LPH #63
Episode 63
Naif
(POV Oscar)
Hari udah siang, jam 2.10 ketika gue terbangun di Minggu pagi. Ugh, kepala terasa pening karena kebanyakan minum semalam sama anak-anak di Royal. Gue ambil bungkusan rokok samping tempat tidur, namun tidak ada sebatang pun tersisa. Bungkus rokok pun gue remas dan buang secara sembarangan di kamar. Kamar yang sudah semakin berantakan, bau apek karena baju celana kotor berserakan di lantai kubiarkan hingga berhari-hari. Terutama baju yang sempat kebasahan terkena hujan. Bekas kaleng minuman juga teronggok di atas meja belajar. Belum lagi botol air mineral yang sudah berdebu berserakan di bawah meja. Di tiap pojok dinding kamar bahkan mulai terlihat sarang laba-laba. Kasur gue pun tidak nyaman karena keras dan bau bekas muntahan gue saat mabuk. Bekas muntahan cuma gue lap pakai baju kotor dan baju tersebut gue lempar sembarangan. Speaker dan TV yang jadi satu-satunya hiburan pun udah lama rusak. Dari sekian banyak kekacauan di kamar gue, gue masih beruntung AC kamar gue masih berfungsi. Sebenarnya bukan cuma kamar gue yang berantakan. Hampir seluruh rumah ini bagaikan rumah kosong tanpa penghuni karena gue tinggal sendiri.
Semenjak bokap di mutasi paksa dari sekolahan, keluarga ini nyaris kolaps karena “pendapatan” bokap berkurang drastis. Sehingga bokap tidak mampu membiayai lagi gaya hidup mewah kami sekeluarga. Terutama mama tiri gue, Kartika dan anak laki-lakinya yang kemudian jadi adik tiri gue, Leo. Dari awal gue kurang suka dengan Kartika saat bokap memutuskan menikahinya 3 tahun yang lalu. Bokap udah gak tahan terlalu lama jadi duda setelah Nyokap meninggal setahun sebelumnya. Tapi gue bodoh amat dengan pernikahan mereka, toh meskipun gue gak setuju, bokap tetap nikah dengannya.
Ketidaksukaan gue dengan Kartika juga menular ke Leo. Leo tahu dari awal gue gak suka dengan tingkahnya yang manja. Bahkan dia sempat gue bikin babak belur saat bokap dan Kartika sedang bulan madu ke Jepang selama seminggu. Namun gue cukup terkesan dengan sikap dan upayanya berusaha mengambil hati gue, terlepas dari hinaan dan siksaan fisik yang hampir setiap hari ia terima. Lambat laun gue pun mulai menerima dan memperlakukan Leo sebagai adik. Berikutnya gue dan Leo sudah seperti partner in crime. Bahkan gue melibatkan dia dalam upaya mengambil alih kekuasaan SMA NEGERI XXX dari tangan Axel, demi menghancurkan Anton.
Namun ketika rencana tesebut gagal total, efek domino terjadi.
Leo terpaksa pindah karena kedoknya sebagai pengatur serangan ke Xavi terbongkar. Keadaan pun menjad semakin susah. Mobil Mini Cooper kebanggaannya harus dijual untuk mengurus kepindahan dan biaya administrasi untuk melanjutkan sekolah di Kota EEE yang terpencil dan berjarak ribuan kilometer dari sini. Keadaan rumah ini jadi semakin parah ketika tinggal gue dan Kartika di rumah ini. Satu persatu pembantu mengundurkan diri setelah Kartika tidak mampu menggaji 3 orang pembantu. Kartika yang sok bergaya sosialita tidak becus mengurus rumah, membuat rumah ini semakin lama semakin tidak terurus. Namun beruntung Kartika sempat berinvestasi dengan membeli ruko 2 lantai untuk dijadikan butik. Jadi ekonomi keluarga kami tidak sepenuhnya broke as fuck. Hanya saja hal ini membuat sikap dia jadi sok bossy karena pemasukannya sekarang jauh lebih besar daripada setoran tiap bulan yang dikirim bokap.
Ia sering menegur gue ketika gue sering bolos sekolah, kerap pulang pagi dalam keadaan teler, gue masa bodoh dia ngomel panjang lebar. Semakin Kartika marah, gue justru makin senang. Sehingga lama-lama Kartika tidak tahan tinggal di rumah satu atap bersama gue. Kartika memutuskan pindah ke ruko, sehingga kini gue tinggal di rumah ini sendiri.
“Ah fuck,” gue menggerutu kesal saat tanpa sengaja menyenggol asbak yang berada di tepian meja. Asbak yang berisi puntung rokok dan abu pun bertebaran di lantai. Semakin menyempurkan betapa jorok dan kotornya kamar ini. Gue sudah benar-benar butuh rokok. Gue lalu menyambar kaos hitam yang tersampir di atas kursi dan mengenakan celana pendek model jeans belel. Setelah mencuci muka gue mengambil dompet dan kemudian keluar dari kamar. Udah kayak rumah hantu aja ni rumah. Gelap dan lembap. Sampai di garasi, gue kesal bukan main karena ban motor Vario bagian belakang kempes, sepertinya malah bocor. Mobil mercy tua milik bokap juga kempes dan lama gak di panasin. Anjing ! serba merepotkan. Ahirnya gue jalan kaki menuju Indomaret yang berada di ujung gang.
Otak gue baru normal saat nikotin merasuk ke dalam badan. Gue duduk-duduk dulu di teras Indomaret yang menyediakan kursi dan meja, menikmati setiap hisapan rokok. Lagian badan terutama perut gue masih terasa nyeri karena kena pukulan dari Indra beberapa hari yang lalu. Guru olahraga bangsat yang wataknya 11-12 dengan Tomo. Tanpa tedeng-aling dia mengetes kami satu-satu dengan iming-iming yang worthed sih. Namun semua orang disana sepertinya langsung ciut nyalinya saat Yandi cuma sekali hantam langsung pingsan.
Gue pernah adu pukul dengan Yandi, jadi gue tahu benar betapa gila daya tahan tubuhnya. Namun Yandi sekali pukul langsung kolaps haha bangsat. Yandi memang sedikit lengah pada waktu itu namun tetap saja butuh pukulan dahsyat yang bisa langsung merobohkan Yandi. Jujur gue sendiri yang tidak melepaskan pandangan gue ke Indra dan Yandi, masih gak gak ngira pukulan Indra begitu tajam dan cepat, tidak bisa diikuti mata.
Teknik. Teknik pukulan kiri Indra flawless. Mungkin force-nya tidak terlalu istimewa, namun perpaduan speed punch dan teknik benar-benar hit on the right spot! Pantas saja Indra meminta kami untuk mengenakan pelindung kepala dan sarung tinju. Kalau kena hantam Indra tanpa sarung tinju, shit..gue ngilu sendiri. Karena gue langsung sesak nafas nafas guling-guling di lantai sambil pegang perut saat ulu hati gue seperti kena bom. Saking sakitnya, gue sampai gak bisa ngomong apa-apa.
Hari itu secara simultan Indra memanggil satu-persatu semua siswa yang ada di gym. Ada kali 60-an anak. Entah kebetulan atau settingan tetapi hari itu 6 kelas yang dapat jadwal mata pelajaran olahraga di jam 1-2 adalah kelas-kelas yang dipenuhi bajingan dari tiap angkatan. Mengejutkan karena Indra masih kuat dan bisa mengajak semua siswa bajingan “bermain”. Mayoritas siswa memilih strategi menyerang Indra sebelum di serang karena menuruti logika Indra tidak akan menangkis atau menggunakan tangan kanan. Tetapi Indra dengan mudah berkelit, mengelak dengan mudah.
Effortless.
Bahkan selama di serang, Indra juga masih sempat untuk terus melemparkan hinaan yang membuat darah kami semua mendidih. Namun tidak ada yang sanggup “menangkap” Indra, termasuk Feri yang bernasib sama dengan Yandi. Kolaps setelah kena uppercut bersih. 99% siswa tumbang alias di TKO Indra, kecuali satu anak yang bisa bertahan hingga 60 detik. Anak kelas 1 teman sekelasnya Yandi. Anak yang dulu di jadikan target oleh Leo.
Xavier.
Dia memilih strategi bertahan dan membuat kami terkejut dengan footwork yang begitu smooth. Ekspresi Xavier tetap tenang, fokus dan terus bergerak ke kiri hingga 60 detik. Pinter juga tuh anak. Gak heran kalau David kalah sama dia Gue berani taruhan, Indra itu punya hubungan dengan Tomo di masa ketika mereka SMA. Bahkan bisa jadi Indra juga alumni sekolah kami. Entahlah apa tujuan Tomo memasukkan Indra ke dalam struktur sekolah. Tomo yang disiplin + Indra yang tanpa kompromi dan ringan tangan. Gue baru kali ini merasa bersyukur karena tidak lama lagi gue bisa lulus dari SMA NEGERI XXX.
Saat rokok habis dan hendak menyulut sebatang lagi, gue ngrasa lapar dan kepengen makan Nasi Padang Sederhana. Agak jauh sih tetapi gue lagi pengen banget makan gulai kepala ikan kakap khas sana. Namun gue mengutuk diri sendiri karena gue ternyata gak bawa ponsel. Padahal mo order Go-Jek kesana. Mau jalan kaki kok hampir 6-7 kilometer. Akhirnya gue kesana naik opang, meskipun jauh lebih mahal dibanding naik ojol, tetapi ya mendinglah daripada gue jalan kaki panas-panas gini.
40 menit kemudian..
Aiishhh, surga dunia sekali, ngrokok setelah kenyang bantai nasi padang + gulai kepala ikan kakap.
Yandi, sepertinya gue perlu balas kontan itu anak. Jangan sampai dia ngrasa jumawa setelah dia menang beruntung lawan gue. Kalau gue mau balas, waktu gue berarti tinggal 2 bulan lagi karena setelah itu gue bakal sibuk dengan persiapan ujian akhir dan berbagai macam tryout untuk tes masuk ke perguruan tinggi negeri. Entah dengan Budi, apakah dia masih minta untuk balas dendam kepada anak kelas 1 yang sudah membuat tulang sendi di pundaknya terlepas. Tapi bodoh amat, kali ini gue gak butuh siapa-siapa. Gue sendiri udah cukup. Setelah rokok abis, gue lalu pergi. Ada opang tetapi agak jauh. Gue coba teriak-teriak bahkan sampai tepuk tangan namun tidak ada yang opang yang ngeh. Anjing, gue mesti jalan kaki dulu kesana. Merepotkan.
Sambil menyulut rokok gue pun berjalan menuju tempat mangkal opang. Karena angin cukup kencang membuat gue cukup kesulitan membakar rokok. Di saat gue berhenti di depan gang inilah, feeling gue langsung gak enak. Benar saja, tiba-tiba ada yang merangkul gue dari belakang. Bukan merangkul namun tekanan lengan yang mengalungi leher gue semakin menyerupai cekikan. Gue kesulitan untuk melawan karena gue diseret masuk menuju gang sepi menyerupai lorong.
“Lo berontak, pisau yang nempel di pinggang lo bakal nancap. Bukan cara mati yang enak,” ancam orang yang sudah menodong gue. Gue bisa merasakan satu tekanan di pinggang kanan gue. Orang ini serius.
Gue gak bisa menoleh ke belakang karena tekananya kuat sekali. “Dompet gue dibelakang, masih ada uang 500 ribu.AKHR!” gue berteriak saat rambut gue dijambak dari belakang kuat-kuat.
“Jahanam, lo pikir gue tukang todong?!” umpatnya.
“Apa mau lo?”
“Judgement street..” bisiknya.
Anjing.. LPH ! Orang ini bagian dari LPH !
Tiba-tiba orang ini mengendurkan tekanan di leher gue lalu mendorong gue menjauh. Akhir gue bisa bernafas dengan lega dan bisa melihat penyerang gue. Sigh, orang ini mengenakan hoodie hitam dan masker penutup wajah.
“Lari gih kayak anjing. Biar seru nangkap elo.” kata orang tersebut sembari mengibas-ibaskan pisau yang ia pakai untuk mengancam gue.
Karena akumulasi rasa kesal dan merasa diremehkan membuat sikap kepasrahan gue ketika kemarin gue dikeroyok LPH hilang menguap.
Gue memasang sikap siap dengan mengangkat kedua kepalan tangan. “Lu pikir lu siapa bisa merintah gue?kalian cuma pengecut bertopeng yang tidak punya nyali untuk duel satu lawan satu. Gue tunjukkin ke kalian siapa itu Oscar !!!”
Meskipun wajahnya tertutup gue tahu dia tersenyum mendengar omongan gue. “Lebih pengecut mana kami dibandingkan elo yang sampai-sampai melibatkan alumni dalam masalah di sekolahan.”
Sialan, gue langsung maju menerjang tanpa takut sedikitpun meski lawan pegang pisau. SYUT !! Dia menunduk ketika gue melayangkan pukulan ke arah kepalanya
KENA LU !! Pukulan tadi adalah pukulan pancingan karena ini yang gue incar !!!
BUUGH !!
Gue pukul pergelangan tangan kanannya yang hendak menusuk perut gue dengan tinju kiri gue, sehingga pisaunya tersebut terlempar. Cara yang berbahaya sih, kalau gue kalah cepat akibatnya gue bisa kena tusuk. Bukan kali ini saja gue melawan orang yang pegang pisau. Mereka mudah ditebak dan punya kecenderungan untuk menunduk saat diserang, agar jarak serang ke lawan tetap dekat dan mematikan saat melancarkan serangan balik dengan menusukkan pisaunya. Gue memanfaatkan kelengahan lawan gue dengan memegang pergelangan tangan kanannya dan kerah jaketnya. Gue tarik mendekat dimana lutut kanan gue sudah menunggu.
“Uaaaghhhh!!” teriaknya.
Gue belum selesai, maka satu pukulan ke bagian rahang membuatnya terhempas ke dinding. Saat ia roboh dan berbaring di bawah, gue lihat di dekat gue ada satu sak semen berat 25 kilo. Segera gue ambil dan angkat tinggi-tinggi. Berat tetapi emosi gue sedang tinggi-tingginya.
“HIAAATTTTT !!MAMPUS LO!!”
BUGH !! Dia sempat melindungi mukanya dengan kedua tangan saat gue hempaskan kuat-kuat 1 sak semen ke arah mukanya. Saat mukanya tertindih satu sak semen gue lantas menginjak-injak dada dan perutnya, gue baru berhenti saat ia tidak bergerak atau merespon serangan gue.
“Tolol...” umpat gue kesal.
Namun gue tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang tidak beres. LPH tidak mungkin mengirim satu orang untuk menyergap gue. Dan benar saja ! Dari arah depan gang muncul lima orang mengenakan penutup kepala berlari ke arah gue. Meskipun mereka seperti tidak membawa senjata, namun gue sebaiknya lari. Maka kejar-kejaran pun terjadi di gang-gang sempit. Gue berlari sekencang-kencangnya, gue gak mikir kemana arah pelarian gue, yang penting i’m just fucking runaway !! Setelah berkelok-kelok dan melewati satu dinding besar yang sepertinya sengaja di buat lubang untuk jalan pintas, gue ternyata berada di area belakang terminal, tempat ngetem angkot. Ini tempat yang sempurna untuk menghilang karena cukup ramai. Gue berjalan cepat untuk agar tidak menarik perhatian orang sambil terus menengok ke belakang. Tujuan gue adalah menuju jalan raya dan mencari taxi atau ojek apa terserah menuju ke rumah Budi.
Tetapi saat gue mengira keadaaan sudah aman dan gue bisa meloloskan diri, gue bertabrakan dengan seseorang dari arah depan yang juga berjalan dengan cepat. Dalam kondisi normal gue akan hajar orang tersebut namun hari ini beda, gue mesti pergi secepatnya. Hanya saja gue merasa ada yang aneh dengan badan gue. Rasa nyeri, perih, panas bersumber dari bagian perut. Semakin cepat gue berjalan, rasa sakit semakin menjadi-jadi. Hingga gue terpaksa berhenti bersandar di dekat ruko agen tiket bus. Saat gue meraba bagian yang terasa sakit di area perut, seperti ada sesuatu yang lengket.
Darah ! Telapak tangan gue ada noda darah. Darah berasal dari perut sebelah kanan.
Keparat! Kenapa perut gue berdarah? Sejak kapan? Karena apa? Gue lalu teringat tadi sempat bertabrakan dengan seseorang. Jangan-jangan.... Gue lalu menengok ke belakang dan melihat ada satu orang berdiri menatap gue, menutupi sebagian mukanya dengan masker sembari memamerkan satu benda di tanan kanannya.
Icepick ! Atau alat untuk memecah es batu.
Anjinggg...gue ditusuk dengan benda tersebut..!
Karena perhatian gue teralih, gue gak sadar bahwa gue sudah dikerubungi tiga atau empat orang sekaligus. Mereka juga mengenakan masker wajah. Salah satu dari mereka tanpa banyak omong langsung merangkul gue dan mengajak gue jalan.
“Santai saja, selama lo ikutin gue, aman..”
Karena gue gak punya pilihan lain, maka gue pun mengikuti kemauan mereka. Gue dibawa menjauh dari area terminal lewat gang-gang kecil. Sehingga gue seperti berada di belakang bangunan kosong, bekas gudang. Pendarahan gue semakin menjadi meskipun tidak sefatal yang gue perkirakan. Sepertinya orang yang tadi menusuk gue dengan icepick hanya berniat melukai tidak sampai ke taraf membunuh.
BUGH !!
Muka gue yang lagi menunduk dipukul dari bawah sehingga membuat wajah gue mendongak. Gue berteriak kesakitan saat kedua sisi muka gue dipukul di saat yang bersamaan. Berikutnya satu tendangan dari arah belakang mengenai punggung gue sehingga membuat gue terhempas menabrak tumpukan peti kayu kemas sehingga rusak. Gue lalu mengambil salah satu papan kayu bekas peti dimana terlihat ada paku yang mencuat.
Bangsat, gue gak menyangka di siang bolong seperti ini, mereka akan nyerang gue.
Satu orang tersenyum lalu dari balik punggungnya ia mengeluarkan martil. Begitu juga keempat orang lainnya.
Gue cuma pegang potongan kayu, mereka berlima membawa martil.
Kali ini gue gak akan diam saja.
Gue acungin potongan kayu ke arah mereka berlima namun mereka tetap diam. Hingga salah satu diantara mereka memberi komando dan mereka menyerang gue bersamaan. Sialan! Gue cuma bisa menyerang mengayun-ayunkan papan kayu yang dengan mudah dihancurkan lewat satu pukulan. Berikutnya gue menjadi bulan-bulanan. Badan gue jadi sansak yang dipukul kelima martil dari segala arah. Gue cuma bisa menutupi area kepala. Mereka sepertinya memang tidak mengincar leher ke atas. Namun tetap saja hantaman martil ke punggung, pundak, pinggang, lengan, dada, tangan membuat gue tidak berdaya. Gue benar-benar disiksa tanpa ampun. Gue langsung kehilangan tenaga ketika salah satu penyerang menghantamkan martil tepat ke bekas luka tusuk dimana darah masih merembes.
“ARRRRGGHHHHHHHHHHHHHHH!!”
Gue meringkuk bergulingan di tanah sambil memegangi perut yang menjadi sumber rasa sakit. Di saat kesadaraan gue semakin tipis, gue lalu ditelentangkan dan tangan dibuat terentang. Kedua lengan gue diinjak sehingga gue gak bisa bergerak. Lalu salah seorang di antara mereka memegangi pergelangan tangan gue dan memaksa gue untuk membuka telapak tangan. Namun gue melawan dengan tetap mengepalkan kedua tangan. Entah apa yang ingin mereka lakukan sehingga mereka memaksa gue untuk memperlihatkan telapak tangan.
“Udah, udah gak usah dipaksa. Pastikan aja pergelangan tangan kanannya gak gerak,” ujar orang yang sudah menusuk gue dengan icepick kepada temannya.
SYUT !!!
DUGH !!
“UAARRRRRRGGHHHHHHHH !!!” Gue berteriak sekeras-kerasnya saat kepalan tangan gue yang menghadap ke bawah di hantam kuat-kuat dengan martil yang salah satu ujungnya bulat.
DUGH !! DUGH !!
“UAARRRRRRGGHHHHHHHH !!! ANJINGGGGGGGGG!!!!”
KRAK.
Gue bisa merasakan tulang di telapak tangan dan beberapa jari yang dihantam martil retak beberapa kali secara berulang berderak. Gue berontak untuk melampiaskn rasa sakit tetapi kedua kaki gue di duduki, tangan kiri di injak dengan 2 kaki sekaligus, sehingga gue cuma bisa berteriak hingga menangis karena ini terlalu sakit.
“Ada yang pesan tangan geprek? Okee !! Tangan geprek dari bajingan SMA NEGERI XXX siap disajikan !!”
Nafas gue langsung turun dan otomatis memejamkan mata saat martil dipukulkan dengan kekuatan penuh ke arah tangan gue yang serasa mati rasa. Namun gue ngrasa aneh saat tangan gue tidak terhantam yang ada malah suara ribut-ribut. Tekanan di kedua kaki juga hilang. Pas gue buka mata, dua orang yang sudah terkapar di tanah sambil memegangi mulut. Dua lainnya sedang mengeroyok seseorang. Gue otomatis menarik telapak tangan kanan yang sudah bengkak dan gemetaran. Gue udah gak bisa ngrasain jari tengah dan jari kelingking yang terkulai lemas. Anj...inggg...sak..ittt.
Gue baru memusatkan perhatian ke perkelahian saat dua orang penyerang berdebum kalah dalam posisi telentang. Hingga menyisakan satu orang yang tadi memartil tangan gue berdiri untuk melawan .....Yandi !!!
YANDI ??
Kenapa ia bisa ada disini? Dan yang lebih penting kenapa ia membantu gue???
*****
@ Ding-Dong Terminal XXX
30 menit sebelumnya
*****
(pov : Yandi)
Terlepas dari sekian banyak masalah yang aku hadapi sejak ikut Mbak Asih pindah ke Kota XXX ini, ada satu sudut di Kota ini yang membuat aku terhibur yakni arena ding-dong yang dekat dengan terminal lama. Dulu terminal ini jadi tempat pemberhentian bus malam yang aku naiki dari kampung. Namun semenjak ada Terminal Baru Kota XXX yang berada di lokasi yang lebih strategis karena berdekatan dengan pintu tol, terminal lama ini menjadi tempat ngetem angkutan umum dan bus dalam kota saja. Lokasinya agak kumuh sih tetapi tetap saja ramai karena juga dekat dengan pasar rumput.
Arena ding-dong ini menjadi salah satu tempat favoritku untuk melepas penat. Meskipun Cuma ada 10 mesin berisi game-game retro seperti Street Fighter 2, The King Of Fighter, Raiden, Final Fight, Samurai Showdon, hingga Metal Slug sudah bisa mengobati kerinduanku akan kampung halaman. Kampungku itu gak kuno-kuno amat sih. Di pasar ada tempat ding-dong yang tersedia 2 mesin dan selalu ramai ! terutama setelah pulang sekolah. Beuh,mau main aja bisa ngantri panjang. Tiap 2 bulan sekali, game ding-dong selalu berganti sehingga tidak membosankan.
Meskipun aku yakin cukup diisi dengan Street Fighter 2 dan Raiden tetap akan ramai sampai kiamat.
Serius. Ada sih rental PS tetapi jauh dan mahal,1 jam 10 ribu. Kalau ding-dong kan murah meriah, Cuma 500 perak bisa main sejauh kita bisa. Bisa 2 menit, 5 menit atau bahkan 30 menit lebih karena selalu menang kalau ada yang masukkin koin di sebelah dan menantang. Aku termasuk cukup jago kalau main ding-dong terutama Street Fighter, puas rasanya bisa mengalahkan banyak. Cuma satu orang yang gak bisa aku kalahkan. Siapa lagi kalau bukan si Wawan. Jago banget dia main Street Fighter 2 ! Jagoan dia cuma Chun-Li gak pernah ganti-ganti, hedeh.
Momen-momen di kampung yang serba sederhana justru membuatku menyadari bahwa bahagia itu memang sederhana.Pulang sekolah, makan siang terus pergi ngantri main ding-dong. Kalau antrian ding-dong terlalu panjang, aku biasanya pergi mincing atau berenang di sungai. Hobi main di sungai ini yang membuatku hitam, mirip dakocan kala kata Mbak Asih. Kalau sudah sore lanjut main sepakbola sambil di selingi tinju hehe. Ya namanya anak-anak. Kena injak atau kejegal biasanya berujung dengan saling tinju haha. Biasanay kalau berantem gitu, gak ada yang misah, pada tepuk tangan. Kalau ada yang nyerah minta ampun, baru lanjut lagi main bolanya sampai maghrib haha.
Sialan, aku benar-benar kangen berat dengan kampung dan teman-temanku disana.
Sudah hampir 2 jam aku main ding-dong sendirian disini sampai habis duit 24 ribu (1 mesin 1 koin seribuan). Aku baru keluar dari arena ding-dong sekitar hampir jam 3 sore. Pikiran jadi lebih enakan setelah melampiaskan dengan menekan (kadang memukul) tombol ding-dong keras-keras. Cukup mengurangi beban pikiranku. Teutama tentang hubunganku dengan Dita. Semakin lama aku berdiam di rumah, hawanya jadi kepikiran Dita terus. Sudah seminggu berlalu semenjak Dita menampar dan mengatakan di depan warung bahwa hubungan kami sudah selesai.
Jujur, aku sedih putus dengan Dita karena aku masih sayang, sayang banget malah setelah melewatkan malam terbaik bersamanya saat menonton konser BIG BANG. Namun bukan itu yang menggangguku tetapi aku lebih mengkhawatirkan dirinya setelah menjadi korban pelecehan seksual. Memang pelakunya sudah meninggal dunia karena peristiwa penyerangan yang menghebohkan Kota XXX, tetapi harga diri Dita yang terkoyak tidak akan pernah kembali. Kondisi psikis Dita yang jadi fokus pikiranku. Aku masih belum iklhas putus dengan Dita sebelum kami berbicara tentang apa yang terjadi. Aku akan jelaskan semuanya ke Dita apa yang aku lakukan di malam tahun baru, termasuk aku sama sekali tidak memperdulikan tentang “kehormatannya”. Aku akan tetap sayang sama dia sesulit apapun kondisinya. Aku baru iklas putus dengan Dita jika ia semisal tetap keukeuh dengan keputusannya setelah ia memberikanku kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati (termasuk aku tidak punya hubungan sama sekal dengan peristiwa tabrakan yang menimpa Eko).
Tiap kali aku tidak tahan dengan sikapnya yang mendiamkanku dan ingin pergi menemuinya di rumah, Mbak Wati selalu menasehatiku dengann kata sederhana.
“Kamu jangan menemuinya selama Dita memang masih belum siap. Jika ia sudah siap untuk berbicara denganmu lagi, pada saat itu ia sudah siap untuk berbicara denganmu dari hati ke hati.”
“Tetapi bagaimana kalau Dita tidak akan pernah siap dan tidak mau lagi untuk berbicara dengaku Mbak?”
Mbak Wati hanya tersenyum sambil menepuk-nepuk pundakku. “Kamu sabar saja ya. Mbak tetap berharap yang terbaik buat kalian berdua.”
Belum jelas masalahku dengan Dita, kini bertambah lagi masalah, tapi entah ini masalah atau apalah. Siapa lagi kalau bukan kehadiran Pak Indra, Wakil kepsek yang juga merangkap sebagai guru olahraga yang baru. Di hari pertamanya, ia sudah membuat kami mengikuti permainannya. Hasilnya? Aku sebagai siswa yang di pertama ia panggil, aku langsung K.O. kena pukulannya. Aku jarang, jarang banget bahkan mungkin itu pengalaman pertama kalinya aku pingsan dalam satu kali pukulan. Meskipun Xavi bilang, Pak Indra memanfaatkan kelengahanku tapi harus aku akui meski dalam keadaan siap pun, belum tentu aku bisa menghindari pukulan kirinya. Sebenarnya pukulan beliau tidak sesakit pukulan Opet, Oscar atau Axel tetapi efeknya gila.. Pas aku siuman pun, kepala masih terasa ngambang.
Pak Indra bukan orang biasa, bahkan aku curiga dia bukan [i]“guru”[/i]. Bukan masalah besar untuk seorang Pak Tomo memasukkan orang seperti Pak Indra ke sekolahannya. Saat melihat bagaimana beliau mengkandaskan hampir semua murid, aku jadi semakin penasaran tentang siapa sebenarnya. Perlahan ada satu ingatan yang mengarah ke beliau. Namun tiap kali aku pikir lebih dalam, ingatan itu semakin susah di jangkau. Sampai akhirnya tiba giliran Xavi di panggil Pak Indra. Berbeda dengan kebanyakan siswa, Xavi memilih untuk main aman tidak terpancing untuk menyerang Pak Indra. Karena meski hanya memakai tangan kiri untuk menyerang, sudah lebih dari cukup untuk membuat kami pingsan atau merintih memegangi perut bahkan banyak juga yang langsung muntah karena kena counter ke bagian ulu hati, termasuk Yosi.
Di saat aku dan teman-teman lain heran dengan strategi dari Xavi yang terus bergerak, strategi yang membuat Pak Indra jadi pihak yang mengambil inisiatif serangan, gerakan keduanya yang mirip seperti dua orang petinju yang saling mengukur kekuatan, mencari celah serangan membuat ingatan yang aku cari menemui titik terang.
Counter yang tajam, footwork lincah, memanfaatkan pinggul untuk menambah daya serang, mata yang awas dan yang terutama Pak Tomo sudah pasti kenal lama dengan Pak Indra membuatku berhasil mengingat satu pertanyaan singkat Abas kepada Pak Tarmiji, penjaga sekolah.
“Seberapa kuat Indra?” tanya Abas pada waktu itu..
“Seberapa kuat ? Indra pada saat itu menyandang gelar juara tinju amatir tingkat pelajar se-propinsi. Kalian tahu kan betapa tangguhnya orang yang punya basic boxer? Tomo nyaris kalah saat berduel dengan Indra. Tomo yang beringas tidak punya basic bela diri apapun, dimana hanya bermodal kekuatan fisik yang serba hantam dan hantam jelas kewalahan berhadapan dengan Indra. Indra dengan mudah menari-nari menghindari pukulan dan sergapan Tomo sembari mengirim 1-2 pukulan kombo yang membuat pelipis Tomo sobek dan mata bengkak,” terang Pak Tarmiji.
Indra, salah satu sosok bajingan yang menguasai basic boxer professional dimana puluhan tahun lalu yang kalah saat melawan Pak Tomo muda. Gila, apa maksud Pak Tomo dengan mendatangkan salah satu temannya di masa muda dulu saat keduanya bersekolah disini?
“Tujuan gue Cuma satu disini. Gue gak akan membuat kalian jadi siswa paling pintar atau paling pandai. Itu jatahnya Tomo. Justru gue kesini untuk ngebuat kalian semua jadi siswa goblok ! siswa tolol ! tunggu saja…”
Itulah perkataan terakhir Pak Indra sebelum ia pergi dari gym. Sebelumnya ia mengapresiasi Xavi karena menjadi satu-satunya siswa yang bisa menemaninya selama 60 detik. Kami bersorak bagaikan menyambut pahlawan karena Xavi menjadi satu-satunya siswa yang bisa lolos dari Pak Indra.
“Bangke, bangkee! Lo pada gak ngliat apa gue pucet kek gini. Dari awal gue uda curiga kalau Pak Indra minimal punya basic boxer. Dari gerakan footwork, mengelak dan menghindar sudah terlihat jelas. Ini gue selamat berkat pertolongan Maya. Kalau gue gak rajin sparring sama Maya, gue bisa mampus disana. Tekanan aura Maya dengan Pak Indra memiliki kesamaan yakni aura petarung professional,” terang Xavi yang terlihat seperti baru saja lolos dari kematian.
Xavi lalu bercerita bahwa dia sudah menduga Pak Indra punya basic boxer. Percuma untuk berusaha memukul Pak Indra mentang-mentang karena ia bilang tidak akan menangkis serangan baik tendangan maupun pukulan. Karena Pak Indra susah di tangkap. Oleh karena itu Xavi memilih defensif dengan terus aktif bergerak dan memasang posisi [i[peek-a-boo[/i].
“Gue sengaja menghindar dengan terus bergerak ke kiri karena gue punya satu keuntungan. Pak Indra cuma boleh memukul dengan tangan kiri sehingga arah pukulan akan datang selalu dari arah kanan. Justru malah bodoh jika kalian meloncat atau menghindar ke kiri karena itu masuk ke jalur dan jangkauan jab maupun hook. Jadi dengan gue terus bergerak ke kiri atau mundur ke belakang. Otomatis aku menjauh dari jalur serangan, tinggal mewaspadai saja serangannya,” terang Xavi.
Kami semua takjub dengan pemikiran dan penjelasan Xavi. Hasil latihan muaythai bersama Mbak Maya berhasil menempa mental, fisik dan pikiran Xavi. Bahkan Pak Indra sempat menampakkan ekspresi heran karena siswa yang kelihatan biasa, malah bisa dengan sempurna bertahan serta meloloskan diri dari sergapannya. Beberapa siswa lain rupanya berusaha mencoba mengikuti strategi tetapi beda latihan beda hasilnya. Aku tahu benar tekanan aura Pak Indra sudah cukup untuk membuat nyali ciut dan berpengaruh terhadap bagaimana badan bereaksi. Mereka tumbang hingga akhirnya cuma Xavi yang lolos dari game Pak Indra.
Ancaman Pak Indra di hari pertamanya membuat kami semua yang ada di ruangan langsung teringat kembali dengan suasana saat Pak Tomo mengumpulkan semua siswa cowok untuk diberikan peringatan khsusus.
Menuruti apapun perintahnya, seolah menjadi satu-satunya cara agar kami tidak kena masalah dengan Pak Indra.
Aku merasa lapar setelah lama main ding-dong. Aku lalu ingat pernah di ajak Bapak makan di warteg murah namun enak masakannya di samping terminal lama. Aih masih ada warungnya ! aku senang karena warung tersebut masih buka dan masih tetap enak. Selesai makan aku tidak langsung pulang melainkan duduk di luar warung sambil menghabiskan es the manis. Pada saat itulah aku melihat pemandangan ganjil di antara banyak orang yang lalu-lalang.
Oscar? Gak salah nih aku melihat Oscar di tempat seperti ini? Dan yang membuatku semakin merasakan keganjilan adalah gerak-gerik Oscar. Ia terlihat berjalan terburu-buru sampai sempat bertabrakan dengan seseorang yang juga berjalan dengan tergesa-gesa dari arah berlawanan. Awalnya aku bersikap cuek saja dan tidak menggubris keberadaan Oscar. Sampai akhirya Oscar berhenti tiba-tiba di depan kios sambil memegangi perutnya. Dari sini aku bisa melihat perubahan raut muka Oscar. Ia tampak seperti….kesakitan.
Tiba-tiba saja Oscar sudah dikelilingi beberapa orang. Tingkah mereka terlihat mencurigakan. Mereka lalu menggiring Oscar masuk ke dalam satu gang sempit. Sebelum mereka menghilang dari pandanganku, aku melihat kepala Oscar tersentak ke atas seperti orang yang baru saja kena pukul dari bawah. Saat mereka berbelok, hilang sudah pandanganku.
Oscar seperti orang yang dikejar-kejar hingga disergap oleh satu kelompok orang berpenampilan misterius di tempat keramaian. Mereka sungguh berani atau nekat. Feelingku mengatakan Oscar berada dalam keadaan bahaya. Reflek aku berdiri tetapi aku kemudian tertegun sendiri.
Ngapain kamu berdiri? Mau jadi pahlawan kesiangan? Urusan Oscar itu bukan urusanmu. Dia itu musuhmu! suara hatiku seolah berteriak.
Benar juga, itu semua bukan urusanku. Tetapi kalau besok tersiar kabar di sekolah bahwa Oscar menghilang atau tidak bisa ditemukan bahkan kemungkinan terburuk, ia dibunuh orang, apa aku bisa hidup tenang dengan menanggung beban mental seberat itu?Aku punya kesempatan untuk menolong atau membantu Oscar tetapi karena dia musuhku, aku membiarkan apa yang menimpa dirinya.
Bodoh amat lah dengan Oscar ! aku pun masuk ke dalam warung untuk membayar makanan dan minuman yang aku makan tadi. Saat berjalan menuju parkiran motor inilah, perasaanku semakin tidak menentu. Aku sampai berhenti berjalan dan berdiri di depan lorong tempat Oscar menghilang.
Semakin lama aku berdiri di sini, jejak Oscar akan semakin sulit dilacak. Jadi ambil keputusan sekarang, cepat susul Oscar atau segera pergi tidak usah ikutt campur.
Aku berdiam sambil menundukkan kepala. Keputusan sudah aku ambil.
Fiuh, aku memang bodoh sekali…BODOH !!!!
Kemudian aku berlari ke dalam lorong dengan satu tujuan sederhana.
Menolong Oscar !
Urusan setelahnya biar aku pikirkan nanti.
***
Aku sempat kehilangan jejak saat berada di persimpangan gang. Di saat aku bingung, aku mendengar teriakan seseorang kencang sekali. Bukan hanya sekali, tetapi beberapa kali teriakan tersebut terdengar jelas. Aku pun berbelok ke kanan dimana teriakan tersebut terasa makin dekat. Saat teriakan tersebut berhenti, gang tersebut berakhir dengan tembok alias gang buntu. Namun aku tidak habis akal, dinding setinggi 2 meter masih bisa aku jangkau. Aku mundur untuk mengambil ancang-ancang lari dan kemudian berlari ! hup !! Aku berhasil menggapai bagian atas dinding, aku segera mengaitkan kaki kananku di atas dan berhasil. Saat duduk di atas sini, aku bisa melihat di dekat gudang sana berjarak 5 meter ada beberapa orang yang sedang mengerumuni seseorang. Kedua kakinya di duduki dua orang hingga tidak bisa bergerak. Aku benar-benar kaget ketika ada satu orang yang berada di sisi kanan badan Oscar mulai menghujani tangan dan telapak tangan Oscar !
Di titik ini aku bersyukur karena menuruti kata hati untuk membantu Oscar. Aku segera turun dari dinding dan berlari. Satu orang yang menduduki kaki kiri Oscar sempat melihatku yang berlari ke arahnya. Ia hanya terperanjat saat kakiku menghantam mukanya hingga ia terpelanting ke kiri dan menabrak temannya.
BAM ! Satu orang di sisi kiri yang kesakitan karena kepalanya beradu dengan kepala temannya yang gue tendang, segera kutonjok ke bagian hidung. Dua beres! Masih ada tiga tersisa. Dua orang yang tadi menduduki lengan dan perut Oscar segera bangkit. Kedua lalu menyerangku bersamaan dengan martil yang mereka pegang. Aku terpaksa menghindar dengan cara mundur. Kesempatan datang saat aku berhasil menendang tangan kanan salah satu orang hingga martil terjatuh. BUGH ! Mata orang ini mendelik ketika sekali aku berhasil menendang perutnya cukup keras dengan kaki kiri. Teman si penyerang kaget karena temannya berhasil aku lumpuhkan. Kalau sudah satu lawan satu gini, lebih seru.
WUT !!
PLAP !
Sebelum martil tersebut mendarat di atas kepalaku, kujotos mulutnya dua kali secara beruntun dalam jarak dekat. Aku rebut martil dari tangannya dan kubuang jauh-jauh. Tandukanku ke arah wajah, sudah lebih dari cukup untuk melumpuhkannya Empat orang yang aku lumpuhkan, sehingga tersisa satu orang lagi Ku lihat sekilas kondisi Oscar. Ia memengangi tangan kirinya yang terluka parah. Oscar menatap ke arahku dengan ekspresi bingung meskipun ia tengah kesakitan.
Satu lawanku yang tersisa tidak langsung menyerangku. Ia hanya berdiri menghadapku sambil geleng-geleng kepala.
“Wrong move...wrong move..you should leave him alone. This is none of your business. Sebelum terlambat, gue hitung sampai 3. Jika sampai hitungan ketiga lu belum pergi, lu secara resmi akan masuk ke dalam lingkaran jugdment street.”
Aku diam tidak perlu menanggapi perkataannya. Dan aku tetap diam hingga dia selesai berhitung.
“Hahaha.” Orang tersebut lalu mengeluarkan ponsel dan seperti memfotoku.
“Goblog, serang dia Yan! Dia sedang meminta bala bantuan!” pekik Oscar.
“Terlambat hehehe,” jawab orang tersebut sambil mengambil inisiatif untuk menyerangku dengan martil. Pukulannya agak berbeda, jauh lebih cepat dan lebih bervariatif. Bahkan tendangan kaki kiriku berhasil di tahan dan kemudian tulang keringku kena pukulan martil keras sekali, sehingga aku terpincang. Dengan menahan rasa sakit, aku mundur secepatnya, tepat sebelum sapuan kakinya mengenai kaki tumpuanku. Kalau aku terkena sapuannya, aku pasti terjatuh dan menjadi sasaran empuk.
DUGH! Aku menahan pukulan martilnya dengan sisi lengan kanan, sakit tetapi ini cara terbaik untuk melancarkan serangan. Dengan membiarkan lengan kiriku terkena pukulan, aku punya kesempatan untuk membalas dengan mengunci tangan kanannya. Segera kutarik mendekat di saat yang sama aku balik badan sehingga posisi orang ini berada di atas pundakku. Kuangkat sambil menarik tangannya kebawah !
BAMM !!!
Setelah berdebum di tanah menerima bantinganku, kupukul wajahnya hingga pingsan. Gak sia-sia punya kakak jago karate. Aku pernah dibanting Mbak Asih dengan teknik seperti ini. Efek bantingan ini jelas pinggang, pantat dan perut rasanya kram sesek luar biasa !!
Fiuh, oke selesai.
“AWAS BELAKANG LO !!!” teriak Oscar.
DUGH !!
***
Aku terbangun dengan perasaan kaget bercampur bingung ketika mendapati aku kini berada di tengah lingkaran dalam keadaan basah kuyup.
Lingkaran manusia yang mengenakan berbagai macam topeng dan mereka berdiri mengelilingi kami. Ya kami. Karena ada orang di dekatku. Oscar. Ia rupanya juga baru sadar. Kami berdua pingsan sepertinya. Dibuat pingsan. Aku mendapat serangan dari belakang yang membuatku langsung kehilangan kesadaran.
“Tempat apa ini?” aku berbisik kepada Oscar.
Redup sekali, mimim cahaya. Satu-satunya penerangan adalah obor yang terpasang di dinding.
“Catacomb. Catacomb yang misterius itu memang benar-benar ada.”
“Catacomb?” aku bertanya sambil mengedarkan pandangan. Bulu kudukku merinding karena mereka hanya berdiri tanpa bergeming sedikitpun.
“Catacomb itu markas Lost People Hood. LPH. Komunitas bawah tanah Kota XXX. Catacomb menjadi tempat penghakiman buat bajingan yang melanggar ‘aturan tidak tertulis’. Dan berkat ketololan elo, hukuman buat gue jadi bertambah berat,” jawab Oscar dingin.
“Hukuman?hukuman apa?”
“Gue di hukum karena sudah melibatkan Opet dan Ander ke dalam tawuran melawan kalian tempo hari. Melibatkan para alumni adalah salah satu dosa besar. Dan mereka LPH mencari gue untuk menghukumku.”
Aku masih bingung karena aku masih belum bisa mengerti apa maksudnya. LPH? Catacomb? Penghakiman? Aturan tidak tertulis?
“WELCOME TO THE CATACOMB....” Seru salah seorang bertopeng sambil melangkah maju dari barisan dan mengepalkan tinju kanannya di udara.
“JUDGEMENT STREET !! Sahut yang lain secara bersamaan.
“Selamat datang tamu kami yang terhormat Oscar, beserta satu tamu tak diundang, Yandi dari SMA NEGERI XXX,” ucap pria yang sama. “Gue mau mengucapkan terimakasih kepada Oscar karena sudah menjelaskan siapa, tempat apa ini dan kenapa kalian ada di sini di dalam lingkaran, kepada Yandi, sang tamu tidak di undang.”
Aku terdiam. Sedikit banyak aku bisa menyimpulkan Oscar tengah menjalani hukuman akibat perbuatannya melibatkan Opet dan Ander dalam perserteruan kami di sekolah. Lalu secara luar biasa, aku malah menolong Oscar sehingga aku ikut terlibat dan dibawa ke tempat ini dengan status “tamu tak diundang.”
Bodoh sekali kamu Yan!, inilah akibatnya karena terlalu mencampuri urusan orang lain dan bertindak sok baik!
“Yandi, lo sudah bisa menyimpulkan sendiri kenapa kan lo ikut dibawa ke sini kan?”
Aku tahu namun aku diam saja.
“Lo sudah menghalangi kami dalam menghukum Oscar. Lo menyerang lima orang kami.”
Aku emosi mendengar pernyataan tersebut.
“Apa harus main keroyokan untuk menghukum satu orang?” ucapku.
“Hahahahahahah!!!” pria bertopeng tersebut tertawa, diikuti dengan teman-temannya.
“Oh maksud lo, kami gak fairplay Seharusnya cara menghukum Oscar adalah dengan menantangnya berduel dengan tangan kosong, begitu?”
“Iya.”
Plok ! Plok ! Plok ! Plok !Plok ! Plok !Plok ! Plok !Plok ! Plok !
Orang tersebut malah tepuk tangan.
“Bajingan idealis kayak elo udah jarang sekarang ini. Keren. Gue jadi punya ide. Kalian berdua dengarkan, hukuman akan tetap dilaksanan. Namun dengan cara yang berbeda. Kami akan mengikuti cara elo, yakni duel satu lawan satu tanpa senjata.”
Aku sebenarnya ingin bertanya kami harus melawan berapa banyak. Karena aku perkirakan paling tidak ada 25 orang disini. Tetapi jika caranya adalah duel satu lawan satu, berat tetapi minimal aku yakin bisa memberikan perlawanan daripada konyol melawan orang segini banyak secara bersamaan.
Jadi aku mengangguk.
"Apa lo sadar dengan resikonya?" tanya seseorang yang mengenakan topeng ANONYMOUS yang menjadi ikon film "V for Vendetta"
Aku mengangguk. Gak ada pilihan lain lagi. Aku sudah terlanjur terlibat.
"Tolol lo Yan. Belum pernah gue ketemu orang setolol elo !!" Maki Oscar dengan nafas terengah-engah.
"Bagaimanapun kamu tetap warga SMA NEGERI XXX. Gak mungkin aku diam saja melihatmu dikeroyok mereka. Aku yakin bisa membuat kita berdua keluar dari sini."
"Cih.."
“Tenang Yan, lo gak usah berpikir lo sanggup menghadapi semua orang yang ada sini. Jangan sombong. Syarat untuk keluar dari sini dan terlepas dari Judgement Street sangat mudah kok. Lo cukup dua dari kami berlima yang akan jadi lawan elo. Kalau elo bisa mengalahkan dua orang yang lo pilih, lo sama Oscar bisa pergi dari sini. Tapi kalau lo cuma bisa kalahkan satu orang, hanya salah satu dari kalian saja yang akan kami biarkan pergi dari sini. Begitu juga sebaliknya, kalau elo kalah melawan dua-duanya. Lo berdua gak akan bisa keluar dari sini tanpa ada [i]‘kenang-kenangan’[/i] dari kami, bagaimana?"
“Pilih dua dari lima?”
Dia mengangguk. Dia menoleh ke belakang dan dari belakang, samping, empat orang keluar dari barisan dan berdiri berjajar dengannya. Sehingga kini ada lima orang berdiri agak depan dibanding yang lain.
“Silahkan lo pilih dua dari kami berlima. Santai saja, kami ini nubi kok.”
Di depanku kini ada lima orang bertopeng. Selain si Anonymous yang sedari tadi berbicara panjang lebar, ada empat orang lainnya. Topeng kepala babi, topeng Venom, topeng badut dari film horor yang pernah aku tonton berjudul...hmmm.. Saw. Meskipun si Anonymous bilang mereka nubi, gak mungkin bisa aku anggap serius. si Anonymous udah pasti leader LPH jadi aku coret dari list. Aku tidak tahu tetapi memilih empat orang ini seperti memilih empat ekor singa yang sama buasnya. Jadi siapapun lawannya, sama saja.
“Topeng berduri dan topeng Venom.” aku menunjuk ke arah dua orang yang bertopeng dengan duri sebagai lawan pertama. Aku random saja memilihnya karena topengnya berduri seperti pelindung. Bisa jadi orang tersebut tidak terlalu tahan pukul sehingga dengan mengenakan topeng berduri, lawan akan menyerang ke anggota badan lainnya selain wajah. Untuk yang bertopeng Venom, karena tinggi badannya hampir sama denganku.
“Good choice kiddo !” seru Si Anonymous sembari mengacungkan jempol.
Ketika lawan pertama yang aku pilih menyeruak maju ke depan, aku baru menyadari betapa besar dan tinggi orang ini.
“Lo kelas berapa?” tanya orang tersebut setelah kami berdiri berhadapan. Sialan, aku taksir tingginya lebih dari 190 cm sementara aku cuma 173 cm. Aku sampai mendongak untuk melihat ke arah matanya yang tidak terlihat karena ia juga mengenakan semacam kacamata.
“Kelas 1. SMA NEGERI XXX.”
Lalu ia melakukan sesuatu yang tidak aku duga. Ia melepas jaket, topeng dan kacamatanya. Namun ia tetap mengenakan masker untuk menutupi sebagian wajahnya.
Sialan, dengan begini asumsi awalku bahwa dia kurang tahan pukul di area muka langsung pupus. Justru dengan melepas atributnya, aura seramnya makin terasa.
“Gue akui keberanian elo. Maka dari itu gue kasih lo satu keuntungan. Kalau elo bisa mengambil masker yang sekarang gue kenakan ini, lo menang. Karena percayalah, lu gak setangguh yang lu kira dan elu bukan lawan gue yang sepadan.”
Sialan ! Aku benar-benar diremehkan tetapi aku mesti mengakuinya. Aku gak mungkin frontal adu pukul dengannya. Aku jelas kalah total. Jadi aku menyanggupinya dengan cara mengangkat dua kepalan tanganku.
Pose untuk berduel.
*****
@ Catacomb
Pada waktu yang bersamaan
*****
(POV SAW)
HAHAHAHA !!!! Dari antara kami berlima, ini anak justru memilih DEAD sebagai lawan pertama! Dia memilih yang terburuk dari yang paling buruk. DEAD bukan yang terkuat dari kami semua, malah kami berlima memiliki kemampuan yang sama, kami sudah pernah saling mengalahkan. Tidak ada yang tidak terkalahkan di antara kami semua. Namun DEAD ini yang paling brutal dan tidak pernah menahan diri ketika duel. Ia akan memukul dengan segenap kekuatannya begitu duel di mulai. DEAD ini bahkan yang memulai Deadsquad, grup bajingan paling brutal dan tidak kenal kompromi dari STM XXX. Dari Deadsquad tersebut, DEAD menemukan satu orang yang ia pilih jadi penerusnya langsung. Anak kelas 1 STM XXX bernama Anton.
Anton dengan Dewa ibarat copycat. Sifat mereka sama gilanya. Anton ternyata jauh lebih buruk daripada dugaan gue. Ia lebih brutal dan pandai mencuci otak Dedsquad yang ia pimpin sekarang.
Ini akan menjadi pertarungan yang berjalan satu arah. Handicap DEAD yang ia sampaikan ke Yandi bahwa ia cukup mengambil masker yang ia kenakan adalah jebakan. Karena hal itu membuat lawan jadi sedikit lengah dan merasa di atas angin.
Damn, ini akan jadi ladang pembantaian.
Gue lalu mengenakan headset dan memilihi lagu slow, karena gue sedang tidak ingin adrenalin gue naik saat ini.
(KLIK !!!)
Hmm, lagu oldies dari Elvis Presley akan jadi lagu yang menarik di dengarkan sambil melihat DEAD membantai anak yang naif tersebut.
Pasti epic dengrin lagu tahun jebot gini sambil liat orang berantem dan benar ! gue seperti melihat adegan pertarungan bak slowmotion.
Hoho, gue cukup terkesan karena Yandi bertindak agresif, ia memukul ulu hati DEAD dengan telak, namun DEAD gak bergerak sama sekali. Bocah, bocah..lu butuh lebih dari sekedar tinju kalau elo ngincar ulu hati DEAD.
LU BUTUH HAMMER !!!!
Yandi yang terkejut lalu memukul muka DEAD.
BUGH !!
HAHAHAHAHAH !! Pukulan apa tuh? Gerak aja enggak muka DEAD kena pukul. Semua lawan DEAD pada momen ini biasanya mental mereka sudah drop setelah menyadari pukulannya mereka tidak berefek kepadanya. Namun Yandi mencoba mengusir kegelisahan yang tampak di mukanya dengan kembali memukul DEAD.
PLAK !!
Pukulan kanan Yandi di tahan dengan telapak tangan kanannya. Ahahaha kampret, DEAD mau nyiksa itu anak. Kalau DEAD ingin mengakhiri duel ini dengan satu pukulan, DEAD akan menangkap pukulan Yandi dengan tangan kiri lalu tinju kanan yang pernah mengakhiri rekor tak terkalahkan Anton, akan mengakhiri perlawanan Yandi dengan kondisi tulang pipi retak.
Tuh benar kan, DEAD pengin main-main. Karena setelah menangkap tinju kanan Yandi, DEAD melayangkan satu tamparan keras dengan telapak tangan kirinya.
Gue sampai ngilu mendengar betapa kerasnya bunyi tamparan DEAD ke wajah Yandi. Akibatnya Yandi langsung mimisan dan sudut bibirnya berdarah. Tapi keren juga tuh bocah, ia gak pingsan kena gampar DEAD. Hal ini yang membuat DEAD tidak melepaskan pegangannya di tangan Yandi, ia menahan Yandi yang masih sadar.
PLAAAAK !!! PLAAKKKKKK !!
Tepat di tamparan yang ketiga DEAD melepaskan pegangannya sehingga Yandi terhuyung dan ambruk, namun belum sempat Yandi roboh DEAD melayangkan tendangan dari arah bawah hingga badan Yandi terdorong ke atas. DEAD kemudian meraih kedua lengan Yandi dan ia tarik kuat-kuat.
Hahaha bangsat ! Yandi dilempar, di dorong begitu saja kayak gue bisa ngelempar baju kotor ke keranjang. Anak-anak yang lain segera menyingkir sehingga Yandi menghantam dinding di belakang.
Njiir kepala tuh anak yang bentur dinding dulu. Ini sih efeknya kayak orang jatuh dari tangga dan kena kepala duluan. 100 % pingsan, 30 % gegar otak.
Suasana langsung hening. Yandi tidak bergerak. Oscar yang semula diam langsung berteriak bagaikan orang gila.
“ANJING LO PADA !!! JAHANAMMM BANGSAATTTTTT !!!!”
Yah, itu doang sih yang bisa Oscar lakukan sekarang ini. Dengan bekas luka tusuk icepick, telapak tangan kanan retak, beberapa tulang jari patah, Oscar tidak mungkin bisa duel dengan maksimal.
“FUCK ]!!!!” tiba-tiba anak yang berdiri di dekat Yandi berteriak sambil mundur.
Gue pun tahu kenapa anak tersebut mengumpat tiba-tiba.
Yandi masih bergerak dan pelan-pelan sambil merambat ke dinding ia berdiri. Mukanya berdarah karena kepalanya bocor mungkin karena terhantam dinding. Tatapan mata Yandi.hohoohhoo masih ada !!!
“Aku belum kalah !!!” teriaknya dengan suara parau.
Gue terkesan !! Dan gue langsung bertepuk tangan.
“BRAVOOO !! BRAVOOO!!!”
Gilaa, itu kepala apa beton? Masih belum pingsan itu bocah.
DEAD cuma melihat Yandi berdiri lalu menengok ke arah kami.
“VENOM !!, lu mau habisin dia gak? Dia kalah. Kalau gue terusin, bisa mati konyol itu anak,” teriak DEAD ke arah VENOM yang ternyata malah asyik buka ponsel.
Kampret.
“Woi di panggil tuh !!” gue mencolek bahu VENOM. Namun VENOM tidak mengindahkan teriakan DEAD. Ia masih asyik dengan ponselnya yang dalam posisi landscape.
“An enemy has been slain.”
Si anjing...malah sempat-sempatnya main Mobile Legend !!
“VENOM, selesaikan anak tersebut. SEKARANG JUGA !” perintah GUY dengan nada suara tinggi.
“Cih, ganggu aja !” VENOM lalu memasukkan ponselnya ke celana.
VENOM lalu mendatangi Yandi. Dan ia meminta baton stick yang kepada salah satu anak di dekatnya.
Yandi yang kayaknya udah seperti orang mabuk menyerang VENOM dengan membabi buta. VENOM dengan mudah menghindar ke samping lalu memukul kepala yandi dengan baton stick. Saat Yandi tersungkur dalam posisi telungkup, VENOM tanpa ampun menghajar punggung Yandi dengan senjatanya.
“ANAK KEMARIN SORE UDAH SOK PAHLAWAN LU BANGSAT !!! GUE LAGI PUSH RANK ANJINGG !! GUE PALING MUAK DENGAN ORANG MODEL LO GINI!!! NAIF SEKALI LU JADI ORANG, TAIK !!”
BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!BUGH !!!
Kami hanya diam dan melihat saja bagimana VENOM meluapkan amarahnya dengan memukuli Yandi yang kali ini gue yakin sudah pingsan, parah. VENOM baru berhenti memukuli Yandi ketika tuh anak sudah tidak bergerak lagi.
VENOM kemudian mendatangi Oscar sambil masih tetap membawa baton stick.
“Buruan kita bantai aja nih orang, biar cepat selesai ! Biar gue bisa main ML dengan tenang.”
“Tunggu!” teriak GUY.
“Kenapa lagi sih ah?” protes VENOM.
“Gue mau pastiin sesuatu. Hei kalian, coba berdirikan anak itu” GUY menyuruh dua orang yang dekat dengan Yandi untuk mendirikan tuh anak yang sudah tidak sadarkan diri.
“Mau ngapain lagi lu?” gue bertanya ke GUY.
“Seperti biasa, kasih kenang-kenangan. Sesuai kesepakatan tadi, kalau dia kalah dua-duanya, dia gak bisa asal pergi dari sini gitu saja.”
Gue cuma geleng-geleng kepala saat GUY mendatangi Yandi yang pingsan sampai kedua kakinya lunglai.
GUY mendekati Yandi lalu dari balik jaketnya ia mengeluarkan satu benda berkilau.
Sebuah pisau lipat dan GUY membuka lipatan pisau sehingga pisau tersebut sudah terhunus.
Hohoho, bakalan repot buang Yandi nih...
= BERSAMBUNG =
Mesakno yandi...
ReplyDeleteKelak ini lph bakal respect sama yandi
ReplyDeleteHiks.. yandi yandi..
ReplyDeletePolosmen to..
Ojo polos2 to mas..
Wkwkwkwk
Ayo bro panth... Digenjot episode 64 e 😁😁😁
ReplyDeletetar sorean
DeleteGenjot om.. dirumah ga ada kerjaan nih..gara2 corona,,susah beraktivitas
ReplyDelete