Featured Post

LPH #61

Episode 61
Derita Sang Pemuja



(POV Eko)


Ketika gue di parkiran mobil, gue cukup kesulitan menemukan lokasi mobil Van warna hitam karena penerangan yang minimalis di area parkir mobil. Hingga akhirnya gue menemukan satu mobil VW Combi berwarna hitam yang terparkir terpisah dari yang lain. Mobil ini diparkir di pojokan nyaris tertutup pepohonan. Pasti ini mobil yang dimaksud oleh security tadi. Karena tadi gue keliling parkiran, cuma ini satu-satunya mobil van yang ada disini.

Semakin gue mendekati mobil tersebut, semakin berdegub jantung gue. Feeling gue semakin gak enak oleh karen itu gue mempercepat langkah. Ketika gue uda dekat dengan van, mobil ini bergoyang-goyang cukup kencang. Tanpa pikir panjang gue geser dari luar pintu tengah mobil Van.

BRAK !

Orang yang ada di dalam mobil terperanjat kaget dan menoleh ke belakang. Dari baju dan wajahnya orang ini adalah Roy yang terakhir kali gue lihat memapah Dita keluar. Roy sudah setengah telanjang, di pundaknya terlihat ada 2 kaki yang menjuntai. Bangsat, orang ini sedang ngentot ! Tetapi gue tidak bisa melihat siapa cewek yang sedang ia garap karena tertutup badan

“HEH ! SIAPA LO?” hardiknya sambil menatap gue tajam.

“Mana Dita!”

“Dita?Oh Dita. Nih lagi keenakan gue entot. Mekinya enak banget ! Perawan kualitas wahid nih! Lo mau ngentot Dita juga? Antri yak setelah gue, temen-teman gue juga mau make.”

Perkataan Roy bagaikan tembakan peluru tepat mengenai jantung gue. Roy sudah memperkosa Dita? Pliss jangan Dita gueeeee.

Reflek gue menarik baju Roy dan menyeret dia keluar dari mobil.

BAM !

Gue tinju Roy hingga ia terjerembab. Gue lalu menghambur masuk dan gue lihat Dita tidak sadarkan diri, dengan kondisi bajunya masih lengkap namun bagian bawah tubuhnya terbuka dengan posisi kedua pahanya terbuka lebar. Meskipun remang-remang tetapi gue bisa melihat di area kemaluan dan paha Dita nampak ceceran cairan kemerahan.

Tidak...tidaak...tidaakkk! Jerit gue dalam hati sambil memegangi kepala. Gak mungkin, gak mungkin Dita sudah diperkosa. Sakit, sakittt bangett hati gue.  Gue lalu mengambil satu selimut yang berada di dekat gue untuk menutupi tubuh Dita.

“Dit..Dita...” gue mencoba membangunkan Dita dengan menggoyang-goyangkan pundaknya namun Dita tidak merespon. Mobil ini berbau alkohol cukup tajam, bangsaatt!!

Seharusnya gue langsung membopong Dita keluar dari van dan kemudian pergi. Namun pikiran gue udah pendek !!! Gue mesti bunuhhhhh !!! Bunuh Roy yang sudah mengambil mahkota Ditaaaaaaaa.

Gue lalu keluar dari mobil namun gue disambut dengan pukulan dan tendangan hingga gue menghantam badan mobil.

“Hoho, mau jadi pahlawan lo ya? Cewek itu siapa lo? Pacar lo? Pfftt, virginnya gue yang dapett tapi gue kentangggg bangsaattt ! Cari mati lo udah ganggu gue ngewe!,” Roy tertawa sambil berkacak pinggang. Ia sudah mengenakan kembali celana boxernya.



“GUE YANG BUNUH LO DULUAN ANJING !” sembur gue sambil maju menerjang Roy dengan tendangan ke arah perutnya. Roy terdorong ke belakang sambil memegang perutnya. Pukulan kiri ke bagian wajah membuat ia terhuyung. Namun Roy masih cukup sadar untuk mengelak dari pukulan gue berikutnya. Yang ada malah gantian gue yang tertunduk karena kena sikutan di perut. Gue ambruk saat tendangan Roy mengenai badan.

Bangsatt !! lengan kanan gue nyeri luar biasa kena tendangan Roy. Roy meludahkan darah dari dalam mulutnya kemudian tersenyum

“Boleh juga lu bocah..” pujinya.

 Sialan, Roy bukan orang sembarangan. Setelah berbenti sesaat kami kembali terlibat duel. Kali ini adu pukul dari jarak dekat !!

BUGH ! BUGH !! BUGH !!

Gue terlalu naïf rupanya karena berani melayani adu pukul dengan Roy. Semua pukulan dia masuk dengan bersih ke gue, sementara beberapa pukulan gue berhasil dihindari Roy.

GAK LUCU KALAU GUE KALAH SAMA ORANG  YANG SUDAH MENGHANCURKAN DITA !!!

Gue memasang konsentrasi tinggi dan akhirnya bisa menghindari satu pukulan Roy. Roy nampak terkejut saat satu pukulan cepatnya bisa gue hindari dengan bergerak ke kiri. Segera gue tinju belakang kepala Roy dengan tangan kiri sehingga kepalanya  terdorong ke depan. Dari arah depan, tinju kanan gue masuk mengenai arah bagian mata kanan Roy. Teriakan Roy membuat gue makin bersemangat !!

Namun tendangan sporadis Roy sebagai bentuk balasan luput gue hindarin. Kesadaran gue nyaris hilang karena tendangan menyamping Roy mengenai tengkuk. Serangan yang sama-sama berbahayanya ini membuat kami terhenti untuk mengambil nafas.

“BASTARD !! NOW I’M GONNA FUCKING KILL YOU RIGHT AWAY!!!” seru Roy dengan satu mata tertutup karena lebam akibat pukulan gue sebelumnya.

BRING IT ON ! YOU SCUM!

Roy maju menyerang terlebih dahulu, gue mengelak dengan menunduk lalu mendorong badan Roy hingga ia terdorong dan terpojok ke mobil yang ada di belakangnya.

“Ugh,” erang Roy.

Namun Roy langsung membalas dengan memasukkan lutut kirinya ke arah perut gue. Cukup telak dan membuat gue sesak luar biasa. Posisi gue benar-benar tidak menguntungkan dan benar saja, Roy memiting leher gue dan memasukkkan lagi beberapa serangan lutut. Gue berusaha menangkis dengan membentuk blok di depan perut dan dada. Tidak kena telak tetapi daya hantamnya tetap membuat gue kesakitan. Belum lagi Roy mulai mencekik leher gue.

Gawat...

“Hurrgggg!” gue berontak karena kombinasi cekikan dan hujaman lutut membuat gue susah bergerak untuk melepaskan diri. Gue hendak meraih pisau yang gue simpan di gesper tetapi gue tidak bisa meraihnya karena hantaman Roy ke perut.

“Mati lu bocah !! Udah ganggu gue ngewe !! Gue belum puaasss !!” teriak Roy.

Kesadaran gue mulai di awang-awang karena asupan oksigen terhambat karena jepitan lengan Roy menjerat leher gue. Hingga akhirnya gue hantam kemaluan Roy !! Gue pukul dari arah bawah sekuat tenaga! Hasilnya??

Roy melolong, melepaskan cengkramannya dan memegangi kontolnya yang gue pukul.

“ANJIIIIIIIINNGGG !!!!!! BIJIIIIIIIIII GUEEEEEEEEEEEEEEE !!!!!!!!!!” teriak Roy histeris.

Cheap shot, tetapi itu satu-satunya cara gue meloloskan diri. Gue sendiri megap-megap sambil memegangi leher. Bangkeeeee !! Dia orang kedua setelah teman Yandi yang nyaris cekik gue sampai mampus! Tanpa pikir panjang gue mencabut pisau yang gue simpan di balik gesper. Gue dekatin Roy yang tertelungkup di tanah sambil memegangi alat vitalnya.

Ya, gue tahu betul. Pasti sakit banget, terkena serangan di bagian tersebut rasanya seperti nyawa udah sampai tenggorokan.

“Gue bunuh lo karena udah berani sentuh Dita !!!”

BUGH !!

Sebuah tendangan tiba-tiba membuat gue jatuh terduduk. Jelas bukan Roy yang menendang karena ia masih sibuk dengan rasa sakit di kemaluannya.

“Pisau itu benda berbahaya bocah....” ujar seseorang yang kini berdiri di depan gue.




Seram, batin gue spontan melihat orang yang sudah menolong Roy. Tetapi karena gue emosi tingkat dewa, gue mengamuk menyerang orang tersebut dengan pisau. Cuma orang tersebut bisa mengelak, menghindar dengan santai. Dan anehnya dia cuma menghindar saja tidak berusaha untuk menyerang gue. Hingga akhirnya dia bergerak dan kini berada di belakang gue. Ia mengalungkan lengan kirinya ke leher gue, menjepit cukup erat. Sementara tangan kanannya meremas pergelangan tangan gue yang memegang pisau sehingga pisau pun terlepas dari pegangan. Dia menendang pisau tersebut hingga susah gue jangkau.

Gue mencoba memberontak namun tenaga orang ini sungguh besar. Dia tidak bergeming sedikitpun saat gue meronta-ronta.

“Lepass !! Lepasin guee !!!” teriak gue mencoba melepaskan diri dari orang ini namun sia-sia. Perbedaaan kekuatannya terlalu timpang.

“Gue bakal lepasin elo kalau lo tenang, gak usah ngamuk.

“BAGAIMANA GUE BISA TENANG KALAU BAJINGAN TENGIK ITU SUDAH MEMPERKOSA CEWEK GUE?” teriak gue histeris.

“Iya, gue tahu. Makanya lo gue lepas biar lo segera bisa pergi dari sini. Bawa cewek lo ke tempat aman. Biar Roy gue yang urus.”

“Tapi gue mesti bunuh keparat itu !! Ugh !!”

Gue mengerang saat orang ini mengeratkan jepitan lengannya.

“Kan udah gue bilang....Roy gue yang urus. Sebenarnya gue juga uda muak dengan kelakuan adik gue tersebut. Jadi gue ulangi sekali lagi. BEGITU GUE LEPASIN ELO, CEPAT PERGI BAWA CEWEK LO ITU, NGERTII?” katanya tegas sambil menekan leher gue makin erat.

Karena gue tidak bisa berkutik lagi, mau gak mau gue pun menuruti perkataannya. Begitu ia merenggangkan jepitannya, ia mendorong gue menjauh.

”Kelakuan adik gue...”

Orang ini kakaknya Roy? Batin gue sambil mengelus leher gue yang dalam semalam kena cekik dua kali. Bangsatt!!

“Lo bawa mobil? Kalau gak ada gue panggilin taxi?”

“Gue bawa mobil ! Roy itu adik lo !! Keparat itu sudah menodai Dita, cewek yang gue sayangi !!!!! Masa depan dia sudah direnggut adik lo !!!” teriak gue sambil menunjuk-nunjuk mukanya.

“Gue minta maaf, minta maaf karena adik gue kali ini sudah keterlaluan,” orang ini menundukkan kepalanya ke gue.

Hal ini membuat gue entah kenapa jadi merasa segan. Dan emosi gue sedikit turun.

“Minta maaf gak akan bisa ngembaliin kesucian Dita !!!” hardik gue.

“Begitu juga halnya kalau lo bunuh adik gue, kesucian cewek lo juga gak akan bisa balik,” balasnya.

Perkataan kakak Roy benar-benar membuat gue terdiam, gue tidak menemukan satu patah katapun.

“Siapa nama lo? Entah karena lo gak tahu siapa Roy atau karena lo nekat, gue tetap salut dengan keberanian lo.”

“Nama gue Eko.”

“Gue Hanan.Tenang Ko,Roy akan gue hukum. Lihat baik-baik…”

Gue tertegun saat tiba-tiba Hanan menendang muka adiknya yang sedang terduduk. Lalu dengan brutal Hanan menginjak-injak sekujur badan Roy. Gue bisa melihat Roy meringkuk sambil menangis minta ampun.

“Hoeg! Ampun…ampun…bang…ampun,” rintih Roy di tengah hujan injakan dari kakaknya sendiri.

“TAIK ! UDA BERAPA KALI ABANG BILANG, JANGAN BUAT GARA-GARA DI AREA PRIVAT !!! MASIH BERUNTUNG BOSS LAGI GAK ADA DISINI !! KALAU ADA, UDA DITEMBAK PALA LO !!!”

Bahkan seakan belum cukup siksaan dari Hanan, Hanan menjambak Roy yang berambut panjang lalu ia hantamkan kepala Ryo ke arah spion mobil beberapa kali hingga spion tersebut patah. Cukup puas tetapi kalau bukan gue sendiri yang balas ke Roy, tunggu saja. Gue akan buat perhitungan dengan Roy, akan gue balas dengan tangan gue sendiri. Gue lalu mendatangi Dita yang masih belum sadar. Melihat Dita seperti ini gue langsung sedih, sedih luar biasa. Gue nangis, bahkan ketika nyokap gue meninggal pun gue gak nangis. Tetapi emosiku rubuh  juga melihat teman masa kecil gue, satu-satunya cewek yang gue sayangi sudah tidak berdaya terenggut kesuciannya.

Gue segera membopong Dita keluar dari mobil laknat ini. Saat gue membopong Dita, Hanan sepertinya sudah selesai menghukum Roy. Wajah Roy bersimbah darah, entah dia masih bernafas atau tidak.  Hanan merokok sambil membuka ponsel. Saat gue melewati dia tanpa mengucapkan sepatah kata, Hanan bilang sesuatu.

“Kalau elo mau lapor ke Polisi tentang kasus perkosaan, itu hak elo. Gue gak akan nglarang. Tapi dengan elo lapor ke Polisi, sama saja elo uda ngebuka aib cewek lo ke keluarganya dan temannya karena membesarnya kasus ini.”

Gue terhenti sejenak lalu menengok ke belakang.

“Gue tahu. Tapi asal lo tahu bang, adik lo bakal jadi buruan gue nomor satu. Gue memang bukan tandingan elo bang, tetapi gue gak bisa membiarkan orang yang sudah merenggut kehormatan cewek gue masih bisa bersenang-senang tanpa merasa bersalah,” tegas gue.

Hanan tetap asyik merokok tanpa menoleh ke arah gue namun gue tahu ia tersenyum dingin. Insting gue entah kenapa merasakan sesuatu yang berbahaya dan akhirnya gue pun mempercepat langkah membawa Dita menuju rumah gue.

Rumah gue satu-satunya tempat yang bisa gue tuju dan tempat teraman karena bokap sedang pergi. Entahlah setan tua itu sedang jarang ada dirumah. Baguslah, sebaiknya dia jangan pulang dulu selama ada Dita di rumah nanti.

***

Begitu sampai di rumah dan hendak gue baringkan di tempat tidur, Dita muntah-muntah cukup banyak karena efek minuman, berikutnya Dita kembali tidak sadarkan diri atau mungkin langsung tertidur namun saat gue pegang keningnya ia terkena demam cukup tinggi. Pakaian yang ia kenakan hampir basah kuyup karena terkena muntahan dan juga keringat. Gue jadi serba salah karena baju basah tersebut memperparah demamnya. Namun di saat yang sama kalau gue mengganti baju Dita, berarti gue mesti menelanjangi Dita. Tetapi gue mesti segera mengganti baju Dita. Gue langsung mencari baju dan celana yang sekiranya muat sama Dita. Akhirnya gue nemu celana boxer yang sudah belum pernah gue pakai karena kekecilan, celana panjang model training dan kaos lengan panjang yang berukuran cukup besar.

Sebelum mulai mengganti baju Dita, gue mengganti lampu kamar menjadi lampu remang-remang. Aku menyibak selimut yang gue ambil dari van Roy dan nampak celana dalam Dita berwarna gelap. Dengan gerakan secepat namun tidak kasar gue menarik celana dalam tersebut dan memakaikan boxer ke Dita.  Gue jarang berdoa namun kali ini gue berdoa agar jangan sampai Dita siuman dalam situasi seperti ini. Dita bisa-bisa salah mengira bahwa gue ikut melecehkannya. Bisa runyam urusan.

Enggak sayang, gue gak mungkin ambil kesempatan dalam kesempitan, memang ketika akhirnya kita bertemu lagi di mall ketika lo jalan sama Yandi, gue terkesan dengan bagaimana badan lo bisa seksi montok. Namun di kondisi seperti ini, gue gak nafsu sama sekali.

Setelah memakaikan celana training, kini saatnya mengganti baju atasan Dita. Tetapi iman gue goyah (sejak kapan gue punya iman?) bahkan gue sampai menelan ludah ketika melolosi baju Dita ke atas, payudara Dita nampak penuh berisi dan seksi sekali. Ada dorongan nafsu untuk sekedar menyentuhnya barang sebentar tetapi gue menggelengkan kepala untuk membuang pikiran kotor. Gue lega karena bra yang dikenakan Dita masih terlihat kering. Baguslah, jadi gue gak perlu membuka bra karena gue takut nafsu juga. Gue bernafas lega saat selesai memakaikan baju buat Dita.

Kini gue mengompres dahi Dita dan setiap lima menit gue ganti kompresnya ketika airnya sudah tidak dingin. Sambil menunggui dan memandangi wajah Dita, gue seharusnya sedih atas apa yang sudah menimpa dia tetapi pada saat yang sama gue senang karena bisa sedemikian dekat lagi dengannya. Dita itu cinta monyet gue dan siapa sangka monyet tersebut sudah menjadi remaja yang cantik. Perlahan gue bisa melihat raut wajah Dita yang tadinya terlihat ketakutan, pucat berangsur membaik.

Demamnya juga mulai turun meskipun masih terasa sedikit demam. Gue sebenarnya punya pil penawar untuk mengurani perasaaan hangover setelah mabuk-mabukan cukup parah di malam harinya tetapi besok sajalah jika Dita masih merasakan efek minuman. Karena sibuk memikirkan dan menjaga Dita, membuat gue lupa kalau kondisi gue babak belur setelah berantem dengan Roy. Keparat itu tangguh ! mungkin gue menang beruntung lawan dia.

Badan sakit semua, terutama di beberapa bagian badan yang sering kena serangan mulai dari lengan, hingga perut. Muka? Jangan tanya lagi. Gue merasa beberapa titik di wajah gue membengkak. Gue lalu ke dapur untuk menumbuk beras dan kencur. Setelah halus gue masukkan ke mangkuk kecil. Berikutnya gue juga menuang air hangat dan beberapa balok es dari dalam kulkas. Gue bawa semuanya dengan nampan menuju ke kamar.

Gue lalu mengoles-oleskan es batu ke area muka gue yang lebam mulai dari dahi, pelipis, kedua belah pipi dan sekitaran hidung. Ada sekitar lima belas menit gue mengoleskan es batu ke muka hingga mencair. Kemudian gue mengompres dengan air hangat. Ahh rasa tebal di sekiran muka mulai membaik saat gue usap-usap dengan kain yang gue rendam dengan air hangat. Ada kali sepuluh menit gue mengompres wajah. Saat air mulai dingin, gue balur wajah gue dengan campuran tumbukan halus beras dengan kencur. Sensasi dingin namun perih membuat gue agak mendingan. Untuk lebam di badan, cara kompresnya berbeda. Yakni bagian yang lebam di kompres dengan air hangat dulu baru kemudian dengan air es.

Sebagai bajingan yang doyan berkelahi, hal-hal dasar untuk mengobati luka lebam baik ringan atau berat sampai bengkak hitam sudah gue kuasai. Apalagi semenjak masuk jurusan Mesin di STM XXX dimana hampir tiap hari gue terlibat perkelahian. Jadi isi tas gue udah kayak P3K. Mulai dari salep untuk luka lebam, ada juga obat merah atau betadine, kain kasa untuk perban, koyo, hansaplast dan lainnya. Selain pertolongan pertama, hal ini membantu gue menyamarkan luka ketika gue pulang ke rumah agar tidak ditanya-tanya oleh bokap. Tetapi lama-lama gue masa bodoh juga sih. Sampai pernah satu hari gue sengaja membiarkan luka lebam, lecet di wajah akibat luka berantem dengan anak kelas lain sepulang sekolah. Reaksi bokap ketika melihat gue pulang dengan kondisi bonyok? Cuma melihat gue sebentar kemudian kembali memusatkan pandangan ke buku yang ia pegang dan tak lama kemudian pria tua itu masuk ke dalam kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata sedikitpun.

Dasar bokap bangsat!

Semenjak kami kembali tinggal di Kota XXX beberapa bulan yang lalu, gue dan bokap semakin jarang berbicara. Kami seperti dua orang asing yang tinggal dalam rumah yang sama, meskipun jarang berbicara, tetapi seminggu sekali dia mentransfer uang baik untuk keperluan sekolah maupun uang jajan dalam jumlah lumayan, mobil juga gue dikasih.

Kalau dia gak bisa kasih sayang secara langsung, yaudahlah yang penting kiriman duit lancar.

Gue menguap lebar dan nyaris tertidur di kursi yang gue letakkan di samping tempat tidur. Namun melihat pakaian Dita yang kotor -termasuk celana dalamnya- gue melawan rasa ngantuk. Gue cuci sebentar, gue bilas dan gue jemur di tali belakang rumah. Sudah hampir setengah empat pagi ketika gue kembali ke kamar. Cuaca cukup dingin di luar sana dan terasa karena ventilasi kamar ge mayan besar. Gue pun menutupi Dita dengan selimut.

Met tidur Dit, hari-hari elo selanjutnya tidak akan pernah sama lagi semenjak kejadian naas yang menimpa elo. Tetapi gue akan selalu ada buat elo..

***

“AAAAAAAKKKKKKKKKKKKKKKKKKGGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH !!!!”

Jeritan cewek yang sangat kencang dan terasa dekat dengan gue membuat gue terbangun dalam kondisi terperanjat kaget.

Dita !!

Gue langsung tergagap memandang Dita. Dita menangis meraung-raung menjerit-jerit di pojokan tempat tidur sambil meringkuk !! Tangisan Dita benar-benar menyayat hati gue.

“PERGII !! PERGIII !!! LEPASIN GUEE !!! JANGAN GANGGGU GUEE !!!” Dita berteriak kearah gue. Entah kenapa dia tidak mengenali gue.

“Dit..ini Eko Dit..Ini Eko…” gue mencoba menenangkan Dita tetapi Dita kembali berteriak,”JANGAN DEKETIN GUEE !! GUE KOTOR !!”

Oh Tuhan…Bantu Dita..Kuatkan dia..

“Oke, Oke Dit..” Gue langsung berdiri dari kursi dan berdiri agak menjauh. Gue memberikan Dita waktu untuk menenangkan diri. Ia pasti shock berat dan berharap kejadian tadi malam cuma mimpi, tetapi realita membuatnya sadar bahwa kejadian semalam memang benar-benar terjadi padanya.

Kesuciannya di renggut oleh cowok yang baru dikenalnya di klub malam.

Setelah Dita mulai agak tenang dan bisa mendengar penjelasan gue, gue pun mulai berbicara menjelaskan kenapa dia ada disini, di kamar gue. Gue gak mau Dita punya pikiran gue bagian dari Roy.

“Kemarin gue juga ada di WISDOME dan gue gak sengaja ngliat elo di dance floor bersama cowok asing. Seharusnya pada saat itu gue menghampiri elo Dit. Tetapi saat itu gue Cuma diam memperhatikan karena elo udah sama cowok itu. Namun lambat laun gue menyadari kalau elo uda kelihatan mabuk dan dipapah cowok tersebut keluar dari klub. Gue segera menyusul. Tetapi gue sempat kehilangan jejak kalian berdua karena suasananya ramai. Butuh kurang lebih 15 menit gue bisa tahu keberadaa elo. Dan ketika gue tiba, elo udah pingsan sementara cowok tersebut sedang… ”

Gue tercekat, gue gak sanggup menyelesaikan kalimat tersebut. Dita yang tadinya tenang kemudian kembali menangis. Kali ini bukan Cuma menangis, ia ngamuk. Bantal guling yang ada di dekatnya ia lemparkan ke segala arah. Ia juga memukul-mukul ranjang.

“GUE UDAH GAK SUCII, HIKSSS !! GUE UDAH GAK PERAWAN LAGIII, HUUUUUUU!”

Gue semula membiarkan Dita mengamuk melampiaskan amarah tetapi kita ia mulai menjambaki rambutnya sendiri, gue lantas menghampiri dan memegangi tangannya.

“Lepasiin, lepasin tangankuu!”

“Udah Dit, jangan sakitin diri elo. Elo mesti kuat Dit, lo mesti kuat. Ini salah gue, salah gue. Seharusnya gue bisa menolong elo lebih cepat, tetapi reaksi gue lamban. Maaf Dit, maaf..gue gak bisa jagain elo…Padahal dulu waktu kita kecil, gue selalu bilang bakalan jagain elo dari gangguan anak-anak nakal….tetapi gue gagall..gue gak bisa jagain elo..”

Emosi dan kesedihan yang gue tahan dari semalam akhirnya jebol juga, gue menangis tersedu-sedu di depan Dita.Tangisan gue yang pecah justru membuat Dita mulai tenang.

“Eko..”

Dita menyebut nama gue, sepertinya ia mulai bisa mengenali gue. Selanjutnya kami menangis bersama. Dita menangisi kesuciannya yang telah direnggut paksa, gue menangisi dan mengutuk diri gue sendiri karena terlambat menolong Dita.

Tangisan Dita terhenti kemudian ia berbaring menghadap ke tembok bertumpukan tangan kanan.

Gue kemudian menjelaskan apa yang terjadi selanjutnya, gue bercerita bahwa gue terlibat perkelahian dengan cowok yang sudah menodai dia. Lantas membawa dirinya ke rumah gue. Gue tidak menceritakan part dimana abang Roy datang mencegah gue untuk membunuh Roy. Gue meminta maaf karena tidak membawanya ke klinik karena gue juga panik.

“Gue juga minta maaf karena udah gantiin pakaian elo yang basah terkena muntahan dalam kondisi lo masih pingsan..Tetapi demi mendiang Mama, gue gak macam-macam,” gue jujur apa adanya kepada Dita karena mungkin saja ia menyadari bahwa ia sudah mengenakan baju yang berbeda.

Dita tidak merespon, ia diam saja tidak menangis atau apa.

“Gue buatin sarapan bubur dulu buat lo sarapan. Lo mesti makan.”

Gue lalu ke dapur, selain untuk membuatkan Dita sarapan, gue juga ingin memberikan waktu untuk menenangkan diri. Sambil membuatkan bubur instan di dapur yang gue tambahin dengan telur rebus, gue berpikir apa tindakan gue semalam salah karena tidak membawa Dita langsung ke klinik atau tidak mengabari kedua orang tua Dita yang gue kenal dulu saat kami masih sama-sama TK. Entah tepat atau tidak keputusan gue semalam, dalam pikiran gue adalah semakin sedikit orang yang tahu kejadian ini lebih baik buat Dita untuk memulihkan mentalnya.

Sambil menunggu telur rebusnya siap, gue ke kamar mandi untuk cuci muka dan sikat gigi. Di kaca yang terpasang di kamar mandi, luka lebam gue mayan berkurang tetapi masih belum hilang benar. Setelah agak segar dan mengganti baju karena udah bau keringat. Dua puluh menit kemudian gue membawa nampan berisi semangkuk bubur, sebutir telur rebus yang masih hangat + garam kesukaan Dita, air putih menuju ke kamar.

Tetapi gue terperanjat kaget melihat Dita kini sudah duduk di pinggir ranjang dengan rambut awut-awutan dan wajah pucat.

Bukan penampilan Dita yang membuat gue kaget, tetapi gue kaget sekaligus khawatir melihat benda yang ia pegang.

Sebuah gunting besar yang ia pegang terbalik di tangan kanan.

“Dita…Dita….tenang…jangan berbuat aneh-aneh Dit, pliss.” kata gue pelan sambil meletakan nampan di meja ruang tamu yang berhadapan dengan langsung arah kamar gue.

Gue benar-benar ceroboh dan tidak memperhitungkan bahwa labilnya emosi Dita bisa membuatnya melakukan tindakan yang membahayakan dirinya sendiri. Gunting yang dipegang Dita adalah gunting yang terletak di atas meja belajar gue.

“Dita…Kunyit..tolong letakkin gunting itu sayang…” bujuk gue sambil berjalan selangkah demi selangkah mendekati Dita.

Kunyit adalah panggilan gue ke Dita ketika kami kecil. Dita awalnya selalu ngambek kalau gue panggil dengan Kunyit, namun lama-lama ia malah senang, terdengar lucu katanya.

Pandangan mata Dita terlihat kosong, menerawang. Pikiran Dita sedang melayang-layang.

“Letakkin guntingnya..itu benda bahaya..Kunyit, masa depan kamu masih panjang..aku tahu kamu kuat..kalau kamu tidak kuat, ada aku. Ayo ceritakan semuanya ke aku sambil kita mandi bola, permainan kegemaran kita saat kecil..”

Langkah demi langkah gue mendekati Dita. Jangan sampai gue membuat Dita panik dan membuat ia bertindak bodoh.

Gue akhirnya berhasil mendekati Dita dan mengambil gunting dari tangannya. Gunting tersebut segera gue lempar keluar kamar. Tiba-tiba Dita memeluk dan kembali menangis. Gue pun berlutut dan membalas pelukan Dita untuk membuatnya tenang.

“Nangis, menangislah sepuasnya Nyit,” bisik gue sambil mengelus rambutnya yang berantakan. Gue rapikan sebisanya.

“Ekoooo, hiiksss….hiksssssss”

Hari itu gue full seharian di rumah menemani Dita. Perlahan Dita mulai bisa menguasai dirinya, ia mau makan dan juga mandi. Sesekali ia bisa sedikit tersenyum saat gue menceritakan kenakalan kami sewaktu kecil. Tapi ya ia juga bisa tiba-tiba menangis dan sering melamun. Ketika mulai tenang, Dita bercerita kalau ia di ajak teman sekelasnya untuk clubbing di WISDOME. Di sana ia mulai terbujuk untuk ikut minum-minum. Dan singkat cerita disana pula ia kenalan dengan Roy. Dita dan kedua temannya kemudian terpisah sehingga Dita bersama dengan Roy sampai peristiwa naas tersebut.

Fiuh…

Karena gue kemarin abis belanja mengisi dapur dan kulkas, jadi gue bisa masakin Dita makanan. Bajingan-bajingan gini gue mayan bisa masak sendiri dan lumayan lah rasanya. Siang hari gue masakkin Dita Ayam goreng dan sayur bayam. Gue senang karena Dita mau makan meski Cuma beberapa sendok, itupun karena gue yang nyuapin. Karena malamnya hujan, gue masak sop ayam campur macaroni. Fiuh, Dita makan lumayan banyak. Dan ia sempat memuji masakan gue.

“Masakan kamu enak Ko,” puji Dita ketika aku menyuapkan satu sendok nasi yang terakhir.

“Karena gue gak terlalu suka jajan atau makan diluar, akhirnya gue belajar masak Dit. Menurut gue masih mayanlah rasanya. Jawab jujur, masakan gue enak gak?”

Dita tersenyum dan mengangguk.

Melihat Dita tersenyum, pengen rasanya gue langsung sujud syukur saat itu juga.

“Om Narko kemana Ko?”

Narko itu bokap gue.

“Lagi diluar kota. Seminggu.”

Gue gak bohong, sore tadi ketika Dita tidur, gue sempat buka ponsel dan bokap gue SMS kalau dia pergi selama seminggu. Entahlah untuk urusan apa bukan urusan gue. Tetapi gue malah bersyukur sih jadi Dita bisa disini. Tiba-tiba gue jadi inget, apa orang rumah Dita gak nyariin? Lalu gue pun bertanya pelan-pelan kepada Dita.

“Nyit, kamu gak ngabarin orang rumah? Tar di cariin lo.”

Dita terdiam sejenak kemudian meminum air putih hangat.

“Tas, dompet dan ponselku kayaknya ketinggalan di sana.”

“Oh, nih telpon pake ponselku.”

Dita kemudian menelepon orang rumah sepertinya ia menelepon ke Tante Mirna, mamanya. Gue hendak pergi karena gak enak dengar dia bicara di telepon, namun Dita memegang tangan gue. Ia mengangguk, ia meminta gue untuktetap disini.

“Maaf Ma baru ngabarin, ponsel Dita sama dompet hilang jatuh pas malam tahun barusan kemarin. Ini Dita pinjem ponsel teman.”

“Dasar ceroboh. Dimana kamu sekarang? Mama jemput.

Gue bisa mendengar suara Tante Mira karena volumenya cukup kencang.

“Dita lagi di luar kota Ma. Ehm, Di Villa punya ortu Kinan. Rame-rame kok. Besok lusa Dita baru pulang.”

“Loooh, kamu kok baru ngabari Mama sekarang sih kalau kamu di luar kota sayang. Kamu di cariin Papa loh.”

“Maaf Ma, bilangin ke Papa ya Ma, plisss. Dita udah terlanjur disini nih. Dita kan jarang pergi main nginep, mumpung masih libur Ma.”

”Dasar, paling bisa ya kamu bujuk Mama. Yaudah, lusa kabarin kalau mau dijemput dimana. Hati-hati ya cantik anak kesayangan Mama, jaga diri baik-baik. Mama kadang lupa kalau kamu masih bocah hihi, padahal kamu uda remaja.” 

Roman muka Dita langsung berubah merah, air matanya kemudian turun ketika Tante Mirna bilang agar Dita jaga diri baik-baik. Gue bisa merasakan tangisan Dita tersebut karena ia tidak bisa menjaga dirinya baik-bak. Dengan menahan emosi dan mengantur suara setenang mungkin Dita mengiyakan saja pesan Mamanya dan menutup telepon. Gue menggenggam tangan Dita untuk menguatkan perasaannya. Ia pasti luar biasa sedih dan merasa bersalah kepada orangtuanya.

Dita kembali menangis terisak-isak. Gue mengeratkan genggaman tangan gue ke Dita, menyalurkan kekuatan gue agar ia tetap tabah. Dita lalu merebahkan kepalanya di dada gue.

“Sabar Nyit, sabar..”

Karena seharian ini ia terus menangis, membuat Dita cepat lelah. Dan ia rupanya tertidur bersandar ke dada gue. Gue mengelusi rambut panjang Dita dan mencium kepalanya.

“Aku sayang banget sama kamu Nyit. Sayang banget,” bisik gue. Entah Dita mendengarnya atau tidak yang penting gue udah ungkapin perasaan gue. Gue senang karena Dita tadi mengatakan ia berada di Villa milik temannya sampai lusa. Berarti besok seharian gue masih terus sama Dita.

Ada kali setengah jam gue gak duduk gak mengubah posisi karena Dita sedang tidur. Ketika gue mendengar dengkuran halusnya, gue perlahan membaringkan Dita di ranjang agar tidurnya nyaman dan menutupinya dengan selimut. Pada saat menyelimuti Dita inilah, posisi wajah gue dekat sekali dengan Dita. Karena terbawa perasaan, tanpa sadar gue mendekati bibir Dita. Tetapi sebelum bibir gue mengenai bibir Dita, gue sadar gue gak boleh lakuin ini. Gue segera bangkit dan membereskan piring dan gelas kotor. Setelah sekalian gue mencuci gelas piring, gue kembali ke kamar dan duduk di sofa yang gue atur posisinya berada di samping tempat tidur.

Hujan yang semakin deras membuat gue juga merasa ngantuk dan akhirnya ikut terlelap di sofa sambil menggenggan tangan Dita.

Hari berikutnya, Dita jauh terlihat lebih baik. Sudah mau makan sendiri (padahal gue nyuapin dia terus juga gak masalah) dan tidak lagi berdiam diri di kamar. Di belakang rumah ada taman kecil yang cukup asri. Sambil berbicara santai dan menikmati es buah yang gue buat, sekilas gue melihat Dita semakin tenang. Sepertinya ia sudah ikhlas, berdamai dan menerima apa yang sudah terjadi kepadanya. Kami baru masuk ke dalam rumah ketika cuaca kembali mendung dan tak lama kemudian hujan turun.

Dita bilang dia ingin nonton film. Gue pun membuka laptop agar Dita memilih sendiri film apa yang ingin ia tonton karena gue punya banyak sekali koleksi film.

“Hmm, sapa nih, manis sekali desktopnya,” komen Dita.

Gue langsung inget kalau gue pasang foto Dita sebagai background desktop. Foto yang gue ambil dari Facebook Dita. Malu sih ketahuan, tetapi di saat yang sama gue senang karena Dita tahu betapa gue sayang sama dia.

“Itu foto tuan putri dari kerajaan Uka-Uka.”

Dita tertawa sampai menutup mulutnya.

Setelah mengacak-acak folder film, Dita akhirnya memilih film klasik Home Alone 1.

“Nonton ini sajalah, ini film gak pernah bikin bosen, kayak kamu Ko,” kata Dita sambil melirik ke arahku.

Padahal Cuma dibilang gak ngebosenin, hati gue udah kayak taman bunga aja. Gue lalu membawa laptop ke ruang tamu dan gue sambung ke TV dengan kabel HDMI biar puas nonton di TV 32 inch. Sambil ngemil kami berdua nonton sambil duduk berdekatan di sofa.  Beberapa kali Dita tertawa lebar melihat adegan bagaimana satu persatu para perampok dikerjai Kevin yang di perankan Macauley Culkin, bahagia rasanya ngliat cewek yang gue sayang, duduk nglendotan di pundak sambil tertawa.

Menjelang akhir film, Dita rupanya tertidur. Pelan-pelan gue membaringkan kepala Dita di sofa beralaskan bantal sofa. Gue matikan TV kemudian terdengar dering ponsel gue dari dalam kamar. Segera gue cek, eh gue kaget karena muncul nama Dita sebagai penelepon. Berdasarkan keterangan Dita, tas beserta dompet dan ponselnya ketinggalan di WIDOME.

“Halo? Lu siapa telpon pake nomor Dita?”

“Oi, santai. Gue sodik dari pihak security WISDOME. Ini ada barang-barang dari Dita yang ketinggalan dan kami amankan di posko.”

“Darimana lo tahu nomor gue?”

“Gak taw, ponsel ni cewek terkunci, dan ada beberapa nomor darurat yang bisa ditelepon tanpa ngebuka kunci. Cuma nomor lo ini yang bisa dihubungi.”

Gue bersyukur karena barang-barang penting Dita masih aman, namun gue mencium gelagat kurang menyenangkan.

“Lo mau gue kesana ambil barangnya?”

“Gak usah, gue kirim pake Go-Send aja, sebutin alamat rumah lo.”

Karena feeling gue gak enak untuk menyebutkan alamat, maka gue kasih alamat kirim di Alfamart yang dekat dengan rumah.

“Tar abang drivernya suruh telpon gue kalau udah disana, tar gue kesana.”

“Oke, beres.”

Klik

Baru juga gue mau nanya sesuatu, sambungan terputus.

Saat gue tengah duduk di ruang tamu sambil jagain Dita, ada pesan masuk dari driver Go-Jek kalau dia udah di depan Alfamart. Setelah gue balas untuk meminta dia menunggu, gue segera memakai jaket dan keluar sebentar jalan kaki menuju Alfamart yang berjarak 200 meter. Setelah ketemu dengan drivernya, gue buka isi paket dan ada tas cewek, di dalamnya ada ponsel, peralatan make-up, dompet berisi surat-surat dan ada foto Dita di dalamnya, ada juga uang 5 lembar pecahan 100 ribu. Oke,sepertinya ini benar punya Dita. Gue lalu kembali ke rumah, namun feeling gue kayak ada yang ngikutin. Tetapi gue sengaja gak nengok. Oleh karena itu gue sengaja ambil jalan muter lewat gang-gang kecil yang ramai untuk menghilangkan jejak. Ketika sampai di jalanan depan rumah, gue melihat sekeliling tidak ada motor atau mobil yang mengikuti. Gue segera masuk ke rumah.

Entah karena gue paranoid atau gimana, lebih baik gue mulai hati-hati.

Ketika Dita bangun ia terkejut dan senang karena barang-barangnya kembali tanpa kurang sedikitpun. Ketika bertanya bagaimana barangnya bisa ada disini, gue cerita semuanya. Kecuali bagian dimana gue merasa ada yang mengikuti, agar tidak membuat Dita jadi ikut paranoid. Tetapi gue baru menyadari satu hal yang membuat diri gue ternyata penting buat Dita yakni nomor ponsel gue dijadikan nomor emergency di ponsel Dita. Kenapa bukan nomor orangtuanya atau nomor telepon Yandi? Eh Yandi..

Gue baru kepikiran nama Yandi karena fokus jaga Dita di masa pemulihan mental. Si brengksek itu kemana saja? Karena keteledorannya, Dita jadi korban !!!! apa rumor bahwa akan ada perkelahian besar di SMA NEGERI XXX di malam tahun baru, benar adanya? Kalau benar, Yandi rupanya lebih memilih ikut tawuran dibandingkan menemani Dita. Gue geram dengan keputusan Yandi namun di saat yang sama, gue mungkin akan mengalami dilemma jika di posisi Yandi. Memilih tawuran atau menemani Dita? Kalau hanya tawuran kecil gue jelas pilih Dita, tetapi kabar pertaruhan posisi di tawuran tersebut membuat semua bajingan SMA NEGERI XXX tidak mungkin untuk tidak datang.

Bangsat, posisi yang sungguh sulit. Hati kecil gue pun akhirnya memaklumi dengan keputusan Yandi yang lebih memilih ikut tawuran. Mungkin gue pun akan mengambil keputusan yang sama dengan Yandi. Fiuh.

“Eko, aku mau minta sesuatu sama kamu…” tanya Dita tiba-tiba.

“Eh iya, apa. Minta saja, akan gue penuhin.”

“Tolong, aku mohon jangan cerita kepada siapapun tentang [i]‘kejadian’[/i] yang menimpaku di malam tahun baru. Termasuk kepada Yandi, janji?” Dita mengatakan hal tersebut dengan ekspresi dingin.

Gue mengangguk. “Iya, gue gak kan cerita apapun tentang. Janji.”

Penyataan dari Dita tersebut membuat gue penasaran dengan status Dita dengan Yandi. Apakah mereka berdua masih pacaran atau sudah putus.

“Dit, kamu masih…Pacaran sama Yandi?” gue balik bertanya ke Dita.

Dita diam saja. “Gak tahu, terlebih lagi apa dia mau punya pacar yang sudah di nodai cowok lain…”

“Aku sayang sama kamu Nyit! Aku cinta ! aku tidak peduli kalau kamu….pokokknya aku bakal sayang sama kamu terus!” gue benar-benar terbawa perasaan dan ya sekalian aja gue ngomong jujur.

“Iya, aku tahu Ko. Aku tahu. Aku bisa ngrasain ketulusan kamu. Tetapi tolong aku gak mau mikir itu dulu. Aku masih berusaha menghapus mimpi buruk yang sudah menimpaku.”

Kali ini gue diam. Dita benar, ini bukan momen yang tepat untuk membahas hal seperti ini dalan perspektif Dita.

Malam harinya, kami berdua keluar cari makan diluar karena bosan di rumah. Kami memilih makan bebek goreng yang cukup jauh dari tengah kota. Selesai makan kami langsung pulang. Sesampai di rumah, hujan kembali turun. Dita pun segera masuk ke kamar gue untuk istirahat, sementara gue masih duduk di ruang tamu. Tiba-tiba Dita meminta gue masuk ke kamar.

“Temenin aku bobok.”

Gue tersenyum dan menyusul Dita. Saat gue hendak mengambil kursi sofa untuk gue dekatkan di dengan tempat tidur, Dita bilang,”Kamu bobok samping aku.”

Gue terkejut dan senang mendengarnya, jika dalam kondisi normal, dan Dita mengatakan hal seperti itu, mungkin pikiran gue bakal melayang kemana-mana termasuk membayangkan kejadian yang mungkin terjadi jika sepasang remaja bobok bareng. Namun ini lain kondisinya, mungkin Dita ingin tidurnya lebih nyenyak karena…

Gue baru inget, besok Dita mesti sudah kembali ke rumah. Ini jadi malam terakhir buat kami untuk sedekat ini.Gak bisa ya Dit, selamanya kamu sama aku terus?

Saat berbaring dengan Dita, Dita mengubah posisinya berbaring menyamping memeluk gue. Sebenarnya gue juga ingin berbaring menyamping dan membalas pelukannya, namun gue masih kikuk. Tetapi menggenggam  tangan Dita saja sudah bahagia.

Gue terbangun ketika Dita mengigau. Ia seperti orang ketakukan, saat gue hendak menenangkan Dita, Dita mengigau dan mengatakan,”Yandi…Sayang…aku takut…”

Gue jadi gak bisa berkata-kata apapun, gue peluk Dita mencoba menenangkannya hingga ia tidak lagi mengigau dan tertidur kembali.

Ragamu memang berada dalam pelukan gue Dit, tetapi hati dan pikiran lo  tetap untuk Yandi semata….

Setelah Dita kembali pulang keesekokan harinya, gue untuk pertama kalinya merasakan kesepian luar biasa saat berada di rumah sendirian. Kehadiran Dita selama beberapa hari di rumah gue terasa begitu cepat. Gue kayak orang bingung bolak-balik duduk di teras, ruang tamu lalu akhirnya pindah ke kamar dan memeluk guling serta selimut yang masih terasa aroma dari Dita. Aroma Dita seakan tidak mau pergi padahal hampir seminggu lebih sudah lewat.

Gue luar biasa sedih, gue semakin gak bisa jauh dari elo Dit.  Namun aku cukup senang karena akhir-akhir ini Dita sering menghubungi gue terlebih dahulu. Pokoknya jadi lebih intens lah, meski belum sempat untuk ketemu Dita lagi. Mungkin Dita masih perlu waktu untuk menenangkan diri.

Karena merasa galau luar biasa, gue memutuskan untuk ziarah ke makan nyokap. Tempat gue mengadu bercerita keluh kesah kepada Nyokap yang udah tidur tenang. Karena hari biasa di siang hari pula, pemakaman terasa lengang. Setelah menaburkan bunga dan membacakan doa untuk nyokap, gue bercerita kepada nyokap tentang peristiwa beberapa hari ini termasuk perasaan gue ke Dita.

“Aku benar-benar sayang sama Dita Ma, sayang banget. Tetapi Dita sudah sayang sama orang lain Ma. Mau aku bunuh sekalipun cowok tersebut, tetap saja aku tidak bisa mengubah perasaan Dita untuk menerima aku Ma. Yaudah Ma, Eko balik dulu. Eko janji bakal sering nengokkin Mama….EKo kangen Ma…”

Gue menyeka air mata yang nyaris turun, entah kenapa akhir-akhir ini gue jadi mellow ! Saat gue udah berada di dalam mobil, pandangan mata gue menangkap sepasang cowok-cewek yang turun dari mobil yang parkir tidak terlalu jauh di depan gue. Masalahnya, gue sepertinya kenal dengan keduanya. Gue sampai memicingkan mata agar gak salah lihat, untuk meyakinkan lagi apa yang gue lihat, gue sampai turun dari mobil dan mengenakan kacamata hitam serta topi. Gue lalu mengikuti mereka berdua dari belakang. Saat keduanya berhenti di salah satu makan, gue segera mencari posisi berlindung di balik pohon yang berada di samping mereka dengan jarak 30 meter. Posisi ini membuat gue melihat jelas dan memang benar!

Itu Yandi dan cewek tersebut adalah Vinia yang penyanyi terkenal yang satu sekolahan dengan Yandi.

Mereka sedang ziarah ke makam siapa? Jika Vinia terlihat tenang, lain halnya dengan Yandi yang nampak seperti orang bingung. Saat gue tengah berpikir, gue lihat Vinia menunjukkan sesuatu di ponselnya. Dan Yandi menunjukkan reaksi tak terduga ketika ia tiba-tiba berlutut di depan makam. Yandi nampak shock dan menangis di pusara. Namun pemandangan berikutnya jadi lebih dramatis ketika Vinia ikut berlutut dan memeluk Yandi.

Hohoho. Momen ini sayang untuk dilewatkan. Gue segera mengambil ponsel dan membidik foto mereka berdua yang tengah menangis dan berpelukan di depan makam. Bisa saja foto ini akan berguna nanti. Di sisi lain gue jadi penasaran makam siapa itu. Suara gemuruh membuat gue kaget dan tak lama kemudian hujan gerimis mulai turun. Vinia gue lihat nampak membujuk Yandi untuk segera bangkit hingga akhirnya mereka berdua berjalan meninggalkan makam. Hujan mulai deras dan gue mulai kebasahan, namun gue mesti menunggu mereka berdua pergi. Ketika akhirnya mobil mereka pergi, gue segera mendekati ke arah makam yang membuat gue penasaran !

AXEL SIDARTA WILLIAM
LAHIR : 31 DESEMBER 20XX
WAFAT : 3 JANUARI 20XX

Hah? Gue sampai melongo melihat nama yang tertera di batu nisan. Ini Axel ? Axel satu-satunya siswa yang sudah pernah mengalahkan bos setan jahanam Anton? Axel meninggal seminggu yang lalu rupanya. Ya pantas aja Yandi nangis-nangis, pelindungnya udah mati duluan. Kaget juga sih gue nemu fakta kalau Axel yang punya pamor mati. Tapi gue heran, kenapa belum ada info beredar kalau Axel mati sampai seminggu lamanya? Sepertinya berita kematian Axel benar-benar dirahasiakan. Bahkan Yandi yang cukup dekat dengan Axel pun sepertinya juga baru tahu hari ini.

Segera gue foto batu nisan ini beberapa kali, hohoho. Sepertinya gue orang luar pertama yang tahu berita sebesarrr inii.

Nta gue share ke Anton ah foto ini.

Gue lalu kembali ke mobil karena hujan makin deras. Dan gue kembali melihat foto-foto barusan, termasuk foto Yandi dan Vinia yang tengah berpelukan. Mendadak emosi gue malah meledak-ledak melihat foto ini. Jangan-jangan memangYandi punya hubungan dengan Vinia? Bangsatttt lo Yan!!

Lu bisa membuat Dita jatuh cinta sama elo, gue masih terima meskipun berat. Tetapi setelah elo dapetin Dita, lo khianatin Dita? KALI INI GUE GAK TERIMA !!GUE GAK BISA TINGGAL DIAM ! APALAGI DITA SAMPAI KELAYAPAN DI DISKOTIK KEMUDIAN KENA CEKOK MINUMAN KERAS SAMPAI KENA PERKOSA ORANG, ITU JUGA BAGIAN DARI KESALAHAN ELO !!!!!

BESOK, BESOK GUE SAMPERIN LO !!!

***

Keesokan harinya, gue berhasil membuntuti Yandi ketika keluar dari rumahnya menjelang maghrib. Gue ikutin Yandi yang sedang berjalan kaki entah menuju kemana. Gue menunggu timing yang tepat untuk menyerang dia. Saat melihat Yandi berjalan gontai sendirian di jalan yang sepi, gue pacu motor gue dari belakang. Ini saatnya !

BRUMM !!

“Mampus lo bangsaaaat !!”

BUAAGHHH !!

Yandi terpental bergulingan ke depan hingga beberapa meter saat gue tabrak dia dari belakang. Lalu gue lindas kaki kirinya hingga ia bergulingan di jalanan sambil memegangi kakiknya. Helm full face yang gue pakai, gue lepas dan gue hantamkan ke arah wajahnya dari depan. Sekuat-kuatnya nih orang, tetap ngocor juga darah dari hidungnya, banyak sekali ! haha! Makin lihat darah, makin gue kalap ! gue injak-injak wajah Yandi yang udah membuat gue muak !!

“Makan nih sepatu gue bekas taik anjingg !!!”

BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !! BUG !!

Karena belum puas, gue ambil batu seukuran tangan yang cukup berat. Gue ambil lalu gue lempar dari jarak dekat ke arah perutnya. Mata Yandi membelalak kesakitan ! ia mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya.

Gue berhenti sejenak untuk mengambil nafas, karena gue juga ngos-ngosan. Gue tunggu hingga beberapa saat, karena gue tahu Yandi masih bisa bangkit berdiri.

“Bangun lo anjing !!! hadapin gue ! kesel banget gue sama elo!

Namun sampai beberapa menit kemudian, Yandi masih belum bangkit, ia terbatuk-batuk sambil telentang. Wajahnya penuh noda darah, darah yang berasal dari hidungnya.

 Gue dekatin Yandi lalu berjongkok dan menjambak rambutnya.

“Bangun njing!! Gak mungkin lo kalah gitu aja! Gue tahu benar gimana elo masih bisa bangkit ketika dihajar Puput! Lo masih inget sama gue kan? Gue Eko. Gue yang udah nyebarin video perkelahian elo dengan Puput.”

Namun Yandi Cuma menatap gue sambil mengatur nafas, tanpa mengatakan apa-apa.

Gue pukul lagi ke bagian kelopak mata Yandi beberapa kali hingga lebam dan susah untuk membuka mata.

CUIH ! gue ludahin wajahnya, namun sama. Yandi masih tidak melawan sama sekali.

“Cuma gara-gara Axel mampus, lo jadi lemah gini?”

Gue sempat bimbang, apakah gue mesti mengatakan rahasia Dita untuk memantik amarah Yandi. Tetapi akhirnya..

“Heh, lo tahu gak, kenapa lo gak bisa hubungin Dita? Bahkan lo datang ke rumahnya pun tetap Dita gak mau ketemu, lo tahu gak penyebabnya, hah?”

Tatapan Yandi yang tadinya nampak kosong kini seakan terpantik dengan ucapan gue. Gue berhasil menarik perhatiannya.

“TELAH TERJADI SESUATU YANG BURUK KEPADA DITA, ANJING LUUU YAN !! GARA-GARA ELO LEBIH MEMILIH IKUT TAWURA, DITA MENGALAMI HARI YANG TIDAK MUNGKIN BISA IA LUPAKAN SEUMUR HIDUP !! DAN ITU SEMUA  KARENA KESALAHAN ELO !!!!” kata gue sambil meluap-luap.

“Ap…apa kamu bilang..sesuatu sudah menimpa Dita? Kata…uhuk..uhukk..katakan apa yang terjadi?” Yandi mencengkeram kerah gue.

Gue mengibaskan pegangan Yandi kemudian berdiri di hadapannya.

“Lo bangun sekararang, lo due sama gue dulu ! kalau lo menang, gue akan ceritakan semuanya. Kalau gue yang menang, lo bakalan kehilangan Dita.”

Ya, gue pun serius dengan perkataan gue. Kalau gue menang lawan Yandi, gue akan berikan foto-foto Yandi dan Vinia yang tengah berpelukan saat datang ke pusara Axel. Gue tahu Dta masih bimbang dengan kelanjutan hubungan dia dengan Yandi. Namun ketika foto tersebut gue berikan ke Dita, gue yakin Dita akan memutuskan hubungannya dengan Yandi detik itu juga! Pada saat itulah gue akan semakin mudah menunjukkan kepada Dita bahwa Cuma gue yang tulus sayang sama dia.

Sebenarnya gue bisa langsung kasih foto-foto tersebut kepada Dita tanpa repot mengajak Yandi duel, namun jiwa bajingan gue memberontak karena gak ada gregetnya sama sekali !!

Tanpa sadar gue mundur beberapa langkah saat Yandi mulai bangkit.

Anjing, kenapa gue reflek mundur ya? Apa keputusan nekat gue ini menjadi blunder? Dengan wajah bersimbah darah, Yandi akhirnya bangkit berdiri sambil memegangi perutnya.

Tatapan mata Yandi terlihat berbeda sekali, ekspresinya juga jauh lebih gelap.

“Oke, aku akan melayanimu.”

Yandi lalu berjalan mendekati gue dengan kaki tertatih-tatih karena salah satu kakinya sempat gue lindas tadi.

Aura…kenapa Aura Yandi terasa menyesakkan seperti ini? Gue seakan gak bisa bernafas saat melihat Yandi mendatangi gue. Masak iya gue takut sama orang yang sudah gue hajar cukup parah sebelumnyaa? Untuk mengusir rasa gelisah, gue yang menyerang Yandi terlebih dahulu.

BUGH !!!

Pukulan gue masuk dengan bersih ke arah wajahnya. Namun Yandi tidak bergeming sedikitpun, ia menerima pukulan gue dan seperti tidak ada efeknya sama sekali? Gue pukul sekali lagi ke arah perut, namun pukulan gue seperti menghantam dinding yang sangat tebal. Hey, serius nih. Setelah sedemikian rupa gue injak-injak dan gue hantam dengan batu, otot perut Yandi masih bisa menahan pukulan gue?

“Tepatin janjimu Ko, kamu akan cerita semuanya begitu aku mengalahkanmu.”

“GAK SEMUDA-”

BUGH !!!

Teriakan gue terhenti karena tiba-tiba gue menerima satu pukulan yang menggetarkan seluruh badan gue.

***

Gue terperanjat kaget saat mendapati gue tiba-tiba terbangun di pinggir jalan sambil memegangi kepala. Kepala gue rasanya luar biasa pusing, namun entah kenapa gue bersyukur ternyata kepala gue masih ada.

Apa yang terjadi? Terakhir gue kan sedang menantang Yandi dan ingatan gue pun pulih.

ANJINGG !!! GUE KALAH LAWAN YANDI, CUMA SEKALI PUKUL !!!

Baru kali ini gue kalah lewat satu kali pukulan. Gak, Yandi yang gue lihat sebelum gue pingsan, berbeda dengan Yandi yang dihadapin oleh Puput dulu. Levelnya, ah bukan, bukaa, aura Yandi yang gue hadapin jauh lebih seramm !!

“kamu udah sadar?” tanya seseorang dari seberang jalan.

Gue baru sadar tenyata ada orang duduk di sebrang sana, karena gelap membuat gue tidak menyadarinya. Orang itu lalu berdiri dan mendekati gue.

“Sekarang, penuhin janjimu, ceritakan semuanya, apa yang terjadi dengan Dita?” tatap Yandi dengan sorot mata tajam, wajahnya terlihat basah. Noda darah di mukanya sudah hilang, mungkin ia sempat membasuh wajahnya, tapi tetap saja luka lebam masih terlihat.

Gue lalu duduk bersandar ke tembok di belakang gue.

“Ketika elo memutuskan pergi ke sekolah untuk tawuran, Dita pergi bersama teman sekolahnya ke club malam untuk menghabiskan malam tahun baru. Di sana Dita ikut minum alcohol, cukup banyak. Lalu disana Dita berkenalan dengan Roy….”

Gue sengaja berhenti sejenak, karena badan masih terasa mengambang. Gilak, pukulan macam apa ini, efeknya gak kunjung hilang.

“Roy? Siapa dia?” tanya Yandi tak sabar.

“Roy adalah orang yang kemudian mencekoki Dita dengan minuman berkadar alcohol tinggi sehingga Dita mabuk berat. Lalu Dita kemudian dibawa keluar oleh Roy. Lalu di dalam mobil di salah satu sudut parkiran…Roy…mengambil paksa…kehormatan.. Dita.”

Yandi tertegun, ia seperti tidak percaya dengan apa yang gue katakan.

“Coba…kamu ulangi sekali lagi...perkataanmu..” ujar Yandi dengan suara bergetar, tangannya meremas baju di pundak gue.


*****
@ kamar Yandi
1 jam kemudian
*****



(POV Yandi)

Aku menangis di dalam kamar, mengingat perkataan Eko tentang apa sudah menimpa Dita ketika aku lebih memilih membela harga diriku.

Eko benar, ini semua salahku. SALAHKU !!! Seandainya aku pergi dengan Dita pada malam itu, peristiwa itu tidak akan pernah terjadi kepada Dita.

PERSETAN DENGAN SEMUA URUSAN SEKOLAH !! JIKA ADA YANG MAU JADI ORANG NOMOR 1, SILAHKAN AMBIL !! AKU GAK BUTUH !!!!

Tahun ini berbagai kabar buruk datang silih berganti, setelah Axel meninggal, Dita diperkosa orang !!

Aku tidak tahu mesti bagaimana lagi, jika semua pilihan yang aku ambil berujung pada tragedi. Kenapa bukan aku saja yang mati ketika longsor itu terjadi ? biar Bapak dan Ibu yang selamat. Karena selanjutnya, kemalangan terus menimpa orang-orang yang ada di sekitarku.

Zen nyaris meninggal, itu juga karena perbuatanku, puluhan teman-temanku juga berada dalam bahaya jika aku ingat lagi betapa panasnya tensi tawuran di aula. Siapa saja bisa terbunuh.

“Yandiii, mbak balikin blender ya ! aku taruh di dapur !”

Terdengar teriakan dari arah dapur, itu suara Mbak Wati.

Saat ini  aku butuh seseorang untuk menceritakan semua beban di hatiku ini, aku tidak bisa bercerita kepada Mbak Asih maupun ke teman lainnya. Ya Mbak Wati, dia pendengar yang baik, aku bisa bercerita apa saja kepadanya, termasuk apa yang sudah terjadi dengan Dita karena aku yakin Mbak Wati bisa menyimpan rahasia tersebut. Mumpung Mbak Asih dan Mas Sulis sedang pergi ke acara pernikahan teman Mas Sulis.

Aku lalu keluar dari kamar dan memanggil Mbak Wati yang hendak pergi.

“Mbak Wati, boleh Yandi minta tolong? Yandi butuh seseorang untuk aku ajak bicara.”

Mbak Wati terperanjat kaget ketika menatapku.

“Lhoooo Yandi, kamu kenapa kok nangis? Itu wajahmu juga luka.”

Mbak Wati langsung menyusul ke atas mendatangiku. Ia benar-benar kaget melihat kondisiku seperti ini. Aku lalu duduk di lantai kamar dan Mbak Wati juga ikut duduk di lantai.

“Kamu mau cerita apa Yan? Sini cerita sama Mbak.”

Setelah aku lumayan tenang, aku ceritakan semuanya. Aku ceritakan tentang situasi dan masalah yang kuhadapi di sekolah, teman-temanku, tentang keterlibatanku dalam tawuran di malam tahun baru dan kematian seorang Axel. Reaksi Mbak Wati ketika aku bercerita tentang konflik di sekolahanku masih tetap tenang, namun ekspresinya berubah seketika saat aku bercerita tentang apa yang sudah terjadi ke Dita.

“YA AMPUUUN DITA,” Mbak Wati terkejut sampai mengatupkan tangan menutupi mulutnya. “Itu serius Yan? Siapa tahu Eko bohong kali.”

Aku menggeleng.

“Gak mungkin Eko mengarang cerita sedemikian kejam. Untuk saat ini aku percaya dengan Eko, karena aku gak mungkin langsung bertanya secara blak-blakan ke Dita. Sejak malam tahun baru pun, Dita sudah tidak mau ketemu denganku. Untuk mengonfirmasi kebenaran cerita Eko, aku mesti cari tahu, tetapi Eko tidak mau bercerita lebih lanjut tentang identitas orang yang sudah memperkosa Dita. Karena ia pun juga masih ingin membalas dendam ke pemerkosa Dita.”

Mbak Wati terdiam sebentar, seolah memberiku kesempatan untuk mengambil nafas karena aku bercerita setengah jam nonstop hampir tanpa jeda.

“Untuk masalah di sekolah, Mbak gak bisa bantu banyak Yan. Namun mendengar dari ceritamu, kamu punya sahabat-sahabat yang baik dan bisa diandalkan. Selama kamu tetap kompak dan saling percaya, aku yakin kamu akan baik-baik saja. Untuk Dita, nanti Mbak yang perlahan akan mendekatinya. Untuk saat ini lebih baik kamu berikan Dita waktu, untuk saat ini Mbak yakin Dita masih berusaha menerima kenyataan. Mbak tahu benar apa yang dirasakan Dita saat ini, ia tidak tahu mesti bercerita tentang deritanya. Karena Mbak pun pernah berada di posisi Dita.”

“Maksud Mbak. Mbak Wati juga pernah menjadi korban..” Aku tidak sanggup menyelesaikan kalimat selanjutnya karena Mbak Wati tersenyum sambil mengangguk.

“Mbak juga korban pelecehan seksual Yan, ketika SMP Mbak diperkosa oleh paman atau adik dari Bapak mbak sendiri. Karena takut oleh ancaman dari paman, kurang lebih 1 tahun Mbak jadi budak seks. Tidak ada tempat mengadu. Hingga akhirnya ketika kelas 2 SMP Mbak Hamil. Keluarga marah besar saat paman mengarang cerita kalau Mbak hamil karena pergaulan bebas, saat itu Mbak gak bisa berkata apa-apa, tidak akan ada keluarga yang percaya kalau Mbak cerita jujur bahwa Mbak hamil karena terus menerus diperkosa oleh paman sendiri. Setelah aborsi dan kesehatan Mbak sudah pulih, Mbak memutuskan lari dari rumah, meninggalkan semua keluarga mbak. Mbak sempat hidup di jalan selama kurang lebih setahun sebelum akhirnya Tuhan mengirim orang baik yang mau mengangkat Mbak jadi anak angkat. Singkatnya, biar Mbak yang urus Dita. Semoga pelan-pelan Mbak bisa mengambil hati Dita. Mbak akan sekuat tenaga tidak akan akan membiarkan tragedi tersebut membuat Dita jadi pesimis  memandang hidup.”

Aku tersenyum lega luar biasa bisa berkeluh kesah dengan Mbak Wati.

“Makasih Mbak, udah dengerin curhat Yandi.”

Mbak Wati mengelus rambutku, “Iya, kamu bisa dihajar Mbakmu kalau cerita tentang hal ini. Eh Yan, Mbak gak tahu apa info dari Mbak akan berguna atau tidak buatmu tetapi sepertinya Mbak lihat ketika teman Dita datang menjemput ke rumah. Kalau wajah teman Dita, Mbak jelas gak tahu tetapi teman Dita jemput pakai mobil Suzuki Ignis warna merah yang bodinya ditempelin banyak sticker Hello Kitty.

Aku berpikir sejenak, ini bisa jadi petunjuk penting.

Sebelum Mbak Wati pergi ia sempat mengompres luka lebam di wajahku dan membantu mengarang cerita. “Bilang aja kamu berantem sama orang waktu kena palak.”

Aku tersenyum dan mengiyakan usulan cerita dari Mbak Wati kalau nanti Mbak Asih lihat aku lagi-lagi bonyok. Beruntung sih sekolah masih libur lama. Setelah Mbak Wati pulang, aku berbaring di kamar dan mulai menyusun rencana mencari tahu kebenaran cerita Eko dan juga identitas pelaku pemerkosa Dita dimana Eko Cuma menyebutkan namanya,Roy.

Entah apa yang akan aku lakukan jika nanti aku ketemu langsung dengan orang benama Roy.

Saat ini aku Cuma memiliki sedikit petunjuk.

Pelaku bernama Roy.

Teman yang menjemput Dita naik mobil Ignis warna merah full sticker Hello Kitty.

Aku putus asa karena Cuma dua petunjuk tersebut, sempat terpikir ingin memaksa Eko untuk bercerita semuanya namun Eko tipikal orang yang keras kepala. Kalau tidak mau cerita ya dia akan tetap bersikukuh.

“Ketika elo memutuskan pergi ke sekolah untuk tawuran, Dita pergi bersama teman sekolahnya….”

Sebaris kalimat dari Eko yang gue ingat lagi, membuatku terperanjat !

Dita pergi bareng teman sekolahnya. Dita sekolah di SMA SWASTA XXX. Jadi pemilik mobil tersebut kemungkinan besar juga bersekolah disana, bisa jadi teman satu kelasnya.

Yosi !! aku mesti telepon Yosi. Karena Yosi pacaran dengan Dea anak kelas 2 SMA SWASTA XXX. Dengan bantuan Dea, Dea bisa membantu mencari tahu siapa anak kelas 1 yang ke sekolah bawa mobil Suzuki Ignis seperti deskripsi Mbak Wati. Dari situ bisa dicari tahu, pada saat malam tahun baru mereka pergi ke diskotik mana. Jika tempat diskotik sudah dapat, aku tinggal datang kesan dan mencari orang bernama Roy !!

Aku lalu menelepon Yosi dan menjelaskan dengan seksama. Tidak mungkin untuk tidak bercerita apa adanya kepada Yosi. Yosi juga terkejut mendengar ceritaku dan ia berjanji akan menyampaikan ke Dea untuk membantu mencari tahu pemilik mobil Suzuki Ignis merah di antara anak SMA SWASTA XXX. Yosi juga berjanji tidak akan menceritakan rahasia sensitif tentang Dita kepada siapapun, meski mau tak mau Yosi harus cerita ke Dea cerita selengkapnya.

Keputusanku meminta bantuan Yosi memang tepat ! berkat koneksi pergaulan luasnya dan kehebatan Dea mencari informasi dengan halus. Yosi datang ke rumahku pagi-pagi. Ia mengaku susah tidur dan tidak sabar ingin menceritakan temuannya kepadaku. Yosi Cuma geleng-geleng melihat mukaku lebam sambil bilang turut prihatin atas kejadian yang menimpa Dita. Aku mengucapkan makasih dan mengajak Yosi untuk sarapan bubur di luar sambil cerita.

Sambil makan, Yosi mulai bercerita.

“Kinan. Itu nama anak kelas 1 yang biasa bawa mobil Suzuki Ignis Merah dengan sticker Hello Kitty di bodi. Kinan sekelas dengan Dita. Dea kebetulan pernah satu grup teater dengan Kinan sebelum akhirnya Kinan tidak ikut ekskul teater. Dea berhasil mendapatkan nama tempat diskotik yang ia kunjungi bersama Dita. Nama tempatnya WISDOME di distrik X3. Gue belum pernah kesana tetapi itu tempatnya lumayan eksklusif dan menjadi homebase beberapa perkumpulan klub mobil. Gue lalu mencari tahu tentang orang bernama Roy yang sering nongkrong disana.Gue cukup yakin Roy termasuk pelanggan tetap diskotik tersebut dan cukup punya nama. Hasilnya…”

Yosi berhenti untuk meminum kopi yang ia pesan.

“Hasilnya?” aku tidak sabar mendengar kelanjutan cerita dari Yosi.

“Roy itu ketua CHC. Combie Hippie Club. Ketua klub mobil VW Combie di Kota XXX. Anggotanya banyak sekitar 20-30 aktif. Dia anak kuliahan. Yan, sebelum lu berpikir untuk mendatangi Roy sendirian kesana,seperti halnya lo datangin Leo. Gue bilang jangan. Untuk CHC mungkin tidak terlalu seram. Namun orang di belakang Rio yang jauh lebih berbahaya. Rio punya abang yang kerja sebagai Manager WISDOME. Namanya Hanan. Karena faktor Hanan inilah, semua orang pada segan dengan Rio. Hanan sendiri nama yang cukup terkenal di kalangan clubbers. Info dari teman gue, pemilik WISDOME itu anggota mafia dan mantan petinju professional yang terkena sanksi seumur hidup karena terlibat narkoba serta match fixing. Entah mafia yang punya diskotik tersebut tetapi yang jelas, tempat itu benar-benar kebal dan terlindungi. Ya boleh dibilang hampir sama dengan HANGGAR-nya Jack.

Untouchable.

Singkat kata, lo mesti tetap kepala dingin. Lo senggol Rio, sama saja berurusan dengan Hanan. Urusan dengan Hanan sama halnya berurusan dengan geng.”

Aku kesal, karena Yosi benar, masalah ini bisa panjang, Tetapi gak mungkin aku tinggal diam setelah mendapat informasi lengkap. Yosi menatapku, ia sepertinya tahu yang aku pikirkan.

“Halo bro, tumben lo nelpon jam segini, ini bangun tidur atau baru mau tidur haha.”

Yosi mengangkat telepon dan berbicara dengan seseorang di depanku.

Yosi yang tadinya tertawa berbincang santai tiba-tiba tersedak dan terbatuk-batuk.

“Uhukkk…uhuk…serius…lu ? uhukk!”

Ketika Yosi menutup teleponnya, Yosi segera minum air putih dan menatapku.

“Yan, sesuatu telah terjadi. Eko, anak STM XXX menurut cerita lo sempat terlibat perkelahian dengan Roy saat menyelamatkan Dita. Semalam..dia..kecelakaan. Keterangan dari polisi,Eko korban tabrak lari dan belum ada tersangka yang ditetapkan. Tetapi info A1 dari Fian, teman gue yang barusan nelpon, ini bukan sekedar kasus tabrak lari biasa. 99% Eko sengaja ditabrak oleh anak CHC. Bisa Roy atau orang suruhan Roy. Tetapi yang jelas, ada yang menginginkan Eko mati.”

Aku tidak bisa berkata-kata, selera makanku hilang sudah.

“Eko mati?”

“Dia koma. Selain koma, kaki kanannya remuk parah akibat tabrakan jadi mesti paha kanan ke bawah, harus di amputasi. Yan, tolong. Tolong banget. Elo jangan berbuat nekat. Tenang duluu. Eko contoh nyata untuk orang yang cari gara-gara dengan CHC.”

Kedua tanganku terkepal erat.

Baru kali ini aku menahan emosi namun tidak bisa aku lampiaskan !

***

Karena tidak ada aktifitas berarti, aku memanfaatkan liburan dengan banyak berolahraga pada pagi dan sore hari. Aku berolahraga tetapi pikiranku kemana-mana, bahkan sore tadi aku nyaris ketabrak motor karena jogging sambil ngelamun. Beruntung yang bawa motor sempat klakson jadi aku bisa berhenti tepat sebelum ia menabrakku. Ya ginilah resiko jogging sambil mikir banyak hal. Entah apakah Dita tahu tentang kabar Eko. Aku sebenarnya masih menyimpan satu rahasia lagi yakni tentang kematian Axel. Tetapi aku tidak sanggup bercerita dua hal yang sangat buruk ini dalam satu waktu. Mungkin beberapa hari lagi aku baru bisa cerita ke teman yang lain.

Sekitar jam 12an malam, aku mendapat satu lagi kabar. Entah aku mesti senang atau sedih mendengarnya.  Yosi menelepon.

”Yandi ! something shit ! big shit happen in this town !! gue lagi di sekitaran TKP!” tembak Yosi ketika aku terima panggilannya.

“Ada apa Yos?”

“Anak-anak CHC di serang grup tak dikenal !! 13 mobil combie rusak berat ! 2 mobil terbakar habis. Jatuh korban Yan ! 1 mati, 3 kritis, 8 luka berat dan puluhan member lainnya luka-luka. Korban yang mati tersebut kabarnya adalah Roy. Dari beberapa saksi mata bilang, ketua CHC yang jadi sasaran utama serangan.”

“Gila…Siapa yang sudah menyerang CHC?”

“Untuk orang awam, para pelaku penyerangan adalah dibilangnya geng motor. Rilis awal dari polisi motif penyerangan adalah konflik antar klub atau geng. Untuk identitas grup masih dalam penyelidikan. Yan, Cuma orang yang bosen hidup yang nekat nyerang CHC bahkan sampai ngebunuh Roy. Dan satu-satunya grup yang bertindak hal gila ini, Cuma ada satu di pikiran gue..”

“Siapa Yos?”

“Keterangan dari polisi memang benar, ini motifnya tentang balas dendam antar geng. Dan serangan mematikan ke CHC ini adalah buntut dari tabrakan yang menimpa Eko. Singkatnya, feeling gue, grup yang udah habisin CHC adalah STM XXX. Anton cs cuy !!

Bakal terjadi perang besar ini di Kota ! Hanan gak mungkin tinggal diam adiknya mati gitu aja. Gue khawatir kita kena serangan salah sasaran. Maka dari itu gue udah minta anak-anak siaga dan MENJAUHI SEMUA MASALAH, HINDARIN TEMPAT-TEMPAT PERKUMPULAN MOTOR ATAU MOBIL. Tidak ada salahnya berjaga-jaga. Termasuk elu. Dendam lo udah dibayarin sama orang, Roy udah mampus sekarang. Saran gue lu fokus aja ke Dita ya. Oke, udah dulu ya, gue mau balik aja, makin mencekam daerah sini. ”

Klik

STM XXX? Sangat masuk akal. Jika teman-teman Eko membalas dendam. Tanpa bukti yang jelas, tidak mungkin anak STM XXX melakukan serangan mematikan kepada CHC terutama Roy. Tetapi berani melakukan serangan mematikan seperti ini butuh mental dan kenekatan luar biasa.

Sekolah yang sudah berani menyapu bersih CHC ini akan jadi lawan berat kami di masa mendatang??
Kepalaku langsung berdenyut memikirkan berbagai macam kemungkinan seandainya peringatan dari mendiang Axel benar, bahwa STM XXX cepat atau lambat akan mengincar sekolah kami.

Dan aku yang secara tidak langsung jadi orang nomor 1 di sekolah saat ini, mau tak mau, harus memimpin sekolahku melawan jika STM XXX pada akhirnya datang.



=BERSAMBUNG=

No comments for "LPH #61"