Featured Post

LPH #17

Episode 17
Kembalinya Sang Penjagal


POV ZEN
Gue sempat pingsan setelah Gom dan beberapa temannya mengeroyokku setelah tawuran pecah. Gue sadar ketika Axel dan Oscar saling melemparkan ancaman di akhir tawuran, bukan ini bukan tawuran tetapi jebakkan yang dirancang sedemikian rupa. Ternyata kami semua hanya dijadikan pion oleh komplotan Oscar untuk memulai perang antara Oscar dengan Axel, Feri, Deka dan Darma. BANGSAT !!!

Gue langsung bangun, perasaan marah membuat gue tidak memperdulikan rasa sakit di sekujur badan. Axel, Feri, Deka dan Darma sedang berbicara serius. Gue lihat, Yandi dan Yosi masih terbaring pingsan. Riko dan Sigit sudah sadar, terduduk di aspal sembari mengecek luka-luka yang mereka derita. Ke 15 teman yang bersama kami ada yang sudah bisa berdiri dan membantu teman lain yang terluka dan yang masih pingsan. Gue mendongak, hujan yang berhenti meninggalkan genangan dan aroma kekalahan yang menyedihkan.

“teman-teman, dengarkan !! Yang masih kuat berdiri segera bantu teman yang lain yang lukanya lebih parah dan bawa ke rumah sakit atau klinik terDekat. Tapi jangan semuanya masuk ke rumah sakit, klinik yang sama karena mereka akan curiga bahwa kita menjadi korban tawuran sehingga mereka akan menghubungi pihak sekolah dan kepolisian. Jika ini yang terjadi, justru kita yang repot. Jadi berpencarlah mencari rumah sakit dan klinik yang berbeda.

Satu lagi !! Besok pagi yang masih kuat dan hanya luka ringan tetap masuk sekolah karena pihak sekolah akan curiga jika puluhan anak kelas 1 serentak tidak masuk sekolah. Dan yang penting, tunjukkan kepada para bangsat-bangsat yang sudah menjebak dan mengeroyok kita bahwa kita belum habis dan tidak takut dengan mereka !! Kita akan balas mereka semua !!” gue berteriak mengeluarkan amarah sekaligus menyemangati teman-teman.

“ YEAGGHHHHHHHHHH!!!!” Riko, Sigit dan teman yang lain membalas teriakkan gue dengan berteriak bersamaan dan mengepalkan tinju ke atas. Bahkan ada anak yang belum gue tahu namanya, masih terbaring di aspal dia tetap mengepalkan tangannya ke atas tanda dia belum habis.

“Lo anak kelas 1?” tanya Darma sembari menDekatiku.

“iya.”

“siapa nama lo?”

“Zen.”

“gue suka kata-kata loe barusan.”katanya sambil menepuk pundakku. “tapi 2 temanmu itu menderita luka paling parah.” lanjut Darma merujuk ke Yandi dan Yosi.

Gue cukup khawatir dengan keduanya, terutama Yandi yang babak belur setelah dikeroyok anak kelas 3. Sementara Yosi dikeroyok anak kelas, sama si pengkhianat Bram!! Gue yakin Yosi terpukul sekali dengan perbuatan Bram. Luka luarnya tidak separah Yandi, tapi hatinya pasti jauh lebih sakit karena sudah dibohongi seseorang yang sangat ia kagumi. Gue harap lo bisa cepat bangkit Yos.

“Sebaiknya mereka segera dibawa ke rumah sakit. Lo tunggu disini, gue ambil dulu.” kata Darma.

Darma lalu pergi bersama Deka.

“Hei.” Gue menoleh ke arah seseorang yang memanggil gue. Ternyata Feri yang memanggil dan melambaikan tangannya ke arah gue. Gue pun menghampirinya.

“Gue suka gaya lo tadi, tapi untuk saat ini kalian sebaiknya tenang dulu. Oscar kini menguasai hampir seluruh bajingan di sekolah kita. Jadi kalian mesti hati-hati karena selain mereka bajingan mereka juga menghalalkan segala cara buat hancurin orang yang nglawan dia.”

Gue cuma diam mendengar nasihat Feri. Tidak jauh dari kami, gue lihat Axel sedang menelepon seseorang. Tak lama kemudian Darma datang membawa mobil Innova hitam. Deka membantuku menaikkan Yandi dan Yosi.

“Dar, tolong bawa mereka ke klinik langganan kita saja jadi kita tidak usah repot-repot lagi menerangkan ke dokter Harun apa yang terjadi dengan kedua anak ini.” perintah Feri kepada Darma.

“Beres, tadi gue barusan juga nelpon dokter Harun. Beruntung dia sedang ada di klinik sekarang.”

“woi omomg-omong ini gorilla mau di apain? Tu bocah semangat banget gebukkin kakak kelasnya sendiri. Sampe hidung Nando patah, pelipis bocor, kedua mata bengkak, ni rahang kayakny juga geser, bibir atas bawah sobek. Aduh ndo makin ancur muka lo.” Seru Axel yang gue lihat jongkok sambil lihat Nando yang masih terbaring.

“lha mau sekalian kita bawa?” tanya Darma.

“ya iyalah!! Bangsat bener emang Oscar main di tinggal gitu aja ni anak orang. kalau mampus disini gimana coba, gue ogah kalau di jadiin saksi mata. Hei kalian..iya kalian berdua yang badan paling gede, bantu ni gorilla masuk ke mobil, ” perintah Axel kepada Sigit dan Riko.

Tanpa banyak complain, keduanya membantu membopong Nando naik ke mobil.

“Asuu, mobil bokap gue jadi ambulan darurat, mana ini darah Nando keluar mulu. Ahhh,” umpat Darma.

“Lo naik ikut mereka,” Kata Feri ke gue.

“Sebentar.”

Gue menghampiri Riko dan Sigit yang sudah kembali mengecek kondisi beberapa anak. Gue meminta anak yang paling kacau untuk sekalian ikut ke kami. Tapi mereka menolak, mereka bilang mereka baik-baik saja.

“Tenang Zen, kami semua udah biasa. Mereka ini bodoh tapi kuat-kuat kok hehehe. Kalian cepat pergi saja, Yandi dan Yosi yang harus cepat ditolong,”ujar Riko.

Gue lega mendengar perkataan Riko.

“Besok gue, Sigit tetap masuk sekolah dengan sekitar 10 anak disini. 5 lagi sepertinya tidak sanggup masuk,” tambah Riko.

“Thanks bro.”

Setelah bersalaman dengan Riko, Sigit dan semua anak yang sudah ikut bertempur dengan kami bertiga hari ini, gue bisa pergi dengan lega sekaligus senang karena punya teman-teman baru yang gak kalah kerasnya. Hohohoh ternyata “berandalan” anak kelas 1 banyak juga yang bermunculan setelah sekian lama diam.

Nice.

***

Keesokan harinya gue tetap berangkat sekolah dengan santai, ya dengan wajah penuh plester sih, dan dibalik seragam perban melilit di dada akibat nyeri setelah kena tendangan budi. Beberapa guru bertanya apa yang terjadi denganku, gue cuma menjawab singkat, kemarin habis dikeroyok anjing. Teman sekelas tertawa mendengar jawabanku, para guru cuma geleng-geleng kepala. Sekolah hari ini relatif tenang, cuma beberapa teman Dekat yang cukup akrab denganku bertanya dimana Yosi dan Yandi kok tumben ga masuk. Gue jawab Yosi punya penyakit mencret kronis sementara Yandi gak masuk karena gak enak badan. Untuk Yosi gue yakin dia Cuma butuh istirahat beberapa hari lagi udah bisa masuk, hanya saja kondisi Yandi yang mayan parah. Kemarin sesampainya kami ke klinik yang letakny di pinggiran kota, dokter Harun langsung memeriksa kondisi ketiga orang yang masih pingsan. Yosi sudah siuman, cuma mukanya uda gak bentuk karena bengkak membiru terutama di kantung bawah mata.

Yandi belum juga siuman, tapi tubuhnya gemetar dan demam. Dari hidung Yandi darah terus keluar, pelipis sebelah kanannya sobek sehingga membuat wajahnya memerah akibat darah yang masih mengucur. Pergelangan tangan kiri terkilir dan bahu di sebelah kanan mengalami dislokasi. Beruntung tidak ada tulang yang patah. Bahkan dokter Harun mengatakan Yandi tertolong hanya mengalami luka terkilir dan bahu dislokasi karena jika ini menimpa orang lain kondisinya bisa jauh lebih parah bahkan fatal. Dokter Harun mengatakan ini semua berkat ketahanan tubuh dan kondisi fisik tubuh Yandi yang dari sananya memang sudah kuat. Aku lega karena keduanya baik-baik saja secara keseluruhan. Kondisi Nando? Di luar dugaan kondisinya jauh lebih parah daripada yang terlihat dari luar. Bukan hanya hidung patah dan rahang yang bergeser, tulang pipi kanannya juga retak, kedua pergelangan terkilir. Saat dokter Harun bertanya siapa yang sudah memukuli Nando sedemikian rupa, Darma menunjuk ke arah Yandi. Reaksi dokter Harun hanya menjawab singkat.

“Oh…”

Meskipun kondisi Yandi dan Yosi baik, tetapi gue juga ikut pusing karena mesti beralasan kepada keluarga keduanya dengan beralasan menginap di rumahku beberapa hari ini. kalau bokap Yosi gue uda kenal dan slow aja karena beliau tahu rumahku Dekat sekolah hanya berjalan 10 menit saja sudah sampai. Tapi gue kesulitan menghubungi kakaknya Yandi karena gue coba telepon nomornya tidak aktif. Akhirnya gue kirim sms saja bilang bahwa Yandi menginap di rumah gue. Untuk urusan Nando sepertinya sudah di urus oleh Feri. Dokter Harun sempat memaksa untuk memeriksa kondisi gue tapi gue gak menolak. Luka di wajah masih tergolong ringan cukup di kompres es lalu d kompres air hangat. Kemudian diberikan krim. Hanya saja d bagian dadaku agak membiru dan membuatku agak sesak, dokter Harun lalu mengoleskan semacam salep krim lalu melilit dadaku dengan perban cukup erat namun membuatku terasa lebih baik.

Saat istirahat gue iseng melihat ke kelas sebelah mencari Riko dan Sigit. Keduanya tetap masuk sekolah dengan wajah yang kurang lebih sama sepertiku. Namun diluar ketenangannya yang gue rasain, gue heran kenapa Leo dan komplotannya di kelas 1 Gom, yusuf dan rudi tidak kelihatan. Anjing, kami yang babak belur saja nekad masuk justru mereka yang tidak lecet sedikitpun malah tidak masuk. Bahkan beberapa anak kelas 2 dan kelas 3 yang terlibat kemarin sama sekali tidak terlihat di sekolah. Geram bukan main. Selama di kelas gue ngrasa kesepian karena gak ada Yosi, Yandi , Xavi. Ketiganya kini terbaring di rumah sakit. Sementara vinia baru besok masuk sekolah, entah apa reaksi vinia melihat 3 temannya babak belur. Akhirnya sekolah yang membosankan hari ini selesai. badan gue rasanya capek dan masih sakit tapi malas mau langsung pulang. Akhirnya gue order go-jek menuju rumah sakit harapan untuk menjenguk Xavi karena dari pagi dia WA gue nanyain apakah sesuatu yang besar terjadi melibatkan kami bertiga. Gue sengaja gak bales karena terlalu panjang kalau diketiknya.


***

Sampai disana beruntung masih ada waktu setengah jam untuk membesuk Xavi. Saat melihat gue masuk, Xavi memakiku kenapa gue gak balas wa nya. Dia wa Yosi dan Yandi pun gak dibales. Melihat wajah gue penuh dengan plesteran bukannya kasihan justru malah tambah parah makiannya.

“Anjing, kalian bertiga gak ada kabar sama sekali ! Kok elo doang ? Yandi sama Yosi mana? Eh wajah elo plesteran biru lebam...Zen, kalian abis berantem dengan siapa? Leo cs ?”

“Bukan dengan Leo cs, tapi Yandi berantem satu lawan satu dengan Nando, gara-gara nolong elo dia pukul KO Nando, trs besoknya Nando nantang Yandi di ruko lama.”

“Siapa yang menang? Yandi yang menang kan?”

“Iya, dia benar-benar menghajar Nando tanpa ampun sampai Nando cuma bisa nangkis, sama sekali gak bisa balas sekalipun.”

“YEEESSSS !!!! THAT’S MY BOY!!!” Xavi nampak girang sekali mendengarnya.

“Tapi.....”

“Tapi apa Zen?”

“Begitu sadar Nando kalah telak, anak kelas 3 langsung mengeroyok Yandi.”

“Kalian ga bantu Yandi?”

“Ya jelas kami tidak tinggal diam, saat gue, Yosi dan beberapa teman dari sesama kelas 1 mencoba membantu, tiba-tiba anak kelas 2 juga menyerang kami. Selain kalah jumlah, kami juga kalah secara mental.”

“Kalian dikeroyok anak kelas 2 ? Bukannya Yosi Dekat sama Bram, anak paling kuat di kelas 2. Apa Yosi gak minta bantuan ke Bram?”

“Yosi sudah minta ya katakanlah back-up jikalau teman Nando main keroyokan. Tapi pihak yang seharusnya membantu kami, justru merekalah yang menyerang kami Xav..”

“Apa??!!” Xavi terkejut sampai dia bangun dari tempat tidur, “maksud lo Bram dan teman-temannya justru menyerang kalian??!!”

“Iya, rupanya dari awal Bram itu berada di pihak Oscar dan Leo. Bram pura-pura sanggup membantu kita, saat kita percaya Bram memihak kita, dengan congkaknya kami datang ke Ruko Lama. Tapi rupanya itu hanya pancingan, bahkan Nando pun dijadikan tumbal oleh Oscar. Intinya Leo itu tidak mengincar kita dari kita, justru dari awal dia bergerak mencari sekutu mulai dari kelas 1 hingga kelas 2 untuk menjatuhkan Feri cs ! kita tidak menyangka bahwa Leo ternyata sudah “menggenggam” para anak jagoan dari kelas 2, termasuk Bram..”

“Leo? Leo berani mengincar anak kelas 3 ? Gak mungkin ! Mana berani dia melawan anak kelas 3 dengan hanya bermodal sekutu para bajingan dari kelas 1 dan 2.”

“Memang. Tugas Leo sedari awal memang mencari sekutu pasukan para bajingan terkuat dari kelas 1 sampe kelas 2. Untuk urusan kelas 3, Leo ternyata memiliki sekutu terkuat yakni Oscar cs. Karena rupanya Leo dan Oscar itu bersaudara, bukan saudara kandung, tapi saudara tiri. Jadi Oscar dan Leo berambisi untuk menguasai SMA NEGERI XXX lalu berikutnya mereka mengincar SMA SWASTA XXX dan tentu saja STM XXX, musuh bebuyutan sekolah kita ini.”

“ANJING LEOO !! DIA SUDAH GILA APA BERNIAT MEMULAI PERANG DENGAN ANAK SEKOLAH LAIN! SMA SWASTA XXX YANG BERHUBUNGAN BAIK DENGAN KITA JUGA DI INCAR, BAHKAN PARA BERANDALAN DARI STM XXX YANG BRUTAL ITU JUGA MEREKA...” Xavi tidak sanggup menyelesaikan perkataannya sendiri karena saking marahnya, nafasnya terengah-engah.

“Tenang Xav loe masih sakit, berbaring saja.”

Xavi menuruti perkataan lalu berbaring.

“Jadi Bram yang membantu kita kemarin, lalu gue yang tiba-tiba diserang 2 orang tak dikenal, Nando yang diperalat, lalu kalian bertiga yang dijebak dan diserang anak kelas 2 dan 3...semuanya adalah bagian dari ambisi Leo dan kakak tirinya yang gila...hiks..hiks..” Xavi tersedu-sedu.

“Iya. Leo dan Oscar saat ini memiliki sekutu terkuat dan terbanyak di sekolah ini. Feeling gue tidak lama lagi akan kembali pecah perang antara Feri cs melawan koalisi Oscar dan Leo.”

“Lalu sikap kita bagaimana, apakah kita akan diam saja di tengah perang ini dan terinjak-injak bak pelanduk yang terjebak di tengah 2 gajah yang bertarung?”

“untuk saat ini gue belum tahu, tapi yang jelas gue pribadi menyimpan dendam ke Bram, Leo pokoknya kepada seluruh koalisi Oscar.”

“Zen, kita berempat ga mungkin bisa lawan mereka. Jumlah dan kekuatan koalisi Oscar mengerikan! Kita bisa mati muda !”

“Tidak. Bukan berempat, loe ga usah ikut campur. Biar gue, Yosi dan Yandi yang ngurus. LagIpula kami tidak lagi sendiri. Ada sekitar 16-17 anak dari kelas 1 yang bantu kami. Mereka bahkan sudah ikut membantu kami kemarin padahal sudah jelas resiko dan bahaya menanti mereka.”

“Oh jadi gitu, kalian berniat nyingkirin gue karena dari kita berempat gue yang paling lemah !!”

Ahh sialan, gue kelepasan bicara masalah kami yang tidak ingin melibatkan Xavi karena memang benar dia yang paling lemah dari kami berempat, tapi kami semata ingin menjauhkan Xavi dari kegilaan ini semua.

“Sorry Xav, bukan mak-”

“GAK USAH MINTA MAAF ! GUE MEMANG PALING LEMAH JIKA DIBANDINGKAN KALIAN SEMUA! TAPI GUE JUGA TERLIBAT KARENA GUE JUGA JADI KORBAN DALAM HAL INI. ZEN, GUE EMANG PALING LEMAH DALAM HAL KEKUATAN, TAPI LOE KAN TAHU SEKARANG SIAPA GUE SEBENARNNYA !! MAMA GUE PUNYA JABATAN DAN MASALAH UANG GUE GAK PERLU MIKIR ! GUE BISA PAKE KEKUATAN UANG UNTUK MEMBANTU KALIAN! UNTUK MENGHAB-!”

“STOP XAV !! JANGAN JADI ANAK MANJA YANG MENGGUNAKAN KEKAYAAN ORANG TUA UNTUK MENCAPAI HAL YANG ELO MAU ! KARENA ELO AKAN SAMA MENJIJIKANNYA DENGAN LEO ! JADI STOP BICARA SAMA GUE TENTANG KEKAYAAN ORANG TUA LO!” Gue sengaja memotong perkataan Xavi sebelum semakin memburuk.

Kami berdua berdebat dan berteriak. Gue marah dengan Xavi karena memandang dengan kekuatan uang, kita bisa menyelesaikan segalanya. Tapi gue juga marah dengan diri gue sendiri karena sudah membentak sahabat gue sendiri yang kini buka hanya fisiknya yang terluka, tetapi emosinya sedang tidak stabil setelah mendengar cerita gue tentang kondisi kita sekarang.

Kami terdiam.

“Xav, maaf..maaff gue udah ngebentak elo...” kata gue memecah kebisuaan dalam situasi yang memanas di antara kami berdua.

“Gue juga minta maaf Zen..” jawab Xavi. “Gue gak nyalahin pemikiran elo Zen, gue emang lemah tapi tolong biarkan gue ikut membantu kalian, ya tentu saja bukan dalam hal perkelahian secara frontal. Minimal gue bisa bantu kalian dengan cara lain.”

“Loe uda ngebantu kami kok Xav, dengan menjadi distributor musik, film dan juga distributor bokep jepang kesayangan kami..”

Xavi menatap gue, lalu kami saling menahan tawa tapi akhirnya pecah tawa kami berdua.

“haha sial, lu bukan salah satu pelanggan gue. Selera bokeplu aneh..bdsm lover !”

“hehe selera orang kan beda-beda. Uda baikan lu?”

“udah mayan..eh xav..kalian…uda tahu ya…ehmm tentang…keluarga gue..”

“udah. Yandi yang cerita. Dia tahu dari bu shinta. Bu shinta dan Yandi yang bawa elo kesini. Kalau gak ada keduanya, udah gentayangan arwah loe di kamar mandi cowok. Arwah yang sukanya ngintipin titit cowok ahahahahahahaa.duhhh..duhh,” karena mengejek Xavi membuat gue tertawa terpingkal – pingkal tapi dada gue yang dibalut perban terasa sakit.

“hahah mampus loe! Ehm maaf ya kalau selama ini gue nutup-nutupin background keluarga gue.”

“iya gue ngerti santai saja. Loe pasti punya alasan tersendiri. Ehm mama loe uda sampai di Indonesia?” gue iseng nanya tentang nyokap Xavi.

“udah tadi pagi, mama gue nangis-nangis liat anaknya paling ganteng melebihi zayn malik babak belur kayak tempe penyet. Setelah nengok gue, dia langsung pergi ke sekolah, feeling gue gak enak soalnya gue tahu banget gimana sangarnya mama kalau lagi marah. Gue pernah lihat cewek amrik yang jadi personel assistant mama , dibantai habis-habisan hanya gara-gara telat 5 menit datang di meeting.

Menurut rebbeca, tu cewek langsung resign karena sakit hati dikata-katain mama! sebenarnya si cewek ga salah juga, dia rupanya terjebak macet di jalan, sesuatu yang dia gak prediksi sebelumnya. Itu Cuma masalah telat datang aja orang bule bisa sakit hati di omelin mama! Gimana kalau nGomel ke orang Indonesia. Entah apa yang akan dilakuin mama di sekolah. Gue sih gak peduli kalau mama bakar sekolah dan tendang kepsek dan guru-guru disana. Gue Cuma peduli sama bu shinta, kasihan kalau dia kena omelan mama.”
“iya nyokap lo emang sadis kalau gue baca berita tentang dia. Ya wajar kalau mama mu punya sifat keras karena lingkungan pekerjaan dan jabatan yang beliau emban memang luar biasa. Butuh wanita bertangan besi! Cuman sayang…..”

“sayang kenapa? Statusnya janda?”

“bukan. Cuman sayang mamamu bertangan besi tapi anak satu-satunya malah bertangan Barbie haha.”

Xavi merespon dengan melempar bantal yang ia pakai. Lalu kami tertawa bersama. Karena sepertinya hati Xavi uda mayan baik, gue langsung memulai pembicaraan yang serius.

“xav…ceritain dong gimana ceritanya loe pingsan di kamar mandi.” Tanya gue pelan.

Senyum Xavi menghilang perlahan, raut mukanya langsung berubah serius.

“waktu itu gue kan ijin ke kamar mandi. Tapi gue sengaja perginya ke kamar mandi yang di Dekat kantin karena sekalian mau jajan. Nah begitu gue keluar dari kamar mandi, gue langsung diapit 2 orang yang memakai jaket hitam bertudung dan memakai masker sehingga gue gak bisa lihat mereka siapa. Salah satu dari mereka merangkul kepala gue dan mereka membawa gue jalan lewat jalan di belakng gedung lantai 2. Mereka berjalan santai seolah uda tahu ga bakal ada orang yang akan melihat aksi mereka. Gue sempat berpikir ingin berteriak minta tolong tapi satu orang yang berada di belakang lalu mengeluarkan pisau lipat yang dibukanya pelan di depan mata gue. Setelah pisau lipat terbuka, ujung pisaunya di tempel di samping pinggang gue. Terasa banget ujung pisau yang runcing di pinggang. Gak perlu jadi orang pinter untuk tahu bahwa mereka serius, gue tentu saja gak mau ambil resiko.

Jadi gue terpaksa nurut sampai akhirnya gue dibawa ke kamar mandi cowok di lantai atas gedung kelas 3. Setelah sampai di dalam kamar mandi, gue ditendang dari belakang sampai masuk ke dalam bilik kamar mandi yang paling pojok. Disana gue dihajar, ditendang, dipukuli tanpa ampun, gue Cuma bisa meringkuk melindungi diri. Saat seperti itu gue uda pasrah seandainya setelah mereka puas menyiksa gue, mereka akan mengakhirinya dengan menusuk gue dan membiarkan gue mati perlahan di kamar mandi. Gue merasa sedih banget kalau gue mati hari itu bukan karena gue takut mati, tapi gue sedih kenapa gue harus mati setelah gue punya teman-teman yang baik seperti elo, Yandi, Yosi dan vinia. Gue ngrasa pertemanan kalian itu tulus banget, beda sama teman-teman gue yang dulu, yang Dekat sama gue karena gue culun dan anak orang kaya yang mereka pikir bakalan gampang dibodohi….” Suara Xavi tercekat dan bergetar di akhir perkataannya.

Xavi membuang muka, sepertinya dia menangis dan gue akui gue ikut larut dalam cerita Xavi. Gila, sampai tega mereka mengancam teman gue dengan pisau!!! Tangan gue terkepal membayangkan Xavi yang ketakuan dihajar begitu saja.

“loe masih inget gak ciri-ciri mereka selain wajah. Ya misalnya postur tubuh, cara berjalan, suara mereka saat saling bicara, pokoknya sesuatu yang khas bisa kita jadikan petunjuk siapa identitas asli mereka. Gue yakin mereka berdua orang suruhan Leo, tapi menurut Yandi, Leo dan Gom ada di kelas saat elo menghilang. Jadi penyerang elo jelas bukan keduanya. Tapi kita ga mungkin biarin ini berlalu begitu saja. Kita memang gak bisa menandingi Leo saat ini, tapi minimal kita mesti tahu siapa kedua pelaku penyerangan. Begitu tahu identitas siapa mereka, kita akan balas berkali-kali lipat.” ujar gue geram.

“enggak Zen, dari pertama mereka memepet gue sampai gue dihajar dan ditinggal di kamar mandi dan dikunci dari luar, mereka berdua tidak mengeluarkan suara maupun berbucara satu sama lain. Mereka Cuma saling melihat dan mengangguk. Kalau postur mereka lebih tinggi dariku ya sepantaran lo sama Yandi gitu lah tingginya. Dan badan mereka sedang gak gemuk gak kurus juga.”

“oh mereka ga berbicara sama sekali ya. Ayo ingat-ingat lagi ada ciri-ciri khusus ga yang bisa kamu kenali? Tangannya? Warna kulit? Tatapan mata? Mereka pakai gelang, ciri-ciri sepatu pokoknya hal yang ada di penyerang yang bisa loe lihat dan bisa kita jadikan petunjuk.”
Xavi nampak memeras pikirannya, jelas bukan hal yang gampang untuk bisa mengingat itu semua di tengah kondisinya tengah di hajar.

“ADA !! Gue ingat sesuatu!! Setelah puas menghajar gue, mengguyur sekujur badan gue yang babak belur, mengunci pintu kamar mandi dari luar, gue sempat mendengar suara ponsel berdering, gue yakin itu dari ponsel yang dibawa salah satu pelaku.”

”dering ponsel?”

“iya, dia menggunakan nada dering dari lagu, arggghhh !! Gue tahu gue pernah dengar lagu itu sebelumnya, tapi gue gak tahu dan ingat itu lagu dari siapa. “

“lagu rock?edm?pop?”

“Sepertinya bagian chorus dari satu lagu, lagu edm, hip hop semacamnya.aarggggg! Gue penasaran. Gue bakal inget lagunya kalau gue dengar sekali lagi!!”

Huh, kalau cuma mengandalkan nada dering ponsel, pelaku dengan mudah bisa menggantinya saat itu. Ah kecuali si pelaku tidak tahu bahwa Xavi belum pingsan dan masih sempat mendengar nada dering dari ponselnya, jadi pelaku tidak mengganti nada dering. Meskipun kecil peluang si pelaku mengganti nada deringnya, tapi siapa tahu ada keajaiban si pelaku masih memakai nada dering yang sama.sialan, itu jelas petunjuk yang membantu tapi bak mencari patahan jarum dalam gudang jerami, tidak akan bisa dicari tanpa bantuan dewi fortuna.

Saat gue tengah berpikir, seorang suster masuk dan mengatakan jam besuk sudah habis, selain keluarga,tamu harus segera pulang dan pasien mesti istirahat. Gue lalu pamitan dan bilang dia tidak perlu khawatir tentang Yandi dan Yosi, mereka akan segera baikan dan main kesini jenguk dia. Sesaat sebelum gue pergi, Xavi sempat berkata sesuatu.

“Zen, jika kita memiliki musuh yang sama dengan Feri cs, kenapa kita bergabung dengan Feri cs? Kita memang masih kalah jumlah tapi minimal sampai pecah perang lagi, sekutu Leo tidak akan macam-macan dengan kita.”

Gue tersenyum dan hanya menjawab singkat.

“Gak Xav, tidak semudah itu kita bergabung dengan mereka hanya karena kita memiliki musuh yang sama. Pengalaman kemarin mengajarkan bahwa untuk saat ini kita tidak bisa mempercayai siapapun. Saat ini kita hanya berdiri menggunakan kaki kita sendiri...”

Setelah menutup pintu, gue lihat dari arah lift seorang perempuan paruh baya mengenakan baju dress dasar hitam dengan motif bunga warna kuning, memakai kacamata hitam, menenteng tas tangan, high heels hitam berjalan ke arahku. Kulitnya putih, berambut panjang kecoklatan, posturnya tinggi ramping, wajahnya cantik tetapi terlihat keras peuh ketegasan. Meskipun tertutup kacamata, namun gue bisa lihat kepercayaan diri yang kuat dari perempuan tersebut, kepercayaan diri yang berasal dari kekuasaan yang ia miliki. Perempuan tersebut gue yakin adalah mama Xavi, Clara Maria Hehanusa. Ibu Clara melepas kacamata hitam yang pakai saat melihat gue keluar dari kamar Xavi. Gue sengaja berdiri menunggu di depan pintu sambil berusaha menjaga senyum. Saat bu Clara berhenti tepat di depan gue, kecantikan yang mengandung aura misterius sdan berbahaya langsung bisa gue rasakan saat ia menatap lekat-lekat ke gue tanpa tersenyum sedikitpun.

“kamu siapa? Teman Xavi?”

“iya bu, saya teman sekelas Xavi.”

“Hmm. Kamu Zen, Yosi atau Yandi?”

Gue terkejut karena bu Clara mengetahui nama kami bertiga.

“Saya Zen bu.” Gue mengulurkan tangan sambil sedikit menunduk.

“Oh kamu yang namanya Zen.”

Sekilas raut muka bu Clara sedikit lebih santai saat tahu kalau gue Zen.

“Xavi selama ini bercerita kepada tante akhirnya dia menemukan teman-teman yang mau berteman dengannya tanpa tulus, tanpa memiliki motif apapun, pure friendship. Im so happy my babyboy akhirnya punya teman yang ia cari-cari selama ini. Setelah kejadian yang menimpa Xavi kemarin, tante yakin kalian teman-teman Dekatnya akhirnya tahu siapa Xavi sebenarnya. Oh iya panggil saya dengan tante Clara atau tante saja sudah cukup.”

Gue hendak menimpali perkataan tante Clara tapi kemudian suster keluar dari kamar Xavi.

“Selamat siang bu Clara.” Sapa Suster tersebut ramah.

“Siang. Bagaimana kondisi anak saya sus?”

“Xavi kondisinya semakin membaik, rahangnya sudah pulih, tinggal perlu istirahat beberapa lagi, Xavi sudah boleh pulang. Setelah makan, lalu minum obat, Xavi langsung tertidur.” jawab suster tersebut sopan.

“Syukurlah.” Ucap tante Clara terdengar lega Xavi makin membaik.

“Saya permisi dulu bu. Kalau ada apa-apa tekan tombol nomor 1 saja.mari mas.” Suster tersebut sempat pamit dengan gue, cakep juga tu suster.

“Baik terimakasih.”

Gue sempat ingin mohon diri pulang tetapi kemudian tante Clara meminta gue bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi. Gue lalu mengajak tante Clara menuju balkon outdoor yang sepi tetapi suasananya enak karena pepohonan dan bangku yang nyaman untuk ngobrol tanpa mengganggu pasien yang lain. Gue lalu bercerita apa adanya dari awal pertikaian kami dengan Kevin lalu Leo turut campur sampai akhirnya kami berempat menjadi martir yang “dikorbankan” oleh Leo dan Oscar untuk memuluskan ambisi mereka, semua nama yang mungkin saja terlihat dalam pemukulan Xavi gue sebut bahkan kesaksian Xavi yang tadi ia ceritakan ke gue, soal Leo yang merupakan anak dari Bapak Robert wakil kepala sekolah, juga gue ceritakan. Gue gak ingin menutupi apapun karena bagaimanapun juga tante Clara juga mesti tahu situasi panas yang saat ada di lingkungan sekolah.

Tidak ada perubahan dalam raut muka tante Clara yang damnnnnn cantik dan meneduhkan saat gue bercerita, seolah cerita gue ini cerita yang biasa ia dengar setiap hari, padahal cerita gue barusan sudah masuk ke dalam tahap yang menyeramkan karena potensi kekacauan yang lebih besar bisa saja akan terjadi lagi. Tante Clara lalu mengeluarkan sebatang rokok mild dari dalam tas dan menyalakannya. Saat ia menghisap dan menghembuskan asap rokok, pandangan tante Clara menerawang jauh menatap arak-arakn awan dalam cuaca yang cerah, yang terlihat dari tempat duduk kami.

“tante tadi pagi ke sekolah, tante benar-benar marah karena kejadian ini benar-benar diluar sepengetahuan pihak sekolah bahkan aksi ini terjadi ketika jam pelajaran tengah berlangsung !! Kepala sekolahmu rasanya ingin menyembah di hadapan tante saat tante mengeluarkan ancaman akan menuntut semua guru, wakasek dan kepala sekolah dan melaporkan kejadian ini ke kepolisian agar kebobrokan sistem pengawasan mereka terekspose luas. Pak Albert, kepsek mu berjanji akan menyelesaikan persoalan ini dalam 3 hari dan akan mengambil tindakan tegas juga tindakan hukum dengan mengungkap pelaku penyerangan dan dalang penyerangan. Tante setuju untuk memberikan mereka waktu 3 hari, jika lewat 3 hari dia tidak bisa menepati janjinya. Tante bilang selain menuntut semua guru dan pimpinan sekolah, tante juga akan memastikan mereka semua tidak lagi menjadi guru maupun pimpinan sekolah tetapi berakhir menjadi penjaga sekolah dan kantin di sekolahan paling pelosok di negeri ini. Melihat siapa tante, mereka tahu ancaman tante bukan cuma gertakan tapi benar-benar serius.”

“Kalau tante melibatkan kepolisian, malah membuat situasi makin pelik. Dan saya kasihan dengan guru yang tidak tahu menahu,apalagi bu shinta, dia termasuk guru yang berjasa menyelamatkan Xavi dengan membawa Xavi ke rumah sakit tepat waktu. Yang patut disalahkan adalah pak albert sebagai kepala sekolah dan pak robert sebagai wakil kepala sekolah yang sepetinya tutup mata dan telingat tentang tingkah anaknya Leo yang besar kemungkinan terlibat dan turut merancang ini semua.”

“Iya tante tahu, bu shinta juga sempat bercerita tentang kejadian ini namun ceritanya tidak selengkap yang kamu ceritakan ke tante barusan. Kalau memang Leo terlibat, tante sudah menyiapkan rencana dan juga tuntutan hukum kepadanya dan keluarga pak robert akan saya buat sengsara, miskin sampai sepuluh keturunan sekaligus. Bukan cuma Leo, tetapi semua orang yang terlibat, tante ga peduli berapa umur mereka karena dalam usia muda mereka sudah mempunyai otak kriminal, akan tante pastikan sengsara tanpa pernah tante maafkan sedikitpun.....”

Asli serem gila mama elo xav, gue bersyukur gue jadi temen baik elo, batin gue.

“Sebaiknya tante tunggu 3 hari ini dan melihat bagaimana pihak sekolah menyelesaikan masalah ini dan siapakah “pelaku” yang diajukan oleh pihak sekolah. Jika tidak ada nama Leo, sudah saya pastikan pihak sekolah mencari kambing hitam dan mengorbankan orang lain demi kepentingan mereka sendiri. Kalau sudah begitu, terserah tante mau apain semua gur dan pimpinan karena mereka jelas berbohong dan menyodorkan pelaku “palsu”. Tapi saya mohon jangan libatkan bu shinta, hukum saja kepsek dan wakasek kami.”

Tante Clara melihatku lalu tersenyum, aduhhhhhh cakepp bangettttttt mama elo xavvv !!

“Kamu pinter juga ya Zen. Bagaimana kondisi Yandi dan Yosi, apa mereka perlu tante pindahkan untuk dirawat disini?”

“Ga usah tante, mereka sepertinya akan menolak tawaran tante. Ya keduanya perlu istirahat saja beberapa hari ini, tante tidak usah khawatir karena kami bertiga itu bajingan yang tahan banting jadi tubuh kami sudah terbiasa dan cepat pulih.Eh maaf tan, sudah nGomog gak sopan di depan tante.”

“Hehehe tenang tante mgerti kok. Yasudah tante senang kalau Yandi dan Yosi gak kenapa-kenapa. Tante gak sabar pengen kenalan dengan keduanya, terutama Yandi yang sudah menolong Xavi sampai rela berkelahi melawan orang yang lebih kuat daripadanya.”

“Yandi..Yandi memang spesial tante. Demi teman dia rela berbuat apa saja, karena dia sepertinya punya penyesalan yang tidak bisa disembuhkan oleh siapapun setelah ia tidak bisa menyelamatkan kedua orangtuanya.”

‘”Iya, tante sudah mendengar kisah hidup Yandi dari Xavi. Dia anak yang sangat kuat tetapi rapuh karena rasa sesal dan ketakutan yang ia rasakan tidak akan mudah, sangat susah sekali disembuhkan kecuali dirinya sendiri dan tentu saja dengan bantuan kalian teman-temannya.”

Aku terdiam mendengar penuturan tante Clara tentang Yandi.

“Sepertinya untuk 3 hari kedepan kita hanya bisa menunggu.” keluh Tante Clara lalu menghisap kuat batang rokok yang nyaris jadi sudah habis.

3 hari ke depan hanya bisa menunggu, tidak tante. Gue tiba-tiba punya rencana, rencana yang nekat tetapi tidak mungkin bisa gue lakukan kalau tante tidak menyetujui ide gila gue.

“Tante Clara....tante bolehin gak kalau saya bantu lampiaskan balas dendam ke orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung tapi mengetahui hal ini....saya punya rencana tapi rencana ini tidak bisa saya laksanakan tanpa bantuan tante.” ucap gue perlahan agar tante Clara bisa menyerap semua perkataan gue barusan.

“Tergantung....tergantung seperti apa rencanamu...coba kamu ceritakan ke tante Zen..”

30 menit kemudian gue menceritakan rencana gue ke tante Clara dari A ke Z.

‘”Jadi gimana tante, apakah tante menyetujui dan mendukung rencana saya ini?”

Sekarang bola ada di tangan tante, sekaligus gue pengen tahu seperti apa sifat tante Clara yang sebenarnya. Kalau tante Clara perempuan yang pada umumnya, dia jelas akan menolak rencana gue mentah-mentah bahkan akan meminta gue untuk menjauhi Xavi, tetapi gue punya feeling bahwa tante Clara punya sifat “evil” dalam dirinya yang membuat dia akan menyetujui rencana gue.

Setelah terdiam, lalu tante Clara tersenyum lebar, ah dia bukan sedang tersenyum tetapi tengah menyeringai ke arahku, seringai paling mempesona yang pernah gue lihat....

“Otakmu kriminal juga haha, baik tante setuju!! 100 % setuju !! Mana ponselmu, tante akan berikan nomor penting yang bisa kamu hubungi kapan saja, dalam situasi terdesak seperti yang kamu prediksi akan menimpamu akibat rencana ini, mengerti?”
Gue mengangguk.

Setelah tante memasukkan kontak tersebut di ponselku dengan nama “BENNY”, gue langsung telepon nomor Ipul, mata-mata gue di kelompok Leo. Gue senang karena Ipul langsung mengangkatnya.

“Ada apa bos? Maaf bos, gue belum dapat info apa-apa. Semua orang sepertinya sedang irit omong dan menjaga perkataan mereka.”

Karena mendengar suaranya yang keras, gue yakin Ipul berada di tempat yang aman sehingga dia bebas berbicara dengan gue.

“Pul gue ada tugas malam ini.”

“tugas apa bos?”

“tugas loe gampang tapi tetap lo mesti dengerin baik-baik. Siap?”

“Siap bos, eh bentar bos, ane ambil catatan dulu takut ada info yg salah.”

Hening

“halo...halo...bos! Gue uda siap.”

“jadi gini pul.....xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx.xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx. Ngerti?”

“Si..si..ap bos!”

“sampai jumpa nanti jam 8 malam.”

***

Fiuh, ganteng juga kalau gue potong rambut pendek lagi, batin gue sambil mematut di depan kaca. Sore tadi sebelum pulang gue mampir ke salon buat potong rambut gue yang panjang jadi pendek lagi. Rambut pendek dan muka innocent ini kayak jaman gue SMP dulu. Jaman SMP yang brutal sampe gue dipaksa pindah ke kota ini setahun yang lalu.Sama seperti Yandi, gue sebenarnya bukan orang asli Kota ini karena, Setelah lulus SMP dengan banyak persyaratan yang mesti gue penuhi, bokap nyokap memutuskan pindah ke kota Ini demi keselamatan gue dan keselamatan mantan teman-teman gue di SMP. Sebenarnya sayang sih mau potong rambut karena rambut gue udah mulai panjang, bahkan gue sempat kepikiran mau ane tata model gimbal atau cornrow macam David Beckhkam.

Tapi yasudahlah, rambut masih bisa dipanjangin lagi.

Gue lihat arloiji, jam 8 kurang 10 menit, masih ada waktu untuk menyalakan rokok sebatang sekaligus menunggu Ipul menjemput kesini.

Fyuhhh..

Sebenarnya gue gak mau kembali lagi jadi diri gue yang brutal, malah gue udah nyaman jadi Zen yang pendiam, cool dan slow. Tapi akibat orang-orang bangsat di sekolahan sana yang sudah nyakitin temen-temen gue, terpaksa gue mesti kembali jadi Zen yang dulu...

Zen The Butcher alias Zen Sang Penjagal is back into action...

I’m gonna having fun tonight, huehehehehehee




= BERSAMBUNG =

9 comments for "LPH #17"

  1. wajah Asli Zen the butcher....

    ReplyDelete
  2. Jangan Kasih kendooooor Oooom Serpt....

    Update teroooos ampe episode 86


    dihold dulu aja eps 87.. biar kita para bijindul... remind from the start LPH..

    hahahahahha

    ReplyDelete
  3. Penjagal akhirnya turun gunung lg,
    klu klu klu klu,,,,,

    ReplyDelete
  4. Tante Clara juga turun gunung,
    Mak mu sangar Xav

    ReplyDelete
  5. Hajar terus suhu...😁😁😁

    ReplyDelete
  6. Menunggu Update berikutnya... Mantapppp...

    ReplyDelete
  7. Sejutu juga om... oh ada si jagal..pesen sop iga dong hu...

    ReplyDelete

Post a Comment