LPH #91
Episode 91
Senja di Tanah Anarki bagian Akhir
(POV Yosi)
“Yos, mampir ke Indomaret dulu, mau ada yang gue beli. Kalau udah di kosan, mager mau keluar lagi,” pinta Dea saat kami berdua sedang berhenti di lampu merah.
“Oke, mau Indomaret mana?”
“Yang searah kosan aja yang di kiri jalan deket Geprek Bensu.”
“Okeh,” kata gue sambil mengelus lutut kanannya yang berada di sisi motor.
“Ihh geli tau,” ujar Dea sambil menepis tangan gue dari atas lututnya.
“Gimana gak geli, lo pake celana legging ketat sih.”
“Kenapaa? Lo gak suka gue pake lengging?”
“Hahaha gue sih gak pernah ngatur lo mau pakai celana atau baju seperti apa sih. Senyamannya lo aja.”
“Ya iyalah senyamannya gue,” jawab Dea ketus.
Gue menengok ke belakang. “Ampun dah judes amat, lagi mens ya?”
“Iya perut gue mulai nyeri nih, tanda mens. Makanya gue mau lo mampir ke Indomaret dulu, mau beli Kiranti dan pembalut. Di kosan abis. Yos, lama amat sih ini lampu meraahh! Udah terobos aja, gak ada Polisi juga di perempatan sini,” kata Dea.
Gue ketawa. Dea memang kalau lagi menjelang mens, sifat judes dan rese’nya terakumulasi jadi satu.
“Yakin nih terobos?”
“Iyaak.”
“Pegangan,” kata gue. Dea bukan cuma memegang namun juga memeluk gue erat dari belakang.
Gue lihat sikon jalan, lampu merah sini memang lama sih. Pake penanda waktu 75 detik. Tujuan gue sih lurus, tapi jalur dari sisi kiri sedang hijau. Gak mungkin gue terobos karena padat dan termasuk jalur bus-bus besar AKAP. Kesempatan gue menerobos adalah saat jalur kiri sudah merah dan jalur depan gue udah hijau. Mayoritas sih dari jalur depan akan lurus. Namun pasti tetap akan ada kendaraan atau bis yang berbelok ke arah kiri. Perpindahan lampu hijau dari jalur kiri ke jalur depan menjadi peluang gue untuk menerobos. Apalagi posisi motor Beat gue berada di lajur paling depan, sebelum zebra cross.
Gue memperhatikan dan menghitung mundur lampu merah dari lajur kiri berubah jadi lampu kuning, karena itu saatnya gue tancap gas! Sebelum kendaraan dari jalur depan mulai jalan karena gantian lampu hijau sudah menyala.
Satu…dua…SEKARANG !
Gue tancap gas! Motor terakhir yang dari lajur kiri agak kaget karena melihat gue nekat menerobos. Beruntung posisi dia juga kencang karena mengejar lampu sebelu lampu merah, sehingga ia tetap menancap gas meski sedikit mengambil jalan agak melebar untuk menghindari gue.
“GOBLOGGGGGGHHHH!” terdengar umpatan kesalnya saat gue nekat memotong jalurnya.
“Maaapp bang!” jawab gue sambil ketawa.
Ketika gue sudah sampai di seberang, bertepatan dengan lampu hijau menyala dari sini sini. Fiuh aman. Dea masih memeluk gue, ia tetap tenang tidak berteriak atau reaktif seperti di awal dia sering gue bonceng. Awalnya dia sering kesal dan protes karena gue kalau bawa motor gak pernah santai dan belok-belok sana sini, menyelip di antara mobil-mobil bahkan naik ke atas trotoar serta masuk jalur busway jika kondisi macet dan tak jarang main terobos lampu merah kalau buru-buru. Namun lama-lama Dea menyerah untuk memprotes sikap gue yang berangasan kalau bawa motor dan terbiasa gue bawa kencang kalau naik motor haha.
Gue baru berhenti di halaman Indomaret yang udah dekat sama kosan Dea. Dea langsung turun tanpa melepas helmnya. “Mau nitip gak?”
“Tisu mejik kalau ada.”
“Issh bego,” jawab Dea kesal.
“Titip Sprite dingin ajah!” gue teriak kepada Dea sebelum ia masuk ke dalam Indomaret. Di beliin syukur, enggak juga gak apa-apa. Gue senang sih godain Dea kalau dia menjelang mens gini ahahaha.
Sambil menunggu Dea belanja, tanpa turun dari atas motor, gue cek ponsel. Aih tumben sepi nih grup WA XYZ dan F4. Kalau grup WA kelas 2F, aktif sih cuma gue jarang nimbrung lebih ke SR karena itu grup serius karena ada Bu Shinta sebagai admin. Di grup itu lebih banyak bahas tentang pelajaran dan info seputar akademis. Ya wajar sih kalau grup XYZ dan F4 sepi, apalagi kalau weekend gini. Sibuk dengan urusan, hobi dan kesenangan masing-masing.
Gue mengantungi kembali ponsel saat Dea sudah keluar membawa satu kantung belanja Indomaret. “Nih Spritenya,” kata Dea sambil ngasih ke gue sebotol Sprite nan dingin. “Makasih beb.”
“Ih beb. Gak elo banget,” komen Dea.
Gue ketawa. Gue minum dikit Sprite dingin yang nyatanya nyegerin ini. Setelah beberapa teguk, gue taruh di dahsboard motor. Kemudian gue lanjut lagi jalan ke kosan.
Karena Dea mukanya agak kusut karena menjelang mens, gue gak mampir di kosan. Setelah nganterin Dea balik, gue juga langsung cabut. Tapi masih sore banget sih ini, baru jam setengah 6. Mau pulang kok tanggung. Lalu gue ingat, speaker di kamar gue rusak, gue butuh speaker baru. Okelah, cuss ke Outlet Harman Kardon
***
Sambil berbaring di tempat tidur, gue memandang speaker baru yang gue beli tadi di Mall. Gue letakkan di atas meja kamar.
Harman.Kardon Go + Play warna hitam
Ganteng bener kek yang punya.
Gue lalu buka Youtube untuk cari lagu yang rancak cocok untuk ngetest speker ini dengan volume maksimal. Tadi udah di coba sih di outletnya tapi tidak dengan volume maksimal. Jadi mumpung gue lagi di rumah sendirian mari kita coba ini speaker mahal yang membuat gue ngrogoh rekening gue sampai 5,5 juta. Gue setel maksimal biar tetangga gue juga ikut senang dengarnya karena gue udah punya speker baru hahaha!
Gue ketawa ketika di beranda Youtube gue muncul satu video lagu yang lagi populer, di versi remix pula. Seru nih dan cocok dengan suasana hati gue yang lagi feeling good ! Sunday best !
(DENGERIN KUY!! WKKK)
Menurut gue setiap orang pasti punya satu lagu kesukaan dengan genre yang tidak biasa ia dengarkan. Library musik gue di ponsel penuh dengan band-band punk rock, emo serta metal. Jadi mendengarkan lagu yang sedang viral dan di remix sama netijen +62 sungguh sangat feeling good like asu, ahahah. Tetangga kiri-kanan gue pasti senang mendengarnya like asu wkk.
“Feeling good, like I should
Went and took a walk around the neighborhood
Feeling blessed, never stressed
Got that sunshine on my sunday best”
Went and took a walk around the neighborhood
Feeling blessed, never stressed
Got that sunshine on my sunday best”
Ya hari ini memang sangat feeling good buat gue. Karena di hari Minggu nan cerah ini gue bisa touring tipis-tipis sama Dea. Kami dari pagi motoran ke Pantai Rembulan di Kota HHH, ya hitung-hitung touring tipis-tipis 4 jam ke sana. Bisa lebih cepat sih kalau bawa mobil terus masuk ke tol cuma 1 jam. Cuma gue dan Dea lebih suka motoran, lebih bebas. Ya dari pantai kami lalu main ke Mall di Kota HHH, kota yang sebenarnya mirip dengan Kota XXX, yakni kota di daerah pesisir. Cuma untuk urusan pantai, pantai Rembulan di Kota HHH lebih keren sih daripada Pantai Marina di Kota XXX. Karena lebih bersih dengan ombak yang lebih gede jadi lebih asyik.
Gue belum puas siksa nih speaker baru. Jadi gue bawa ni speaker ke ruang tamu dan kembali gue setel lagu remix disko ajojing ala-ala warung remang-remang jalur pantai utara.
(DENGERIN KUY!! WKKK)
Wahh kok enak juga ini remix-nya Kertonyono Medhot Janji. Aiih bahagia itu memang sederhana ternyata. Minum segelas prite campur sama batu es sambil dengerin ini lagu, full nyatanya nyegerin dan feeling good!
BRAKK!!
Gue terlonjak kaget karena pintu rumah seperti di hantam atau kena tabrak sesuatu dari luar kenceng banget! Saking kerasnya sampai kedengeran suara benturan di tengah lagu remix hingar bingar yang gue setel. Hal pertama yang terlontar di pikiran gue adalah bokap datang dan gak suka dengar ini lagu di putar kencang sekali jadi beliau menggedor pintu kencang-kencang. Lalu hal kedua yang terpikir adalah gue di labrak sama tetangga karena dengar speaker gue yang luar biasa nyaring.
Jujur cuma itu saja yang terpikir.
Namun gue salah, karena setelah gue buka pintu, yang berada di depan bukanlah bokap atau salah satu tetangga gue yang marah-marah. Melainkan satu pria asing berbadan ceking yang mengenakan pakaian serba kulit. Kantung matanya terlihat hitam, kuyu. Matanya juga cekung. Ini wajah khas para pecandu kelas berat drugs!
Gue sih gak takut cuma…yang bikin gue jiper adalah ini orang bawa golok di tangan kanannya. Dan di belakangnya, di halaman teras gue udah banyak berkumpul orang-orang berpenampilan dan berwajah garang. Mereka semua kompak membawa berbagai macam senjata dan menatap ke arah gue.
Anjing, apa-apaan nih !
“Yosi.. Bos Bara titip salam buat lo…” kata orang ini sambil menyeringai.
Bara? BLOOD CREEEP! BAJINGGAAAAAAAAAANNN ! GUE DI KEPUNG KRU BLOOD CREEP YANG BERSENJATA, DI RUMAH GUE SENDIRI !!!! KEPARATTT!
Syutt !!!
Jleb!
“Ta..ikk,” gue mengerang.
Rasa nyeri, perih campur panas terasa di bagian lengan kanan. Luka akibat sabetan golok yang mengenai lengan kanan membuat darah mengucur.
“Hiattt!”
Saat si penyerang hendak kembali menebas, gue mundur dan menutup pintu dengan cara membanting. Memang pintu tidak bisa tertutup karena ada tangan terjulur namun sudah pasti ia kesakitan karena terjepit pintu. Gue tahan dan jepit sekuat tenaga
“Anjinggg!! argghhhh !” raungnya.
BRAK !
Gue terjengkang ke belakang karena pintu di dobrak beberapa orang sekaligus dari luar. Gue pun segera berdiri, gue tendang perut orang yang menerjang dan gue selesaikan dengan hantaman ke bagian rahangnya. Ia pingsan dan pisau yang ia pegang terlepas. Gue segera meraih pisau. Lima sampai enam orang di susul si pemadat yang sepertinya pemimpin grup, sedang mengusap-usap tangannya yang membekas merah karena gue jepit dengan pintu, masuk ke dalam rumah. Mereka menyebar mengelilingi gue, semunya nenteng sajam meski ada satu orang yang membawa pipa besi.
“Tangkap dia, ya bolehlah di sabet, sobek-sobek dikit. Asal jangan di mampusin di sini. Kita perlu dia hidup-hidup,” katanya.
Satu orang di antara mereka melipat kembali pisaunya lalu di selipkan di balik kaus kaki. “Kalau gak boleh matiian ini anak sekarang, mending gue pakai tangan kosong bos. Kalau gue pakai pisau, gue susah kontrol. Bawaannya pen nusuk muluk,” katanya.
“Terserah dan cepat jangan buang waktu.”
“Beres bos,” jawab orang tersebut sesumbar.
WUSH !
Pukulannya bisa gue elak dan begitu juga tendangannya. Gue terjepit tetapi gue mesti tetap tenang. Pertama gue mesti kalahin nih preman songong ! Setelah beberapa kali cuma bisa defense, gue balas. Gue tepis tinjunya ke atas, gue pegang kerahnya lalu gue hantam mukanya beberapa kali, darahnya ngocor dari hidung. Satu pukulan pamungkas mengirim ini orang tidur lebih cepat.
BAM !
Melihat salah satu orangnya nyungsep karena udah ngremehin gue, membuat wajah sang ketua preman merah padam.
“Cih, kelamaan ! kalian semua cepat ringkus dia !” perintahnya.
Gawat ini, mana ruang tamu rumah gue gak begitu luas, sempat terpikir untuk lari masuk ke dalam kamar. Tapi bisa di acak-acak rumah gue dan malah bisa di bakar duluan. Kalaupun gue lari, gue mesti bawa mereka jauh dari rumah gue. Gue bakal selamat kalau gue bisa pergi ke tempat ramai. Oke, gue mesti bisa pergi keluar ke arah jalan besar which is jaraknya 200-300 meter dari rumah. Gue mesti kesana karena percuma lari ke tetangga. Gak akaan ada yang bisa bantu.
“Heh, jangan lari lo !” teriak salah satu di antara mereka ketika gue lari masuk ke dalam. Tujuan gue adalah keluar dari rumah lewat pintu samping. Gue lari kenceng melintasi halaman depan hingga pagar rumah. Bangsat di depan pagar rumah ternyata ada 1 mobil van dan beberapa motor trail. Gue kaget karena dari mobil van, pintu terbuka dan keluar satu orang menghadang. Reflek gue lari sambil menendang. Dia mengelak dengan cara menghindar ke samping. Ah jalur lari gue jadi terbuka. Gue langsung aja lari. Namun samar-samar gue dengar suara motor yang amat sangat berisik di depan sana lalu dari simpang tiga dari arah kiri muncul rombongan para pengendara moge.
BRUM…BRUM…BRUM…BRUMMM…BRUMMM!
Matih gue kalau ini adalah rombongan Blood Creep yang datang. Ada sekitar 7-8 pengendara moge Harley Davidson classic. Mereka lantas mematikan mesin motor, satu pengendara yang berada paling depan, turun dari motor sambil melepas helmnya.
“Mau kemana lo Yos..” katanya.
Anjay Bang Hasan teman Mas Karjo yang datang !
“TUH ANAKNYA, AYO CEPAT RINGKUS!” teriak para pengejar gue ramai. Namun mereka sontak berhenti mengejar saat tahu ada para pengendara moge dan satu orang berwajah garang memegang kepala gue dari belakang. Sialan, main pegang kepala gue aja ini orang tua, batin gue.
“Kalian ngapain kejar ini anak?” tanya Bang Hasan ke arah mereka.
“Gak usah ikut campur lo! serahin tuh anak!”
“Serahin, nyerahin ke kalian? Kalian yang ngejar sambil bawa golok? Gak malu kalian cuma nangkap satu anak SMA seperti mo nangkap gangster,” tukas Bang Hasan.
“Bacot lu!kalau gak cepat lo serahin……” omongan orang-orang ini keputus tiba-tiba. Gue nengok teman-teman Bang Hasan sudah berdiri di belakang. Merokok sambil menimang-nimang kunci inggris yang berukuran besar.
“Udah sana kalian pergi angkat kaki dari sini, sebelum otak bebal kalian gue encerin pas gue getok kepala inih kunci…” umpat salah satu teman Bang Hasan yang berkepala plontos sambil tetap mengepulkan asap rokok.
“Tapi kalau kalian gak mau pergi, yawis, kita perang di sini, di gang kecil di area perumahan padat warga. Di saat kita ngebacot sekarang ini, gue yakin ada warga yang nelepon Polisi. 5-10 menit Polsek terdekat dari sini, ya cukup untuk patahin kaki kalian. Jadi polisi enak ngumpulin sampah kek kalian,” lanjutnya.
Gila, gue harap mereka ambil opsi untuk angkat kaki. Karena kalau sampai perang sajam di sini, bakalan ke ekspose jadi ramai masalah. Gue lihat pemimpin mereka diam dan kemudian melakukan pangggilan telepon dengan ponselnya, tiba-tiba terjadi perubahan mukanya. Dari yang bermuka masam sejurus kemudian tersenyum.
Feeling gue gak enak bangsat,
“Ayo cabut ! masih ada hari lain untuk kita bersenang-senang,” perintahnya. Anak buahnya lalu berlarian mengambil kendaraan setelah mendengar ini orang kasih perintah. Sementara ia tetap berdiri menatap gue.
“Ini baru permulaan, kita akan segera bertemu lagi…” ancamnya dengan suara yang tegas dan meyakinkan.
Gue merinding.
Mereka ini gangster yang menghalalkan cara. Kalau mereka gak bisa ringkus gue, mereka bisa jadi mengambil orang-orang terdekat gue sebagai gantinya ! fuckkk! Ketika akhirnya rombongan Blood Creep pergi, tanpa menghiraukan Bang Hasan, gue lari kembali ke dalam rumah. Gue segera menyambar ponsel.
Dea adalah orang pertama yang terpikir.
“Halo, ada apa?” jawab Dea dari telepon.
Gue lega karena Dea sepertiny baik-baik saja. “De, tolong lo jangan keluar-keluar dari kosan hari ini. Kalau lapar pesan Go-Food aja. Terus besok ke sekolah lo naik Go-Car dulu selama beberapa hari ke depan, pulangnya juga. Jangan pergi-pergi sendirian. Untuk beberapa hari ke depan, gue ada urusan.”
“Emang kenapa sih?”
“Blood Creep. Barusan mereka main ke rumah gue.”
“Apa? Lo gak apa-apa? Lo di mana sekarang?” Dea yang suaranya tadi terdengar malas-malasan langsung meninggi ketika gue menyebut Blood Creep. Gue ke Dea hampir tidak lagi rahasia, termasuk tentang gue yang jadi incaran Blood Creep, gue ceritain semua.
“Gue gak kenapa-kenapa, kebetulan pas lagi ngumpul sama tetangga. Jadi mereka gak berani macam-macam dan pergi,” gue berbohong agar Dea tidak khawatir, gak mungkin gue cerita lengan gue sobek kena tebas golok. “Yadah, ini gue mau pergi dulu, stay safe.”
“Oke, kontak-kontak.”
Klik.
Fiuh Dea aman. Selanjutnya gue telepon Yandi.
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi..”
Sialan, gak aktif lagi nomornya. Gue coba beberapa kali namun tetap saja tidak aktif. Berikutnya gue telepon si Rio. Nomornya aktif namun tidak ada yang menjawab. Gue cek status WAnya 15 menit yang lalu, dia sedang bersama Novi, pacarnya di dalam bioskop. Gue agak lega karena bisa jadi hp Rio di silent dan ia pun sedang berada di tempat publik.
“Nomor Yandi gak bisa di hubungi, nomor Rio tersambung namun gak di angkat,” kata gue saat melihat Bang Hasan sedang ngrokok sendirian di ruang tamu.
“Teman-teman Abang kemana?”
“Udah pada balik.”
Selanjutnya Bang Hasan bercerita, kalau teman-temannya cabut setelah Bloood Creep pergi. Mereka baru saja selesai touring keliling Kota XXX lalu sebelum kembali ke homebase, Bang Hasan mengajak mereka mampir ke rumah gue dan tanpa di sangka mereka melihat gue berlarian sembari di kejar gerombolan preman membawa sajam. Gue ngrasa lega dan merasa hutang nyawa sama Mas Karjo dan teman-temannya. Kalau saja Mas Karjo gak minta Bang Hasan untuk “ngurus” gue, gue bakal kena garuk Blood Creep.
“Maaf Bang, gue belum sempat ucapin terimakasih ke teman-teman Abang. Gue panik.”
“Iya woles.”
“Bang, itu semua teman-teman Abang di club moge, orang JONG XXX?”
“Gak semua. Ada empat orang termasuk gue. Yos, itu tadi fix orang Blood Creep?”
“Fix Bang. Itu pasti mereka. Mereka akhirnya bergerak, aduh…” gue mengaduh sakit sakit saat mengambil rokok di atas meja.
“Bersihin dulu luka lo itu,” kata Bang Hasan saat melihat gue ke ruang tamu.
Gue lihat luka menganga, nyeri sih untung gak terlalu dalam. “Tanggung Bang, gue mau ke klinik dulu biar di bersihkan atau di jahit.”
“Ayo gue antar,” katanya.
“Bentar, gue ambil baju ganti dulu bang,”
“Oke.”
Setelah mengecek kondisi rumah dan memastikan tidak ada kerusakan yang mengundang kecurigan bokap, gue membawa tas punggung berisi jaket dan kaos ganti, gue naik ke jok belakang motor HD Electra Glide Ultra yang super besar milik Bang Hasan. Suaranya benar-benar menggelegar. Gue minta Bang Hasan mengantar gue ke Klinik langganan para bajingan yakni klinik Dr Burhan. Saat gue datang Dr Burhan sedang ngobrol dengan salah satu perawat. Saat melihat gue datang tiba-tiba kepala gue di toyor.
“Aduh Dok, kok gue di pukul?”
“Kamu ini, datang ke sini terus. Luka apa lagi kamu?” tanya Dokter Burhan.
Gue cuma nyengir sambil membuka jaket yang gue kenakan. Anjir perih juga ini, darah kering yang nempel di kulit saat ikut ketarik.
Dokter Burhan geleng-geleng. “Ini sih mesti di amputasi Yos,” selorohnya.
“Buset Dok, ini cuma kesrempet golok, masak iya di amputasi, nanti gue coli pakai tangan kiri terus dong.”
“Hari gini masih masturbasi,” sindirnya sambil ketawa.
Gue ketawa. Gue ma anak-anak XYZ udah akrab sih sama beliau saking seringnya kami di rujuk kesini. Beliau orangya gaul dan tidak pernah coba nasehatin kami yang datang ke kliniknya dengan berbagai macam kondisi luka ringan maupun berat.
“Percuma saya nasehatin kalian, saya pernah muda. Saya pernah jadi anak nakal, jadi saya tahu benar, mo di nasehatin seperti apapun, cuma masuk telinga kiri dan keluar via jalan tol tanpa hambatan di kepala kalian tembus keluar ke telinga kanan. Lagipula kalau saya nasehatin kalian agar jangan lagi berkelahi, nanti tempat praktek saya ini jadi gak laku, nanganin kalian para anak-anak nakall,” katanya suatu hari ketika gue bertanya kenapa Beliau jarang nanya-nanya penyebab kami luka atau cedera.
Jawaban Dokter Burhan terdengar ngaco tetapi gue tahu itu jawaban yang penuh dengan makna tersirat. Bagian kalimat “Saya pernah muda. Saya pernah jadi anak nakal.” mampu menjawab dengan baik kenapa beliau selalu menangani kami dengan baik tanpa banyak bertanya macam - macam.
Luka gue ternyata agak dalam sehingga mesti di jahit. Ada kali 4 kali jahitan setelah luka gue di bersihkan. Untungnya luka ini agak ke atas dekat pundak, jadi lengan gue yang di bebat perban tidak akan terlihat. Setelah mengucapkan terimakasih dan menyelesaikan pembayaran, gue gak melihat Bang Hasan di ruang tunggu. Saat mencari keberadaan Bang Hasan, gue melihat ke jam dinding.
19.34
Saat gue keluar dari klinik, gue lihat Bang Hasan sedang berada di halaman parkir. Ia sedang memegang gelas plastik berisi kopi sepertinya sambil berbicara di ponselnya. Gue menunggu dengan duduk di kursi bangku yang ada di teras. Gue sengaja gak menghampiri Bang Hasan untuk menghargai privasinya. Sampai kemudian, Bang Hasan memanggil gue, dia sudah berada di atas moge-nya.
“Ayo ikut gue.”
Karena gue kira Bang Hasan mau nganterin gue pulang, gue menolaknya. “Gue pulang naik Go-Jek aja Bang, takut ngrepotin.”
“Lu ikut gue ke Rockspeed kalau mau tahu kabar teman lo, si Yandi. Gue barusan di telepon Mas Karjo, Yandi sama kayak elo, dia di serang sama Blood Creep.”
“APAAA??!”
Gue terkejut bukan main.
“Yandi di serang? Gimana Bang keadaannya sekarang?”
“Untuk detailnya gue kurang tahu. Tapi dia aman sekarang, dia bersama teman gue sedang menuju ROCKSPEED. Mas Karjo mau bicara sama kalian berdua. Jadi mau tetap pulang?”
Tentu saja gue ikut Bang Hasan menuju Rockspeed!
Banyak sekali pertanyaan terlintas di kepala gue. Yandi dan gue di serang di waktu yang nyaris bersamaan. Entah apa yang terjadi namun yang penting Yandi selamat. Justru yang gue khawatirkan adalah Rio. Di sepanjang perjalanan menuju Rockspeed, ponselnya masih tetap aktif namun tidak juga di angkat. Gue mau nelpon Novi, gue gak simpan nomornya. Jadi yang bisa gue lakukan adalah terus menelepon Rio. Selama nomor dia aktif, ada harapan dia baik-baik saja sekarang.
Ketika kami sudah sampai di ROCKSPEED, keadaan di dalam cukup ramai, wajar karena ini Minggu malam. Gue mengikuti Bang Hasan menuju ke lantai tiga. Lantai khusus untuk staf dan tamu spesial ROCKSPEED. Mas Karjo sedang duduk bersandar di sofa sambil ngrokok ketika kami berdua masuk ke dalam ruangan khusus Manager ROCKSPEED.
“Yos, lo baik-baik aja? Gimana luka lo?” Mas Karjo berdiri dan mendatangi gue.
“Gak apa-apa Mas. Sudah di tangani sama Dokter sebelum kami kesini. Tinggal sembuhin nyerinya.”
“Baguslah. Ayo duduk. Minuman ambil sendiri di kulkas,” kata Mas Karjo.
Gue dan Bang Hasan sama-sama mengambil bir Heineken.
“Sambil nunggu Yandi dan Jamal datang, Yos coba lo cerita apa yang terjadi sore tadi?”
“Gue tadi lagi pewe di rumah Mas, abis jalan-jalan seharian sama Dea. Terus lagi asyik-asyiknya nyantai, rumah gue di gedor. Gue pikir bokap yang datang atau tetangga yang ngomel karena gue nyetel musik kenceng banget. Eh pas gue buka, muka pemadat dan teman-temannya udah di depan pintu. Saat gue mo tanya dia siapa, gue udah kena sabet golok Tapi asli parah, gue lebih khawatir kalau rumah gue di rusak terus bokap datang. Jadi yang gue pikirin cuma gimana caranya gue pergi membuat mereka semua meninggalkan rumah dan ngejar gue. Meski ya kalut juga sih di kejar preman yang bawa sajam dan di ancam gue akan di culik. Lalu selanjutnya Bang Hasan dan teman-temannya datang. Beruntung mereka mikir saat di tantang duel dan kemudian memilih pergi. Hanya saja…” kalimat gue menggantung di akhir.
“Hanya saja kenapa?”
“Feeling gue gak enak Mas, masalahnya mereka pergi setelah orang yang pimpin penyerangan terima telepon. Gue auto keingat sama oang-orang terdekat gue, kan namanya gangster, mereka akan pakai cara licik. Dea aman, sementara Yandi nomornya gak aktif namun kemudian gue Bang Hasan kasih info Yandi juga di serang tapi bisa lolos. Masalahnya adalah teman gue yang satunya Mas. Nomornya aktif tapi gak di angkat-angkat.Terakhir dia bikin status WA sedang nonton bioskop sama ceweknya,” kata gue gelisah sambil terus membuat panggilan ke nomor Rio. “Ini udah 2 jam masak iya masih nonton film.”
“Rio? Rio gimana? Hasan, itu si Rio siapa yang pegang?” tanya Mas Karjo kepada Bang Hasan yang sedang meneguk minuman sembari ngrokok.
“Ical yang pegang. Sama kayak Rio. Nomornya aktif tapi gak di angkat juga,” jelasnya.
“Coba lo kirim orang pergi ke rumah Rio atau ke rumah Ical,” perintah Mas Karjo.
Bang Hasan lalu berdiri. “Oke,” kemudian Bang Hasan keluar dari ruangan.
“Mas, kabar Tejo gimana? Belum sempat nengok lagi.”
“Ya masih masa pemulihan. Kalau patah tulang sih tuh anak udah berapa kali karena berantem atau jatuh dari motor ya kemudian sembuh. Yang gue khawatiran itu ininya,” kata Mas Karjo sambil menunjuk kepalanya.
“Lo tahu sendiri sifat Tejo, gak pernah bisa diam. Sedari kecil juga gitu, tengil dan usil. And then…Pas dia siuman dan menyadari dia gak bisa ngomong cuma keluar suara ‘haaa….hoooo…..haaaaa’, dia ngamuk. Perawat gak ada yang bisa bikin tenang, akhirnya gue hajar dia sampai kembali pingsan, terus di suntik dengan obat penenang. Akan butuh waktu lama untuk memulihkan mental Tejo, Yos,” ujar Mas Karjo tenang namun gue lihat tangannya menggenggam botol bir erat sekali.
Fuck, gue jadi ikutan sedih sekaligus marah.
Momen mellow tersebut tidak berlangsung lama karena gue dengar pintu di ketuk dari luar.
“Masuk,” jawab Mas Karjo.
Pintu terbuka dari luar, muncul Yandi hanya mengenakan kaos kotor, celana pendek dan tidak memakai sandal. Wajahnya lebam di beberapa bagian, gue lihat kedua tangannya banyak luka lecet. Gue segera menghampirinya.
“Gila, lo di apain sama bajingan Blood Creep Yan? Gimana keadaan orang rumah?” cerocos gue.
“Gak kenapa-kenapa, syukur, Mbak Asih, Mbak Wati dan pembeli yang sedang makan di warung tidak kenapa-kenapa, cuma etalase makanan hancur kena lempar molotov.”
“WHATTT ! WARUNG LO DI LEMPARI MOLOTOV! BIADABBB!” gue tentu saja marah dan geram mendengarnya.
“Yos, itu Yandi biar duduk, minum dulu kek. Yandi, itu pojok kamar mandi lo bersih-bersih dulu.”
“Ya Mas,” jawab Yandi.
Gue ingat di tas gue masih ada satu kaos putih polos dan celana training panjang. Gue segera mengambil dan kasih ke Yandi.
“Yan, ini ada baju ganti, bersih.”
“Oh makasih Yos.”
Ketika Yandi sedang bersih-bersih di kamar mandi, Bang Hasan muncul dengan satu temannya yang punya penampilan sangar dan Bang Hasan yang segede itu masih kalah gede. Bekas lukanya menambah kesan mengerikan.
“Yos, ini Jamal. Jamal Bigod. Yang pegang dan nolong Yandi tadi,” kata Bang Hasan.
“Halo Bang,” sapa gue ramah.
Bang Jamal mengangkat botol bir yang ia pegang.
Gue angkat botol gue dan bersulang dengannya.
“Gua gak ngapa-ngapain, jadi jangan sebut gue nolongin itu anak,” kata Bang Jamal membantah perkataan Bang Hasan sebelumnya. Suaranya berat dan serak.
Kemudian Bang Jamal menceritakan kronologisnya. Saat warung Mbak Asih di lempari molotov, ia sedang makan di situ. Lalu para pelaku pelemparan sengaja mengintimidasi Yandi, tanpa pikir panjang Yandi mengejar para pelaku yang naik motor RX-King.
“Anjir, Yandi lari ngejar orang naik motor gitu?” tanya gue heran.
“Iya. Kencang sekali larinya.”
“Gue tahu Yandi larinya cepat Bang, tapi sekencang-kencang Yandi, itu ngejar motor RX-King loh!”
“Pelaku memang sengaja memancing Yandi agar mengejar, setelah mereka lempar molotov, mereka sebenarnya bisa saja melenggang pergi. Namun dari tarikan gas yang kedengaran jelas karena knalpot motornya sangat nyaring, si pengendara motor sengaja tarik gas tarik gas, membuat Yandi gemas dan bernafsu mengejarnya. Gue gak bisa langsung nyusul karena warung jadi ramai dikerubuti orang-orang. Beruntung gak ada yang terluka, cuma shock sepertinya dan api dari molotov bisa cepat di padamkan.
Setelah agak kondusif, gue baru bisa coba cari Yandi. Gue tanya-tanya ke warga, tidak ada yang bisa spesifik menyebutkan kemana arah Yandi berlari. Gue lalu tanya-tanya orang tentang daerah deket-deket sini, apakah ada tanah atau areal kosong. Gue yakin Yandi di giring ke tempat yang jauh dari pemukiman. Lalu dari salah satu warga, bilang kalau ada areal persawahan yang luas dan bekas perumahan mangkrak. Tapi tidak mudah ternyata cari itu lokasi karena jalanan sempit. Singkat cerita setelah putar-putar kesana-kemari akhirnya ketemu lokasi bekas perumahan. Gue datang di saat tepat karena Yandi sudah kepayahan terdesak sementara masih ada 4-5 orang bersenjata.”
“Terus? sempat baku hantam Bang?” tanya gue gak sabaran.
“Kalem boi, gue ngrokok dulu,” kata Bang Jamal.
“Santai Yos haha, nih minum dulu,” tukas Mas Karjo sembari menaruh sekaleng bir bintang depan gue. Ya gue ambil, antara haus dan gregetan.
“Enggak,” jawab Bang Jamal sambil mengepulkan asap rokok. “Mereka gak ada yang maju pas gue sebut nama, Jamal Bigod. Lalu mereka mundur pergi.”
“Gitu doang Bang?”
“Kan udah gue bilang gue gak ngapa-ngapain. Yandi yang kerja. Sebelum mereka pergi, ada 5-6 orang yang di gotong masuk ke mobil Van dalam kondisi pingsan. Bahkan gue lihat ada yang patah kakinya. Itu anak bisa bertahan sendirian meski di kepung gangster, mengesankan,” puji Bang Jamal. “Mana Yandi?”
“Lagi bersih-bersih di kamar mandi.”
“Oh, dia langsung gue ajak kesini untuk nenangin pikiran.”
Pintu kamar mandi terbuka. Yandi sudah terlihat jauh lebih baik. Saat ia duduk di sofa, Mas Karjo memberinya sebotol Aqua dingin, batu es di mangkuk dan lap kecil. “Kompres muka lo Yan, biar lo nanti pulang, muka lo bisa terlihat mendingan,” ujar Mas Karjo.
“Makasih Mas.”
“Santai Yan.”
Gue ke kamar kecil sementara Yandi ngobrol dengan para “orang tua” JONK XXX sambil mengompres luka memar serta lebam di wajahnya. Gilak emang sohib gue yang satu itu, di keroyok di kepung Blood Creep, masih bisa survive. Bukan cuma survive tapi menghantam balik hahaha.
Kerad emang bos XYZ.
“Setelah gue dengar cerita kalian yang secara bersamaan di serang oleh Blood Creep, ini berarti mereka sudah secara terang-terangan mengibarkan bendera perang terhadap kita. Namun gue senang karena Yosi dan Yandi secara keseluruhan baik-baik saja. Cuma Rio dan Ical orang yang gue minta pegang Rio, belum ada kabar. Jika Yandi dan Yosi di serang, mau gak mau kita berasumsi Rio juga mengalami hal yang sama,” papar Mas Karjo.
“Gue udah minta anak-anak untuk patroli, cek ke rumah Rio dan Ical serta ke Mall Merah, tempat terakhir Rio dan pacarnya pergi. Apapun temuan mereka, gue minta di kabari secepatnya,” tambah Bang Hasan.
“Selama Rio di mall sepertinya mereka aman, karena itu tempat publik. Rio paling betah kalau nongkrong di mall.Cuma kenapa nomornya bisa di telepon namun tidak di angkat itu yang membuat gue khawatir Bang,” timpal gue.
“Lo naif sekali Yos,” tukas Bang Jamal.
“Naif? Naif gimana Bang?”
“Gue kenal siapa itu Kobra, orang yang sekarang kendalikan Blood Creep. Dia culas, nekat dan licik. Cenderung ke psiko. Gue itu bukan orang baik, gue orang jahat. Gue masuk penjara dan baru keluar tiga tahun lalu karena udah bunuh para cecunguk yang sudah memperkosa adik gue. Tapi level jahatnya gue masih gak seberapa di bandingkan sama Kobra. Gue kenal dan ketemu sama Kobra ketika dia masuk karena kasus pembunuhan. Kondisi di lapas saat itu, terbentuk dua kelompok napi yang tidak bisa akur dan sering terlibat perkelahian. Bigod itu grup gue. Sementara RAJAULAR di pegang Kobra. Kobra pernah dengan terang-terangan menyodomi para napi yang baru masuk. Kobra dan kelompoknya meng-gangbang napi tersebut sampai mati. Bahkan Kobra pernah menggantung satu napi yang sudah mati lalu di sodomi sambil ketawa. Itu cara yang luar biasa biadab namun sukses untuk menebarkan rasa takut serta loyalitas kepada para pengikutnya.”
Vakk gue mual mendengarnya.
“Anjrittt, itu orang apa setan! Orang di sodomi sampai mati, bahkan setelah mati pun masih di sodomi.” gue kehilangan kata-kata mengambarkan kekejaman Kobra.
“Itu sipir dan kalapasnya ngapain aja Bang? Kok bisa Kobra sampai berbuat brutal di sel.”
“Kobra punya back-up orang kuat. Dan orang kuat itu gue yakin sudah kasih fulus ke orang lapas, agar tutup mata dengan perbuatan Kobra. Mereka yang mati karena perbuatan Kobra, kabarnya di report meninggal karena menyulut dan terlibat perkelahina dengan napi lain. Kobra hanya satu tahun di sel, dia dan para sohibnya keluar cepat. Sebelum dia keluar, kami terlibat duel, satu lawan satu. Ending duel itu cuma satu, salah satu di antara kami berdua mati. Gue yang menang tapi sayangnya pada saat itu, gue gak matiin Kobra. Gue cuma patahin kedua kaki dan kedua tangannya sebagai hadiah atas kelulusannya. Satu hal yang sekarang gue sesali. Untuk membayar keteledoran gue sudah membiarkan setan itu melenggang bebas, gue akan bantu habisin Blood Creep sampai ke akar-akarnya,” tegas Bang Jamal.
Kobra vs Jamal.
Duel para titan. Gue patut bersyukur karena di pihak JONK XXX ada monster dalam diri Bang Jamal dan Bang Hasan.
“Jadi sambil menunggu kabar tentang Rio serta Ical, gue minta lo berdua besok tetap masuk sekolah, sekolah jadi tempat teraman kalian berdua sekarang ini. Jangan khawatir, gue akan minta orang-orang gue untuk ‘jaga’ toko punya bokap Yosi dan warung kakak Yandi sampai situasi benar-benar kondusif. Nanti gue kasih kalian kontak orang gue yang stand by jaga keluarga kalian,” ujar Mas Karjo.
“Siapp, besok tetap sekolah Mas. makasih banyak Mas Karjo,” kata gue lega sekaligus tenang karena ada yang jaga toko Otomotif dan bengkel bokap.
“Maturnuwun mas maap merepotkan,” jawab Yandi sopan.
Mas Karjo tersenyum sambil mengangguk.
Kemudian suasana jadi agak cair, bahkan Yandi di ajak nge-gym bareng sama Bang Jamal. Bang Jamal sepertinya menaruh perhatian khusus kepada Yandi. Hohoho, Yandi memang mempunyai faktor “X” yang membuat orang kagum kepadanya. Sesuatu yang Yandi sendiri gue dia sendiri tidak tahu. Hanya saja, magnet yang di miliki Yandi juga, menarik minat para bajingan-bajingan di luar sana, salah satunya jelas Blood Creep. Demi seorang teman yang baru di kenalnya, Yandi tidak segan turun tangan bantuin gue saat battle di Hanggar.
Gue melonjak kaget sekaligus senang saat melihat ponsel yang gue letakkan di meja menyala.
RIO callling…
Segera gue sambar ponsel gue.
“Anjinggg lo Ri! Kemana aja lo bangsat ! gue telepon dari tadi gak lo angkat-angkat brengsek!”
“Halo…Yosi….hehehehe.”
Gue tertegun. Ini bukan suara Yosi. Suaranya terdengar asing. “Siapa lo? Mana Rio?!” gue langsung menekan loudspeaker dan menaruh di meja. Melihat ekspresi gue yang gue yakin memucat, Yandi, Mas Karjo, Bang Hasan dan Bang Jamal langsung paham sesuatu yang buruk, yang kami takutkan terjadi.
“Baru sore tadi lo ketemu gue, masak lo udah lupa hahahahahaha.”
Sialan, ternyata ini si pemadat yang tadi ke rumah gue. “BABIII !! MANA RIO BANGSAT ! KALAU SAMPAI LO MACAM-MACAM KE TEMAN GUE, GUE BUNUH LO !” kata gue berapi-api.
“Hahahaahaha. Lucuuuu !!! lucuuuu sekalii !!!! bisa apa lo ngancem gue. Asal lo tahu, nyawa teman lo ada di tangan gue. Gue sekarang jadi tuhan asal lo tahu. Kalau gue mau, gue bisa potong leher Rio. Tapi bunuh orang itu gampang. Kalau gue bunuh dia, gue gak dapat apa-apa…”
“APA MAU LO?”
“5 miliar, nyawa teman lo ini gue kasih harga 5 miliar. Lu kasih gue duit, gue balikin teman lo hidup-hidup. Rabu jam 23.000 elo antar koper berisi uang 5 miliar pecahan 100 ribu ke suatu alamat. Alamatnya gue kasih Rabu pagi. Inget, kalau sampai gue tahu, lo bawa polisi atau bawa geng lo pas Hari-H, gue sembelih si Rio terus potongan kepalanya gue kirim ke rumah lo, paham nyet?!
Mengantar uang 5 miliar sendirian ke sarang Blood Creep, itu sama saja gue nganterin nyawa, batin gue.
“Yos, jangan kepancing emosi, minta bukti dulu kalau Rio ada di tangan mereka sekarang, bisa jadi mereka cuma ambil ponsel Rio saat ia di sergap,” bisik Mas Karjo ke gue.
Mas Karjo, benar, gue kebawa emosi. Ada harapan Rio saat di sergap ia lolos namun entah gimana ceritanya ponselnya terjatuh lali di manfaatkan si pemadat untuk menipu gue. Semangat gue kembali naik!
“Kasih gue bukti Rio ada di tangan kalian,” kata gue menuruti saran Mas Karjo.
“Heheheh.”
KLIK.
Sambungan telepon tiba-tiba di putus. Kemudian muncul Video Call dari nomor Rio.
Mas Karjo yang tadinya duduk di samping gue kemudian berpindah tempat. Agar terlihat gue sendirian. Mas Karjo mengangguk. Panggilan Video Call gue terima.
Hal pertama yang gue lihat adalah Rio sedang duduk di kursi dengan kondisi tangan terbelenggu di belakang. Tidak nampak luka parah, hanya saja hidungnya mengeluarkan darah dan lebam di beberapa bagian wajah.
“YOS, JANGAN KESINI! JANGAN PIKIRAN GUE! TOLONGIN NOVI ! TAD-”
Teriakan Rio terputus saat mulutnya di lakban seseorang. Kemudian orang tersebut berdiri di belakang Rio dan menempelkan sebilah golok di leher Rio. Wajah orang tersebut tidak terlihat karena terpotong kamera. Namun dari suara dan bajunya, dia adalah si pemadat.
“Udah gue kasih bukti nih, teman lo idup. Umurnya tinggal 3x 24 jam lagi tergantung elo. 5 miliar inilah harga persahabatan kalian yang gue nilai sangat-sangat tinggi dan pantas sekali, hahahahha.!”
KLIK.
Video Call di putus sepihak. Saat gue telepon balik, nomornya sudah tidak aktif.
“Teror, penculikan, penyekapan, pemerasan. Dari gang motor, Blood Creep sudah bermutasi menjadi sebuah gangster sepenuhnya, dari awal ini semua bukanlah balas dendam, Blood Creep sudah menunjukkan motif sebenarnya, it’s all about the money from the beginning.
“FUCCCCCCCKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK!!!!!!” teriak gue memuntahkan amarah.
“Lilik telepon, dia pasti punya kabar yang berhubungan dengan Rio,” kata Bang Hasan. Dia menerima dan di loudspeaker.
“Halo, halo Lik, ada kabar apa lo.”
“Kabar buruk bosss! Ical udah ketemu. Kami sekarang sedang di RS Permata. Ical sedang di operasi.”
“Hah, operasi?”
“Setengah lengan kiri Ical putus bos kena tebas samurai ! sebelumnya gue dapat info dari Grup Ojol kalau ada korban begal di dekat-dekat Mall Merah. Pas gue meluncur ke sana, dari teman ojol yang jadi saksi mata cerita ada penyerangan. Tiga orang di serang, dua cowok sempat terlibat duel, sementara ada satu cewek bisa lari. Satu cowok di culik di masukkan ke van kemudian kabur, satu cowok di tinggal, namun pas di tolong, tangannya putus. Gue lalu lacak korban dibawa ke RS Permata dan ternyata fix itu Ical. Ical sedang menjalani operasi penyambungan tangannya. Gue sama anak-anak nunggu di sini.”
“Jadi yang di culik adalah Rio..”
“99% Itu Rio bos.Yaudah bos, gue mau ngurus admin dulu ini, ”
“Oke, lo tunggu situ, gue susul kesana.”
Anjing, gue makin lemes dengarnya. Orang yang di minta khusus jaga Rio, melaksanakan perintah dengan baik namun terluka sangat parah. Namun gue senang karena Novi sepertinya baik-baik saja, meski gue yakin ia shock berat.
“San, pastikan Ical terima penanganan dan perawatan yang terbaik!” perintah Mas Karjo.
“Pasti!”
Kemudian Bang Hasan bergegas pergi.
“Dengarin Yos, gue bukannya matiin harapan tetapi kalau lo pergi kesana anterin duit, begitu duit mereka terima, kalian berdua akan di bunuh. Mereka tidak mungkin kasih lo dan Rio pulang hidup-hidup. Blood Creep itu levelnya udah sangat kejam,” kata Bang Jamal.
Mas Karjo tiba-tiba berdiri dan menatap gue.
“Elo, Yandi atau siapa pun, hari Rabu nanti tidak akan ada yang pergi kesana untuk mengantar nyawa,” katanya.
Gue berdiri dan mengkonfrontasi Mas Karjo, “Tapi Rio….Rio bagaimana Bang, gak mungkin kita biarkan Rio mati begitu saja!”
“Kalau lo punya duit 5 miliar dan siap mati sia-sia, silahkan pergi kesana,” katanya tenang.
Aku terdiam kena skak Mas Karjo. Yandi memegang pundakku. “Yos, tenang. Aku yakin Mas Karjo punya cara,” kata Yandi menenangkan gue.
“Nah itu Yandi pinter, Yos lo mesti belajar tetap kepala dingin meski situasinya panas, kalau lu kebawa emosi, pikiran jadi pendek, lo jadi lupa liat kiri-kanan bahwa tidak harus jalan itu selalu lurus ke depan. Kalau kepala lo dingin, lo pasti akan tengok kiri-kanan, masih ada jalan-jalan kecil, gang kelinci yang kadang menjadi jalan alternatif.”
Gue merasakan ada harapan. Gue kembali duduk.
“Maaf Mas, lalu apa rencananya Mas?”
“Blitzkrieg.”
“Blitzkrieg….” kata gue mengulangi perkataan Mas Karjo.
“Lo lupa, kalau lo udah kasih ke gue kartu AS semua biodata termasuk alamat-alamat penting keberadaan homebase Blood Creep? Gue pernah bilang, jika waktunya tepat, kita gunakan data ini. Dan sekarang saatnya. Konsep utama dari Blitzkrieg adalah serangan yang mendadak, cepat dan tak terduga akan membawa kekalahan yang ideal di pihak lawan dengan tidak memberikan kesempatan apapun juga untuk mengorganisasikan suatu pertahanan diri yang stabil. Blood Creep tidak tahu kalau lokasi mereka sudah kita ketahui. Ini yang akan kita manfaatkan.”
“Kapan kita serang Bang?” gue semangat mendengarnya.
“Kalian berdua ikut?” tanya Mas Karjo.
“Tentu saja! Gue wajib ikut !” sahut gue cepat.
“Ikut,” kata Yandi sambil angkat tangan.
“Akhirnya…gue bisa tebus dosa gue nanti, kali ini gue akan akhiri nyawa Kobra untuk selamanya,” ujar Bang Jamal.
“Resiko di tanggung penumpang lho yah,” kata Mas Karjo.
“Siapppp!” tegas gue.
Rio adalah sahabat terdekat gue di luar teman-teman sekolah, teman nakal sedari kecil.
Wait for me Bro, I got your back, no matter what.
= BERSAMBUNG =
Makasih updatenya om
ReplyDeleteSuwan suwun tok ae..
DeleteWkwkwkwk
spoiler lagi gw kick dari grup
DeletePertamaxx
ReplyDeleteThanks suhu updatenya.
Wkwkwk.. ente pertamini aja gan..
Delete🤪
pertamax apaan...atas lo ada setan merah (kalau menang)
DeleteMenunggu serangan balik
ReplyDeletePake formasi apa nih pak tomo..
Deleteforza la perseviola!
DeletePeraaang!!!!!!
ReplyDeleteNama yandi akan tambah naik
Wah..
ReplyDeleteKalau udah begini, Zen & Zeus harusnya ikut turun tangan.
Whahahha adrenalin critanya sedikit dinaikkan, mantabbb.
ReplyDeleteZen where are you???
zen lagi kasih pengarahan anak baru
DeleteThaks subes
ReplyDeleteGw kira si yosi mokad wkwk
Mantap bosQ....
ReplyDeleteKok panas...
ReplyDeleteSemog aja si madam ngga ikut campur
ReplyDeleteMakasih updatenya bang, mantul
ReplyDeleteparty time
ReplyDeleteGenius juga cara lo buat naikin nama Yandi.. Oke skip skip..
ReplyDeleteCuma cara yang paling kejam adalah Cara kerja Zen.. Entah kenapa kalau liat cara en gue merinding aseli.. Dan unik nya gak di singgung sama sekali disini haha bngsat penasaran tingkat dewa aing.. Bentar, apa gue kurang teliti ya.. Bdw, makasih up nya..
asik asik
ReplyDeletek
Cakeeeep makin keras nih, mode dark mode lebih enak bacanya
ReplyDeletemerinding anjay...
ReplyDeleteJadi gak sabar nunggu eps 92,...
ReplyDeleteMakasih pant Up x,...
hoohohohhhoooo....... makin naek tensi cerita ini...
ReplyDeleteThanks om path...
Semoga sehat selaluu
Dan sukses juga buat RL nya...
salam nusantara
semoga nusantara ini sehat kembali....
Wooooo hoooo
ReplyDeleteCounter attack from XXX Town
Disegerakan Om Panth,,
Bikin penasaran ini
Hmm..bram sama rangga bakal ikut pesta gak nih
ReplyDeleteHahaha
Rio bener kan haaaa , ending nya rio mati ni wkwkwk
ReplyDeleteSiiip adrenalin sudah mulai meningkat...!
ReplyDeleteTerima kasih up nya Kang🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Cuuuuuuug g sabar gue ngliat penampilan zen dengan virus zeus corona nya 🤭
ReplyDeleteAlur yang susyahh ditebak, khu,,Khu,,khuu,,
ReplyDelete*FORZA LABAJINDULA*
Gak sabar nunggu perang terbuka antara blood vs jong xyz..
ReplyDeleteZen siap beraksi nih...
Mantap..
Suwun up e om..
Loe gk ikut nyerang bang Ipul??? 🤪
DeleteMeski sedikit tapi ya tetep kurang
ReplyDeleteHahahaha
Makasih suhu..ga sabar nunggu berikutnya...
Thx suhuu apdate nya.
ReplyDeleteGasabar nunggu zen the butcher kembali beraksi, btw si zen yg bisa matiin koneksi madam ke BC kapan ngasih tau zennya yah hihihi ditunggu kelanjutannyaaaaaaaaaaa
ReplyDeleteAih,di part 'Blutzkrieg' ini udah pasti si Zen ambil poin besar dengan koneksi undergroundnya,,,tapi suhu serpanth pasti ga akan kasih mudah para pembaca menyimpulkan jalan ceritanya walau udah ketahuan gimana Endingnya Joni xxx vs blood creep,,sehat selalu bro,,ditunggu updatenya
ReplyDeletethnks bang������
ReplyDeleteGila bener para bajindul
ReplyDeleteWoo..woo..woo bangsat ni om panth.. bener2 bikin adrenaline naik, sangar bozzz...
ReplyDeleteSehat selalu biar cepat update lanjutannya..hahaha
Semoga ada aksi ZEN di next eps... btw, baca apdetan LPH emang nyatanya nyegerin.. wkwkwkkwwwkkk
ReplyDeleteom panth, lockdown 14hari ini apa selalu ditemani?? 🔥🔥🔥
✊🏼✊🏼✊🏼
Berasa tanggung om bacanya...semangat lanjutkan om
ReplyDeleteGue sih berharap, Rangga & bram ikut nyerang BC, bakalan seru banget
ReplyDeleteGak mau nebak lah...
ReplyDeleteMaestro punya cerita gak bakal ketebak alurnya..
Iya aja sinetron di TV mah..
Baru liat awalnya aja langsung bisa tebak endingnya wkwkwk...
Seger... Boz ku
ReplyDelete“Blitzkrieg.” jd inget ama strateginya Hitler pada jamannya PD II
ReplyDeleteGw tunggu kejutan lainnya bray...ga asik kalo lurus2 doang neh cerita biar selalu ga ketebak...
ReplyDeleteOm panth, masi inget pemenang quiz imajinasi triple treath??
ReplyDeleteKaos kaos
Inget bray. Masih gw simpen alamat kudus & no hp lo. Ikut produksi yg sekarang ini.
DeleteUnch unch
DeleteIkut komen dah biar gak tau apa yg mau d komenin...
ReplyDeleteMksdnya apaan tu? minta di kick lg dari grup??
Delete🤣🤣😂
Gak ada kata puas untuk baca update di akhir yg kentang Hu Serphant. Makasih pokoknya sudah sedikit mengurangi kekentangan ini. Semoga sopcorona cepat habis hingga Suhu Serphant menuangkan update berikutnya
ReplyDeleteSemoga Zen tampil di up selanjutnya
ReplyDelete