Featured Post

LPH #74

Episode 74
Rencana Besar


PROLOG
LPH SECOND GRADE
  
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx


Gue hirup udara pagi ini saat keluar rumah lalu berdiri di dekat balkon menatap pemandangan di sekitarku terutama di bawah sana. Terasa sesak, udara di Kota ini terasa semakin busuk. Padahal baru jam 6 pagi tetapi bunyi klakson yang bersahut-sahutan di jalan raya persis depan rumah susun tempat gue tinggal, teriakan orang-orang di bawah sana akibat kemacetan membuat gue semakin muak.

Gue benci tempat ini.

Gue benci udara di sini.

Tetapi gue cuma seorang budak dari orang tua gue yang cuma bisa membenci siapa dan apa saja yang ada di depan gue.

“Heh ! Ngapain lo masih ada di sini? Cepat berangkat sana!” hardik seseorang yang sudah gue hapal benar suara dan bau nafasnya. Nafas bau alkohol murahan. “Nungguin uang saku lo? Gak ada uang saku! Kemarin duit 100 ribu yang gue kasih masak sudah habis?”  

Kedua mata bokap gue memerah, hanya mengenakan singlet lusuh yang makin kekecilan dan menenteng botol bir. Celana hitam yang ia kenakan, gue hampir lupa kapan terakhir ia mengganti celananya yang berbau apek dan busuk.

“Bukan kemarin, tetapi bulan lalu itu terakhir kali Bokap kasih duit gue. Gue perlu ongkos ke sekolah. Gak mungkin gue jalan kaki,”

PLAK !

“Jangan bohong lu jadi anak!” jari telunjuknya yang besar menuding tepat di muka gue.

Sebuah tamparan mendarat tiba-tiba mengenai pipi gue. Sakit dan perih, tetapi kalau gue melawan, bokap bisa semakin murka. Bisa-bisa gue dilempar bokap dari lantai 6 sini.

“Ya kalau bokap gak kasih gue ongkos, gue jalan kaki. Tetapi siap-siap bokap di telepon sekolahan karena jam 8 gue baru sampai sana. Tentu itu bukan kabar baik buat bokap yang masih dalam peng-”

Bokap merogoh uang dari sakunya lalu di lemparkan ke muka gue.

“Awas kalau lu macem-macem di sekolah,” potongnya cepat.

BLAM !

Bokap kembali masuk ke dalam rumah sambil membanting pintu setelah sebelumnya ia melempar muka gue dengan uang, yang setelah gue hitung hanya 83 ribu rupiah. Lumayan, masih bisa buat ongkos pulang-pergi ke sekolahan selama 2 minggu. Untuk uang makan gue bisa cari sendiri di jalan.

Gue lalu menuruni anak tangga yang berjumlah 133 anak tangga. Gue ambil kotak kacamata yang gue simpan di tas. Gue udah feeling bakal sarapan “buah tangan” dari bokap, makanya sengaja kacamata gak gue kenakan langsung. Pemandangan di sekitar gue yang tadinya agak buram kini terlihat jelas. Jadi orang yang punya mata minus memang menyusahkan.

Kemacetan di jalan raya ternyata semakin parah, makin semrawut karena lampu lalu lintas di persimpangan ternyata tidak berfungsi. Sehingga semua pengguna jalan berebut melintas, mulai dari bus, taxi, mobil pribadi, motor pribadi. Akibatnya kemacetan jadi semakin parah dan hampir tidak terurai. Gue mesti jalan dulu 100 meter ke arah Jalan Pancasila untuk cegat bus yang berbeda trayek tidak melewati simpang sini. Gue benar-benar stres mendengar klakson nyaris tak pernah berhenti, semua mobil, motor saling meng-klakson meminta jalan.

Tolol mereka semua ! Babi!!

Kemacetan makin di perparah saat sopir Taxi yang sebelumnya bisa lewat untuk membuka jalan, simpul macet tiba-tiba memberhentikan mobilnya lalu turun.

“MATA LO DI MANA BANGSAT!! SPION MOBIL GUE PATAH KENA MOTOR LU!” teriaknya. Si sopir taxi rupanya tidak terima karena spion kanannya patah dan nyaris copot akibat ada motor yang tiba-tiba menyalip  dari samping.

Si pengendara motor tidak terima di maki-maki, ia turun dari motor, melepas helmnya  dan tiba-tiba memukul si sopir taxi dengan helm hingga si sopir taxi hidungnya mengeluarkan darah.

Sontak keributan pun terjadi saat keduanya baku hantam persis di samping gue yang jadi susah mau lewat karena terhalang mobil taxi. Tidak ada yang berusaha melerai keduanya, yang ada malah menonton dan merekamnya, Gue juga tidak berniat untuk melerai, bodo amat kalau sampai mereka bunuh-bunuhan. Si sopir taxi yang terjepit lalu lari ke belakang membuka bagasi belakang dan mengambil kunci Inggris. Si pengendara motor yang tahu si sopir taxi ambil senjata, bukannya lari ia justru menendang badan si sopir taxi hingga mengenai gue yang berada di belakang si sopir taxi, akibat tendangan ini kunci Inggris jatuh dari genggaman tangan dan mengenai kaki gue. Si pengendara motor masih agresif dan memanfaatkan situasi dengan memukul membabi-buta, dan satu pukulanya mengenai lengan gue.

“BANGSATT !!”

Gue udah gak bisa nahan emosi, gue jambak rambut si sopir taxi dari belakang dan gue hantam punggungnya. Si sopir langsung ambruk mengelepar di jalan. Sementara si pengendara motor gue tendang perutnya hingga tertunduk, lalu gue jambak rambutnya dengan tangan kiri dan berikutnya gue hujani dengan pukulan hingga mulutnya berdarah-darah.

“KEPARAT EGOIS !!!” teriak gue melampiaskan kekesalan. Setelah dua orang ini roboh, orang-orang baru mengerubungi dan memisahkan gue, mencoba melerai.

“TAIK ! DARI TADI KALIAN NGAPAIN?!!”

Gue pun mendorong-dorong beberapa orang yang coba membuat gue menjauh dari kerumunan. Setelah menjauh dari keramaian, gue menampik beberapa tangan yang memegangi badan gue. Setelah tidak ada yang memegangi gue, gue mundur dan memilih berjalan masuk ke dalam gang kecil. Setelah beberapa meter, gue tersenyum.

Gue ambil dompet yang ada di saku kantong kiri, dompet berwarna coklat entah punya siapa, yang jelas gue ambil tadi saat gue di kerubungi orang-orang untuk dipisah. Gue tertawa sendiri melihat 5 lembar uang 100 ribuan dan 3 lembar uang 50 ribuan. Setelah uang gue kantungin, dompet gue lempar ke dalam parit yang airnya menghitam keruh.

Bodo amat ini dompet punya siapa yang penting gue udah dapat uang jajan sendiri.

Saat gue akhirnya bisa dapat bus menuju ke sekolah, orang-orang yang berdekatan berhimpitan dengan gue di dalam bus tampak sangat tersiksa, karena mereka jadi terjepit. Tapi gue masa bodoh dan tetap tenang berdiri selama dalam perjalanan. Tepat jam 7 kurang 15 ment, si kondektur meneriakkan tujuan gue pagi ini.

“Ihhhh,” tanpa permisi gue menerobos orang-orang yang di dalam bus yang menghalangi jalan.

“Woiy !! Pelan-pelan bego !!” teriak seseorang yang juga ada di dalam bus. Gue lihat orang yang sudah meneriaki gue di dalam bus.




Ia melotot ke arah gue sebelum akhirnya ia bisa keluar dari bus. Sekilas gue bisa lihat ia mengenakan baju seragam SMA yang memiliki badge sama dengan gue. Rupanya banyak orang yang turun di sini, mayoritas murid sekolahan ini.

Ketika gua akhirnya bisa turun dari belakangan dari bus, tepat di halte samping sekolahan, gue lihat orang yang tadi meneriaki gue berjalan sendirian menuju gerbang. Badannya pendek tapi gempal dan jalannya cepat, boleh juga nyalinya karena sudah berani meneriaki gue di dalam bus.

“Hey cebol !” teriak gue  saat ia sudah mau masuk gerbang.

Ia langsung menengok ke belakang dan ia sudah pasti tahu kalau gue yang berdiri sambil memasukkan kedua tangan ke kantung celana, yang sudah meneriakinya.

“BABI KEPARAT !!” ia balas meneriakik gue dan kini kami langsung berdiri berhadap-hadapan. Ia mendongak menatap gue. Gue pun membalas.

“Ini kayak mau berantem sama adik gue yang masih kelas 1 SD.”

Wajahnya memerah, kalau sampai ia pukul gue, gue bakal balas.

“STOP ! KALIAN BERDUA!” teriak seseorang dari dalam gerbang sekolah.

“Dan kalian juga jangan berhenti di depan jalan! Cepat bawa masuk motor kalian !” teriaknya lagi.

Gue dan si cebol menoleh berbarengan ke arah jalan raya, ternyata di tengah jalan ada dua motor yang berhenti dan kedua pengendaranya saling menatap. Satu mengenakan bandana di kepala, satunya berambut blonde. Mereka berdua ternyata juga menatap ke arah gue dan cebol.




 Mereka sama, juga memakai seragam SMA dan mengenakan badge sama dengan gue.

“Anak-anak cepat masuk ke dalam, sudah mau jam 7. Kalau kalian berempat tidak segera masuk kesini, kalian tidak akan pernah Bapak ijinkan masuk untuk selamanya ke sekolah ini. Kalian berdua yang bawa motor, matikan mesin motor dan tuntun bawa masuk ke dalam.” katanya tegas dan bernada tajam

Hmm sepertinya dia guru di sini. Badannya tinggi besar dan berkacamata. Memakai jas kotak-kotak lengkap dengan dasi. Rambutnya yang hitam mengkilap klimis tersisir ke belakang.

Setelah kami berempat masuk ke area sekolah, dia meminta kami untuk berdiri di dekat posko sampai gerbang di tutup. Sehingga kami pun jadi pemandangan buat semua murid di sekolah ini.

“Bagus, ternyata lo anak sini ! Jadi gue gak perlu repot-repot bantai elo babi !” kata si cebol tanpa memandang gue, namun jelas ia mengancam gue.

“Heh siapa lo anjing?!” justru yang tersinggung adalah si blonde, ia langsung mencengkeram kerah si cebol yang sebelumnya berdiri di sampingnya.

Gue cuma tertawa. Namun di saat yang sama, gue merasa si bandana yang berdiri di samping gue sedang memperhatikan gue.

“Ternyata gue gak salah lihat, Dejan, bajingan yang di juluki BIGMAC dari SMP SWASTA VVV yang sudah membuat teman gue gegar otak sampai tidak bisa ikut UN ternyata sekolah di sini, fu..fu...fu...kebetulan yang menyenangkan. Kacamata lu nyaris membuat gue tidak mengenali lo di awal tadi,” ujarnya.

Bajingan, BIGMAC...Gue paling tidak suka di panggil dengan sebutan tersebut. Maka gue pun langsung berdiri tepat di depannya.

“Terakhir kali ada orang yang panggil gue BIGMAC, dia masuk rumah sakit dan keluar jadi seperti orang bego. Lu siap jadi orang bego yang nahan air liur pun gak bisa?”

Ia tersenyum. “BIG....MAC...BIG...MOUTH..” kata si Bandana tepat di depan muka gue.

“STOP. Jika ada yang berbuah bodoh menuruti emosi, kalian akan buat sejarah baru di sekolah ini yakni siswa kelas 1 yang di hari pertamanya langsung di keluarkan dari sekolah.”

Kami semua langsung terdiam dan kembali berbaris. Orang ini langsung menatap kami sambil dan bersedekap. Gue memandang lambang sekolah yang ada di bagian atas lobi sekolah yang tampak jelas dari sini.


“Selamat Datang di SMA NEGERI XXX anak-anak! Kenalkan nama saya, Tomo. Saya adalah Kepala Sekolah di sini. Percayalah, kalian beruntung karena Pak Indra sedang cuti hari ini. Sekarang kalian masuk ke kelas masing-masing dan bersiap untuk upacara. Ayo cepat!!”


 xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx



"Kenapa kita semua di minta kumpul di gym sekolah sih?gue mau pulang terus tidur!" Gue menggerutu sepanjang jalan dari kelas menuju gym yang berada di lantai 4.

"Daripada dapat masalah sama Alan, mending turutin dulu dah," kata Jaka, teman sekelas gue.

 Jaka - Kls 1 SMA SWASTA XXX

"Alan? Alan siapa?"

"Kebangetan banget lu gak tahu siapa Alan. Dia tangan kirinya Vino. Vino lu mestinya tahu kan."

"Tahu gua. Bosnya RAGE. Siswa yang konon terkuat di sekolah kita, pffft. Siapa pula yang nentuin?" gue mencibir.

"Pssttt hati-hati lho ngomong, kalau kedengaran anak RAGE bisa berabe," ujar Jaka yang kelihatan khawatir.

"Kalem aja napa. Sama-sama makan nasi kok."

"Bangsat emang elu No. Temenan sama elu pasti gak jauh dari urusan baku hantam dan baku keringat."

"Apaan tuh baku keringat?"

"ML bego."

"Cik, gue yang berantem lu yang ML !"

Jaka tergelak. " No, gue dengar BIGMAC masuk SMA NEGERI XXX lho."

"Oh iya? Hebat juga dia bisa masuk ke sana. Kapan-kapan kita main ke sana tengokin dia. Ada hutang yang belum dia bayar. Jak, kalau Arkam, diterima dimana dia?"

"Dia masuk STM XXX. Gue uda bujuk dia agar masuk bareng kita di sini. Tetapi kemarin waktu gue gak sengaja ketemu dia di rumah Denny, dia nitip pesan sama elo."

"Nitip pesan...Emang dia sudah gak punya WA gue.  Dia bilang apa?"

"Dia senang karena akhirnya bisa beda sekolah sama elo. Biar jadi lebih greget, gitu katanya."

"Bangsat memang. Dia pikir gue gak bosen dari TK, SD, SMP satu sekolah bahkan satu kelas mulu ma dia. "

Arkam, sobat gue yang garang. Sudah sepuluh kali gue berantem sama dia. Skornya ? Imbang 5 : 5. Yang kesebelas sepertinya, seperti pesan Arkam, jauh lebih greget. Teman-teman barunya di STM XXX akan membuat dia sibuk di awal semester.

"Arkam bakalan ketemu 'sohib' lu tuh di STM XXX."

"Siapa ?"

"Agung."

"Agung ke STM XXX?"

"Yap. Bakalan seru tuh."

Si keparat itu. Arkam, gue harap lu jauhin Agung. Jangan nekat. Dia berbeda dengan kita.

"Cieeee cemburuu nih yeeee gara-gara Arkam satu sekolahan dengan Agung."

"Emang jomblo kek elu tahu artinya cemburu."

"Taik lo. Lu juga sama ! Jombi. Jomblo binal!"

Gue dan Jaka pun tertawa terbahak-bahak. Kami baru memasang wajah serius dan berhenti mengobrol saat melihat beberapa anak kelas 2 bergerombol di depan pintu gym. Saat melihat gue dan Jaka, salah seorang di antara mereka berteriak.

"Cepetan lari!!! Jangan jalan !!"

Saat Jaka hendak lari, gue pegang pundaknya. "Udeh, santai...."

"Eh tapi No."

Jaka langsung diam saat melihat ekspresi gue. Jadi kami tetap berjalan santai menuju gym.

"Kalian pasangan maho ya! Di panggil malah santai!" Tegur orang yang sama yang tadi meneriaki gue dan Jaka.

"Apa lu bilang? Maho?" gue mengatakan hal tersebut tepat di depan mukanya.

"Nantang lo nye-"

BUGH!

Gue pukul pipinya sebelum ia menyelesaikan perkataannya hingga badannya membentur dinding, lalu merosot pingsan.

Jaka menepuk jidat namun ia kemudian kena pukul namun langsung membalas. Sementara gue juga langsung di serang 2 orang sekaligus. Cih, kek gini ngaku anggota RAGE! Di keroyok dua orang bukan barang baru buat gue!

Perkelahian gue dengan anak kelas 2 yang berjaga di luar rupanya menimbulkan kegaduhan. Tak lama setelah gue dan Jaka mengusap darah yang keluar dari mulut serta hidung, pintu gym terbuka dari dalam. Gue lihat satu orang bertampang dingin dengan rambut tersisir ke belakang menatap 4-5 orang terkapar di lantai.

"Siapa nama kalian?"

"Gue Eno. Dia Jaka. Kami dari 1-B."

"No, dia Vino. Bos RAGE," bisik Jaka pelan.

Oh, ini orangnya. Gue jarang gentar ketika berhadapan dengan seseorang yang sebaya atau 1-2 tahun lebih tua daripada gue tetapi untuk pertama kalinya gue merasa inferior di depan Vino.

Vino menyeringai.

"Gue kasih 2 pilihan. Mau masuk RAGE dengan cara kasar atau dengan cara bengis?"

Bajingan, pertanyaan macam apa itu?

"Mereka yang mulai duluan," kata gue singkat.

"Mereka yang lo hajar adalah teman gue, jadi ini sama dengan tindakan penyerangan ke RAGE. Tetapi karena kalian berdua cukup punya kemampuan lumayan, gue kasih lo berdua waktu untuk memikirkan situasinya. Tapi yang jelas pentolan bajingan dari kelas 1 selain elo berdua, yang ada di dalam gym, semua sudah sepakat gabung ke RAGE."

Vino berjalan santai dan ia menabrak pundak dengan sengaja. Kokoh juga pundaknya. Vino pergi diikuti beberapa anak kelas 2 yang kami hajar tadi.

"No, ayo masuk ke gym. Gue mau nanya ke Haidar, Ardi, Jodi, Banu. Kenapa mereka sepakat ikut RAGE. Jadi anjingnya anak kelas 2."

Gue dan Jaka langsung masuk ke gym. Kami berdua tertegun karena mendapati keempatnya tertelungkup di lantai tidak sadarkan diri.

"What the...."

“Gila…empat orang di habisin Vino…”


XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX


 Gue, Bima, Reki, Aksan dan Virgil sedang berada di Rooftop saat Ali datang bersama anak kelas 1.

"Selamat siang Bang," sapa anak ini sopan sambil sedikit membungkukkan badan ke arah kami.


Agung - Kls 1 STM XXX

"Gung, lu tahu kenapa gue panggil ke sini?"

"Tahu bang."

"Apa jawaban elo?"

"Gue dan semua anak kelas 1 siap bergabung dengan WARLORD."

Virgil menjentikkan puntung rokok ke muka Agung dan mengenai pipinya, namun Agung tetap membungkuk dan tidak bereaksi apapun.

"Yadah sana pergi," perintah Virgil.

"Bang El, boleh minta tolong gak?" pinta Agung sambil menatap gue.

"Apa?"

"Lawan gue bang. Sekali saja. Biar sama-sama enak."

Gue tertawa dan kemudian bangkit dari kursi.

"Nah itu baru namanya laki! Jujur saja, kalau lu tadi langsung pergi. Gue bakal habisin lu d sini sekarang juga dan gue buat elu enyah dari STM XXX. Sekolah kita gak butuh 'anak baik'. Ngerti gak lu?"

"Makasih bang," kata Agung membungkuk lebih dalam dan kemudian memasang posisi kedua tangan terkepal di depan muka.

"Tunjukkin ke gue, lu memang pantas pegang predikat anak kelas 1 terkuat di STM XXX  tahun ini dan pantas bergabung dengan WARLORD."

Agung mengangguk senang dan kemudian dengan gerakan yang gesit, ia menyerang gue.

BUGH !!

Agung memukul gue hidung gue cukup telak. " Nice opening tapi cuma bikin gue gatal doang."

SYUT!! BUGH !! BUGH !!

Balasan dari gue dua pukulan beruntun dari gue bisa di tahan dengan blok lengan yang cukup kokoh. "Coba sekarang lu tahan yang ini Gung."

WUSH!

Uppercut gue menembus bloking Agung dan menghempaskan mukanya hingga dia  tidak sadarkan diri.

"Bagaimana Bim, menurut lo?" Gue minta pendapat Bimo.

"Dia akan jadi anjing yang baik. Ali mungkin saja kesusahan lawan Agung."

"Hahahha!" Ali tertawa sinis sambil mendekati Bimo.

"Coba katakan sekali depan gua, Bim..."

Gue membakar rokok dan berjalan ke tepian rooftop.

"Sepertinya semua crew sudah lengkap. So...Kapan pesta di mulai?" tanya Reki sambil menyunggingkan senyum.

Gue hembuskan asap rokok ke atas hingga membumbung tinggi dan menguap di udara.

"Hitung mundur dimulai dari sekarang..."


*****
@ Kamar Yandi
Sehari sebelumnya
*****

 (POV Yandi)


Xavi calling…

Aku menatap ponselku yang berdering saat aku masuk ke kamar. baru selesai jogging. Aku langsung melepas jaket parasite tebal yang kupakai saat jogging dan membuka jendela kamar. Angin sore terasa menyegarkan menerpa badanku yang bermandikan peluh dan keringat.

“Halo..”

“Anjir, susah banget sih hubungin elo. Gue sumpah kalau telepon gue yang ini gak elo angkat, gue datengin rumah lo sekarang,” cerocos Xavi dengan nada kesal saat kujawab teleponnya.

“Hee kuota internet lagi abis kemarin, baru sempat isi tadi.”

“Alasan elo gak ada yang lebih masuk akal gitu? Hari ini mana ada orang bisa tahan gak punya kuota internet sampai beberapa hari.”

“Ada lah, kan aku salah satunya.”

“Vangkee, eh Yan, tar malam jadi ketemuan di rumah gue?

Aku langsung ingat bahwa kami ada kesepakatan untuk bertemu untuk membicarakan hasil investigasi Yosi dan Zen tentang mapping anak-anak baru.

“Jadi, jam 8 malam aja gimana?”

“Oke noted.”

“Kamu share di grup XXX aja ya.” Grup XXX adalah grup WA yang hanya ada aku, Zen, Yosi dan Xavi. Kalau grup yang ada kami berempat + Vinia itu grup WA F4. Aku mengingatkan saja ke Xavi agar gak salah share di grup F4, karena agak males aja sih kalau tahu Vinia kami berempat mau kumpul.

“Beres, eh nafas elo kok ngos-ngosan? Jangan bilang lo lagi coli di kamar?masak udah punya pacar masih doyan coli aja lu?”

Mendengar kata “pacar” membuatku seperti kena iris pisau, perih. Gak ada yang tahu  kalau aku sudah putus dengan Dita, kecuali Vinia dan Zen yang mungkin sudah bisa menebak akhir dari drama yang terjadi di hari terakhir kami berlibur di Lombok.

Gak, aku habis jogging buang lemak setelah seminggu terakhir Cuma makan tidur-“

ML, hahahaha!” potong Xavi.

Sialan, irisan tadi seperti di kucuri air jeruk, tambah periih!

“Asu.”

“Gue juga nih, seminggu liburan, pola dietku berantakan parah. Mesti langsung tancap gas latihan fisik dan mulai jaga pola makan lagi. Untung aja gue lagi gak ada jadwal sama Maya. Kalau ketahuan Maya, beuhh, udah ngilu gue kebayang kena punishment dari dia.”

“Kamu ngapain diet lagi? Toh badanmu sepertinya udah ideal.”

“Awalnya gue juga mikir gitu Yan, berat badan dan postur gue udah mayan ideal, gak malu-maluin lah kalau jalan sama Asha. Tapi pola hidup sehat sepertinya jadi habbit gue. Jujur aja gue makan enak mulu, berasa banget rasa bersalah. Keinget betapa gilanya gue latihan fisik.

“Wah keren-keren.”

“Yowis, sampai ketemu ntar malam, selain ngomongin soal anak-anak baru, elo juga hutang penjelasan sama kami, ya minimal sama kami bertiga. Tentang apa yang sebenarnya terjadi antara elo sama Dita.”

SKAKMAT!

Itu yang aku rasain sekarang saat akhirnya Xavi menyinggung hal tersebut. Aku bisa saja menolak atau mengarang cerita, tetapi kalau aku mulai “pintar” berbohong sama sahabat sendiri, aku takut itu jadi kebiasaan. Mungkin aku mesti memikirkan kata-kata yang tepat saat menjelaskan kepada mereka, karena akan menyangkut ke Vinia juga.

Vinia, malam setelah Dita mengucapkan perpisahan, Vinia meneleponku tapi gak ku angkat. Yang ada malah ponsel langsung kumatikan hingga beberapa hari. Baru pagi tadi aku hidupkan dan puluhan WA masuk ke ponsel. Mayoritas pesan dari teman-teman sekolah dan XYZ. Ada japri juga dari Vinia, ia hanya mengirim emoticon “T_T” di WA. Dari sekian banyak pesan WA, tidak ada WA dari Dita. Profil picture WA Dita yang tadinya foto kami berdua, kini berganti jadi foto hitam blank saja.

Ampun dj perih-nya !

“Ya,”kujawab singkat.

Setelah basa-basi sedikit, Xavi menyudahi teleponnya.Bersamaan juga keringat yang tadinya menempel di badan sudah mongering. Aku lihat di jam di ponsel sudah hampir maghrib. Sebaiknya aku mandi, makan, terus jalan bentar ke Gramedia buat beli komik terbaru atau ya baca-baca gratis lalu lanjut ke rumah Xavi.

Fiuh…balik lagi ke rutinitas jomblo. Tapi pesan Zen membuatku tidak terlalu larut dalam kesedihan, karena di masa-masa genting yang di mulai besok, hari pertama masuk sekolah di tahun ajaran baru, urusan cewek bisa mengganggu.

“Baku hantam dahulu, bercinta-cinta kemudian,” aku bergumam dan kemudian tertawa sendiri, terdengar menggelikan sekali.

***

“Mau ngobrol di mana nih? Kamar, gazebo atau studio?” tawar Xavi saat kami berempat sudah berkumpul di teras rumah.

“Studio aja, biar ngobrol sambil setel lagu,” sahut Yosi.

“Tapi kalau ngobrol di studio, lo orang tahu aturannya kan?”

“Iya tahu, no smoking, no vape, no seks, no woman, no cry.”

“Pinter, kek Bleki, anjing bulldog milik tetangga sebelah.”

Stront!!!” teriak Yosi kesal dengan bahasa Belanda satu-satunya yang paling mudah kami hafal haha.

“Nah kalau bisa bahasa Belanda gini, jadi mirip Dudung lho.”

“Dudung? Dudung siapa anjir?”

“Anjing peliharaan Papa gue di Amsterdam jenis Labrador.”

Yosi menjentikkan puntung rokoknya yang masih menyala ke arah Xavi dan secara ajaib masuk ke dalam kerah baju Xavi. Sontak Xavi langsung berdiri sambil berteriak histeris, menggoyang-goyangkan bajunya hingga puntung rokok keluar dari kaosnya. Kami bertiga tertawa ngakak.

“Setann! Kena bara api leher gue!”

“Hahaha lagian lo dari tadi nyamain gue dengan anjing, btw itu serius nama anjing bokap lo namanya Dudung?”

“Iya serius, bokap namain anjingnya dengan Dudung karena biar nama anjing lebih variatif,” jawab Xavi.

“Wahaha, terus apa hubunganya Dudung dengan bahasa Belanda?” aku bertanya terbawa obrolan absurd Yosi dengan Xavi.

“Dudung itu  lahir dan besar di Belanda, jadi udah pasti pinter bahasa Belanda,” terang Xavi.

Mendengar jawaban Xavi, Aku, Yosi dan Zen langsung berdiri masuk ke dalam rumah.

“Udah pasti Asha kena pelet, gak mungkin dia mau terima cinta Xavi versi buruk rupa dan berotak absurd. Cabul pula!” kata Yosi.

“Iya setuju gue, 1000 %. Kasihan Asha,” sambung Zen.

“Kisah azab, nasib pengedar film bokep sekaligus pengguna ilmu pelet jaran goyang mati tertimpa lemari berisi ribuan keeping DVD porno,” tambahku.

Xavi langsung berlari mengejar kami sambil teriak.

WOII GUE BERCANDA WOIII !”

Tawa kami berempat langung pecah.

Oke aku boleh saja putus cinta, tetapi aku gak boleh putus hubungan dengan ketiga sahabatku yang luar biasa seperti mereka !

Kami lalu menuju studio yang berada di lantai 3. Xavi memang melarang keras siapapun merokok di studio karena studio bagi Xavi sudah seperti tempat suci buatnya. Begitu masuk studio, Xavi menyalakan lampu, AC dan PC.

“Puter lagu kenceng Xav!” pinta Yosi.

“Hmmm, gue kemarin baru nemu channel seorang body builder yang jago banget main gitar. Kalian pasti suka!”


Kami lalu melihat dari monitor PC menampilkan seorang pria bule botak berbadan kekar memainkan lagu-lagu slipknot ! wow dia mengcover part gitar bagian Mick Thompson dan James Root !!

Cadas!

Setelah semua duduk di sofa dan sambil menikmati music keras, kami mulai berdiskusi.

“So, seperti yang pernah kita bahas di Gili, malam ini kita ketemu untuk ya mengenali potensi bajingan yang bakalan tersebar di big three. SMA SWASTA XXX, SMA NEGERI XXX dan STM XXX. Sabtu kemarin gue uda terima data dari Zen yang gila. Kenapa gue bilang gila? Kan gue Cuma minta data murid baru dari 3 SMA aja, eh dia kasih gue data murid baru se-SMA/STM di Kota XXX!”

“Biar sekalian gue ambil datanya.”

“sadis!”kataku.

“Nah berdasarkan data kelulusan para siswa bajingan dari 4 SMP, tepat sesuai prediksi gue. Para bajingan bersumbu pendek dari 4 SMP, tersebar di 3 SMA, STM. Ada 13 nama yang cukup mencolok,” ujar Yosi.

“Damn, banyak banget,” tukas Xavi.

“Dari 13 nama, sudah pasti ada yang paling menonjol, Siapa yang menonjol menurutmu Yos?” aku mulai tertarik mendengarnya.

“Ada empat. Dejan, Ino, Arkam, Agung. Keempatnya berasal dari Empat sekolah yang berbeda. Info dari teman,keempatnya gak ada yang superior atau lebih dominan satu sama lain. Imbang gitu lah. Tapi kata teman gue itu, Agung punya sifat paling bahaya sekaligus paling banyak pengikut, Ino dan Arkam lebih kalem, sementara Dejan, dia paling sudah di prediksi karena punya sifat penyendiri.”

“Hmm..Pertanyaan terpenting dari paparanmu itu, keempat nama anak itu masuk ke sekolah mana saja.”

“Entah ini kabar baik atau kabar buruk, dua nama gabung ke sekolah kita. Dejan a.k.a Bigmac dan Prast a.k.a Goku. Keduanya rival berat semenjak SMP. Boom! keduany kini berada 1 atap haha. Kalau 2 anak sumbu pendek di rasa kurang masih ada tiga nama lagi yang cukup lumayan gabung. Andreas, Galang dan Max. Lima dari tiga belas bajingan dari  masuk ke SMA NEGERI XXX hahaha!”

“Wow, ngeri juga, ini kalau salah treatment, kelimanya bisa jadi duri dalam daging,” kataku.

“Iya Yan, bakalan tricky ngurus mereka,” tegas Yosi.

“Terus dua nama lagi, Ino dan Agung, mereka kemana?”

“Ino dan tiga nama masuk ke SMA SWASTA XXX. Jaka, Edwin dan Kenji. Ino dan Jaka berasal dari SMP NEGERI X6 alias adik kelas gue dulu.

Lalu Agung, Arkam, Saudi dan Teo ke STM XXX. Fiuh bangsat, Saudi dan Teo itu sedari SMP udah satu grup sama Agung di SMP SWASTA X1. Lalu ketambahan Arkam.

Ino yang gue yakin bakal jadi siswa kelas 1 paling tangguh di SMA SWASTA XXX, sementara lima anak di sekolah kita masih kayak anjing dengan kucing, posisi kita akan semakin repot. Sangat merepotkan.”

“Waiitt, waittt, stop dulu Yos ! udah cukup lo sebut nama-nama, pusing gue! Langsung ke intinya saja, jadi mapping anak kelas 1 bertipe bajingan kan elo udah pegang, jadi itu profil mau kita apain? terutama mereka yang masuk ke sekolah kita. Untuk anak yang di luar sekolah kita, biarkan sajalah, mereka uncontrollable factor. Kita focus ke lima anak yang gabung di sekolah kita saja agar mereka atur.”

“Boom!” seru Yosi sambil membuat gerakan dengan kedua tangannya menirukan efek ledakan. “Biarkan mereka saling baku hantam. Kalau sudah ketahuan siapa anak kelas 1 yang paling superior, baru kita pegang kepalanya. Ular kalau kepalaya udah kepegang, udah pasti ekornya bakalan ikut.”

Aku sangat menyukai pertanyaan dari Xavi dan penjelasan Yosi juga sangat masuk akal sekali dan hal itu membuatku memiliki gagasaan, namun kutahan dulu, menunggu Yosi tuntas memberikan penjelasan.

“Zen, Xavi?” aku menatap mereka berdua.

Sounds perfect.” respon Zen.

“Setuju!” kata Xavi sambil mengacungkan jempol.
A
ku puas karena kedua temanku sependapat, nah kalau semua sepakat gini ke depannya bakalan enak.

“Yos, ada lagi yang perlu elo sampaikan soal anak kelas 1?”

“Untuk pembukaan, itu dulu deh. Takut ada yang kena migraine,” kata Yosi sambil menyindir Xavi.

Too much names you mention dude!” protes Xavi.

“Akan lebih jelas kalau besok ketemu langsung sih.”

Karena Yosi sudah selesai menjelaskan, sekarang saatnya aku menjelaskan ide yang semakin matang aku pikirkan, sebuah rencana besar yang membutuhkan peran besar ketiga temanku.

“Teman, aku punya ide. Ide yang sepertinya akan menjadi rencana yang sangat besar.”
Xavi yang tadinya duduk di kursi drummer, langsung bangkit dan duduk mendekat.

“Kalau pentolan XYZ udah bertitah punya ide, sepertinya bakalan gacor ini,” seru Xavi.

“Bener-bener. Come on Yan, buat darah gue mendidih seperti ketika elo memaparkan rencana saat kita hendak menggemparkan panggung BIG BANG !”

Zen menatapku dengan tatapan mata berkilat.

“Jadi gini…”


27 menit kemudian…

Setelah aku selesai menjawab berbagai pertanyaan dari ketiga sohibku tentang rencana yang aku jelaskan kepada mereka, Zen dan Yosi lalu mengajak agar pindah ke gazebo.

“Dengar penjelasan Yandi, mulut gue langsung berasa asem, pengen ngrokok, tukas Yosi.

“Sama Yos, timpal Zen.

Akhirnya kami berempat pindah tempat di gazebo yang berada di taman belakang rumah dekat kolam renang, lokasi favorit teman-teman XYZ. Namun saat sudah berkumpul di gazebo, aku melihat ketiga temanku malah saling lirik satu sama lain, aneh. Saat aku hendak bertanya, Xavi kemudian bertanya sesuatu yang aku tahu bakalan ditanyakan sama mereka.

“Rencana XYZ sudah terumuskan tadi, tinggal ekesekusi. Jadi gue bisa bertanya ke hal lain, Yan, tolong jelaskan kepada kami for pete sake, what the fuck is happen between You, Dita and Vinia di hari terakhir liburan?”

Aku sudah tahu Xavi hendak bertanya tentang hal tersebut, namun aku terkejut karena Xavi ikut menyebut nama Vinia. Apakah merasa sudah tahu bahwa Vinia “terlibat” dalam kekacauan hubunganku dengan Dita? Tapi aku siapkan jawaban sih dengan singkat dan sejelas mungkin.

“Aku dan Vinia secara gak sengaja, atau lebih tepatnya terbawa suasana, berciuman. Di saat yang sama, Dita melihat itu semuanya. Dita seperti yang kalian tahu, kabur pulang duluan. Hasil akhir dari drama itu sudah jelas, aku dan Dita putus. Titik, Aku mengatakannya dengan tegas namun tenang.

Xavi tersedak.

Zen tetap tenang dengan rokoknya karena ia sudah tahu dari Vinia.

Yosi? Ia langsung mendatangiku kemudian memegang kedua pundakku.

Brooooooooooooooooo!!! Gimana rasanya ciuman sama penyanyi terkenal?Ciuman kalian Cuma nempelin bibir atau French kiss?P pinter ciuman gak Vinia? Lidahnya membelit-belit gak?

Asu, malah aku yang kini bingung dengan reaksi Yosi.

“Serius, kamu nanyain itu Yos?”

“Gak mesti lo jawab sih tetapi gue boleh bicara jujur gak sama elo?” Yosi berbalik bertanya.

“Apa?”

“Itu ciuman pertama elo dengan Vinia?”

Aku mengangguk.

“Gue malah berpikir udah dari dulu kalian berdua udah berciuman, ternyata baru sekali itu ya haha.”

“Apa maksudmu Yos?”

“Yan, dari kita berempat, elo itu yang paling dekat dengan Vinia. Kita semua memang dekat dengan Vinia, tapi kami bertiga ternyata punya kesamaan kesan bahwa kedekatan elo sama Vinia emang beda. Singkatnya TTM gitu lah. Dita udah kelihatan banget dia itu cemburu kalau kita ngumpul, lo deket-deket sama Vinia. Tapi ya sudahlah, gue tahu hubungan elo dengan Vinia sukar dijelaskan dengan kata-kata. Gue pribadi gak mau ikut campur.

Mungkin hubungan elo dengan Dita sudah gak bisa di perbaiki tapi tolong, jangan sampai Vinia menjauh dari kita. Setelah elo tenang, kalian bicara empat mata. Asha mendapati Vinia menangis tersedu-sedu di kamar mandi tak lama setelah elo cabut dari Villa untuk nyusul Dita. Vinia pasti ngrasa bersalah banget, kelihatan dari auranya. Dia benar-benar jadi pemurung di hari terakhir, yawislah, gue turut berduka setelah liburan yang menyenangkan antara lo dengan Dita, berakhirnya seperti ini, papar Xavi menjawab pertanyaanku ke Yosi.

Nasehat dari Xavi benar-benar mengena sekali. Xavi benar, cukup hubunganku dengan Dita yang berakhir tapi jangan sampai hubunganku dengan Vinia ikut memburuk.

“Beberapa hari lagi, aku akan temui Vinia. Untuk menyelesaikan semuanya, karena sebenarnya,akulah satu-satunya orang yang patut di persalahkan, bukan Dita atau Vinia.”

Take your time Yan.” Xavi menepuk pundakku.

“Yan,” aku menoleh ke Zen yang memanggilku. “Welcome to the club.”

“Klub jomblo, hahaha,” ujar Yosi tertawa.

Aku ikut tertawa tapi garing.

Masih perih ini.

***

“Hari baru, status baru dan masalah yang semakin menggunung,” aku bergumam sendiri saat melangkah masuk ke dalam gerbang sekolah. Status baru yang aku maksud bisa berarti ganda yakni sekarang aku menyandang status sebagai kelas 2 SMA dan juga status jomblo tentu saja.

“Gimana liburanmu Yan?”tanya Pak Tomo sesaat setelah aku menyalami beliau, yang seperti biasa, setiap pagi selalu berdiri di dekat gerbang sekolah, menyambut serta menyalami setiap siswa.

“Baik Pak.”

“Bagus. Berarti kamu sudah siap untuk semuanya.”

Aku heran mendengar perkataaan Pak Tomo yang menurutku memiliki banyak makna. Namun tidak terlalu aku pikirkan lebih lanjut. Saat naik tangga dari lobi menuju kelas, aku heran karena banyak wajah yang tidak aku kenal, bahkan beberapa siswa bertampang jauh dari kata ramah terus menatapku.

Aku menepuk jidat, astaga. Kan aku sudah kelas 2 sekarang, kenapa aku malah datang ke kelas 1. Jalan sambil kebanyakan pikiran membuatku kurang focus. Aku dan semua temanku di 1F masih tetap 1 kelas di 2F. Baru nanti saat kelas 3 kami misah-misah karena ada penjurusan IPA, IPS atau Bahasa. Kalau aku jelas pilih IPS sih. Semakin dekat dengan kelas 2F yang berada di gedung seberang kelas 1, aku malah semakin deg-degan. Aku melihat di atas balkon depan kelas 2 F, teman-temanku sudah bergerombol di sana. Karena jalan melihat ke atas, tanpa sengaja aku menabrak seseorang.

“ANJING MATA LO…taruh.”

Siswa yang aku tabrak tersebut tadinya marah dan menghardikku namun ketika tahu bahwa aku yang menabraknya, dia langsung diam.

“Sori Vid.”

Aku meminta maaf kepada David yang sempat aku tabrak. David diam saja dan kemudian melengos pergi.

Arrrrghh ! kenapa aku jadi deg-degan gini sih! Ini beda deg-degannya. Bahkan lebih berdebar ini dibanding menjelang ikut tawuran. Satu-satunya hal yang membuatku deg-degan adalah.

Vinia.

Pasti ankward sekali ketemu Vinia, aku belum ketemu, mengobrol lagi dengan Vinia semenjak kejadian di Gili Trawangan. Bahkan aku bingung mau gimana kalau ketemu Vinia di kelas.

“Heeii bos!” sapa Riko.



“Halo,” Riko berada di kelas 2D bareng Dodo.

“Makin tambah item aja lo Yan,”tambah Dodo.

“Hehehe iya, aku ke kelas dulu ya cari tempat duduk, ntar kita ngobrol lagi.”

Aku memang lagi males ngobrol sih, namun lagi-lagi Wira dan Astra yang sedang ngobrol di depan kelas 2E, menyapaku.

“Sedaaaap, makin keeling elo Yan, haha,” sapa Wira yang langsung menyalamiku.




“Bukan Cuma aku yang tambah hitam kok.”

“Iya sih, Cuma dibandingkan dengan Zen, Yosi dan Xavi, elo yang paling hitam haha.”

“Heee tar juga aku putihan lagi kalau udah musimnya ganti kulit,” kataku.

“Hahaha lo pikir ular apa,” sahut Astra yang kulihat kini pakai kacamata.




“kebanyakan nge-bokep sih kamu Ast, jadi makin minus tuh mata,” aku mengomentari Astra yang kini berkacamata.

“Vak bukan bokep! Kebanyakan nyari chicken dinner nih!”katanya.

Aku tertawa sambil berlalu menuju kelasku. “Selamat pagi,” aku menyapa ketiga sohibku.

“Halo bos,” sapa Yosi.

“Bos..bosok!” kataku.

Aku sempat melirik ke dalam kelas.

“Lu semeja lagi sama Zen. Gue sama Yosi duduk di meja belakang kalian. Letaknya sama, deretan kiri paling belakang. Best view on class,” terang Xavi.

Aku melirik sekali lagi.

“Elu lama-lama juling lho lirik-lirik mulu, takut ketemu sama Vinia lho ya?” ujar Xavi.

Sial.

Yosi dan Zen tertawa melihatku yang salah tingkah.

“Yan..Yan..Masak mau ketemu Vinia elo gemetar gitu? Giliran mau berantem aja, muka lo lempeng banget.”

Stront ..” kataku pelan.

Ketiga temanku langsung tertawa terbahak-bahak dan aku juga ikut ikut ketawa.

“Lo bisa nafas lega,untuk sementara. Vinia cuti seminggu karena urusan kerjaan. Sekolah udah ACC,” terang Xavi.

“Oh.”

Ya ampun lega banget rasanya, seminggu lagi baru bisa ketemu sama Vinia. Waktu yang lebih dari cukup untuk mempersiapkan diri bertemu Vinia. Aku lalu masuk ke dalam untuk menaruh tas. Fiuh 2F. Ini dulu kelasnya mendiang Axel dan juga Bram. Hawa kelas ini jadi agak berbeda. Setelah mengobrol singkat dengan beberapa teman, aku balik ke depan kelas lagi.

“Posisi kelas kita strategis banget yah. Dari balkon depan kelas, kita lihat ke arah lapangan basket, halaman tengah dan yang lebih penting berhadapan langsung dengan gedung kelas 1,” ujar Xavi sambil mengedarkan pandangan. “Yos, anak kelas 1 yang lo sebut-sebut kemarin mana?Anjir gue udah lupa nama calon bajingan dari kelas 1.” sambung Xavi bertanya ke Yosi.

Kami berempat kini bersandar di pagar pembatas balkon sambil melihat-lihat suasana sekolah saat ini yang ramai.

“Belum kelihatan sih sedari tadi. Jadi pada dasarnya dari sekian banyak nama yang gue jelaskan tadi, ada empat nama yang patut di perhitungkan.  Inno anak SMA SWASTA XXX, Agung anak STM XXX dan di kita ada 2 nama. Bigmac dan Goku."

"Bigmac?” aku mengulangi perkataan Yosi.

“Bigmac itu julukan ya tepatnya ejekan kepada Dejan sih karena menurut info berasal dari kegemarannya makan Hamburger di McD. Rata-rata yang sudah tahu Dejan, tidak akan berani memanggil Dejan dengan sebutan Bigmac. Itu cara termudah untuk menyalakan sumbu pendeknya,” terang Yosi.

Haha Bigmac dan Goku. Goku? Son Go Ku-nya Dragon Ball wadepak. Serius Yos, namanya Goku haha?" tanya Xavi yang penasaran.

"Gak lah, Goku itu Cuma julukan dia aja di SMP. Nama aslinya Pras. Sebelum elo nanya kenapa dari nama Prast bisa di panggil Goku. Tar kalau elo liat langsung anaknya, juga paham. Dan sorry to say Xav. Belum tentu lo bisa menang lawan Goku. Terlebih lagi infonya dia sekarang jadi anggota geng motor RUMBLE dimana mayoritas anggotanya dulu anak SOPHOMORE."

Yosi melirikku saat ia mengatakan tentang SOPHOMORE. Aku langsung ingat saat Rio menceritakan tentang masa lalu Yosi dengan Bram. Bram dulu anggota geng tersebut dan saat Bram sedang di hajar anak-anak SOPHOMORE, Yosi datang menolong dan akhirnya terlibat aksi kejar-kejaran yang endingnya ada 2 anggota SOPHOMORE yang tewas, salah satunya adalah ketua SOPHOMORE. SOPHOMORE memang sudah di-banned oleh pihak kepolisian, tetapi para mantan anggota yang tersisa, rupanya membentuk geng baru bernama RUMBLE.

Senyum Xavi langsung hilang saat Yosi mengatakan bahwa anak baru yang di panggil Goku, punya kemampuan yang tidak bisa di anggap enteng.

"Jadi penasaran gue yang mana anaknya. Eh RUMBLE? Berbahayakah mereka? Kok gue gak pernah dengar?"

"Mereka gak sepenuhnya geng motor, lebih ke klub motor khusus RX-King, terbesar di Kota XXX saat ini. Mereka berisiknya minta ampun, beberapa kali mereka nongkrong di jalan Dermaga dan ikut balap liar dan ya terlibat masalah dengan klub motor lain. Gue udah minta beberapa teman gue khusus untuk terus mengamati RUMBLE sih, karena mereka punya potensi untuk jadi geng motor berbahaya sebab pemimpin RUMBLE adalah Vivi, pacar mendiang Yudi, ketua SOPHOMORE yang tewas,” terang Yosi pelan.

“Njir ketua geng motornya cewek,” komen Xavi.

“Meski cewek, belum tentu lo bisa menang balapan sama dia,” jawab Yosi.

Feelingku mengatakan RUMBLE bisa jadi masalah besar di kemudian hari buat kami terutama Yosi serta Bram yang terlibat langsung dalam insiden berdarah 4 tahun yang lalu.

Bell tanda waktunya upacara bendera senin pagi yang bertepatan dengan hari pertama tahun ajaran baru pun terdengar, membuat kami berempat  yang tadi asyik ngobrol di depan kelas langsung turun. Aku melihat banyak sekali wajah-wajah baru yang mulai berduyun-duyun berkumpul di lapangan sekolah.

“Hahaha panjang umur ! Tuh anak kelas 1 yang kita omongin di atas, udah malah panas duluan. Hahaha!”

Aku lihat dua anak baru kelas 1 sedang berdiri berhadap-hadapan, meskipun keduanya diam dan hanya saling tatap dalam jarak dekat, hawa permusuhan sangat terasa sekali. Yang di sebelah kiri memiliki penampilan sangat mencolok, ia berambut jabrik dengan warna blonde dan memiliki ekspresi keras berpostur tinggi ramping. Sementara yang di kanan, juga memiliki tinggi yang sama namun berbadan sedikit lebih bongsor. Ia mengenakan kacamata dengan ekspresi yang tak kalah garang.



“Yang di kiri berambuk jabrik itu Goku, yang di kanan berkacamata itu Dejan atau Bigmac,” terang Yosi kepada kami kemudian ia berjalan mendekati keduanya. “Hei baru juga hari pertama, masih pagi gini kalian udah panas saja,” kata Yosi sambil mendekati mereka berdua.

Kedua anak kelas 1 tersebut langsung menoleh ke arah Yosi.

“Bacot lu Yos!” balas anak berambut jabrik.

Sementara si kacamata menatap Yosi lalu berkata singkat, “Datang lagi satu orang berambut jabrik, kalian kembar?”

“Sebagai kakak kelas kalian, ini adalah waktu yang paling buruk jika kalian berkelahi di sini, sabar ada waktunya ntar, tunggu saja,” ucap Yosi santai di depan Dejan dan Goku.
Keduanya baru pergi saat Bu Rini, guru BP berteriak ke arah kedua agar segera masuk ke barisan sesuai kelas masing-masing.

Kami pun berjalan menyusul Yosi

“Sepertinya gue tahu kenapa anak itu di panggil Goku, njir gue kira apa ternyata karena rambutnya doang. Dan mirip pula sama model rambut elo Yos hahaha. Ngakak gue waktu kalian di panggil anak kembar sama Dejan” ujar Xavi sambil tertawa.

Yosi diam saja.

“Nyali mereka berdua boleh juga,” komen Zen singkat.

“Iya Zen. Kalau kita bisa narik mereka ke XYZ, akan jadi tambahan yang sangat bagus. Tapi itu bukan tugas yang mudah.”

“Jadi gimana, udah nyerah kamu Yos?” aku iseng bertanya ke Yosi.

Yosi tertawa lebar lalu menatapku dengan ekspresi percaya diri.

“Sesuai kesepakatan kemarin, urusan anak kelas 1, gue yang handle. Jadi lo tenang aja Yan. Semakin susah, justru makin menyenangkan !”

Aku menepuk pelan pundak Yosi. “Lakukan secepatnya sebelum mereka datang.”

Yosi mengacungkan 1 jarinya kearahku, “1 bulan. Gue bereskan mereka semuanya dalam waktu 1 bulan, paling lambat.”

Aku mengangguk senang.

Sesuai kesepakatan kami berempat semalam, Yosi yang akan mengurus para bajingan dari kelas 1, sementara Xavi akan memberikan apapun yang kami butuhkan untuk kepentingan rencana besar XYZ.

Aku dan Zen?

Kami berdua akan fokus menyusun rencana yang berhubungan dengan SMA SWASTA XXX dan STM XXX.

Rencana besar XYZ terbilang mission imposibble dengan resiko yang amat sangat tinggi, jika kami salah mengambil tindakan, hal itu akan memicu “BOM” yang akan meledak sebelum waktunya dan menimbulkan efek domino berbahaya bagi siapapun yang berhubungan dengan tiga sekolah sekaligus.

SMA NEGERI XXX
SMA SWASTA XXX
STM XXX

“Agar bisa terbebas dari jalur neraka yang sudah di susun Axel, kita harus berubah jadi ‘setan’. Tidak ada cara lain.” aku bergumam pelan menirukan perkataan Zen tempo hari dan pada akhirnya, aku pun mengamini perkataan Zen.

Upacara hari pertama di tahun ajaran baru berlangsung lancar. Pak Tomo memberikan sambutan yang cukup normal, tidak ada yang aneh. 30 menit kemudian upacara selesai.Kami lalu menunggu guru di dalam kelas masing-masing. Kami sekelas langsung bertepuk tangan dengan meriah saat Bu Shinta masuk ke dalam kelas kami. Horee, Bu Shinta yang anggun jadi wali kelas kami di 2F. Karena masih pertama, 3 mata pelajaran sebelum istirahat berlangsung lebih santai. Kami lebih banyak mendengarkan para guru yang menerangkan tentang silabus bagi siswa kelas 2 di semester 1 ini.

Saat jam istirahat, kantin menjadi tempat sasaran semua murid. Kami berempat dan sebagian besar anak XYZ makan di lantai 2. Kelas 3 tidak ada yang keberatan atau komentar. Kami berempat menempati meja paling pojok, meja yang paling nyaman karena berdekatan dengan pagar sehingga terasa langsung hembusan angin dan juga dari sini, bisa melihat semua orang yang ada di kantin. Yosi menyenggol pundakku saat aku lihat wajah-wajah baru yang bergerombol naik ke lantai 2 dan menempati meja-meja yang masih kosong.

“Elo bolehin anak kelas 1 nongkrong di mari?”tanya Yosi.

“Apa maksudmu Yos?”

“Ya kan ketika sekolah ini masih di pegang Axel, Cuma murid kelas 2 dan 3 yang di perbolehkan nongkrong disini. Tapi sekarang elo kan yang jadi ya siswa nomor1 di sekolahan ini. Sekarang aturan tersebut, tergantung elo sih, mau elo pertahanin atau lo bebaskan buat siapa saja.”

Aku langsung teringat pengalamanku saat secara naïf duduk di lantai 2, tepat 1 tahun yang lalu, tanpa mengetahui aturan tersebut. Dan ya akibatnya,aku terlibat urusan dengan para kelas 3.

“Udahlah, aku gak akan meneruskan peraturan seperti itu, siapapun bisa duduk di lantai 2 tanpa ada masalah,” kataku sambil menikmati gorengan dan es coffemix.

“Oke lah.”

“Kalau anak kelas 3 keberatan gimana?” tanya Xavi.

“Santai saja, kalau anak kelas 3 keberatan, seharusnya mereka sudah dari tadi mereka mendatangi kita di sini atau minimal menegur anak kelas 1, tapi so far mereka tenang-tenang saja. Tentang peraturan yang lama, gue setuju sama Yandi, siapapun bisa duduk di lantai 2, kecuali meja ini gimana? Ini meja paling oke sih,” kata Zen yang akhirnya membuka suara setelah sedari tadi asyik sendiri makan mie goreng.

“Yos, anak kelas 1 yang ada di lanta 2 ini, punya sifat bajingan semua kah?” Xavi bertanya sambil memakan salad buah yang ia bawa.

“Tentu saja, butuh nyali besar buat anak baru langsung nongkong di lantai 2. Apalagi mayoritas bajingan dari kelas 2 dan 3 ada di sini semua. Menurut info teman gue, reputasi XYZ dan Edgar cs sudah mereka kenal. Dengan kata lain, mereka sudah tahu kita semua.”

“Hoho boleh juga nyali mereka,” sahut Zen.

Pantas saja, sedari tadi aku serasa di awasi oleh banyak mata dari anak-anak baru.

“Yos, tiga nama selain Goku dan Dejan, apakah mereka ada di sini?”aku bertanya ke Yosi.

“Arah jam 10, anak yang pakai bandana, Galang dari 1B. Arah jam 12, anak yang berambut kribo, Andreas dari 1E dan terakhir arah jam 3, anak yang berambut blonde dan mukanya gak bisa santai, Max dari 1F.”

Aku memandang ke arah yang di tunjukkan Yosi. Mudah menemukan ketiga anak baru yang di maksud Yosi. Karena secara bersamaan, ketiganya menatap tajam ke arahku. Boleh juga psywar dari mereka, aku angkat teh botol sambil menatap ke arah mereka sambil melempar senyum.

***

Hari-hari berikutnya di sekolah, ternyata sangat tenang sekali. Tidak terdengar kabar adanya perkelahian antara anak kelas 1. Xavi sampai bertanya ke Yosi, mempertanyakan strateginya. Yosi hanya menjawan, “Tunggu saja, butuh 1 orang lagi untuk memicu keributan,” senyum dan tatapan Yosi terlihat santai sekali. Aku pun meminta Xavi untuk slow dan mempercayakan ke Yosi.

Tetapi ketenangan di sekolah, akhirnya pecah juga karena adanya peristiwa yang yah, seperti melempar petasan ke arah anjing yang sedang tertidur. Pelakunya salah satu anak kelas 1 dan dia memilih anjing yang paling buas.

Hal ini bermula saat aku dan ketiga sohibku membawa makanan ke lantai 2 di satu jam istirahat pertama. Di saat kami hendak menuju meja yang biasa kami tempati, rupanya meja tersebut sudah di tempati Max dan 5-6 orang temannya. Max bahkan terlihat cuek saat melihat kami.

“Wah-wah boleh juga mereka cuy,” ujar Yosi sambil tertawa melihat meja khusus XYZ yang sebelumnya tidak ada yang berani menempati, kini di tempati Max cs.

“Yos, gue sisain mereka buat elo. Gue sengaja gak tegur mereka,” kata Wira dan teman sekelasnya duduk di meja bagian tengah.

“Hehehe tahu aja, bentar guys gue coba cara halus dulu.”

“Hoi Max! kalian gak tahu apa pura-pura gak tahu?” ujar Yosi setengah berteriak sehingga semua siswa di lantai 2 langsung melihat ke arah kami.

“APA?!KAMI BEBAS MAU DUDUK DI MANA SAJA! SIAPA CEPAT DIA BISA DUDUK DI MANAPUN !”

Reaksi Max ngegas membuatku gemes juga. Yosi Cuma geleng-geleng kepala. “Gue hit-”

PRANKKKK !

Makanan dan minuman di atas meja Max langsung tumpah, beberapa gelas pecah, saat ada botol di lempat ke arah meja Max. Selanjutnya aku melihat Zen mengambil garpu di meja makan terdekat dan ia menendang perut Max yang berdiri. Tendangan Zen membuat Max terdorong ke pinggir balkon, dengan cepat Zen lalu memiting leher Max dari belakang, memutarnya ke arah kami semua sehingga kami semua yang ada di lantai 2 bisa melihat Zen tengah menempelkan ujung garpu ke lubangtelinga kiri Max.

Any last words?” ancam Zen sembari mencekik Max dengan lengan kirinya. Max coba berontak namun cekikan Zen serta tekanan ujung garpu membuat Max memucat.

Teman-teman Max langsung berdiri namun tidak ada yang berani mendekat.

Aku langsung meletakkan makanan dan mendekati Zen.

“Zen, kalem !! santai! Lepaskan anak itu! Kita di sekolah ini!” kucoba menenangkan Zen yang ekspresinya datar.

“Zenn, pakai otak lo! Woi !” Xavi ikut menenangkan Zen. Sementara itu wajah Max yang tadinya memucat kini mulai memerah akibat pitingan Zen yang makin kencang.

“SIAPAPUN !! SIAPAPUN YANG COBA-COBA DUDUK DI MEJA INI SELAIN XYZ, SAMA SAJA KALIAN MENANTANG KAMI !” Zen berteriak keras sekali, membuatku khawatir ada guru yang mendengar dan Zen bisa mendapat hukuman berat. Karena berkelahi di area sekolah adalah dosa terberat bagi para siswa SMA NEGERI XXX. Aku lega saat Zen melepas garpu, mengendurkan pitingan lengannya dari leher Max. Anak-anak XYZ tertawa saat Zen menendang punggung Max sehingga ia terjengkang ke depan, namun sebelum ia terjatuh aku tahan badan Max.

“Kamu gak apa-apa?” aku bertanya kepada Max. Max dengan ekspresi yang sukar untuk di deskripsikan, langsung menampik tanganku yang coba membantunya untuk berdiri. Kemudian Max pergi dari lantai 2 di ikuti teman-temannya. Mereka pergi dengan iringan tawa mengejek dari semua orang yang ada di lantai 2. Kecualli anak kelas 1, mereka semua terdiam.

Zen lalu mengambil makannya dan memanggil Tohir, salah satu OB di sekolah yang sedari tadi rupaya berdiri diam.

“Bang Tohir, minta tolong di bersihin ya. Gue dan teman gue mau makan disini keburu dingin. Sekalian ini uang 100 ribu kasih ke yang punya gelas dan piring yang pecah, buat ganti rugi.”

Zen mengatakannya dengan santai, padahal 10 menit yang lalu ia nyaris membunuh anak kelas 1.

“Fiuh….” Aku menghembuskan nafas sambil geleng-geleng kepala.

Akibat kejadian yang cukup menggemparkan di kalangan bajingan di sekolahan, beruntung tidak ada guru yang tahu, keadaan jadi semakin tenang. Tetapi ketenangan menjelang weekend berubah jadi neraka saat Bang Tohir pada saat jam istirahat kedua, memberikan empat amplop surat kepadaku, Yosi, Xavi dan Zen. Di depan amplop tertulis nama dan kelasku.

“Apaan ini bang?” Yosi bertanya kepada Bang Tohir.

“Baca sendiri aja mas,” jawab bang Tohir sambil berlalu pergi.

Kami berempat langsung membuka amplop misterius tersebut.

Setelah pulang sekolah, kumpul di aula. Yang tidak datang, boleh pilih, mau tangan kanan atau tangan kiri yang mau pakai gips.
Your Lovely Teacher,

Indra.

Aku menelan ludah saat tahu siapa pengirim surat ini, Pak Indra. Rupanya ia sudah kembali dari masa cutinya.

“ASUUUUUUUUUUU ! Gue pikir guru iblis itu sudah gak ada di sekolahan!padahal gue ada janji mau nonton sama Asha!” teriak Xavi.

“Ini akan jadi Sabtu yang panjang,” gumam Zen sambil meremas surat tersebut dan melemparnya ke tong sampah.

Jika aku, Zen dan Xavi langsung badmood setelah membaca surat ini, lain halnya dengan Yosi yang langsung meremas surat dan menyeringai ke arah kami sambil berkata.

“Guys, ini dia trigger yang gue maksud, Indra the fucking house of pain back to the game!.”


*****
@ aula sekolah
Sabtu sore, sepulang sekolah
*****

(Pov Pak Indra)


“Semua siswa cowok kelas 1 sudah berkumpul semua?” aku bertanya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh aula yang kini penuh dengan 120an siswa cowok kelas 1 dan 10 siswa bajingan dari kelas 2 dan 3. Tentu saja tidak ada yang menjawab karena pertanyaanku memang bersifat retoris. Yang ada malah muka-muka mereka terlihat sebal karena seharunya mereka sudah pulang, namun aku kumpulkan mereka semua di sini. Terdengar suara bergumam dan bercakap-cakap sendiri, tidak ada yang menggubrisku. Aku tersenyum kecil, membiarkan mereka semua, sementara aku berjalan menuju pintu aula lalu menutupnya dari dalam.

“Kalian bisa tenang sebentar?”kataku sambil berdiri di depan mereka.Suasana yang tadinya riuh langsung sedikit tenang, meski tetap terdengar bisik-bisik yang mayoritas bertanya aku ini siapa dan kenapa mereka harus berkumpul di sini.

“Gue Indra, gue wakil kepala sekolah sekaligus guru olahraga di SMA NEGERI XXX.”

Setelah aku menyebutkan nama dan jabatanku, ada satu siswa yang menyela dengan bertanya, kenapa siswa cowok kelas 1 di kumpulkan disini.

“Ssst. Jangan menyela perkataan orang tua, nanti kalian kualat, sabar,” aku tersenyum di depan mereka. Setelah mereka semua terdiam, aku lalu melanjutkan perkataanku yang terpotong.

"Ada tiga tipe murid yang memutuskan melanjutkan SMA ke sekolah ini. Pertama, murid jenius yang mementingkan nilai akademik. Kedua, murid bajingan yang ingin menguji mentalnya. Ketiga, gabungan dari keduanya. Buat kalian anak baru yang merasa tipe murid nomor 2 dan 3, besok pagi jam 6 kumpul di gym.

Telat 2 detik atau tidak datang, maka kalian akan di anggap masuk ke kategori murid tipe yang pertama. Kalian akan di support dan di bimbing sepenuhnya untuk menjadi siswa terbaik, lulusan terbaik. Namun hal tersebut memiliki konsekuensi, jika terlibat masalah tindak kekerasan baik di dalam luar sekolah, kalian akan langsung di-DO tanpa ada peringatan. TANPA PEDULI STATUS SIAPA ORANG TUA KALIAN!" aku meninggikan suara di akhir kalimat sehingga terdengar suaraku menggelegar di aula.

Aku mengedarkan pandangan ke semua siswa baru. Terlihat wajah-wajah takut dan ternyata tidak sedikit yang tetap menegakkan kepala dan berani bertatap mata denganku, bahkan ada yang tersenyum.

Good !

"Yang kurang jelas dengan penjelasan gue barusan, silahkan maju ke depan dan bertanya langsung."

Lima anak baru maju secara berbarengan. Mereka lalu saling beradu pandang.

"Lo, elo yang pakai kacamata. Mau nanya apa lo?" Aku menunjuk 1 anak yang berbadan gempal dan berkacamata.

"Dejan. 1-B. Saya ingin bert-"

"Berhenti dulu!"

Aku yang tadinya duduk di kursi lipat lalu mendekati anak tersebut sehingga aku berdiri berhadapan dengan anak ini. Baru kelas 1 tapi dia sudah setinggi ini, batinku.

"Ini bukan acara perkenalan! Gue gak butuh nama kalian. Kalian semua akan gue panggil dengan satu sebutan, yakni pejuh! Ngerti?!" Aku menghardik tepat di depan mukanya.

"Mengerti pak. Maaf."

PLAK !!

Aku tampar wajah anak tersebut sehingga kacamatanya terlepas dan jatuh.

"DUA KATA, DUA KATA YANG PALING GUE BENCI ! 'MAAF' DAN 'MENYESAL'. SIAPAPUN YANG MENGUCAPKAN 2 KATA LEMAH TERSEBUT DI TEMPAT INI, DI DEPAN MATA GUE, GUE GAK AKAN SEGAN-SEGAN MENGHAJAR KALIAN SAAT ITU JUGA. JANGAN PIKIR GUE GAK TEGA HAJAR KALIAN.NGERTI GAK KALIAN PARA PEJUH ?!!!"

Tidak ada yang berani bersuara, hal ini yang membuatku menghardik semakin keras.

"GUE NANYA KE KALIAN SEMUA DASAR PEJUH SETAN! KALAU ADA YANG NANYA DI JAWAB !!"

Aku murka di depan mereka semua.

"Mengerti Pakk!'" jawab mereka serempak.

Setelah mendengar jawab mereka, aku mundur dan kembali duduk di kursi lipat. Aku tatap si pejuh yang tetap diam tak bergeming. Ia tidak berani mengambil kacamatanya yang tergeletak.

"Mau nanya apa lo?"

"Apa keuntungan bagi murid kelas 1 yang datang besok pagi ke sini?"

"Hey pejuh bermata empat, bokap atau nyokap elo pedagang?"

Dia menggeleng cepat. "Bukan Pak. Ibu saya PNS, bapak pensiunan."

"Oh, cuma otak pedagang yang berani-beraninya bertanya dan memikirkan untung rugi sebelum melakukan sesuatu. Baiklah, gue jawab apa untung ruginya buat yang besok pagi setor muka kesini. Keuntungan buat anak yang datang ke sini besok pagi... GAK ADA. Justru lebih banyak ruginya. Paham?"

Dia mengangguk lalu kembali ke barisan sehingga tinggal empat anak. Namun aku minta dia untuk mengambil kacamatanya terlebih dahulu sebelum kembali ke barisan. Ekspresinya boleh juga.

"Kalau kalian punya pertanyaan yang sama dengan si pejuh bermata 4, jangan buang waktu gue. Kembali ke barisan!"

Keempatnya ternyata langsung mundur kembali ke barisan. 

"Besok yang berani datang, gue pastikan kalian akan menderita!" Kataku di depan anak kelas 1.

"Dan kalian bajingan yang sudah mencoreng nama SMA NEGERI XXX, maju kesini, berbaris dan menghadap ke para pejuh!"

10 anak dari kelas 2 dan 3 yang aku panggil khusus untuk ikut briefing sore ini langsung maju dan menuruti perkataanku. Mereka berbaris, berdiri dengan pose kedua tangan di belakang. Aku mendekati mereka sembari menyeret stik bisbol. Berikutnya aku sodok kuat-kuat perut mereka dengan ujung stik bisbol, satu persatu-satu hingga mereka tertunduk. Namun mereka langsung berusaha berdiri tegak, dengan wajah berkeringat dan menampakkan ekspresi menahan rasa sakit. Tidak ada yang berani mengerang maupun bersuara sedikitpun. Mereka sudah hapal benar, hal apa saja yang bisa men-trigger gue untuk bertindak lebih kejam.

Good Dogs.

"Kalian para pejuh! Tatap muka-muka bangsat di depan kalian saat ini! Apapun penderitaan yang akan kalian alami besok dan seterusnya selama kalian bersekolah di sini, adalah kesalahan mereka semua. 100 % TANGGUNG JAWAB MEREKA !! MEREKA ORANG YANG PANTAS KALIAN BENCI  HINGGA KE TULANG SUM-SUM!!"

Klontang..

Kulemparkan stik bisbol secara sembarangan. Suaranya bergema di ruang aula. Aku menikmati sekali hawa panas dan hawa kebencian yang menguat di sini.

"Tenang saja, buat kalian para pejuh bibit bajingan yang punya nyali dan mental lebih untuk datang ke sekolah besok pagi, kalian akan punya kesempatan untuk bermain dengan para cecunguk-cecunguk jembut ini..Sekarang, bubar kalian semua!!!"


*****
@ lap basket SMA NEGERI XXX
Keesokan harinya, Jam 6 pagi
*****


(POV Yandi)

Aku beruntung, beruntung karena beberapa terakhir ini setiap sore rajin jogging. Jika Pak Indra meminta anak kelas 1 datang jam 6 pagi, lain halnya dengan kami anak kelas 2 dan 3. Kami di minta Pak Indra untuk berkumpul jam 4.45 pagi. Pak Indra sempat memuji saat kami bersepuluh sudah berkumpul di lapangan basket. Setelah melakukan pemanasan selama 15 menit, kami di minta berlari mengelilingi lapangan basket. Terlihat sepele. Namun kami tahu kebiasaan Pak Indra menaruh semacam punchline di akhir kalimat.

“Sampai anak kelas 1 datang dan berkumpul di sini. Yang berlari paling akhir, pastikan kalian tidak sarapan sebelum ke sini agar kalian tidak mengotori lapangan ini dengan muntahan busuk kalian dan bebeapa variasi hukuman lainnya. Tidak ada pengecualian termasuk elo, Bram.”

“Siap pak!” Bram yang memiliki handicap fisik menjawab perintah Pak Indra dengan lugas.

Sialan, luas lapangan basket sekitar 26 x 14 meter alias 364 meter. Kalau hitungan kasarnya butuh waktu 1 menit untuk berlari 1 putaran, kalau kami di minta lari selama 1 jam. Itu artinya 364 meter x 60 menit = 21, 8 Km atau 60 kali putaran!

Sebelum berlari, aku bilang ke mereka untuk jaga kecepatan minimal tidak meninggalkan Bram.

“Leader kita emang baik hati ya,” puji Bram di depanku Yosi, Zen, Xavi, Edgar, David, Heru, Satya dan Heru. Yosi melengos.

“ANJING! KALIAN APA MESTI GUE HAJAR DULU BARU MULAI LARI?” tegur Pak Indra sambil menyalakan rokok.

Dan “neraka ala Pak Indra” pun di mulai.


50 menit kemudian…

Aku sudah tidak bisa merasakan badanku, rasanya seperti melayang, aku kehilangan focus dan perhitungan di putaran ke 35 atau 40 menit setelah di mulai. Selanjutnya aku bukan seperti berlari, tapi menyeret kaki.

“1 langkah lagi…1 langkah lagi..” aku bergumam sambil terus memotivasi diriku sendiri.
Setelah 7 kali putaran, Bram tumbang terlebih dahulu di susul anak kelas 3 lainnya setelah melewati 10 kali putaran. Yosi dan Zen mereka tumbang bersamaan di putaran ke 13. Lumayanlah untuk ukuran perokok berat. Hingga tersisa aku dan Xavi. Aku meminta Xavi agar menjaga kecepatan dan menurunkan hingga butuh 1,5 menit untuk keliling 1 x putaran. Namun di putaran ke 29, Xavi mengaku menyerah.

“Bang…sat…gue mampus di sini Yan..!” Xavi pun ambruk sehingga menyisakan aku sendiri. Sekilas aku melihat sekeliling, bahwa kelas 1 mulai berdatangan. Mungkin mereka heran melihat pemandangan aku berlari seorang diri, sementara 9 orang lainnya terkapar terbaring di sekitaran lapangan basket. Namun aku tidak mau fokusku terganggu. AKU PAKSA KAKIKU UNTUK TERUS MELANGKAH !!!

Tetapi fisikku ada batasnya juga, aku terjatuh bergulingan saat kedua kakiku malah bersenggolan sendiri. Aku tidak mampu bangkit. Aku melihat jam dinding besar yang terpasang di depan gedung guru, jam 5.49

Sialan, padahal tinggal 11 menit lagi.

“KALIAN JEMBUT, CEPAT BERDIRI ! GUE HITUNG SAMPAI 5 ! SATU..DUA..!” teriakan Pak Indra membahana pagi itu. “YANG TIDAK SANGGUP BERDIRI SETELAH 5 DETIK, GUE KASIH BONUS PIJAT GRATIS!”

Trankkk..

Kami hapal bunyi apa itu, itu adalah bunyi stik bisbol yang di seret di lapangan, salah satu cara Pak Indra untuk meneror mental kami.

Aku beruntung karena tumbang di dekat tiang bendera, sehingga sambil berpegangan di tiang bendera akhirnya aku bisa berdiri, namun terlambat karena sudah lebih dari 5 detik!

BUGH!

Pak Indra memukul tulang kering kananku, yang tentu saja membuatku langsung bergulingan sambil memegangi tulang kering yang di pukul keras sekali. Aku bahkan sampai mengira tulang keringku patah, namun aku lega karena masih utuh, tapi tetap saja bakalan bengkak sampai beberapa hari ke depan. Setelah memukulku, Pak Indra berkeliling memukuli kami semua anak kelas 2 dan 3, termasuuk Bram, Yosi, Zen, Edgar dan Xavi bisa tegak berdiri sebelum 5 detik.

“JANGAN BERHARAP KEADILAN DARI GUE, KALIAN MEMANG BISA BERDIRI SEBELUM 5 DETIK, TETAPI KALIAN TETAP GAGAL MENYELESAIKAN TANTANGAN MENGELILINGI LAPANGAN.”

Entah apa yang ada di pikiran anak kelas yang sudah berkerumun di pinggir lapangan, melihat Pak Indra menyiksa kami kakak kelas mereka dengan pukulan, tendangan, injakan di sertai makian yang luar biasa menyiksa mental hingga kami bersepuluh pada akhirnya muntah-muntah. Pak Indra baru berhenti menyiksa kami saat jam berdenting 6 kali menandakan sudah pukul 6 tepat.

“KALIAN PEJUH, CEPAT BERKUMPUL DI TENGAH LAPANGAN !” Hardikan Pak Indra membuat anak-anak kelas 1 yang datang pagi ini, langsung berlarian berkumpul di tengah lapangan basket. Sementara Pak Indra berkeliling untuk menghitung berapa anak kelas 1 yang datang, aku merangkak dan dengan susah payah bisa duduk bersandar tiang di depan ruang guru. Dan kulihat, kesembilan rekanku juga melakukan hal yang sama, mencari tempat sandaran.

“Yan..uhuk…uhuk…” Yosi yang bersandar di salah satu pohon dekat ruang guru memanggilku. Aku tak kuasa menjawab, hanya mengangguk pelan.

“Mari kita nikmati pertunjukkannya,” kata Yosi.

“ada 49 siswa yang merasa dirinya jagoan ternyata. Boleh juga. Sekarang, dengar baik-baik perintah gue. Kalian sudah seminggu bersekolah di sini, sudah pasti kalian sudah memiliki gambaran siapa di antara kalian, siswa kelas 1, yang paling kuat. Jadi perintah gue sederhana. Dalam hitungan kesepuluh, kalian harus sudah berbaris di belakang sesama pejuh dari kelas 1 yang kalian ikuti ! alias yang kalian akui ketangguhannya. Dimulai dari..SEKARANG !”

Tak butuh lama, kerumunan besar itu sudah akhirnya terpisah-pisah sehingga akhirnya kini tersisa 5 barisan besar. Siswa kelas 1 yang berdiri paling depan adalah Goku, Dejan, Max, Andreas dan Galang. Aku sama sekali tidak terkejut. Justru yang membuat ini semua makin menarik adalah saat Pak Indra meminta 5 barisan besar untuk saling menjaga jarak sekitar 2 meter sehingga kini terlihat jelas berapa  masing-masing follower yang di berdiri di belakang kelima siswa tersebut. Kemudian setiap baris di minta untuk berhitung.Setelah hitungan selesai, aku kaget mendapati komposisi yang cukup aneh.

Dejan dan Goku yang di sebut Yosi adalah 2 yang terkuat di antara mereka berlima, justru memiliki follower yang jomplang. Goku memilik follower terbanyak yakni 13. Sementara Dejan, hanya ada 5 anak yang berdiri di belakangnya alias memiliki follower paling sedikit!

Sementara yang lain, Galang memiliki 11 follower, Andreas dan Max memiliki follower yang sama yakni 8.

Ini bakalan gila kalau Pak Indra memilik rencana untuk mengadu kelima grup yang ada di kelas 1.

“Oke, sekarang kita mulai permainan sesungguhnya! Kalian pejuh yang berdiri paling depan, maju 3 langkah.”

Kelima anak kelas 1 langsung maju menuruti perintah Pak Indra.

“Kalian sebentar lagi akan mengalami game yang gue sebut sebagai ‘Betrayer Game’ dimana kalian yang berlima yang di jadikan leader akan melawan follower atau melawan pengikut kalian sendiri! HAHAHA!”

Bukan hanya anak kelas 1 yang terkaget-kaget, kami semua yang mendengar tentu saja kaget.

“Nah buat kalian yang para follower, lawan orang yang kalian anggap sebagai pemimpin kalian dengan kekuatan penuh! Siapa saja yang menahan kekuatan, gue akan tahu, dan kalian akan gue siksa sepanjang kalian bersekolah di sini hingga kalian yang tidak tahan akan memilih keluar dari sekolah ini.”

Gilaa, Goku yang memiliki keunggulan memiliki follower terbanyak kini malah keunggullan tersebut menjadi senjata makan tuan! Sementara Dejan yang memiliki follower paling sedikit akan berada di atas angin karena hanya akan melawan 5 orang !

Ketika Pak Indra berteriak mulai, lapangan sekolah langsung menjadi lokasi tawuran ! ancaman dari Pak Indra aku lihat membuat para followers tidak ada yang menahan kekuatan ! tega atau tidak mereka harus menyerang teman yang mereka anggap sebagai pemimpin kelompok! Aku merinding jika membayangkan aku mengalami situasi yang sama.

Aku melawan Yosi, Xavi dan Zen.

Sukar di bayangkan dan semoga tidak terjadi !!!

Dejan meski Cuma melawan 5 temannya tetapi ia cukup kesulitan karena lima orang tersebut berbadan besar dan tidak bisa ia robohkan lewat 1 kali pukulan. Ayuanan pukulannya mantap sekali ! dan ia cukup tahan pukul. Pertarungan jarak dekat Dejan vs 5 orang lebih menarik perhatianku dibanding yang lain. Ketika akhirnya Dejan berhasil mengalahkan kelima followernya, ia Nampak puas dan tiba-tiba ia menatapku. pandangan kami beradu, itu jelas tatapannya seolah seperti menantangku. Ia baru berhenti menatapku saat ia akhirnya terduduk di lantai, ngos-ngosan.

Goku yang memiliki follower terbanyak justru sangat dominan ! ia mengkandaaskan perlawanan teman-temannya lewat 1 kali pukulan! Ia juga tahan pukul saat ia menerima uppercut dan tendangan ke arah rusuk dengan tetap berdiri. Ia berhasil menyelesaikan tantangan tak lama setelah Dejan selesai.

Galang, anak kelas 1 yang terlihat paling kalem, ternyata punya gaya berkelahi yang cukup mengejutkan. Ia memiliki pukulan yang menurutku biasa saja, tetapi lain halnya ketika ia bermain dengan kakinya yang panjang.Galang memanfaatkan tinggi badannya dengan baik, mayoritas kawan-kawannya tumbang setelah terkena tendangan di bagian rusuk.

Sementara itu Andreas, yang memiliki postur seperti Xavi saat masih kelas 1, ternyata berbadan gempal. Ia tidak terlalu lincah, tetapi memiliki pukulan uppercut yang sudah lebih dari cukup untuk membuat followernya pingsan. Dengan postur pendek namun memiliki fisik kekar, pukulan uppercutnya jelas menjadi senjata yang ampuh !

Ketika aku melihat ke Max, anak kelas 1 yang nyaris kena tusuk Zen, ia terlihat kedodoran melawan tujuh followernya secara bersamaan. Tidak ada yang terlalu menonjol dari Max, namun setelah susah payah akhirnya Max menyelesaikan tantangan paling terakhir.

Gila, lapangan basket isinya orang pingsan dan mengaduh kesakitan.

Yosi tertawa saat melihatnya. Namun di saat kegilaan Pak Indra, aku pikir sudah   selesai,Pak Indra meminta kami, 10 orang dari kelas 2 dan 3 serta kelima bajingan dari kelas 1 untuk mengikutinya menuju ke satu bangunan yang dulu menjadi sempat menjadi ruangan sekretariat OSIS sebelum akhirnya ruang Osis di pinda dekat aula, sementara ruang yang lama di tutup untuk di renovasi. Kami tidak ada yang tahu ruangan tersebut di renovasi menjadi apa, sampai akhirnya Pak Indra mengajak kami berlima belas masuk ke dalam ruangan yang gelap sekali. Dan saat lampu menyala, kami semua terperangah.



Sasana tinju? Sekolahan kami membangun sasana tinju?

“Selamat datang di tempat dimana gue bisa menyiksa kalian sampai puas dan tempat resmi buat kalian yang ingin membuktikan siapa bajingan yang terkuat di sekolahan ini!!! ahahha” kata Pak Indra sambil tertawa dan membentangkan kedua tangannya sambil menghadap kami.

“Kejutan belum sampai di sini, karena gue punya asisten yang akan ngebantu gue untuk menyiksa kalian, kebetulan asisten gue itu berasal dari pejuh gue yang bersarang di memek istri, alias anak gue. Hey, anak haram ! lo dimana? Keluar!”

“Di kamar mandi ! wait !”

Seru seseorang dari satu ruangan yang sepertinya adalah kamar mandi. Ketika pintu terbuka, muncul seorang pemuda bertubuh tinggi ramping dengan rambut terkuncir.

“Halo guys!” sapanya ramah.



“Toni?” kami semua yang sudah mengenal Toni secara serempak menyebut namanya. Toni adalah anak dari Pak Indra? Alumni SMA SWASTA XXX akan menjadi trainer di SMA NEGERI XXX???! Itu berarti Vino juga anak dari Pak Indra??

WHAT THE FUCK!!

“Ah senang rasanya kalian gak nglupain gue. Halo Bram, Edgar dan juga Yandi..” Jika Bram justru tertawa hingga terbahak-bahak, aku langsung menoleh ke arah Yosi lalu menariknya sedikit menjauh. Xavi dan Zen ikut mendekati kami.

“Yos, katakan, kamu sudah mengetahui ini semua?”

Yosi menatapku.

“Gue hanya mengetahui bahwa sekolah kita membangun sasana tinju secara diam-diam, asumsi gue jelas, Pak Indra yang akan jadi tukang siksa di sini karena background dia dulu adalah seorang boxer dan prediksi gue juga tepat kalau sasana akan di pakai untuk mengurangi perkelahian liar antar bajingan di sekolah kita. Semuanya tepat sesuai prediksi gue, kecuali tentang Toni. I have no fucking clue kalo Toni anaknya Pak Indra. Bangsat..kehadiran Toni benar-benar di luar prediksi gue..”

“Anjing.. Setelah kalah di Studi Banding, kehadiran Toni di sini akan membuat semuanya jadi makin rumit ! Keparat memang si Indra,” seru Xavi pelan.

“Permainan jadi semakin menarik….khu…khu…khu..” Zen tertawa terkekeh dengan suara yang aneh.

Kehadiran Toni sedikit banyak membuat rencana yang sudah kami susun menjadi semakin sulit.

“Guys, malam ini kumpulkan semua anggota XYZ. SEMUANYA,”kataku dengan nada tegas.


= BERSAMBUNG =

9 comments for "LPH #74"

  1. LPH SECOND GRADE, officially started !!

    ReplyDelete
    Replies
    1. neraka ciptaan axel akhirnya dimulai. mantap master. sehat selalu. have a nice day

      Delete
  2. Ganas diawal season dua, gass trs ngetiknya om

    ReplyDelete
  3. Woooohoooo
    Mulai juga ini second grade
    Sehat selalu Om Panth

    ReplyDelete
  4. Om panth, ada sedikit typo mnrt ane.. Itu mulustrasi agung itu ank SMA XXX, bkn nya STM XXX ya?

    terus, virgil pindah sekolah ke STM XXX kah?

    ReplyDelete
    Replies
    1. oke, sip. utk Agung sudah gw koreksi


      Vrigil memang anak STM XXX kelas 3 dari awal. Dia setahun di atas angkatan Elang, Yandi, Vino

      Delete
  5. Oke om panth, ane ketuker puput n virgil.. Hehhee

    Btw om panth, numpang nanya bole?
    Om tije pindah kmn ya? Di CC n di wattpad ga ada update soalnya

    ReplyDelete

Post a Comment