Oi, gimana kondisi abang lo, Steven? Gue dengar dia masih koma ya? Udah lo ngapain abisin duit ngrawat mayat hidup. Lo cabut aja selangnya, biar cepat mati dan tidak makin panjang penderitaannya.” ujar Bram santai.

“Ya ya, besar mulut seperti biasanya. Kita lihat lo masih bisa ngebacot gak saat gue remukkin isi kepala lo malam ini.” balas Diaz.

“HAHAHA ! Gue bisa besar mulut karena faktanya gak ada yang bisa ngalahin gue sampai hari ini haha. Beda sama abang elo yang sok cool tapi cih kemampuan nol besar. Lo berdoa aja malam ini lo langsung ketemua gue di babak 8 besar. Biar gue tuntas ngebantai Black Luna.” Ucap Bram tajam.

“Lu bakal gue matiin malam ini Bram, lihat saja.” tukas Diaz.

“Hei kalian berdua hentikan diskusinya. Gue mau lanjut ngomong.” Teriak Jack kepada Diaz dan Bram yang saling melontarkan ancaman.  

Gak heran gue kalau Bram punya banyak musuh. Setelah Bram dan Diaz diam, lalu Jack mengenalkan satu orang bernama Bandi yang disebut Tejo memiliki kedekatan dengan kelompok Mafia dari Jepang yang ekspansi ke Indonesia. Dan orang bernama Bandi di mata gue sangat terlihat hipster.  Dia tinggi kurus, memakai kemeja lengan panjang, celana jeans dan sepatu bot. Bandi memakai bandana dan berkacamata, dari semua peserta dia sepertinya menjadi yang paling tua dari segi umur.

Dia bersikap tenang dan santai sambil minum bir.

“Kemudian ada peserta termuda malam ini, Yosi. Dia adalah pembalap drag race nomor 1 dari Kota XXX. Umurnya memang terlihat paling muda tapi jangan salah. Duetnya dengan Bram beberapa tahun yang lalu sukses menghancurkan SOPHOMORE sampai tak tersisa, SOPHOMORE adalah grup motor paling ditakuti dari Kota XXX beberapa tahun yang lalu.”

Gue benar-benar kaget karena Jack bisa tahu hal tersebut.

"Bocah ini yang hancurin SOPHOMORE sama tuh badut?" Tukas Diaz tiba-tiba.

"Sukar dipercaya memang, tapi inilah kenyataannya." Timpal Jack.

"Hei bocah, lo anak buahnya Bram?" Kejar Diaz.

"Bukan. Dan nama gue Yosi, bukan bocah."

"Terserahlah. Lo udah pamit ke orang tuamu belum? Tar lo di cariin lagi." Sindir Diaz.

"Gue gak perlu ijin orangtua buat ikut ginian. Gue orangnya mandiri, gak kayak seorang adik yang ikut geng motor sampe minta ditemenin kakaknya. Itu geng motor atau geng keluarga." Balas gue. Akibat omongan gue ini senyum Diaz langsung memudar dan dia menatap gue. Mukanya merah padam.

Bram tertawa mendengar omongan gue barusan karena dia tahu gue udah menyindiri Diaz cukup telak.

"Jangan bawa-bawa kakak gue anjing!!" Diaz berdiri tiba-tiba dan hendak menghampiri gue. Gue pun ikut berdiri karena gue gak takut !

"Kalian berdua berhenti. Simpan energi kalian dan diluapkan nanti di arena. Mau sampe bunuh-bunuhan juga silahkan, yang pasti bukan disini di ruangan gue. Dan peserta terakhir kalian pasti tahu Bram kan. Dia King of The Deathwish. Gue rasa sesi perkenalan dari gue uda cukup. Sekarang gue mau jelaskan tentang rule of the game malam ini. Ya masih sama sih dengan even sebelumnya. Hanya saja untuk memastikan semua bermain fair, seluruh peserta tidak boleh turun dengan mengenakan jaket. Hanya diperbolehkan memakai kaos bahkan gak pakai baju juga silahkan. Ini untuk menghindari kecurangan seseorang yang menyembunyikan pelindung tubuh dibalik jaketnya.

Dan sekali lagi gue tegaskan, pihak yang kalah dilarang menyerang lawannya sebagai tindakan balasan selama kalian masih ada di sini. Kalau ada salah satu anggota kalian yang nekat menyerang salah satu peserta malam ini di The Hangar, bakal gue bantai tanpa ampun. Jadi kendalikan anak buah kalian masing-masing. Dari gue itu saja. Di meja gue ada 8 surat pernyataan seperti biasa, silahkan baca lalu tanda tangan sebagai bukti formal keikutsertaan kalian ikut event ini dan menyadari sepenuhnya tentang resiko besar dalam even ini yang akan kalian tanggung sendiri."

Namun semua peserta tidak ada yang mau repot-repot untuk membacanya terlebih dahulu, begitu juga dengan gue yang baru pertama kali ikut. Semua orang langsung menandatangi surat pernyataan masing-masing lalu segera keluar dari ruangan Jack. Saat gue hendak keluar, gue melirik ke belakang dan melihat Bram sedang berbicara serius dengan Jack. Gue lalu kembali ke spot.

"Gimana motor gue?udah siap?" Kedatangan gue yang tiba-tiba mengagetkan Yandi, Tejo dan Rio yang sedang ngobrol.

"Kemana aja lo? Kami cariin tahu gak?" Ujar Rio

"Dari toilet gue langsung ke atas karena ada brifing dari Jack. Disana gue ketemu sama para calon lawan. Jo, Bandi sama Surya tampilannya biasa banget ya? Gak ada seram-seramnya. Nah kalau Bara dari Blood Creep itu asli seram orangny, gotik ."

"Justru yang tampilannya biasa saja itu yang menurut gue jauh lebih menyeramkan Yos."

“Wuidihh Niken tuh!” Seru Rio.

Kami lalu menoleh di tengah trek dan melihat Niken sudah berdiri dan memegang mic.

“Selamaat Malamm semuanya ! Selamat datang dalam opening The Hangar !! Mana suaranya!”

Para pengunjung The Hangar berteriak dan bertepuk tangan secara riuh saat Niken mulai berbicara dan membakar semangat para pengunjung The Hangar.

“Dan di malam spesial ini, bos Jack bersiap mempersembahkan kepada kita semua sebuah event luar biasa, event yang khusus untuk para pemberani dan penantang maut. THE DEATHWISH, LAST MAN STANDING ! 8 peserta akan bertarung menaiki kuda besi dan membangkitkan lagi permainan Jousting modern yang  dipadukan dengan gladiator. 8 peserta yang bersiap untuk saling bertarung sampai nanti akan kita ketahui bersama, hanya akan ada 1 orang yang berdiri di puncak piramida The Deathwish dan menyandang predikat LAST MAN STANDING !!!!!  Gue minta 8 peserta untuk kemari dan mengambil nomor undian. Kita semua akan menyaksikan pengundian ini dilakukan secara fair, tidak ada pengaturan apapun.”

Gladiator ya. Gue  jadi memikirkan perkataan Niken barusan, ya memang benar gue dan ketujuh orang lainnya akan menjadi gladiator, untuk memuaskan nafsu membunuh, nafsu tidak mau kalah dan nafsu untuk menjadi yang terbaik. Gue mengambil nafas panjang, gue udah sampai disini, gue gak boleh ragu sedikitpun. Gue menatap Yandi, Rio dan Tejo dengan ekspresi serius

“Jangan menghalangi gue, apapun yang gue lakukan malam ini, murni karena ini yang ingin gue lakukan. Kalau gue harus membunuh seseorang malam ini dan kalaupun gue terbunuh, gue siap untuk mempertaruhkan segalanya.”

Gue lalu berbalik dan menuju ke tengah bersiap untuk memulai pengundian. Gue gak peduli lawan gue siapa dan gue bisa saja tidak akan bertarung dengan Bram. Tapi siapapun lawan gue nanti, gue gak akan menganggap remeh dan gue juga akan memberikan mereka mimpi buruk kalau sampai mereka memandang gue dengan sebelah mata. Gue menegakkkan badan dan berjalan dengan langkah pasti. Gue langsung memasang 2 hal di otak gue dan mencamkannya benar-benar.

Gue lengah, gue mati.

Gue ragu, gue mati.

Niken kemudian mempersilahkan kami mengambil kertas yang ada di dalam wadah kaca. Setelah mengambil kami diminta untuk melihat nomor yang ada di dalam kertas dan diminta maju ketika nanti nomornya di sebut. Gue membuka lipatan kertas dan melihat nomor yang tertera.

1

Entah gue mesti senang atau khawatir karena mendapatkan nomor urut 1. Jadi dalam even malam ini, gue yang belum pernah ikut langsung turun di pertandingan pertama. Fuck.

“Pucet amat lo Yos, santai saja. Eh dapat nomor berapa lo?”Tiba-tiba Bram merangkul gue dari belakang. Gue yang gak sudi dekat dengan Bram langsung mendorong Bram. Peserta lain agak terkejut melihat gue bereaksi seperti itu. Gue sempat dengar teriakan dari pitstop Bram yang sepertinya tidak terima melihat gue mendorong Bram.

“SOMBONG BANGET LO ANJING!”
“MATIIN SEKARANG AJA BRAM!”
“NGAJAK RIBUT NIH!”

Namun sepertinya Rio, Yandi dan Tejo tidak terima gue dimaki-maki, lantas ketiganya membalas teriakan kru dari Bram.

“BACOT LO SEMUA BARU DI DORONG, KALIAN YANG NYOLOT”
“RIBUT MA GUE SINI!”
“WAH KUTILNYA BRAM PADA TERIAK-TERIAK NIH”

Dan aksi dorong pun terjadi antara kubu gue dengan kubu Bram. Sebelum aksi dorong berubah menjadi aksi baku pukul, beberapa penjaga bertubuh besar langsung melerai dan mendorong kedua kubu untuk menjauh.

“SIAPAPUN YANG BERBUAT ONAR DAN RUSUH DISINI, AKAN KAMI PATAHKAN TANGANNYA LALU KAMI LEMPAR KELUAR DARI THE HANGAR !”

Hardikan salah seorang penjaga membuat kedua kubu mundur dan mungkin nyali menciut mendengar ancaman tersebut. 1 Orang penjaga kemudian berdiri di antara pit stop gue dan Bram. Baguslah.

“Hahahha seru juga kalau lihat mereka berkelahi.” Bram tertawa sambil menjauhi gue.

Setelah situasi berhasil dikendalikan, Niken pun mulai bersiap untuk membacakan hasil pengundian nomor. Sebuah layar besar tiba-tiba turun secara otomatis dari atas kami diikuti dengan dibukanya kedua sisi dinding The Hangar sehingga membuat arena ini sudah sepenuhnya siapa untuk menjadi arena pembantaian.

“Sistem yang digunakan dalam event The Deathwish, Last Man Standing adalah sistem gugur. Di babak I kita akan menyaksikan 8 peserta yang terbagi menjadi 4 pertandingan sehingga menghasilkan 4 orang pemenang yang akan melaju di babak II. Di babak II dua ini 4 orang akan bertanding kembali sehingga kita akan memperoleh 2 orang yang akan berhadapan di babak III atau babak Final.  2 orang yang sudah mengalahkan lawan-lawannya sehingga bisa berada di partai final dan tinggal 1 langkah lagi untuk menjadi yang terhebat dan berdiri di puncak The Deathwish Last Man Standing dan memperoleh hadiah sebesar 666 juta!! ARE YOU READY ??? Kalau kalian sudah siap, mari kita segera mulai penentuan lawan tiap-tiap peserta. Yang nomornya gue sebut, segera maju ke depan dan tunjukkan nomor kalian ke arah kamera!”

“NOMOR 1 !!” Teriak Niken.

Fiuh, gue lalu maju ke depan dan menunjukkan kepada seseorang yang membawa kamera.

“NOMOR `1 ADALAH YOSI DARI KOTA XXX!”

“BOOOOOOOOOOO!” Terdengar suara tidak suka dari para pengunjung yang sepertinya mayoritas adalah pendukung Bram.

Rio, Tejo dan Yandi sepertinya agak kaget mengetahui gue dapat nomor urut 1 lalu mereka bertepuk tangan untuk gue.

“NOMOR 2!!” Kembali Niken berteriak.

Dan gue melihat 1 orang maju ke depan dan ia menatap gue sembari tersenyum sadis. Bangsat, lawan gue Bara dari Blood Creep.

“Siap-siap lo mati di tangan gue bocah hahaha.” ujarnya saat dia berdiri di dekat gue sambil menunjukkan nomor urutnya ke kamera.

“NOMOR 2 ADALAH BARA DARI BLOOD CREEP. JADI KITA SUDAH KETAHUI PERTANDINGAN MALAM INI ADALAH YOSI VS BARA !!”

“YEEAAAHHH, GAMPANG BOSSSS!! LAWAN LO ANAK INGUSAN HAHAAH!” Teriak salah seorang kru Blood Creep di pitstop mereka. Gue lalu melihat ke arah Tejo, Yandi dan Rio. Reaksi ketiganya sama, memegang kepala mereka seakan tidak percaya gue langsung dapat lawan bengis seperti Bara dalam pertandingan pembuka. Sekalinya turun ikut The Deathwish gue langsung dapat Bara, hahaha. Selanjutnya gue sama Bara dipersilahkan kembali ke pitstop untuk bersiap-siap.

“Gimana rasanya bentar lagi elo pindah ke neraka?haha.” Ujar Bara saat kami berjalan menuju pitstop masing-masing.

“Biasa aja, justru kalau elo yang akhirnya mati, pasti malu banget rasanya, udah banyak bacot tapi ujungnya mati di tangan bocah ingusan. Cuih.” Gue meludah ke lantai sambil membalas tatapan Bara. Tawa Bara langsung menghilang mendengar ucapan gue. Gue gak menggubris tatapan Bara dan kembali ke pitstop.

“Woiy, pucet amat sih kalian, biasa aja dong. Gue masih hidup nih.” Kata gue santai ketika udah di pitstop.

“Mimpi apa sih elo Yos langsung dapat Bara. Padahal gue berharap elo dapat lawan kalau gak Gugun ya Yuda. Karena 2 orang itu mungkin gak akan sampai ngebunuh elo. Tapi elo malah dapat Bara, udah pasti dia gak akan puas cuma ngalahin elo tanpa berusaha serius ngebunuh elo.” Ujar Tejo lemas.

“Yailah biasa aja kali, gue gak takut sama Bara. Kalau dia serius mau ngebunuh gue, gue juga bakalan ga segan bunuh dia. Ya kalaupun gue pada akhirnya kalah dan mati di tangan Bara, gue gak akan kasih kemenangan yang mudah buat dia. Minimal ya dia luka parah lah hehe.”

Rio dan Yandi lebih banyak diam dan gue malah senang karena gue bisa fokus. Selanjutnya satu persatu semua peserta maju dan akhrinya semua mendapat lawan masing-masing. Sebuah bagan The Deathwish kemudian diperlihatkan melalui layar besar yang terpasang di langit-langit.




Bram ada di nomor 8. Satu-satunya kesempatan gue bisa melawan Bram adalah kami berdua memenangkan 2 pertandingan sehingga kami bisa terus melaju dan bertemu final. Oke, sempurna sekali.

“Akhirnya kita sudah dapatkan susunan lengkap pertandingan babak I THE DEATHWISH LAST MAN STANDING ! WOHOOOO!  Yosi dan Bara silahkan bersiap di posisi masing-masing.  Yosi di Point A dan Bara di Point B.”

“Oke, guys gue main dulu ya.” Gue berdiri lalu menyalami Tejo.

“Hati-hati Yos!”

Rio dan Yandi lalu mendekati gue dan kami bersalaman.

“Lo harus balik hidup-hidup yos!” Ujar Rio.

“Gue usahakan bro.”

“Yos, percaya sama insting elo. Selamat bertempur kawan ! Gue tunggu elo disini.” Ucapan Yandi yang seakan mempercayai kemampuan gue membuat gue bersemangat!

Gue lalu melepas jaket dan mengenakan kaos putih polos. Setelah menghidupkan motor gue, gue pun menuju point A yang berada di sisi kiri hangar. Saat gue melewati pitstop Bram, dia mengacungkan jempolnya ke arah gue seolah ingin memberikan semangat. Cih. Setelah sampai di Poin A, ada 2 orang yang berada di sana. Mereka melakukan pemeriksaan badan dan memberikan penjelasan singkat bahwa setiap putaran dimulai ketika setiap peserta sudah bersiap di Point masing-masing. Suara alarm berbunyi akan berbunyi ketika lampu yang ada di point A menyala. Dan itu menjadi tanda bahwa pertandingan bisa dimulai. Gue menggelengkan kepala ketika apakah gue ada pertanyaan lagi. Gue lalu bersiap dan menegakkan tubuh gue.

Gue lalu merunduk di motor dan mata gue fokus memandang ke depan. Gue mulai mengambil nafas  panjang lalu menghembuskannya perlahan. Tepat ketika gue selesai menghembuskan nafas, terdengar suara alarm yang sangat nyaring!

The Deathwish sudah dimulai !!

Gue langsung menggeber motor gue, di gigi ke 5 gue uda mencapai kecepatan 152 km/jam ! Gue merunduk sedekat mungkin dengan stang kemudi agar motor gue makin kencang. Dan tong yang berisi senjata terlihat, gue langsung menurunkan kecepatan 40-50 meter agar gue bisa mudah mengambil senjata. Namun gue kaget karena melihat Bara ternyata lebih cepat dan gue yakin dia yang akan pertama mencapai tong dan mengambil stik bisboll, gue langsung memindahkan kaki gue dari rem dan gue langsung menambah kecepatan, gue harus menutup gap secepat mungkin agar Bara tidak sempat menyerang gue. Urusan mengambil senjata gue pikirkan di putaran kedua saja!

NGGGUUUUEEEEEEEEEEEENNNGGGG!!!

Dan gue berhasil ! Karena tepat setelah Bara mengambil senjata dan bersiap menyerang, gue sudah melesat lebih cepat sehingga dia tidak ada waktu untuk langsung menyerang gue. Gue tertawa dan menegakkan badan dan mengurangi kecepatan menuju point B. HAHAHAANAJINGGGGG!!! ITU MOMEN PALING KEREN SELAMA GUE IKUT DRAG RACE !! BANGSAT LO JACK ! BISA KEPIKIRAN BALAP SEDEMIKIAN MENEGANGKAN !! Selamat dari putaran pertama membuat adrenalin dalam tubuh gue mengalir cepat sekali. Nafas gue memburu. Gue lalu bersiap di point B. Bara pasti kesal sekali gue bisa lolos. Tetapi gue memulai putaran kedua dengan situasi yang lebih gawat. Bara sudah memegang senjata dan sepertinya dia mengincar kepala gue sebagai sasaran utama karena sejak awal dia memang memiliki niat untuk membunuh semua lawannya.  Gue lalu menenangkan diri dan akhirnya gue punya strategi di putaran kedua ini. Gue mesti bisa menghindar atau menahan serangan pertama dari Bara, kalau gue bisa melewati Bara gue bisa mengambil 1 senjata yang tersisa di tong.  Tapi dengan apa gue menahannnya? Bara hanya punya 1 kali kesempatan serang, dia pasti mengincar kepala. Kalau dia mengayunkan senjatanya ke samping, gue masih bisa menunduk sambil melindungi kepala, tetapi akan lain ceritanya kalau dia mengayunkan senjatanya dari atas ke bawah, sudah pasti gue gak bisa menghindar.

Jadi cara gue menghindar atau menahan serangan Bara akan tergantung dari bagaimana dia menyerang. Kalau dia menyabet ke samping gue punya ksempatan menahan senjatanya dengan memelankan laju motor agar bisa fokus melihat datangnya serangan. Tetapi kalau dia memukul dari atas gue, gue gak mungkin bisa menangkisnya tetapi gue punya kesempatan menghindari pukulannya dengan menggeber motor sekencang mungkin saat kami berpapasan karena pasti sulit memukul sebuah objek dalam kecepatan tinggi. Fiuh.

Dan alarm tanda putaran kedua kedua dimulai pun terdengar. Sesuai dengan perkiraan gue, Bara melaju ke arah gue dengan kecepatan luar biasa. Sementara gue sengaja melaju dengan kecepatan 70-80km/jam. Cara gue menghindar tergantung dengan bagaimana Bara menyerang dan ini gak bakal mudah. Kalau sampai gue salah mengambil tindakan, gue bakal beneran meregang nyawa di tangan Bara. Debar jantung gue bukan lagi berdebar kencang tetapi lebih seperti menggedor dada gue. Dan Bara yang sudah menghunus stik bisbol pun semakin cepat menuju ke arah gue, gue merundukkan kepala dan menjaga konsentrasi dengan menebak arah serangan Bara.

Atas..

Samping..

Atas..

Samping..

Saat mendekati gue, Bara ternyata menyerang dari arah samping membuat gue gak mungkin bisa menghindar. Karena trek ini sangat sempit, kalau gue menghindar, gue bisa keluar jalur dan kena diskualifikasi.

“MATI LOOOOOO!!!!!”

BUGH!!!!!!

Serangan dari Bara berhasil gue tahan dengan cara membloknya dengan menggunakan kedua tangan hingga membentuk tanda X di depan wajah, karena kondisi motor gue pelan, jadi motor masih bisa stabil ketika gue lepas stang dan menggunakan kedua tangan untuk memblok pukulan Bara dan BERHASIL !!!!! Sekali lagi gue selamat dan gue kini bisa tenang mengambil pipa besi yang tersisa di drun. Beberapa penonton ternyata berteriak mendukung gue  karena gue bisa menahan serangan Bara dan melenggang santai mengambil senjata di drum. Gue sempat mengacungkan jempol ke arah Rio, Yandi dan Tejo yang  memberikan gue tepuk tangan dengan histeris bak topeng monyet haha!  Saat gue kembali ke point A. Gue merasakan nyeri luar biasa dari pergelangan tangan sampai siku, gue lihat ternyata kedua tangan yang gue pakai untuk memblok sabetab stik bisbol kini memerah memar. Bangsat sakit juga. Tapi gue mesti bertahan dan membalas serangan Bara karena sekarang keadaan seimbang, pipa besi seopanjang 40 cm kini sudah ada di genggaman gue. Saatnya pembalasan.

Putaran ketiga pun dimulai dan kini kami berdua sama-sama melaju kencang dan saling serang tetapi tidak ada yang kena karena kami bisa saling menangkis dan beradu senjata. Dan hal tersebut gue pakai untuk mengamati Bara dan gue bisa mencium kesempatan. Bara ketika menyerang selalu membuka lebar tangan kirinya sehingga badan dan bahu sebelah terbuka. Ini kesempatan ! Di putara kelima gue harus lebih cepat dan mengambil serangan tidak terduga. Dan benar seperti prediksi gue, Bara menyerang dengan membabi-buta agresif. Dia kembali mengincar dengan mengayunkan senjatanya menyamping,

“HIAAAAATTTTTTT!”

Saat kami sekali lagi berpapasan, Bara mengayunkan stik bisbol, gue sekali lagi lepas stang, lalu gue menangkap ayunan stik bisbol dengan telapak tangan kanan kemudian stik tersebut gue pegang, karena tidak menyangka gue bisa mengentikan pukulannya Bram tidak sempat bereaksi ketika gue dengan menggunakan tangan kiri menghantamkan ujung pipa besi telak mengenai wajah sisi kanannya. Bara langsung tumbang dan terjatuh dari motornya. Sementara motornya tetap melaju tanpa kendali hingga akhirnya menabrak dinding hangar denga kondisi remuk. Gue langsung berhenti dan menengok ke belakang. Tubuh Bara terlentang di lantai, tubuhnya kejang-kejang. Gue gak bisa melihat wajahnya tetapi gue melihat genangan darah di wajahnya. Seorang pria yang membawa handycam langsung menghampiri Bara yang tergeletak dan kemudian menyorot wajah Bram dan dari TV yang terkoneksi dan terpasang di beberapa titik, memperlihatkan rahang dan pipi sebelah kanan Bara melesak ke dalam dan dari kuping Bara terus mengeluarkan darah. Tubuhnya masih mengejang, matanya mendelik hanya menampakkan bagian putih. Dan tiba-tiba tubuh Bara berhenti bergerak tidak lagi mengejang. Saat gue hendak turun dari motor, Niken menahan gue agar tetap di tempat dan jangan mendekati Bara. Seorang pria yang di baju belakangnya bertuliskan MEDIS bergegas memeriksa Bara. Saat Bara sedang diperiksa, semua penonton nampak terbius dan terdiam. Lalu petugas medis tersebut berdiri, menatap Niken, menggelengkan kepala. Niken menghampiri petugas medis tersebut dan ia menerima bisikan dari petugas medis, Niken menganguk-anguk.

“SETELAH DICEK OLEH PETUGAS MEDIS, DIPASTIKAN BAHWA BARA TELAH MENINGGAL KARENA MENGALAMAI TRAUMA SANGAT BERAT DI KEPALANYA SETELAH DIHANTAM YOSI. SEHINGGA PEMENANG DARI DUEL PERTAMA THE DEATHWISH MALAM INI ADALAH YOSIII!!!
Niken menunjuk ke arah gue. Gue masih terpaku diam.

Suasana tegang di The Hangar langsung pecah saat Niken mengumumkan hal tersebut. Dan nama gue kini bergema di seluruh The Hangar.

“YOSI !!”
“YOSI !!”
“YOSI !!”
“YOSI !!”
“YOSI !!”
“YOSI !!”

Gue menepis tangan Niken saat ia mencoba memegang tangan gue dan mengangkatnya untuk merayakan kemenangan gue. Gue merasa jijik ketika semua orang meneriakkan nama gue. Seolah-olah semua orang menyukai ketika ada seseorang sukses membunuh lawannya. Entah semua orang berteriak untuk merayakan kematian Bara atau merayakan kemenangan gue. Bara tewas ?? Berarti gue resmi menjadi seorang pembunuh hari ini. Gue lalu naik motor dan menuju pitstop.

“YOSIII!” Tejo dan Rio langsung merangkul gue saat gue datang.

“Elo gak apa-apa Yos?” Tanya Rio.

“Gak, gue gak kenapa-kenapa.”

“Itu tadi keren banget yos! Bisa-bisanya elo nyerang Bara seperti itu sampai dia mampus hahaha.” Tejo tertawa keras sekali.

Reaksi Yandi cuman diam menatap gue.

“Tolong periksa motor gue. Gue mau ke toilet dulu.” Gue lalu berjalan menuju toilet dan selama gue berjalan menuju toilet, para tamu memanggil-manggil gue terutama tamu cewek. Tapi gue gak peduli, gue merasakan sesuatu yang berat menghimpit dada gue. Sesampai di dalam toilet, gue langsung  menuju salah satu bilik dan masuk kedalamnya. Gue terpekur, dan akhirnya tubuh dan tangan gue gemeter. Masih terbayang saat gue melihat Bara sekarat lalu akhirnya meregang nyawa. Ternyata begini rasanya menjadi seseorang yang sudah membunuh orang lain. Karena gue merasa shock dan adrenalin yang sudah menghilang, gue merasakan kedua tangan yang gue pakai untuk memblok pukulan Bara kini sudah membiru dan rasanya sangat perih. Tangan kanan yang gue pakai untuk menahan pukulan stik bisbol juga kini terasa sakit sekali. Gawat kalau tangan kanan gue sakit.

Setelah beberapa saat terdengar, suara ribut-ribut dari luar bilik. Dan sebuah tendangan ke bilik dimana gue tengah menenangkan diri membuat emosi gue tersulut. Gue lansung membuka bilik dan mendapati 3 orang berjaket hitam yang memiliki kerah model bulu menatap gue. “Siapa kalian bangsat hah?”

“DEMI BARA!” Salah seorang diantara mereka lalu berekasi dengan mencoba menusuk gue dan beruntung gue masih bisa bereaksi dan menahannya pisaunya. Gue dan salah seorang penyerang sedang adu kuat, dia menusuk tetapi gue memegang tangannya. Mereka ada kru Blood Creep yang datang bersama Bara dan kini ingin membunuh gue sebagai aksi balas dendam!”

Sadar serangan temannnya bisa gue tahan, 2 orang kemudian menghunus pisau dari balik jaket. Anjing, gue dalam masalah besar. 1 lawan 3 orang yang bersenjata dan gue terjebak di bilik yang sempit. Namun tiba-tiba 1 orang penyerang mengaduh kesakitan dan pisau terlepas dari genggamannya. Melihat 1 temannya diserang dari belakang, 1 orang yang lain menoleh ke belakang dan 1 pukulan cepat menghantam telak mukanya hingga kepala terbentuk dinding bilik. Orang yang menyerang gue kaget 2 temannya diserang dan hal itu gue manfaatkan dengan membenturkan tangannya yang masih memegang pisau ke pintu bilik hingga pisau itu terlepas dari tangannya. Dan seseorang yang melumpuhkan 2 anggota Blood Creep, langsung memiting leher penyerang gue dan menarikanya menjauh dari gue. Dan dengan tenaga yang luar biasa, setelah memiting dia langsung membanting penyerang gue hingga terlempar dan mengenai dinding. Dan ia langsung pingsan seketika.

“Kamu gak apa-apa Yos?”

YANDI !! Yandi rupanya yang menolong gue dari serangan anggota Blood Creep !

“Hei ada apa ini ?” Rupanya keriburan di toilet mengundang salah seorang penjaga The Hangar.

“Anggota Blood Creep menyerang gue di toilet. Mereka mencoba membunuh gue dengan pisau. Mereka ingin membalas kematian Bara. Buktinya ada 3 pisau di lantai. Kalau saja teman gue gak menolong tepat waktu, gue bisa mampus disini !! Bukan di arena The Deathwish!!” Emosi gue benar-benar campur aduk.

Si penjaga tersebut lalu berbicara dengan seseorang melalui HT, kemudian menyuruh gue dan Yandi untuk segera pergi, anggota Blood Creep yang pingsan akan mereka urus. Gue mengangguk lalu keluar dari kamar mandi.

“Yan, makasih, kalau elo gak datang tepat waktu, gue pasti mampus di dalam bilik.” Kata gue ngos-ngosan.

“Yang penting kamu gak  kenapa-kenapa Yos. Tadi aku curiga karena setelah kamu pamit pergi ke toilet, 3 orang yang memakai jaket bertindak mencurigakan.  Tingkah mereka yang aneh membuatku mengikuti mereka. Dan kekhawatiran gue terbukti ketika setelah elo masuk ke dalam toilet, mereka juga ikut masuk. Gue segera bergegas ke toilet dan benar saja mendapati mereka bertiga menyerang dan membunuh kamu.”

Gue menatap Yandi dan gue merasa bersyukur sekali lagi kepada Rio karena memiliki inisiatif untujk mengajak Yandi. Dan kehadiran Yandi meskipun awalnya membuat gue malah terbebani, kini dia menyelamatkan nyawa gue. Dan Yandi membuktikan omonngannya bagaimana ia akan mengawasi situasi dan kondisi sekitar dan memastikan gue tetap aman.

“Woi kalian kemana sih? Lama banget!”Teriak Rio ke gue dan Yandi tanpa menyadari bahwa beberapa saat yang lalu gue nyaris meregang nyawa.

“Cari minuman halal.” Celetuk  Yandi dan gue langsung tergelak mendengar jawaban asal Yandi haha.

“Ah kalian berdua melewatkan 3 pertandingan penting sekaligus!!” Ujar Tejo.

“Hah 3 pertandingan! Serius, gue pergi cuma 30 menitan kok.”

“Lho liat aja tuh bagan Babak II The Deathwish !” ujar Tejo dan gue pun mengikuti telunjuk Tejo yang menujuk ke layar TV.



Gue terperanjat kaget melihat Gugun, Yuda dan Bandi kalah di babak I !

“Pertandingan kedua, Gugun dibantai Diaz dalam 2 putaran, ia tewas di tempat akibat pukulan telak yang mengenai belakang kepalanya. Pertandingan ketiga, Yuda kalah melawan Surya dalam 1 putaran setelah Yuda kalah adu cepat mengambil senjata dan sabetan pipa besi Surya mengenai tenggorokan Yuda. Yuda tewas  karena jakunnya pecah. Pertandingan ke empat, Bram mengalahkan Bandi dalam 1 putaran, Bandi terjatuh dari motor ketika kalah adu cepat mengambil senjata dan Bram menyerang kedua tangan Bandi hingga patah.”

EDAN!!!!!!

“Dan kini, elo mesti ketemu Diaz darI Black Luna. Sementara 2 orang gila juga akhirnya saling bertarung, Surya melawan Bram.”

“Kalau gue bisa kalahin Diaz dan Bram mengalahkan Surya, maka gue bisa ketemu Bram di final, hahahaha menarik!”

Lalu terdengar suara Niken memanggil gue dan Diaz untk bersiap. Gue lalu pamitan ke mereka dan sekali lagi menuju arena membunuh atau dibunuh. Kali ini gue mulai dari Point B, sementara Diaz ada di point A. Gue gak tahu gaya Diaz, tetapi yang mesti gue gak boelh buru-buru. Dan ketika putaran pertama dimulai, lagi-lagi gue kalah cepat dalam mengambil senjata dan terjadi situasi genting karena luka di telapak tangan kanan gue, membuat reflek gue berkurang dan telat untuk tancap gas menghindari serangan Diaz. Gue benar-benar tidak berkutik tetapi sebuah kejadiah aneh terjadi, Diaz tidak menyerang gue dan dia melewati gue tanpa menyerang! Lalu gue pun mengambil senjata yang tersisa di drum yakni stik bisbol, sikap Diaz yang membiarkan gue lewat membuat gue galau. Namun sikap cuek Diaz berubah ketika putaran kedua, Diaz menjadi beringas dan menyerang gue tanpa ampun saat kami berpapasan. Kalah tenaga dan kalah pengalaman membuat gue cuma bisa menangkis. Gue sudah berusaha mempelajari gaya serangan Diaz tetapi Diaz bermain rapi. Sebelum menyerang dia menyilangkan tongkat besi di depan dadanya membuat gue susah mencari celah. Karena terus-terusan diserang membuat tangan kiri gue kesemutan dan di putaran keempat, stik bisbol yang gue pegang terlepas dari genggaman !

Kini gue benar-benar terdesak tanpa memiliki senjata sama sekali. Dan kedua tangan serta telapak tangan semakin sakit. Gue benar-benar kehabisan akal. Karena tidak punya senjata dan tidak bisa menghindar membuat gue jadi bulan-bulanan Diaz. Saat kami berpapasan dia menyerang kedua tangan yang lagi-lagi gue jadikan pelindung dan Diaz sepertinya tahu hal tersebut. Kedua tangan sisi luar gue sudah benar-benar mati rasa dan gue rasa ada yang retak.

“Sudah ah gue gue udah bosen main ma elo, bersiaplah bocah, putaran selanjutnya akan jadi putaran terakhir. Dan gue serius akan bunuh elo.”

Itu adalah hal yang diucapkan Diaz ke gue di putaran kelima atau keenam gue sudah gak sanggup menghitung. Saat kembali di point A, gue sudah kehabisan akal, kedua tangan terluka parah, telapak kanan juga semakin sakit membuat kontrol gue berantakan. Bangsat, apa iya gue bakal mati malam ini. Gue tertunduk dan melihat ban depan gue dan tiba-tiba gue mendapat ide. Entah berhasil atau tidak , kalau gue gagal gue akan mati beneran kali ini, tidak akan ada yan bisa menolong gue lagi. Tidak ada orang lain, gue hanya bisa bergantung kepada kemampuan gue sendiri. Gue memegang stang motor kuat-kuat  dan menimang-nimang berat motor. Ah rupanya motor gue menjadi ringan karena benar-benar dipreterli menyisakan bodi dan dan jok motor yang menyerupai papan. Bisa, cara ini bisa gue pakai!

Dan ketika alarm terdengar gue lalu melaju kencang, dan saat memasuki hangar, gue memelankan laju motor dan berdiri di atas footstep motor! Sekilas gue bisa melihat Diaz kaget dengan tindakan gue. Dan sambil berdiri gue mempercepat laju motor!

“YOURE FUCKING DEAD, BOY!!”

Diaz berteriak kemudian menyerang gue dengan pipa besi dengan kecepatan tinggi melaju ke arah gue.

INI SAATNYA !! Sesaat sebelum Diaz memukuL gue, gue mengangkat roda depan gue alias gue standing! Dan gue tekuk stang ke kiri sehingga Diaz yang tidak menyangka gerakan gue tidak berekasi ketika ban depan yang gue angkat menghantam badannya.  Karena Diaz melaju dengan cukup kencang maka efek yang dirasakan tubuh Diaz seperti tertabrak motor. Gue sempat mendengar derakan tulang rusuk Diaz sebelum akhirnya dia terjatuh dari motor dan ikut terseret motornya. Sementara gue yang kehilangan keseimbangan mencoba menjaga motor stabil dan akhirnya berhasil. Gue selamat dari aksi standing. Gue berhenti dan tanpa menunggu aba-aba. Terdengar suara Nike berteriak!!!

“YOSI  MELAJU KE FINAAAAAAAAAL !!!!!!!! YEAGGGGGHHHHH!!!!”

Sorak sorai penonton kembali pecah dan nama gue sekali lagi dielu-elukan para penonton. Sekilas gue melihat Jack yang duduk di sofa atas, berdiri dan memberikan tepuk tangan ke  gue.

“Bangsatt elo Yossss ! Hahahaha ! Lo bikin kami stresss!!”

Gue melihat Rio berteriak dan  melompat memeluk gue yang baru saja turun dari motor. Saat kami berguling di lantai, Tejo dan Yandi juga tak mau kalah, mereka berdua menindih gue dan Rio. Ini seperti perayaan gol dalam pertandingan sepakbola dimana sang pencetak gol di peluk secara beramai dan saling menindih.

“HAHAHAHAHAH GUE KE FINAL!!!!!! TAPI ANJINGG, KALIAN BERTIGA CEPAT PERGI DARI ATAS GUEE, BADAN GUE SAKIT SEMUAA MONYOOONGG KENA TINDIH!”

Gue lalu kembali ke pitstop, asli gue udah gak peduli nasib Diaz. Entah dia mati atau enggak. Karena dia langsung di naikkan ke mobil dan pergi. Para kru Black Luna juga langsung pergi. Gue terduduk lemas di kursi yang ada di pitstop. Nafas naik turun. Lagi-lagi setelah adrenalin gue turun, rasa sakit langsung menguasai tubuh gue. Tangan gue uda luka parah, apalagi yang sebelah kiri yang gue yakin retak. Sementara telapak tangan gue udah bengkak. Untuk membuat gerakan menggenggam saja sudah nyeri luar biasa. Dengan kondisi seperti ini, gue masuk final. Dimana salah seorang antara Surya atau Bram yang akan jadi lawan gue di final.

"Gimana Yos, tanganmu?" Yandi mendekati gue.

"Sakit cuman ini bukan masalah." Ujar gue. Gue pun bingung kenapa gue masih sok kuat di depan Yandi.

"Bohong, kedua tanganmu nampak gemetar dan aku tahu ini bukan kaena kamu gemetar takut tapi karena kedua tanganmu udah benar-benar kesakitan. Coba balikkan kedua tanganmu, aku mau lihat telapak tanganmu.

Dengan enggan, gue pun membuka kedua telapak tangan. Tangan kanan gue uda bengkak merah. Dan gue yakin hal itu gak akan luput dari pengamatan Yandi.

"Kamu masih mau tanding dengan kondisi kek gini? Kamu gak bisa lagi menggunakan kedua tanganmu untuk menahan pukulan pipa besi maupun stik bisbol. Kalau nekat tulangmu bisa patahm Bahkan telapak tanganmu pun akan susah kamu gunakam untuk menarik tuas gas motor."

"Terus gue mesti gimana?? Mundur gitu dengan alasan luka seperti ini.?""

Yandii terdiam mendengar perkataan gue barusan.

"Kamu tunggu disini." Kata Yandi lalu Yandi menghilang entah kemana. Gue lalu menempelkan botol kaca bir dingin ke luka bengkak di tangan.

"Loh Yos, makin parah itu lukamu, apa sebaiknya elo-"

"Udah lo diem deh. Gue lagi males diceramahin!"

Rio terdiam melihat raut muka gue yang mengeras menahan sakit. Lalu tiba-tiba ada seorang petugas medis yang berdiri di samping gue.

"Boleh gue periksa tangan lo?" Tanyanya. Seorang petugas medis pria yang tadi juga memeriksa keaadaan Bara  memeriksa tangan gue. Gue lihat di belakang si petugas medis, ada Yandi. Sepertinya Yandi yang berinisiatif dengan memanggil petugas medis untuk memeriksa keadaan gue. Baik banget elo yan, batin gue.

Gue mengernyit kesakitan dan mengaduh ketika tangan gue dipegang-pegangnya. Begitu juga saat dia memegang telapak tangan gue.

"Tulang tanganmu yang sebelah kiri retak. Dan bakalan patah jika sekali lagi lo pakai buat menahan serangan. Tulang yang kanan masih kuat tapi juga rawan sekali patah. Di tambah lagi telapak tanganmu bengkak karena ada bagian dalamnya yang keseleo dan urat yang terjepit. Akibatnya elo akan susah menggunakan telapak tangan kanan dengan optimal. Tangan kiri yang lo pakai untuk memegang senjata, menyerang kini sudah retak dan rentan patah, sementara  telapak tangan kanan elo akan yang dipakai untuk menekan tuas gas, akan semakin bengkak. Lo masih mau tanding dengan handicap seperti ini?" Papar si petugas medis panjang lebar.

Gue menatap si petugas medis yang berusia sekitar 40tahunan dan menjawab singkat. "Lebih baik gue mati di arena secara terhormat daripada mengaku menyerah sebelum bertanding."

"Gue tahu elo akan menjawab seperti itu, udah hapal gue orang-orang seperti kalian. Yang selalu saja bilang lebih baik mati terhormat daripada menyerah. Sebuah konsep yang sangat menggelikan, karena orang kalau sudah mati, peduli setan dia mau mati terhormat atau tidak. Mati ya mati." Dia menanggapi perkataan gue dengan sangat serius. Entah kenapa gue gak tersinggung dengan omongannya. Si petugas medis lalu mengeluarkan segulung perban dan tape.

"Gue akan memperban luka di tangan dan telapak tangan kananmu. Akan gue bebat kencang-kencang sehingga akan mengurangi rasa sakit. Dengan tambahan adrenalin yang terpacu, elo gak akan merasakan sakit. Tetapi maksimal 30 menit saja, setelah itu elo akan merasakan sakitn yang teramat sangat. Itu juga dengan catatan elo gak mengalami luka baru."

Gue diam mendengarnya. 30 menit? Sepertinya itu waktu yang cukup buat gue .sebelum rasa sakit tak terperi akan mendera tubuh gue. Gue meringis kesakitan saat si petugas medis benar-bemar membebat kedua tangan dan telapak tangan kanan dengan perban secara teramat sangat kencang. Setelah beberapa saat, si petugas medis membereskan sisa perban dan tape ke dalam kotak medisnya.

"Coba lo gerakkin. Perban yang ketat akan menahan rasa sakitmu. Ingat hanya menahan selama 30 menit." Gue menuruti sarannya dan menggerakkan kedua tangan serta membuat gerakan meremas dengan telapak tangan kanan. Wow luar biasa! Rasa sakit tidak terasa ! Saat gue hendak berterimakasih, si petugas medis sudah melenggang pergi.

"Udah mendingn Yos?" Tanya Yandi.

"Iya lumayan. Makasih Yan lo udah bawa petugas medis untuk memeriksa dan membantu gue."

Yandi hanya tersenyum singkat dan kemudian terdengar suara alarm kencang yang menjadi tanda duel Surya vs Bram sudah dimulai. Gue ikut menonton dengan tegang. Deru suara knalpot dari keduanya mampu meredam semua teriakan penonton. Gue dan semua orang ikut menahan nafas saat Bram ternyata yang lebih kencang dan mengambil senjata terlebih dahulu.  Bram langsung menyerang Surya, tetapi dengan pandai Surya bisa meliuk menghindari pukulan dari Bram. Surya berhasil menghindari serangan Bram sekaligus mengambil senjata yang tersisaz sebuah pipa besi. Putaran kedua dan ketiga seakan menunjukkan perimbangan kekuatan dan kemampuan keduanya. Namun kejutan terjadi di putaran keempat saat mereka beradu senjata, stik bisbol yang dipegang Bram terlepas !!.dan kini angin berada di pihak Surya! Dalam hati gue berharap Bram bisa memutarbalikkan keaadaan dan mengalahkan Surya. Tetapi dengan cara apa ? Apa dengan cara seperti gue waktu melawan Diaz? Putaran keenam dan bisa saja menjadi putaran terakhir dimulai. Bram melaju dengam kecepatan yang sangat gila, mungkin di atas 150 km/jam sementara Surya melajukan motot dengan kencang. Dan dalam hitungam detik, keduanya berpapasan. Surya bersiap untuk menyerang tetapi roda belakang Bram menghantam mengenai dada dan wajahnya sehingga membuat Surya terjengkang ke belakang dengan kepala membentur aspal terlebih dahulu. Bram?? Ia menggeber-geber motornya merayakan kemenangannya!

Kalau gue gak melihat dengan mata kepala gue sendiri, gue gak akan percaya jika ada orang yang bercerita tentang kehebatan Bram dimana dalam posisi terjepit dan kehilangan senjata ia mampu memutarbalikkan keadaan dengan cara akrobatik. Iya akrobatik. Kira-kira 20 meter sebelum Bram berpapasan dengan Surya, Bram mengerem dengan hanya menekan rem depan, tubuh Bram lalu dicondongkan ke depan sehingga roda bagian belakangnya terangkat naik. Dan ketika sekilas motor hendak terjungkal ke depan, namun Bram dengan cerdik mengayunkan badannya ke samping sehingga ban belakang yang terangkat naik pun bergeser ke kiri dan ketika itu terjadi, bersamaan dari arah berlawanan datang Surya. Tabrakan pun tidak terelakkan.

Cita-cita gue berhadapan dengan Yosi di final The Deathwish pun terdengar sampai langit !!




"Yosiiiii, bersiaplah, hadapi gue dengan segala kemampuan Elo. Hei Niken! Ayo langsung saja dimulai finalnya, gue udah gak sabarr menjadi juara dan berdiri di atas semua pecundang haha. Dan cepat singkirkan dan bawa pergi Surya dari lintasan!"

"Wuaahhh Bram langsung ingin bertanding melawan Yosi.Yosi apa elo udah siapp?" Tanya Niken.

Gue menyambut tantangan Bram dengan berdiri dari kursi dan langsung menyalakan motor dan menggeber -geber motor gue. Makin cepat justru makin baik buat gue.

"Akhh sepertinya Yosi sudah bersiap !! Bram silahkan elo boleh memilih ingin memulai dari Point A atau B." Niken menyodorkan mic kepada Bram dan dengan lantang Bram memilih point B. Berarti gue mulai dari point A.

"SEBENTAR LAGI KITA AKAN MENYAKSIKAN PARTAI FINAL THE DEATHWISH LAST MAN STANDING ANTARA SANG PENDATANG BARU YANG LUAR BIASA, YOSI MELAWAN RAJA THE DEATHWISH YANG BELUM PERNAH DIKALAHKAN OLEJ SIAPAPUN, BRAAAMM!!!"

Suasana The hHangar amat sangat bising menyambut pertarungan puncak. Gue sekali lagi menyalami Tejo, Yandi dam Rio seraya berkata.

"1 pertarungan terakhir lagi dan setelah itu kita pulang." Kata gue lalu pergi. Hati gue berdebar kencang sekali karena akhirnya kini gue bersiap untuk menghadapi musuh terbesar gue si pengkhianat tengik!!"

Gue terus menggeber-geber motor gue setelah sampai di point A. Gue udah gak sabar untuk beradu nyawa dengan Bram di pertandingan terakhir even terkutuk ini. Dan kali ini gue mesti lebih cepat dalam hal mengambil senjata Bisa bahaya kalau lagi-lagi gue kalah cepat. Dan begitu terdengar alarm tanda final sudah terdengar, gue langsung melesat. Namun sialnya tetap saja gue kalah cepat melawan Bram! Bram punya kesempatan untuk menghabisi gue tapi dia melewatkan gue sepenuhnya. Dia hanya menjulurkan lidah mengejek gue. Gue tanpa kesulitan mengambil senjata yang tersisa buat gue yakni stik bisbol. Yang beratnya lumayan. Ugh tangan kiri gue mulai terasa nyeri lagi.pliss jangan sekarang. Gue berharap rasa nyeri ditangan kiri agar jangam kambuh dulu. Mungkin beban berat stik ini yanh kutenteng dengan tangan kiri yang retak membuat rasa nyeri semakin terasa.

Gue pun memulai putaran kedua dengan keringat dingin. Laju motor gue sempat tersendat kurang mulus ketika telapak tangan kanan gue juga mulai bermasalah. Gue melihat dari sela perban, tangan kanan gue membiru dan bengkaknya makin menjadi. Karena memikirkan rasa sakit, gue nyaris terkena sabetan Bram beruntung ia memukulnya dengan posisi agak tinggi, sehingga dengan membungkuk gue terhindar dari maut. Duh gimana ini, selain harus memikirkan bagaimana mengalahkan Bram, kini musuh gue bertambah lagi yakni tubuh gue yang mulai menjerit kesakitan dan akumulasi rasa lelah.

Gue maju di putaran ketiga tanpa bisa memikirkan strategi apapun. Dan kali ini Bram menyerang kepala gue. Karena gue gak bisa menghindar maka gue pun menahan pukulannya dengan stik bisbol..

BLAM !

Tangan kiri gue terasa nyeri karena tangan kiri gue angkat sekaligus menggenggam stik bisbol. Disaat gue berpikir bisa sekali lagi lolos, Bram rupanya masih sempat untuk memukul sekali lagi karena konsentrasi gue benar-benar kacau .

BLAM !!!


"Arrrrgggghhhhhhhhhhh!!!!!"

Klontang,

stik bisbol terlepas dari tangan gue. Pukulan terakhir Bram rupanya diarahkan ke genggaman tangan gue di stik bisbol. Dan itu jelas membuat gue berteriak kesakitan. Karena sakinh telak dan keras, gue bisa merasakan  beberapa ruas jari di tangan kiri patah berderak akibat hantaman pipa besi yagmng dipukulkan sekuat tenaga. Gue  kehilangan tenaga dan fokus akibat rasa sakit. Gue sempat terpikir untuk menyerah dan jatuh bergulingan saja di aspal. Pasti tidak akan ada yang menyalahkan gue. Tapi harga diri gue mengatakan bahwa gue gak boleh menyerah !! Maka dengan sisa tenaga gue berhasil mengendalikan motor yang oleng dan nyaris keluar dari garis kuning. Terdengar teriakan panik yang ditujukan ke gue tapi gue tidak bisa menggubrisnya untuk saat ini. Dengan susah payah gue menuju ke point B. Jeda waktu beberapa detik gue manfaatkan untuk melihat kondisi jari di tangan kiri. 4 jari di tangan kiri gue sepertinya patah kecuali di bagian jempol karena saat memegang stik bisbol, jempol berada di bawah tongkat sehingga terlindungi. Kini tangan kiri gue boleh dikata mati total. 4 jemari patah dan tangan retak. Jangankan memegang senjata, sekedar menekan tuas kopling motor saja rasanya sungguh sangat sakit !

Gue lalu berinisiatif dengan meminta lakban cokla yang ia bawa. Dan gue segera membebat 4 jari dari jari kelingking dan jari telunjuk gue dengan lakban!! Gue menyatukan 4 jari hingga berdekatan lalu melakbannya. Rasanya sungguh amat sangat sakit ! Tapi ini satu-satunya agar gue bisa menekan tuas kopling di stang sebelah kiri.  Lalu terdengar suara alarm. Gue pun melajukan motor dengan kecepatan 50-60 km/jam dengan tersendat-sendat karena butuh perjuangan menahan rasa sakit setiap jemari gue menekan tuas kopling untuk memindahkan gigi. Gue yakin Bram melihat keanehan gue ini dan Bram mengejek gue yang kepayahan dengam menyeret pipa besinya sepanjang aspal menimbulkan sedikit percikan. Saat kami hendak berpapasankan Bram tidak menyerang gue, ia justru berbicara seuatu.

"Hahahah sepertinya kondisi elo udah sedemikian parah Yos! Untuk sekedar mengendarai motor saja elo udah kesusaha. Loe mnyerah aja. Gak bakal ada yang protes ke elo Yos kalau elo menyerah sekarang."

Karena gue muak dengan segala perkataan Bram, gue bereksi dengan meludahi Bram. Dan ludah gue mengenai wajahnya."Gue mending mati daripada nyerah lawan elo!"

Muka Bram memerah, dia sepertinya sangat murka karena gue ludahi.

"GUE MATIIIN ELOOO DI PUTARAN SELANJUTNYA , YOSIIIIII"

Teriakan Bram terdengar sangat jelas dan ia pasti serius ingin ngebunuh gue ! Saat gue sampai di point A, rasa sakit yang gue rasakan di sekujur kedua tangan semakin parah. Tangan kanan gue benar-benar kebas. Gue udah gak sanggup, gue gak punya senjata lagi ! Gue gak mungkin melakukan trik standingg seperti saat mengalahkan Diaz karena gue udah gak sanggup untuk mengangkat motor gue! Yang gue punya sekarang hanyalah harga diri dan kenekatan karena masih tetap sok kuat. Kata-kata yang gue batin sekarang melahirkan ide buat gue!! Ide yang luar biasa.......tolol. tapi tidak ada cara lain lagi. Gue menarik nafas panjang dan kemudian menghembuskannya perlahan.

Gue langsung teringat mama yang sudah lama meninggal, papa dan sahabat-sahabt gue. Terutama 3 orang yang menemani gue disini, Tejo,  Yandi, Rio. Maaf gue mungkin gak bisa pulang bareng kalian dalam kondisi ......hidup.

Terdengar alarm , ini berarti tanda dimana gue harus mengakhiri kegilaan malam ini. Tanpa memperdulikan rasa sakit , gue mengerahkan tenaga dengan menekan tuas gas sedalam mungkin dan tangan kiri gue dengan cekatam menekan kopling. Saat memasuki hangar, gue melihat Bram juga melaju kencang. Baguslah makin kencang, maka semakin baik. Kami saling mendekat dengan keceptan tinggi.di gigi ke 6 gue mencapai kecepatana 168 km/jam!  Waktu seakan bergerak luar biasa cepat. Gue langsung mengubah jalur dari kanan gue langsung belok ke kiri sedikit dan kini gue berada 1 jalur dengan Bram !!!

Iya gue berniat untuk menabrakkan motor gue ke arah Bram !! Ini adalah 1 serangan terakhir dari gue dan gue yakin kami berdua akan mati mengenaskan karena bertabrakan dengan frontal dalam kecepatan sangat kencang.

"HIAAAAAAAATTTTTTTTTTTT!" Gue berteriak untuk yang terakhir kalinya, berharap dengan berteriak, minimal gue bisa mati dengan cepat tanpa terlalu lama merasakan sakit akibat benturan hebat.

Gue bisa medengar kepanikan melanda para penonton yang menyadari aksi bunuh diri gue ini. Eskpresi Bram menampakkan kekagetan dan rasa takut melihat gue melaju kencang dan dalam hitungan detik kami akan berbenturan keras!!

Namun, di detik terakhir sebelum terjadi tabrakan fatal, Bram rupanya masih sempat membanting stang motor ke kanan dan gue gagal menabrak Bram !!!

"ARGGHH !"

BRUAAAGHHHH!!

Lalu terdengar suara hantaman yang sangat-sangat keras!!

Mendengar suara benturan yang sangat keras tersebut, gue langsung mengerem dan setelah motor gue stabil gue . Gue menengok ke belakang. Gue melihat motor Bram remuk tidak berbentuk karena membentur dinding The Hangar. Namun gue tidak melihat Bram ada dimana. Gue segera berbalik menuju bangkai motor untuk mencari tahun kondisi Bram. Bram tidak ada ! Kemana dia!

"BRAM TERPELANTING KE LUAR HANGAR!" teriak Niken lantang. Dan gue melihat Bram terkapar di luar. Gue langsung menghampiri Bram dan mendapati posisi tubuhnya yang aneh. Tetapi yang paling membuat gue kaget adalah wajah Bram. Wajah sebelah kanannya koyak berdarah-darah. Kulit wajahnya terkelupas karena sepertinya ia jatuh terseret dengan posisi wajah menghadap ke aspal

 Gue masih terdiam ketika 1 mobil ambulan datang dan kluar 4 petugas medis yang menaikkan tubuh Bram dengan hati-hati ke atas tandu. Kemudian suara sirene ambulan terdengar keras memecah malam.

Gue lalu masuk ke dalam The Hangar dan mendapati nama gue berada di atas puncak piramida The Deathwish Last.man Standing.!!!



"YOSII . ELO ADALAH JUARA THE DEATHWISH LAST MAN STANDING HARI INI !!! SELAMAT DAN MARI SEMUANYA BERDIRI DAN MEMBERIKAN STANDING OVATION ATAS AKSI-AKSI JENIUS SEKALIGUS NEKAT!"

Melihat pemandangan semua orang di The Hangar berdiri dan memberikan tepuk tangan ke gue lalu disusul dengan wajah sumringah Tejo, Rio dan Yandi yang berlari k arah gue, adalah momen terbaik gue.

Entah gue mesti senang karena masih hidup atau karena sudah membunuh Bram…

Lalu dunia seakan jungkir balik dan gue akhirnya tumbang.



= BERSAMBUNG =

9 comments for "LPH #27"

  1. Salah satu episode di LPH yang paling susah pembuatannya..

    dan ini menjadi salah satu episode favorit gue.

    ada yang suka dg episode Yosi yang bertarung di Last Man Standing??

    ReplyDelete
  2. Adrenalin yang dapet banget anjir

    ReplyDelete
  3. Salah satu the best scene. Sangat" menguras emosi...

    ReplyDelete
  4. Kematian bara akan berbuntut panjang.. di lanjut om

    ReplyDelete
  5. Detailnya tetep joshh mas, lov you zen.hhhaaaaa

    ReplyDelete
  6. Saya suka
    Saya Suka

    Membayangkan bikin biji gemetar

    Suwun Om

    ReplyDelete
  7. gokil.....ni kayak adegan film yg balap motoor gladiator ituu, tapi keren lah karyanya,membuat adrenalin pembaca gakkaruan.... Thanks atas karyanya om sepranth

    ReplyDelete

Post a Comment