Featured Post

LPH #30

Episode 30

Para Pelanduk Di Sarang Singa





(pov : Yandi)


Bel yang berdering 3 kali selalu menjadi bel yang menjadi favoritku dan teman-teman yang lain. Namun bel kali ini membuatku sedikit cemas dan tegang. Hal ini disebabkan karena setelah sepulang sekolah, aku mesti bertemu dengan Oscar di warung burjo bang Roni. Kedatangan tiba-tiba Oscar yang mendatangiku sendirian di kelas saat istirahat membuatku terkejut. Dia terlihat tenang dan ketenangannya ini yang justru membuatku agak gentar.

"Yan, gue temenin ke burjo bang Roni." Zen menawarkan diri untuk menemaniku, sepertinya kegelisahanku terbaca oleh Zen. Namun aku menolaknya karena Oscar bilang dia akan datang sendirian dan bahkan memintaku untuk memilih tempat pertemuan. Jadi gak mungkin aku kesana bareng sama teman-teman. Aku tidak tahu apa yang ingin dibicarakan, tetapi pasti tidak jauh dari masalah konflik di sekolah yang kembali memanas setelah berita kekalahan Bram dari Yosi yang nyaris merenggut nyawa Bram. Kekalahan Bram tersebut mengakibatkan serangkaian serangan yang diarahkan ke anak kelas 1 yang bersekutu dengan Yosi. Dan mungkin juga akan menyinggung tentang duelku dengan Jati tempo hari di gedung parkiran sekolah.

"Tolong jangan kasih tahu teman-teman yang lain." Kataku saat aku keluar dari kelas dan berjalan berbarengan dengan Zen. Zen mengangguk. Tiba-tiba ada seseorang yang merangkulku dari belakang dan nyuut terasa ada benda empuk yang mengenai punggung belakangku.

"Serius banget sih kalian !" Seru Vinia sambil mengalungkan kedua tangannya kepadaku dan Zen. Sambil menggelayut kepada kami berdua Vini berkata, "Pasti gak jauh-jauh dari masalah berantem!"

"Dih, berat juga elo Vin." Celetuk Zen.

“Iya Zen, artis kok berat gini sih.” Aku menambahi perkataaan Zen.

"Haha sial, ya beratlah, beban sebagai artis tu berat.”

“Oh kirain berat karena beban yang lain,”ujar Zen lagi.

“Ih, rese banget lu  Zen!” Sergah Vinia. “Udah-udah jangan ngomongin gue, kalian berdua ngomongin apaan sih, dari tadi di kelas kalian ngobrol serius banget.” Tambahnya.

"Pasti mereka ngomongin elu Vin!" Seru Xavi yang menyusul kami dengan tergopoh-gopoh.

“Ngomongin gue? Ngomongin apaan?” Vinia melepas rangkulannya di pundak kami berdua lalu berjalan di tengah aku dan Zen.

“Pada terpesona dengan foto elo yang pake jilbab yang gue share di grup.” ujar Xavi.

“Ah ini gara-gara elo sapiii maen candid foto gue lagi ketiduran ihh.” Vinia memasang wajah cemberut. Aku tersenyum mendengar obrolan mereka berdua, Xavi tadi siang memang mengirim foto Vinia yang sedang memakai jilbab, tengah bersandar di kursi di dalam teater menunggu film dimulai. Vinia tengah terpejam saat di candid oleh Xavi. Kalau moodku sedang tidak buruk tentu aku akan mengagumi kecantikan Vinia. Namun aku hanya menyimak tidak memberikan komen apa-apa. Hanya membaca sekilas chat antara Vinia, Xavi, Zen bahkan Yosi yang tengah berbaring di rumah sakit pun ikut nimbrung. Gara-gara kedatangan Oscar membuat moodku yang udah buruk menjadi makin buruk. Kalau sudah begini, biasanya aku cuma diam dan pasif, pikiranku memutar kesana-kemari tidak jelas.

“ Kalau elo kagum sama kecantikan gue gak usah candid gue dong sapi, kalau elo bilang mau foto gue, kan gue bisa pose kalem. Maklum lah sedang belajar jadi lebih feminim haha.” tambah Vinia.

“Ahahahah lha mau nonton film malah tidur, hahaha.” ujar Xavi tengil.

“Gue gak tidur keles, gue lagi baring pejamin mata bentar, kecapekan gue, dingin empuk, pewe pula.” jawab Vinia.

“Elo mau serius pake jilbab Vin?” timpal Zen.

“Ehmm, enggak..enggak kok, itu jilbab...cuma buat penyamaran aja biar gue gak dikejar fans gue waktu di mall kemarin.” Jawab Vinia agak terbata-bata lantas melirik ke arahku. Aku tahu maksud tatapan Vinia karena aku tahu bahwa dirinya berbohong. Beberapa waktu yang lalu aku dan Vinia pernah WA-nan panjang ketika dia menjawab Wa gue tentang fotonya yang tengah berjilbab yang ia kirim kepadaku. Pada dasaarnya Vinia ada niat untuk memakai hijab namun situasinya tidak mendukung. Perusahaan label rekaman yang sudah mengontrak dia untuk 2 album sekaligus, sudah meminta Vinia untuk tetap mempertahankan gaya sebagai lady rocker yang tomboi namun tetap cantik. Sehingga jika Vinia memakai hijab, jelas akan menjadi perkara karena bisa mengubah imejnya.

Hal ini yang membuat Vinia berkilah bahwa ia berhijab untuk penyamaran saja. Seperti kebohongan yang ia bilang ke teman-teman barusan. Makanya untuk saat ini, Vinia mesti menahan keinginan mulianya tersebut. Aku hanya bisa menasehati Vinia agar ia tidak usah buru-buru mengambil keputusan berhijab apalagi sedang terikat kontrak, bersabar selesaikan dulu kontrak rekaman agar tidak terjadi masalah kalau sudah selesai kontrak, mantapkan hati sebaik-baiknya untuk berhijab. Karena kalau dia sudah berhijab, sebaiknya berhijab menutup aurat dengan konsisten.

Jangan copat-copot seperti kebanyakan cewek yang ada sekarang ini, mereka berhijab hanya saat di sekolah saja dan di saat tertentu saja, begitu pulang sekolah mereka melepas hijab dan jalan-jalan. Bahkan sampai selfie di Instagram tanpa memakai hijab. Jadi mereka menjadikan hijab hanya bagian dari busana saja. Setelah aku mengirimkan pesan tersebut panjang di Wa, Vinia tidak membalas pesanku tersebut,dia hanya membacanya saja. Aku memakluminya karena pesanku tersebut pasti membuatnya semakin berpikir lebih matang. Keesokan harinya, Vinia membalas singkat pesanku semalam.

VINIA
Pagiii Yandi, makasih yah. Gue lega banget bisa curhat ke elo sekaligus gue bersyukur ada 1 teman yang waras dan dewasa diantara kalian berempat. Oia, pliss jangan cerita tentang keinginan gue berhijab ya ke teman-teman yang lain. Karena gue cerita ini cuman ke elo aja.
4:55

Dan aku membalasnya singkat, rahasiamu aman.

“Eh guys, nanti sore kita jadi jenguk Yosi ya! Mumpung gue gak ada jadwal apa-apa hari ini!” Vinia mengalihkan pembicaraan.

“Mau jenguk jam berapa?” tanya Xavi.

“Jam 6 saja.” jawab Zen.

“Oke, jam 6, eh kan gue belum tahu tempat Yosi dirawat. Zen, gue jemput elo tar sore ya. ” Xavi bertanya ke Zen. Zen mengangguk.

“Eh gue juga dijemput dong Xav.” pinta Vinia.

“Jemput elo Vin? Jauh banget rumah elo, jalur macet pula.” tukas Xavi.

“Ihhh sapiiii jahat, ogh gitu lo ya ma gue. Elo selalu memuji-muji gue eh giliaran minta jemput lo alesan. Awas lo ya.” Ancam Vinia.

“Eh, eh bukan gitu. Ehmm, iya, iya deh gue jemput elo dulu terus ke rumah Zen.” Xavi langsung menimpali ancaman Vinia dengan cepat.

“Tanggung banget sih Xav, sekalian dong elo jemput Yandi di rumah.” ujar Zen.

“Eh-eh gak usah! Kejauhan ! Kita ketemu disana saja.”

“Gak. Lo tetap kita jemput. Iya kan Sapiii, lo sekalian jemput Yandi?” Vinia mencubit pinggang Xavi keras-keras sehingga membuat Xavi mengaduh kesakitan.

“Dugh ! Sakit Vin! Gak mama, gak elo, semua perempuan kalau cubit mesti sakit banget. Iya, iya gue jemput kalian bertiga.!” Jawab Xavi kesal. “Argh gue mesti jalan jam 3 sore dari rumah ini mah biar gak kemalaman sampe rumah sakit.” dengusnya.

Dan kami bertiga pun tertawa melihat Xavi yang merasa kesal. Setelah keluar dari gerbang sekolah, kami berpisah. Vinia pulang naik Go-Car, Xavi naik Go-Jek. Zen sempat bertanya sekali lagi apakah gue perlu ditemani buat jaga-jaga, tetapi aku bilang tidak usah, aku yakin Oscar cukup jantan untuk tidak berbuat aneh-aneh di burjo bang Roni. Setelah Zen memintaku untuk tetap hati-hati dan waspada, dia pulang. Aku lalu menuju ke burjo bang Roni sendirian. 15 menit kemudian aku sudah sampai di burjo bang Roni dan wow ramai juga! Hampir semua pengunjungnya adalah anak-anak SMA. Bukan hanya anak-anak SMA NEGERI XXX, banyak juga dari SMA SWASTA XXX dan beberapa sekolah lain yang terlihat dari seragam batik yang berbeda-beda.

Agak menyesal juga karena aku memilih tempat ini karena terlalu ramai setelah jam pulang sekolah. Dengan obrolan kami yang aku yakin cukup berat dan panas, kegaduhan tempat ini akibat suara tawa, obrolan dengan suara keras dari pengunjung lain akan cukup membuatku kurang nyaman nantinya. Aku melihat meja di dalam juga penuh, akhirnya aku dapat tempat meja kosong dekat dekat pagar. Karena aku belum terlalu lapar, aku hanya memesan es nustrisari rasa jeruk dan roti bakar ke salah satu pelayan disana. Sembari menunggu pesanan datang, aku membuka hape. Aku mengecek Wa. Aku masuk ke grup F4 dan iseng melihat foto Vinia yang di candid Xavi saat terakhir kali kami bertiga jalan-jalan, nonton bareng Vinia dan Xavi.

Aih udah dasarnya cantik, ditambahi pake jilbab dan pulasan make-up membuat Vinia makin terlihat cantik. Bibirnya imut dipulas lipstik warna pink. Beruntung banget cowo yang bisa mengulum bibir Vinia yang menggoda ini. Akhh mikir apa aku sih, aku menutup foto Vinia. Saat aku melihat beberapa chat di Wa, aku melihat ternyata pesanku ke Dita tempo hari masih bertanda centang 1, alias tidak pernah terkirim padahal sudah lewat 4-5 hari yang lalu. Foto profil Dita juga kosong tidak ada foto apa-apa, bahkan last seen Dita pun tidak ada. Sepertinya nomorku diblokir Dita. Hadeeeh, moodku kembali memburuk. Saat aku sedang sibuk dengan pikiranku, tiba-tiba seseorang menyapaku.

“Halo Yandi.”

Aku mendongak ke atas dan melihat sesosok remaja pria bertubuh tinggi dengan rambut blonde berdiri di dekatku.

Oscar telah datang!

Oscar pun kemudian duduk di kursi seberang meja sehingga kini aku duduk berhadapan dengan Oscar. Kami berdua duduk diam saling menatap, tajam. Tajam sekali tatapan Oscar. Aku balas menatapnya karena ini sepertinya bagian dari psy war Oscar. Aku tidak boleh takut! sampai akhirnya hawa panas sedikit mereda ketika pesananku datang. Oscar hanya memesan minuman es coffemix. Aku meminum sedikit es nutrisari,

“Ada hal apa sehingga kamu ingin berbicara denganku?” Aku yang pertama membuka percakapan langsung ke pokok permasalahan.

“Hehe langsung to the point. Gue suka orang yang langsung ke inti pembicaraan tanpa repot-repot berbicara hal yang tidak perlu.”

Aku diam.

“Gue cuma mau nanya satu hal, elo dan teman-teman elo yakin mau ikut terlibat dalam konflik antara kelompok gue dengan kelompok Feri dan Axel?” tanyanya.

“Maksudnya?” Aku bertanya balik karena agak kurang paham dengan pertanyaan Oscar.

“Temanmu Zen menghabisi 3 anak kelas 1, lalu 1 temanmu lagi nyaris membuat Bram mati konyol di The Deathwish. Dan beberapa serangan kecil lainnya. Itu artinya elo udah nyerang kelompok gue, kelompok yang gue persiapkan untuk menghabisi kelompok Feri dan Axel. Dan tindakan teman elo itu cukup membuat gue terganggu. Jadi jangan heran kalau Budi dan beberapa orang gue menghabisi teman-temanmu.”

Aku terkejut mendengar penuturan Oscar namun aku lebih terkejut saat Oscar menyebut The Deathwish, darimana dia tahu? “Kamu tahu tentang The Deathwish?”

Oscar tersenyum kecil, tatapannya agak meremehkanku.

“The Deathwish ? Hehehe. Gue bahkan menonton langsung event The Deathwish, Last Man Standing bersama Jack.”
Aku semakin kaget mengetahui Oscar juga mengenal Jack.

“Gue kenal baik dengan Jack dan gue tahu sepak terjang Bram disana. Asal lo tahu, Jack itu senior kita di SMA NEGERI XXX.”

“Senior?”

Oscar meminum es coffemix pesanannya yang baru saja diantar ke meja.

“Jack itu alumni SMA NEGERI XXX. Dia lulus sekitar 15-16 tahun yang lalu. Dari seorang pecundang yang menjadi sasaran bully semasa di SMA, kini dia menjadi salah seorang bos mafia yang cukup punya nama di dunia hitam. Sudah cukup gue bicara tentang Jack, kita kembali ke pertanyaan gue tadi? Lo yakin mau ikut campur ke urusan gue?”

Bangsat! Bangsat ! Aku benar-benar seperti orang bodoh di depan Oscar.

“Bukan teman-temanku yang memulai perkelahian, tetapi tindakan teman-temanku tersebut adalah aksi balasan dari kelompokmu yang mengeroyok kami di Ruko Lama setelah aku duel dengan Nando. Bahkan aku tahu bahwa otak penyerangan Xavi adalah Leo! Adik tirimu!” jawabku dengan nada tinggi. Emosiku naik karena Oscar yang merasa kami adalah pihak yang memulai keributan. Aku tidak memperdulikan suaraku yang meninggi sehinggat meja kami menjadi pusat perhatian para siswa lain.

“Hehe oh kalian ternyata masih menyimpan dendam ya. Yan, balas dendam itu menyenangkan karena dengan balas dendam, elo mempunyai tujuan jelas dalam kehidupan kita yang membosankan ini. Tetapi tidak semua penderitaan kalian bisa terbalaskan dan kalian mesti menerima kenyataan bahwa elo dan teman-teman elo itu hanyalah pihak lemah yang harus rela menjadi kelompok yang diinjak oleh kelompok lain yang lebih kuat demi memuluskan sesuatu yang lebih besar.”

“Kami berbeda dengan orang-orang yang kalian bully sebelumnya! Kami tidak mungkin diam saja. Kami tidak ada urusan dengan konflik antara para senior kelas 3!”

“Jawaban khas orang yang hendak cuci tangan dari masalah. Apakah elo hendak cuci tangan setelah lo menyadari satu-persatu teman elo gue habisin? Kalian semua itu lemah. Kalau gue mau, gue bisa menyakiti elo dan teman-teman elo lebih parah, tapi tidak gue lakukan karena anggap saja itu peringatan dari gue agar kalian tidak usah ikut campur kalau tidak siap dengan semua resikonya.”

Oscar meneguk sisa es coffemixnya lalu melanjutkan perkataannya.

“Oke, gue permudah buat elo dan gue buat simpel. Dalam 2 hari ini, kalau gue dapat kabar salah satu anak buah gue diserang anak buahmu, gue anggap elo dan teman-teman elo sudah ikut campur ke dalam masalah gue. Kalau sudah seperti itu, gue gak akan menahan diri lagi, gue akan buat elo dan teman-teman elo absen dari sekolahan minimal 4 bulan karena menginap di rumah sakit dan tidak akan pernah berani datang ke sekolah SMA NEGERI XXX lagi. Jadi bilang ke teman-temanmu untuk tetap diam dan bersabar seperti halnya orang lemah kebanyakan, bersabar dan ikhlas. Kalau dipukul kalian terima saja dan jangan melawan karena seperti itulah kodratnya orang lemah.”

Harusnya aku marah mendengar perkataan Oscar, aku jelas bisa mengurus diriku sendiri dalam masalah ini. Tetapi berbeda halnya dengan teman-temanku lain yang begitu reaktif.

“Tapi aku tidak bisa menahan teman-temanku kalau mereka melawan karena mereka bukan orang lemah seperti yang kalian pikir.”

“Khas orang lemah yang selalu berpikir dan bertindak seakan mereka orang yang kuat. Elo sebagai pemimpin mereka mesti mengendalikan semua orang yang jadi anak buah elo. Kalau elo gak becus jadi pemimpin, jangan sok jadi pemimpin.”

Aku hendak membantah omongan Oscar masalah pemimpin, aku tidak pernah menganggap diriku sebagai seorang pemimpin di antara teman-temanku, bahkan aku tidak pernah menganggap mereka adalah anak buah ! Tetapi pemikiranku tersebut membuatku langsung menyadari satu hal. Apakah gara-gara aku tidak menempatkan diri sebagai pemimpin, membuat kami semua anak kelas 1 berada dalam posisi terjepit sekarang ini? Buah ketidaktegaskanku?

“Gue kasih waktu elo 2 hari untuk tampil menjadi pemimpin dan menurunkan ego semua teman-teman elo, buat mereka sadar bahwa mereka itu lemah. Jadi wajar jika orang lemah hanya dijadikan pijakan oleh kami yang lebih kuat. Jika 2 hari timbul masalah, elo udah tahu resikonya dan elo akan jadi orang yang paling bertanggung-jawab kalau sesuatu yang buruk bahkan fatal menimpa teman-teman elo. Silahkan lanjutkan lagi makananmu. Gue yang bayar.”

Aku tidak sanggup menatap Oscar saat dia berdiri lalu pergi meninggalkan meja. Aku benar-benar merasa bingung! Ancaman Oscar benar-benar serius dan bisa menjadi kenyataan kalau sampai aku gagal mengendalikan teman-temanku. Dirawat di rumah sakit minimal 4 bulan jelas itu bukan sekedar cedera biasa. Tetapi aku merasa tidak mungkin bisa mengendalikan emosi teman-temanku! Mereka semua pada dasarnya memiliki sumbu pendek. Aku benar-benar menghadapi dilema luar biasa. Saat aku sedang berada di tengah kebingungan, tiba-tiba ada orang yang datang dan berkata sesuatu.

“Pucet amat kayak abis dapat kabar cewek lo hamil Yan.” Entah darimana dia datang, kursi yang tadi diduduki Oscar kini diduduki oleh Axel. Axel meletakkan es teh yang ia bawa di meja lalu mencomot roti bakarku yang belum aku sentuh sama sekali. Entah kenapa jokes Axel terasa hambar, padahal biasanya aku selalu tertawa mendengar celetukannya.

Mungkin karena dia melihatku masih diam menunduk sembari memutar-mutar hape di atas meja, membuat Axel kembali mengatakan sesuatu. “Baru didatengin dan berbicara empat mata dengan Oscar uda takut lo, gimana besok kalau elo dihadapkan situasi elo berhadapan satu lawan satu dengan dia? Habis lo.”

Aku langsung mendongak. “Kamu tahu barusan Oscar ada disini?” Aku agak terkejut mendengarnya. “Tahulah. Lo berdua ngedate disini, gue ada di dalam. Gue pengen nyamperin elo berdua, tapi karena lo berdua ehm lebih tepatnya elo terlihat serius dan tegang, gue gak jadi nyamperin. Gimana Oscar hamil anak elo ya, huahahahahhaa!” Axel tertawa kencang sekali membuat beberapa orang yang ada di warung burjo bang Roni menoleh. Serius, perkataan Axel justru membuat moodku semakin buruk.

Slurrrrpppppp !

Suara Axel yang menyeruput es teh hingga menimbulkan suara yang berisik membuatku berdiri hendak pulang, tetapi nada suara Axel yang tadinya konyol kini berubah intonasinya, terdengar lebih serius saat ia berkata singkat,

“Duduk.” Perintahnya, raut muka santainya juga telah berubah menajdi lebih serius. Ah sialan, ekspresi Axel juga tidak kalah mengintimidasi jika dibandingkan dengan Oscar. Aku lalu kembali duduk dan melihat Axel. “Ada apa?”Kataku.

“Gue gak tahu persis apa yang sudah dikatakan oleh Oscar ke elo sampai membuat elo ketakutan seperti ini. Tetapi gue yakin tidak jauh-jauh dari masalah konflik di sekolah. Terutama kabar kekalahan Bram dari salah satu teman elo. Dibalik sikap sok tenang Oscar, gue yakin dia benar-benar murka karena Bram menjadi salah satu andalannya untuk mengumpulkan pengikut. Maka Oscar pun kembali bergerak mengerahkan tentakelnya yang menggurita di sekolahan untuk menyerang kalian anak kelas 1. Dan serangan-serangan yang sengaja ia arahkan ke teman-teman terdekatmu memiliki 2 tujuan.

Pertama, dia menghabisi para pengikut elo satu persatu dengan rapi. Kedua, dia tidak mengarahkan serangan ke elo karena dia ingin membuat elo gentar secara mental karena mendapati satu persatu temen elo dibantai. Kalau Oscar mau, dia bisa kirim Budi untuk menghabisi elo. Dan gue yakin elo bakal habis di tangan Budi. Maka pertemuan kalian tadi menjadi cara Oscar untuk mengetahui seberapa tangguh mental elo yang berada dalam posisi terjepit seperti ini, dengan halus tenang ia mengintimidasi lo untuk membuat elo semakin ketakutan. Dan sepertinya bajingan tersebut berhasil. Yandi yang garang saat mengalahkan Nando dan Jati, kini lembek ketakutan bak anak kucing kedinginan.”

Axel diam menatapku tajam. Dia tahu aku kemarin mengalahkan Jati?

“Jujur saja Yan, gue dan Feri tahu apa yang dilakukan kelompok Oscar ke anak-anak kelas 1. Namun kami malas untuk ikut campur, karena sekali kami ikut campur, maka hari dimana gue dan Feri berdiri berhadapan dengan aliansi Oscar untuk menentukan kelompok mana yang terkuat, sudah tiba. Bukannya kami takut, tetapi kami merasa ini bukan waktu yang tepat untuk memulai perang. Paling tidak itu yang ada di pikiran kami, sampai akhirnya terjadi peristiwa yang membuat Feri murka. Beberapa hari yang lalu salah satu teman dekat Feri yang kebetulan satu tongkrongan dengan anak dari kelas 1, ikut menjadi korban serangan yang membuatnya masuk rumah sakit. 

Hal ini membuat Feri merasa geram dan berniat membalas serangan. Pelaku penyerangan yang lebih dari 5 orang kemungkinan besar gabungan anak kelas 2 dan 3 yang menjadi pengikut Oscar. Faktor kondisi sekolahan yang sedang goyah, membuat dewan sekolah sibuk dengan urusan mereka sendiri dan tidak memperdulikan dengan situasi panas yang tengah terjadi melibatkan semua anak SMA NEGERI XXX, membuat semua orang menjadi lepas kendali. Saat kita sedang berbicara seperti ini, kelompok Feri sudah bergerak mencari pelaku dan akan membalasnya berkali-kali lipat. Paling nanti malam sudah beredar foto-foto pengikut Oscar yang gantian dibantai oleh kelompoknya Feri.”

Saat aku tertegun mencerna perkataan Axel, dia berdiri lalu berjalan melewatiku , berhenti lalu berkata, “Siap gak siap, elo mau mau mundur dari konflik ini atau tetap berdiri tegak, siapkan diri elo dan teman-teman elo yang tersisa. Apapun keputusan elo, besok Oscar dan ratusan pengikutnya akan tetap bergerak menghabisi semua orang yang menghalangi jalannya. Karena hari penentuan telah tiba.”

Axel kemudian berlalu pergi, meninggalkanku dalam situasi yang benar-benar genting. Apakah, sekali lagi aku dan teman-temanku akan menjadi pelanduk yang mati di tengah-tengah pertempuran antara 2 gajah? Ah bukan gajah tetapi Singa-Singa yang haus darah. Tanpa kusadari tubuhku gemetaran.

Setelah menenangkan diri, aku lalu berdiri dan hendak pulang, namun tiba-tiba ada yang memanggilku dan menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh. Dan aku melihat Puput anak SMA SWASTA XXX, salah satu teman Axel yang dikenalkan ke aku dulu saat bolos disini. Disamping Puput seorang cewek imut yang menatapku lekat-lekat, DITA !! Puput sedang bersama Dita. Aku langsung salah tingkah.

"Yan, apa kabar lo?"

"Ba..baik."

"Tapi menurut gue keadaan lo sedang gak terlalu baik deh. Wajah lo aja keliatan pucet dan masih bekas memar khas orang abis berantem."

Aku diam hanya tersenyum kecut, aku tahu Dita sedang menatapku namun aku pura-pura cuek.

"Oia, kenalin ini adik kelas gue yang paling cantik, Dita. Dit, ni kenalin teman gue dari SMA NEGERI XXX,Yandi."

"Ih apaan sih kak. Halo Yan, gue Dita. Kak, gue tunggu diluar aja ya" Dita menatapku sebentar kemudian pergi.

"Eh main pergi aja. Yan, gue tadi sempat mau nyapa elo waktu lo datang. Tapi kemudian datang Oscar dan setelah Oscar pergi, gantian si bule gila itu yang datang. Jadi gue gak nyapa lo tadi."

"Gak apa-apa. Put, aku duluan ya." Aku sedang malas berbincang-bincang dengan orang hari ini.

"Oke."

Puput lalu pergi ke dalam, sepertinya sedang membayar pesanan dia. Aku lalu ke depan dan melihat Dita sedang membelakangiku. Aku bimbang, antara hendak menyapanya atau menyelinap pergi. Tapi akhirnya aku memilih yang kedua, aku mengendap dibelakang lalu pergi secepat mungkin lalu berbelok ke dalam gang.

Entah dia melihatku atau tidak. Yang pasti aku bertindak layaknya seorang pengecut.


***
SMA NEGERI XXX
@ Rabu
***

(Pov Keysha)

“Sha, kemana lo kemarin gak masuk sekolah?Sakit?” Rita temen sebangku gue langsung bertanya setelah melihat gue datang.
Setelah meletakkan tas di bangku, gue mengiyakan pertanyaan Rita tersebut.”Gue demam, gak tahu kenapa.”

“Ya ampun, udah periksa ke dokter?”

Gue mengangguk. “Udah baikan kok sekarang.”

Pagi-pagi gue udah bohong aja, gue bilang ke Rita gue tiba-tiba demam tinggi tanpa tahu kenapa, jelas itu bohong. Karena gak mungkin gue cerita gue demam gara-gara melayani tamu kemarin. Dengan alasan demam, papa mama mengijinkan gue untuk gak masuk sekolah kemarin. Dan setelah kemarin gue banyak istirahat, tidur, banyak makan, malamnya badan gue uda langsung enakan, makanya gue bisa masuk sekolah hari ini.

Saat gue lanjut ngobrol tentang pelajaran apa yang gue lewatkan kemarin, terdengar bel tanda masuk. Tetapi setelah bel, justru Rita dan teman-teman gue yang lain berdiri, lalu keluar kelas. “Eh anak-anak pada mau kemana?”

“Upacara sha.”

“Ha? Upacara? Ngigau lo? Ini kan bukan hari Senin.”

“Upacara sambutan dari kepala sekolah kita yang baru sha. Oh iya lo kan gak masuk kemarin jadi gak tahu. Kemarin ada pengumuman bahwa hari ini ada upacara menyambut kepala sekolah dan wakil kepala sekolah yang baru. Yaudah yuk ke lapangan, kalau kelamaaan kita bisa berdiri di deret paling depan lo? Eh elo kuat ikut upacara kan?”

“Kuat kok.”

Gue dan Rita lalu menuju ke barisan kelas kami. Dan beruntung gue dan Rita bisa dapat di barisan tengah. Maka upacara pun dimulai. Setelah basa-basi yang membosankan dari salah seorang dari dinas pendidikotan Kota, akhirnya gue melihat seorang pria paruh baya berkacamata yang memakai jas lengkap dengan dasi naik ke atas mimbar dan berbicara dengan suara lantang.

“Selamat pagi anak-anak ! Apakah kalian semua mempunyai mimpi? Saya yakin kalian mempunyai mimpi, mimpi besar yang seharusnya sudah kalian miliki dan berusaha keras untuk mewujudkannya. Begitupun juga dengan saya. Saat saya seusia dengan kalian dan berbaris seperti kalian sekarang ini, saya bermimpi bisa menjadi seorang guru. Karena menjadi guru itu bukan pekerjaan tetapi passion ! Sesuatu yang mulia ! Dan setelah saya lulus kuliah dengan perjuangan berat saya berhasil menjadi seorang guru di sebuah daerah yang cukup terpencil. Saat impian saya menjadi guru terwujud, maka mimpi yang baru pun muncul, yakni saya ingin menjadi guru di sekolah yang saya cintai yang telah berjasa membentuk pribadi saya yang tidak gampang putus asa dan menyerah yakni di SMA NEGERI XXX!”

Terdengar tepukan cukup meriah dari guru-guru dan perwakilan dari Dinas Pendidikan. Gue tidak menyangka pidato kepala sekolah gue yang baru ini begitu menarik dan tidak terasa membosankan, belum apa-apa gue udah suka.

“Tetapi hari ini, impian saya menjadi guru di sekolah ini tidak terwujud. Tidak terwujud karena Tuhan menganggap mimpi saya terlalu kecil dan sederhana. Tuhan tidak mengijinkan saya menjadi guru di SMA NEGERI XXX tetapi malah menjadikan saya KEPALA SEKOLAH SMA NEGERI XXX!” serunya.

Perkataan kepala sekolah kami yang baru ini mendapat applause yang sangat meriah dari semua murid!

“Ih keren pidatonya!” Bisik Rita yang berdiri di samping gue.

“Iya gue setuju !” Gue mengamini perkataaan Rita.

Gue lalu lebih memperhatikan sosok kepala sekolah gue yang baru tersebut. Entah kenapa sosoknya terasa tidak asing, apalagi dengan postur tinggi besar dan model rambut klimis disisir belakang. Dan perasaan tidak enak, was-was langsung menyergap gue. Dan semakin gue perhatikan, kekhawatiran gue semakin bertambah besar. Debar jantung gue terasa kencang sekali. Suara beliau yang berat semakin membuat sosok tersebut mengerucut ke salah satu klien yang pernah memakai jasa gue sebagai Miss White Rabbit.

“Semoga saya, Tomo Pujianto, bisa membawa kemajuan kepada semua murid-murid yang ada disini dan tentu saja dibantu oleh para guru-guru yang kualitasnya tidak diragukan lagi, kita bisa menjadikan SMA NEGERI XXX sebagai Sekolah nomor 1 di negeri ini ! Terimakasih !”

Gue nyaris pingsan saat mendengar kepala sekolah gue yang baru menyebutkan namanya, TOMO PUJIANTO alias pak Tomo !! Kepala Sekolah gue adalah klien yang pernah menyewa jasa gue dalam pesta seks foursome beberapa hari yang lalu! Kepala sekolah gue adalah klien yang memiliki kontol jumbo yang sudah pernah mengentot mulut, memek dan anus gue! Ini bisa gawat kalau beliau mengenali gue ! Gue merasa bersyukur memakai hijab dan berkacamanta dengan gagang model tebal, sehingga ini membantu menyamarkan muka gue secara keseluruhan!Tubuh gue agak limbung mendapati hal ini.

“Eh Keysa, elo kenapa? Pucet banget muka lo? Elo sakit lagi?” Rita nampak khawatir sambil memegangi pundak gue.

“Gak tahu, tiba-tiba gue sakit kepala.” Kali ini gue gak bohong, gue beneran sakit bahkan nyaris pingsan karena shock mengetahui siapa kepala sekolah gue yang baru. Gue hampir pingsan beneran tetapi gue tahan karena gue gak mau menarik perhatian dengan jatuh pingsan saat upacara. Hal yang paling gue hindari saat ini adalah menarik perhatian pak Tomo !

“Udah ke UKS aja yuk , gue anterin.”

Ah ide bagus, ke UKS! Gue mengangguk. Gue dan Rita lalu mundur dari barisan dan menuju ke UKS. Bu Emi petugas UKS di sekolah memeriksa kondisi gue dan gue disarankan untuk pulang awal dan pergi berobat karena gue demam tinggi. Gue lega luar biasa karena diijinkan pulang, hari ini gue selamat karena bisa menghindari Pak Tomo!! Tetapi entah dikemudian hari !


******
@ Aula SMA NEGERI XXX
Setelah selesai upacara
******


(pov : Yandi)


Aku dan ratusan murid laki-laki berkumpul di aula sekolahan atas permintaan pak Tomo kepala sekolahku yang baru. Meminta semua para murid laki-laki dari kelas 1 hingga kelas 3 berkumpul di satu ruangan yang sama terlihat tidak ada yang aneh. Namun untuk saat ini kondisinya sama seperti mengumpulkan para anjing kelaparan haus darah dalam 1 kandang! Kelompok Feri dan Axel sudah saling memprovokasi ! Beberapa sudah saling melempar tantangan berkelahi secara terang-terangan. Sementara aku, Zen, Xavi dan 8 temanku juga bergerombol sendirian di pojok. Feri cs dan Axel diam saling menatap ke arah Oscar cs dan Budi. Suasana sungguh panas! Satu teriakan maju dari Feri maupun Oscar sudah lebih dari cukup untuk mengubah aula sekolah menjadi arena pertempuran ! Kami anak kelas 1 sendiri juga tidak kalah panas karena adu mulut dan saling adu tatap dengan anak-anak kelas 2. Jika pecah perang saat ini juga, maka kami juga akan larut ikut berduel dengan siapa saja yang berdiri di kelompok Oscar.

Kami semua menoleh ke arah pintu aula yang terbuka lalu ditutup dengan suara kencang. Pak Tomo sedang mengunci pintu aula lalu memasukkan kunci tersebut ke dalam saku kantongnya. Pak Tomo berjalan santai naik ke atas panggung, mengambil kursi lalu menaruhnya di pinggir panggung. Ia menatap kami semua.



Pak Tomo (Kepala Sekolah SMA NEGERI XXX)

Lalu dengan santai ia merokok di depan kami !! Kepala sekolah kami yang baru, yang berbicara tentang pentingnya memiliki mimpi untuk dikejar, bahkan berjanji untuk menjadikan sekolah kami menjadi sekolah nomor 1 di negeri ini merokok tepat di depan mata kami!

“Wow, luar biasa, suasana panas, tensi tinggi ini sungguh membuat gue jadi teringat masa-masa gue saat seusia dengan kalian semua dan menjad murid disini.”

Bahkan gaya bahasa formal yang sopan juga sudah berubah.

“Yang namanya gue sebut maju ke depan, dan siapapun yang ketahuan sedang merekam video apa yang terjadi di aula ini nanti dengan handphone, selain handphone yang gue hancurkan, gue juga gak segan untuk menghajarnya.” hardik pak Tomo.

Woowws, siapa sih sebenarnya kepala sekolahku yang baru ini? sikapnya sudah berubah drastis!

“OSCAR ! LEO ! BUDI ! FERI ! DEKA! EDGAR ! SATYA! AXEL ! YANDI! ZEN! MAJU KE DEPAN !” Suara pak Tomo menggegelegar.

Aku dan Zen berpandangan ketika nama kami ikut disebut! “Gue gak tahu apa maksud pak Tomo dengan ikut memanggil kita, tetapi sebaiknya kita maju ke depan saja Yan.” Aku mengangguk. Aku dan Zen maju ke depan sampai berada di dekat panggung. Semua orang yang dipanggil maju ke depan.

“Hmm sepertinya kurang 1 orang yang belum maju. Yang namanya gue panggil, angkat tangan.” kata Pak Tomo. Maka satu persatu kami yang maju ke depan mengangkat tangan saat dipanggil. Ternyata memang benar, ada 1 orang yang tidak maju. Yakni Budi.

“Yang namanya Budi Perwira dari kelas 3C, maju ke depan. Gue tahu lo ada di tengah kerumunan. Dan gue tahu yang mana orangnya. Gue hitung sampai 5, kalau tidak maju, gue turun dan akan menyeret lo kesini.” kata Pak Tomo.

Otomatis kami semua memandang ke arah Budi yang tetap berdiri tidak bergeming bahkan ia berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada, seolah menunjukkan sikap perlawanan.

“1..2..3..4..5.”

Sampai hitungan kelima, Budi tetap diam, bahkan meludah ke lantai.

“Oke, gue yang akan menyeret elo maju Bud.” Pak Tomo membuang puntung rokoknya sembarangan ke depan, lalu meloncat dari atas panggung. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku. Wow badannya besar juga pak Tomo. Dan semua murid lantas membukakan jalan buat pak Tomo. Dan kini keduanya berdiri berhadap-hadapan. Budi yang tinggi besar ternyata masih kalah besar dengan pak Tomo.

“Mau apa elo pak kalau gue gak maju?” tantang Budi yang memang terkenal bengal. “Apa elo mau haj-”

BUGH!!!

Omongan Budi terputus karena tiba-tiba pak Tomo menendang perut Budi dari arah depan. Budi yang tidak menyangka akan ditendang, terguling ke belakang. Budi yang kaget langsung berdiri dan memukul pak Tomo dengan sekuat tenaga!

PLAK !!

Tinju kanan Budi terhenti di udara karena ditahan lalu dicengkeram oleh tangan kiri pak Tomo.

PLAK !!

Begitu juga dengan tinju kiri Budi yang juga ditangkap oleh pak Tomo.

Wajah Budi langsung menegang dan tiba-tiba ia jatuh berlutut karena kedua tangannya ditekan ke bawah oleh pak Tomo!

“Gila. Ini gila, gue pernah duel dengan Budi Yan. Bisa gue katakan tenaga Budi itu luar biasa besar. Tetapi kepala sekolah kita yang baru ini dengan mudah menangkap tinju Budi dan kini menekannya! Kepala sekolah kita Pak Tomo monster yan !” Bisik Zen.

Aku juga terkaget-kaget mendapati hal tersebut, aku melirik ke arah Oscar, Feri dan Axel. Ketiganya juga menampakkan ekspresi yang tidak kalah terkejutnya.
“Arrrrrggghhhhh!” Budi berteriak karena kedua tangannya diremas kuat-kuat oleh Pak Tomo sampai berlutut, wajah Budi memucat. Kemudian Pak Tomo melepaskan cengkramannya. Budi langsung menarik tangannya.

PLAAAAK!

Sebuah tamparan keras dari pak Tomo menghantam pipi kiri Budi, membuatnya terhuyung dan ambruk. “Gak usah sok jagoan elo bocah, kalau ada orang tua yang memanggil lo cepatan datang. Apalagi gue itu kepala sekolah elo!”Pak Tomo jongkok di samping tubuh Budi dan memberikan ancaman.

“Gue hitung sampai 5, kalau elo gak maju ke depan sana, gue akan mematahkan 2 gigi lo.”

Pak Tomo kemudian berdiri dan berjalan ke depan sambil mulai menghitung. Sepertinya Budi sudah kalah mental, dengan bibir pecah, mulut berdarah, pipi merah, ia berjalan terhuyung-huyung ke depan sampai akhirnya berdiri di samping Oscar, berusaha keras tetap berdiri meskipun agak sempoyongan. Pak Tomo melihat ke arah anak kelas 1 dan tiba-tiba mendatanginya.

“Elo semua pada gak punya kuping apa? Kan gue udah bilang jangan ada yang merekam semua kejadian di aula, tapi masih ada juga yang tuli.”

Aku terkejut karena pak Tomo mendatangi Bembi yang kedapatan merekam kejadian di aula. Bembi berdiri gemetaran sampai-sampai ia tidak sanggup untuk mengelak dengan menyembunyikan handphone, Bembi justru mematung sambil memegangi handphonenya. Pak Tomo langsung merebut iPhone Bembi dan membantingnya ke lantai hingga pecah layar, dan terburai dalamannya. Seakan belum puas, Pak Tomo menginjak-injak iPhone sampai hancur kemudian sisa bodinya dilemparkan ke dinding sampai hancur sudah tidak berbentuk lagi.

BUGH!

Sebuah pukulan ke perut, membuat Bembi menunduk dan jatuh ke lantai sambil memegangi perutnya.

"Selama gue disini lo semua mesti menuruti semua perkataan gue. Karena perkataan gue adalah titah yang langsung menjadi peraturan!" Kata Pak Tomo sembari memandang ke semua arah. Pak Tomo lalu meninggalkan Bembi yang masih belum bisa bangun. Pak Tomo meloncat ke atas panggung, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana lalu suaranya yang kencang kembali menggelegar.

"Dengar baik-baik buat semua kalian para bajingan kelas tai anjing yang sudah berbuat onar didalam dan diluar sana yang membuat nama sekolah kita tercoreng, gue akan mengucapkan ini sekali saja. Gara-gara aksi radikal kalian, puluhan siswa masuk rumah sakit dengan berbagai luka dan cidera. Dan gue sebagai kepala sekolah kalianlah yang mesti membereskan tai kalian semua! Demi sekolah gue tercinta! 30 tahun yang lalu gue sekolah disini dan gue juga sama seperti kalian! Paling hobi berkelahi. Dalam 1 minggu gue bisa mengalahkan semua bajingan sesama kelas 1. Dalam 1 bulan gue bisa membuat semua jagoan kelas 2 tertunduk ketika gue lewat! Dan dalam 2 bulan, gue jadi orang nomor 1 disekolah dimana para senior kelas 3 gue jadiin anjing gue! Dan hasrat gue tersebut sama dengan yang kalian rasakan sekarang, perasaan ingin menjadi siswa paling superior!! Tapi gue kata elo semua tolol gak pake otak!! Beda dengan jaman gue!! Lo mau jadi orang terkuat? Tantang duel satu lawan satu dengan jantan, dengan tangan kosong! Tidak ada yang namanya keroyokan bahkan menyerang lawan saat mereka lengah!"

Kemarahan pak Tomo membuat kami semua tertunduk.

"Mulai hari ini, siapapun, siapapun siswa yang nekat berkelahi, berbuat keributan di dalam maupun luar sekolah, gak akan gue DO ! TETAPI BAKALAN GUE BANTAI PAKAI TANGAN GUE SENDIRI! GUE PUNYA TELINGA DAN MATA LEBIH BANYAK DARIPADA KALIAN YANG ADA DISINI ! JADI JANGAN COBA-COBA MENGETES KESABARAN GUE! APAPUN KERIBUTAN YANG KALIAN LAKUKAN DILUAR SANA GUE PASTI TAHU!"

Pak Tomo yang sudah melepas kacamatanya, matanya melotot dan urat lehernya menegang akibat berteriak dengan emosional. Pak Tomo lalu meloncat turun dan berjalan di depan kami semua yang dipanggil ke depan.

"Dan kalian yang gue panggil ke depan, yang sok menjadi pemimpin dan mengaku menjadi yang terkuat, bakalan menerima hukuman paling berat dari gue kalau sampai tidak bisa menjaga kelakuan teman-teman kalian. Dan percayalah kalian tidak akan mau tahu hukumannya seperti apa." Beliau mengatakan hal tersebut sambil menatap kami yang ada di depan satu persatu.

"Kembali kalian ke barisan!" Perintahnya. Dan kami kembali bergabung dengan teman-teman yang lain. Lalu pak Tomo menghadap ke arah kami semua.

"Jadi bajingan tanpa punya otak dan pendidikan yang bagus hanya akan membuat kalian berakhir di jalan yang penuh kekerasan. Tetapi gue tahu lo semua punya modal bagus yakni otak dan kepandaian di atas rata-rata karena sekolah kita ini menerapkan standar akademis yang sangat tinggi. Namun gue juga juga pernah berada di posisi kalian. Yakni ingin ingin membuktikan siapa yang paling kuat di sekolah. Ingat dan catat baik-baik perkatan gue ini, kalau kalian bisa mencatatkan nilai rata-rata UAS tertinggi secara nasional nanti, gue akan kasih kalian 2 hal. Pertama, gue akan mengadakan pensi besar-besaran dan kedua."

Pak Tomo menyeringai ke arah kami semua lalu berkata," yang kedua adalah gue akan menyediakan aula ini sebagai tempat pertempuran kalian yang terakhir buat para senior, selesaikan urusan yang harus kalian selesaikan."

Aku dan Zen tekejut, sementara ekspresi para senior kelas 3 mereka semua tersenyum dingin.

"Masih ada 4 bulan buat kalian belajar serajin mungkin mempersiaplan UAS ! buat diri kalian, orang tua dan sekolah ini bangga dengan prestasi akademis! Dan juga 4 bulan buat kalian menyusun ulang kekuatan tempur masing-masing kelompok, hehe. Cukup sekian dari saya. SELAMAT BELAJAR ANAK-ANAK !"



= BERSAMBUNG =

13 comments for "LPH #30"

  1. kemunculan perdana PakTomo madafakah

    ReplyDelete
  2. Mantaap, sehat selalu om dan di lancarkan RLnya, sehingga maha karya ini bisa cepat ke eps 87. Hehe

    ReplyDelete
  3. Om.. p tomo tau ga sih event sudden death nya si jack yah??

    ReplyDelete
  4. Om serp


    Tahun baru sisa 9 hari lagi..

    Eps dr 31 - 86 = 56 episode lagi..

    56 / 9 hari.. rata2 per hari 6 episode oooom... yakin sblm thn baru 1 sd 86 sdh release smua???

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita tunggu aja om, doain supaya RL nya TS di lancarkan

      Delete
    2. yang penting kalau ada waktu senggang, gw posting. ya satu hari minimal satu lah

      Delete
  5. Hajar terus bray,,,,
    Semoga lancar jaya,ga ada macet lg.penasaran sama eps selanjutnya.

    ReplyDelete
  6. Akhirnya ketemu juga, setelah sekian lama dalam pencarian.

    ReplyDelete

Post a Comment