Featured Post

LPH #62

Episode 62
XXX’s Top Dogs



(POV Anton)


Hoho...mati muda lho ya..Gak seru.

Batin gue saat membuka WA dari Eko berupa satu  foto batu nisan dan caption singkat bertuliskan.

EKO
Haha !!fresh from the oven !!
18.49

Mengejutkan, Axel ternyata sudah mati seminggu lalu. Rapat sekali berita kematian Axel tersimpan. Apakah ia terluka parah karena tawuran? Atau karena hal lain? Tapi apapun alasannya, sedih juga gue kehilangan rival gue yang utama. Selain Axel, tidak ada yang sanggup hadapin gue. Oscar, Feri bahkan Toni sekalipun tidak akan pernah berada di level yang sama dengan Axel.

BRAK!

Gue menggebrak meja karena skenario utama yang gue susun, tidak akan pernah terjadi. Kematian Axel akan menjadi pukulan telak bagi teman-temannya bahkan akan menjadi berita besar seantero kota XXX. Banyak yang akan merasa kehilangan tetapi lebih banyak lagi bajingan yang bersorak saat mendengar kematiannya. Posisi SMA NEGERI XXX akan menjadi rentan, karena keberadaan Axel di sekolah  tersebut yang menjadi  alasan utama kenapa tidak ada bajingan dari sekolah maupun geng manapun yang berani macam-macam mengusik  mereka secara terang-terangan.

Gue bukan orang yang mudah terkesan dengan kemampuan lawan, karena entah sudah berapa kali gue terlibat perkelahian. Cuma tiga orang yang pernah mengalahkan gue dalam duel satu lawan satu. Axel salah satunya. Perkelahian kami yang pertama, gue membuatnya nginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Namun tak lama setelah keluar dari Rumah Sakit, dia kembali mendatangi gue untuk re-match.

Haha.

Gue terkejut karena baru kali ini gue ketemu orang yang masih belum kapok. Karena semua orang tahu belum pernah gue duel melawan orang yang sama. Semua yang pernah gue kalahkan, tidak ada yang pernah datang kedua kalinya untuk menantang gue. Rekor duel gue memang tidak sempurna. Gue Cuma pernah kalah melawan Dewa dan Boy.

Akhirnya gue meladeni tantangan Axel di Ruko Lama.

Ruko Lama adalah tempat yang sempurna untuk menunjukkan kepada semua bajingan siapa yang terkuat dan menaikkan pamor. Semakin tinggi pamor lawan, pemenangnya akan mendapat respek semakin tinggi. Tidak perlu tawuran yang melibatkan puluhan atau ratusan siswa yang bisa menarik perhatian polisi. Cukup duel satu lawan satu dengan aturan tangan kosong antara sesama bajingan dengan titel bajingan nomor 1 dari sekolahnya,akan menyelesaikan permasalahan tanpa berlarut-larut.

Pamor gue dan Axel pada saat kami kelas 2, boleh dikatakan yang paling tinggi dan dijuluki sebagai dua siswa SMA terkuat di Kota XXX. Asal sekolahan kami yang memang bermusuhan menjadi daya tarik luar biasa, seolah semua orang penasaran untuk mencari tahu siapa yang terkuat di antara kami berdua di duel yang kedua.Setelah duel legendaris antara Boy melawan Dewa, tongkat duel leader antar dua sekolah seolah kami teruskan. Jika Boy dengan kegilaanya bisa menang dari Dewa, hutang kekalahan STM XXX atas SMA NEGERI XXX gue bayar kontan dengan menghabisi Axel.

Di duel yang disaksikan oleh ratusan bajingan dari berbagai sekolah, Axel kembali gue pecundangi dan sengaja gue buat lebih parah dari sebelumnya.Tangan kanannya gue patahin. Beberapa tulang rusuknya gue dengar juga sampai retak. Meskipun gue menang, luka gue pada saat itu juga lumayan parah. Tulang pipi kanan retak serta rahang yang sempat geser dan luka minor di badan.

Ketika gue yakin sudah menuntaskan perlawanan Axel, beberapa bulan kemudian Axel datang lagi. Bahkan tangan kanannya pun masih terbalut perban. Axel dan Feri menunggu di depan gerbang sekolahan gue.

Hahahahaha !!

Gue mulai menyukai sifat keras kepala Axel. Sandi saja sampai geleng-geleng kepala melihat kedatangan Axel. Kedatangan Axel dan Feri membuat anak buah gue panas namun gue melarang mereka untuk mengganggu keduanya. Gue dan Sandi lalu mengajak keduanya untuk nongkrong dulu, ngopi dan ngrokok di warung dekat sekolah. Setelah situasi sekolah mulai lengang dan guru-guru sudah pulang, kami berempat menuju ruang gym sekolahan gue. Sandi mewanti-wanti kepada anak-anak lain jangan ada yang coba-coba mengikuti kami ke ruang gym. Karena gue ingin duel ketiga ini berlangsung di tempat tertutup dan hanya ada kami berempat saja. Feri dan Sandi mereka berdua menjadi saksi duel.

Axel Cuma tertawa ketika gue memperingatkan akan mematahkan kaki serta tangan gue karena gue sudah bosan melawannya.

“Gue masih penasaran sama elo karena gue tahu gue punya kesempatan ngalahin elo dan lo santai saja, kalau gue kalah lagi. Gue gak akan menantang elo lagi. Kecuali elo yang kalah hari ini dan menantang gue balik, gue akan terima tantangan lo dengan tangan terbuka,” jawab Axel kala itu.

Axel hari itu membuktikan ucapannya. Dia mengeluarkan semua yang dia punya dan hal itu membuat gue juga melakukan hal yang sama. Mendekati titik puncak duel, Sandi dan Feri mulai berteriak-teriak agar kami segera berhenti karena arah duel sudah mendekati duel hidup-mati. Namun dalam satu kesempatan Sandi bercerita bahwa kala itu dia dan Feri tidak berani untuk melerai dan menghentikan duel gue dengan Axel.

“Gue bisa mati konyol kalau mencoba melerai kalian berdua,” komen sohib gue Sandi yang boleh di sebut best partner in crime gue.

 Sandi - STM XXX kls 3

Gue merasakan aroma kekalahan saat satu pukulan penghabisan dari gue bisa dihindari Axel dalam jarak yang sempit. Axel lalu memanfaatkan momentum tersebut dengan meninju ke arah tulang rusuk sehingga gue bisa mendengar suara tulang patah akibat pukulannya tersebut. Di saat gue muntah darah, satu pukulan Axel yang gue tangkis namun malah mengubah arah pukulan menuju mata kiri gue.

Mata kiri gue langsung gelap dan gue langsung tahu, betapa fatalnya pukulan Axel ini. Pukulan itu membuat gue tersungkur kalah. Gue pingsan pada saat itu juga. Kerasnya pukulan Axel membuat biji bola mata kiri gue rusak permanen dan mesti membuat gue menjalani operasi pecangkokan biji bola mata dari salah seorang pendonor. Meskipun mendapat bji bola mata hasil donor, penglihatan di sisi kiri tidak lagi sempurna. Buram dan agak kelabu. Namun itu bukan hal besar buat gue.

Melihat betapa parahnya luka yang gue derita akibat duel dengan Axel, membuat Virgil, anak kelas 2, murka dan berniat menghabisi Axel untuk balas dendam. Namun gue melarangnya.

Virgil - STM XXX kls 2

“Kalau elo nekat nyerang Axel, berarti lo siap kehilangan biji bola mata lo yang kanan, biar elo ngrasain apa yang gue rasain. Larangan gue ini bukan Cuma buat Virgil, tetapi kepada lo semua, ngerti?!” kata gue kepada semua pentolan bajingan STM XXX yang sedang menjenguk gue di Rumah sakit.

"Ya," jawab Virgil patuh meski tetap tidak menunjukkan wajah kesal namun ia tidak akan berani melawan perintah gue.

Tidak seperti Axel yang setelah sembuh langsung menantang gue. Gue sengaja tidak melakukan balas dendam ketika gue pulih. Setelah gue pikir-pikir, rugi rasanya kalau gue Cuma ngalahin Axel tanpa ada domino effect yang menyertai kekalahannya. Gue ingin menghadapi Axel di saat terakhir ketika semua sekolah yang ada di Kota XXX sudah jatuh dalam genggaman gue, hanya menyisakan SMA NEGERI XXX.

Mengalahkan Axel di pertarungan puncak akan menjadi kado kelulusan STM terbaik yang bisa gue wujudkan.

Save the beast for the last.

Namun sayangnya, seiiring dengan berita kematian Axel yang gue dapat dari Eko, rencana tersebut tidak akan pernah terwujud...     

Kapan-kapan gue akan tengokin elo Xel, sebelum gue pergi dari Kota ini.

Gue gak tahu kalau Eko mengirim pesan ini ke nomor WA gue yang lama, beberapa hari yang lalu. Gue baru buka WA nya hari ini karena ponsel yang ada nomor gue yang lama, sering gue tinggal.

Dari awal Eko memang menarik, anak kelas 1 pertama yang udah berani datang sendirian ke kelas gue saat gue hendak pulang. Eko tiba-tiba saja tanpa banyak omong langsung memukul gue dengan kekuatan penuh, wtf hahaha.

Antara kaget, bingung, penasaran dan salut atas keberanian anak ini, Eko terlebih dahulu pingsan kena banting Sandi.

“Anak gila…” komen Sandi.

Pukulannya gak seberapa sih tetapi nyalinya, gue acungin jempol haha.

Sandi lalu memberi tahu kalau anak tersebut bernama Eko. Eko adalah pemenang #JUNIORCHALLENGE bagi angkatan anak kelas 1. Hmm boleh juga, tetapi titel Eko sebagai siswa kelas 1 paling kuat tidak bertahan lama saat ada tiga anak baru yang masuk di pertengahan semester I beberapa bulan kemudian. Infonya mereka adalah pindahan dari Kota ZZZ.

Salah satu dari tiga anak baru tersebut bernama Elang. Hari pertama Elang, ia sudah menantang Eko. Perbedaaan kekuatan antara Elang dengan Eko terlalu jauh, namun Elang sengaja main-main dengan Eko tidak langsung menghabisinya. Melihat kebringasan Elang saat duel satu lawan satu dengan Eko, entah kenapa gue jadi gatal pengen cobain tuh anak.

Dan...Elang tidak mengecewakan gue !!Gue bisa ngrasain betapa dia gak mudah untuk gue intimidasi bahkan dengan segala pamor tentang gue. Bahkan gue seperti melawan Axel versi brutal. Mengerikan sekali potensinya.

Ada orang yang natural born fighter. Tanpa repot-repot belajar bela diri, tinju dan sejenisnya, orang tersebut sudah mempunyai kelebihan dalam hal kekuatan, ketahanan fisik di atas rata-rata, bermental baja  dan kemahiran dalam hal perkelahian. Elang dengan mudah masuk ke dalam kategori tersebut. Elang pun juga menyadari segala kelebihan yang ia punya. Dalam waktu satu bulan dia sudah mengalahkan semua pentolan bajingan setiap kelas dari kelas 1 hingga kelas 3. Mereka yang sudah kalah dengan Elang akhirnya menjadi pengikut Elang. Sepertinya gue sudah menemukan anak yang bakal mewujudkan mimpi gue. Virgil yang sepertinya tidak suka dengan kedekatan gue dengan Elang pun pada akhirnya mengerti dan mengakui kenapa gue memilih Elang setelah Virgil membuktikan sendiri kemampuan Elang.

Setelah Virgil kalah, tinggal tersisa Sandi, bajingan tangguh yang menjadi teman kepercayaan gue di STM XXX, yang belum dihadapi Elang. Perkelahian keduanya memang tidak bisa di hindari. Gue memaksa keduanya untuk berhenti ketika keduanya sama-sama mengambil stik bisbol setelah belum nampak siapa yang lebih unggul saat beradu pukul dengan tangan kosong. Gue gak mau salah satu dari mereka mati konyol. Hasil perkelahian pun gue anggap imbang.

“Gimana menurut lo tuh anak?” gue bertanya ke Sandi seusai keduanya berhenti berkelahi.

Sandi membasuh wajahnya yang bengkak dan lebam dengan air mineral lalu.

“Anak yang berbahaya sekaligus menarik, tepat seperti yang elo cari-cari,” jawab Sandi sambil membuang air ludah yang sudah bercampur darah. Udah lama gue gak liat Sandi luka seperti ini haha.

Sandi Approved.

Namun untuk menjadi pengganti gue, lebih dari sekedar paling jago berantem dan tak terkalahkan. Ada hal lain yang perlu ia buktikan.

Dan malam ini adalah tes terakhir untuk Elang.

ponsel gue berbunyi.

Elang calling...

"Halo pak tua."  sapanya ketika gue angkat teleponnya.

Gue tertawa.

"Bagaimana, cocok?"

"Ya. Roy bukan pelaku langsung.Dia menyuruh temannya untuk mengeksekusi Eko."

"Yadah. Lo tahu kan yang gue mau dari lo? Buktiin kalau elo orang yang pantas untuk membawa STM XXX menjadi sekolah yang paling ditakuti. Bantai semuanya."

"Paham."

"Good dog. Btw, lo gak nanya kabar Eko,hehe."

"Bodo amat, mau Eko mati atau gak. Gue gak peduli.Tapi nantilah gue ziarah ke kuburannya.Sebagai ucapan terimakasih karena berkat ketololannya, gue dan anak-anak Deadsquad punya sparring partner lawan CHC."

"Haha. Give'em hell. Tapi ingat, semua resiko lu yang nanggung."

Terdengar suara tawa Elang.

"Kalau misi malam ini sukses, lo tenang aja. I'll take the rest. Termasuk orang-orang di belakang CHC.”

"Ya."

KLIK

Setelah meletakkan ponsel di meja, gue bersandar di kursi pijat dan memejamkan mata.

Kalau gak salah, Oscar yang berambisi mengalahkan Axel justru malah kalah duel sama anak kelas 1. Anak kelas 1 itu juga kabarnya anak yang sama yang juga mengalahkan Opet, beberapa anak kelas 2. Bahkan dia juga pernah mengalahkan Nando dan puput, anak buah Toni dari SMA SWASTA XXX.Keren juga daftar orang yang pernah anak kelas 1 tersebut kalahkan.

Gue mengingat-ingat nama anak tersebut.

Yandi.

Gue belum pernah bertemu atau melihat langsung si Yandi, tetapi gue masih ingat dengan jelas seperti apa reaksi gue saat melihat video perkelahian puput vs Yandi yang sempat tersebar luas karena kejahilan Eko.

Gue menggeleng-gelengkan Kepala sambil berdecak kagum.

“impresif!”

Axel tidak salah pilih juniornya, Yandi menarik sekali. Terlihat biasa saja tetapi ketika berkelahi, dia seperti orang yang berbeda.

tiba-tiba terbayang dalam benak gue jika nanti Elang bertemu Yandi.

Gue merinding sendiri, hahaha.

What a damned future for both of them.



*****
@ TPU Rumah Abadi
2 hari pasca penyerangan CHC
*****



(Pov Toni)


Gue mengusap-usap kening seakan masih tidak percaya dengan apa yang gue lihat sendiri di depan gue saat ini.

Makam dengan batu nisan yang masih terlihat baru.

Ternyata berita tersebut memang benar. Axel… lo beneran udah gak ada ternyata…Babi !

Sebelumnya Pandu menunjuukan kepada gue sebuah foto nisan yang terpahat nama Axel Sidharta William. Di seantero Kota XXX, nama tersebut gue yakin cuma di miliki ke satu orang si brengsek Axel. Pandu mendapat foto tersebut dari grup WA teman SD nya. Gue masih gak percaya si penjahat kelamin itu sudah gak ada. Apalagi terakhir gue lihat dia malah ikut ngisi acara di BIG BANG bersama Vinia menyanyikan cover lagu “Sunset Di Tanah Anarki.” Tuh anak masih terlihat sehat dan yah pokoknya baik-baik saja.

Kenapa kematian Axel masih tertutup rapat? Apakah ia terluka parah lalu mati dalam satu perkelahian yang terjadi di aula sekolah mereka? Gak mungkin kalau gue bilang Axel mati karena berantem. Apakah ini mengidap satu penyakit? Atau mungkin tabrakan?

Gue udah coba telpon Feri namun ia tidak bisa dihubungi. Sebagai orang terdekat Axel di sekolah, Feri pasti bisa mengkonfirmasi kebenaran foto tersebut, asli atau hoax. Karena gue orangnya paling gak bisa nahan penasaran, tadi siang gue langsung mengajak Pandu untuk berkeliling ke beberapa TPU yang ada di Kota XXX. Tiga TPU pertama yang gue datangin dan mengecek ke petugas disana, tidak ada data nama Axel. Sehingga TPU Rumah Abadi menjadi destinasi terakhir. Gue berharap di sana juga tidak ada kuburan Axel. Tetapi hal ini malah membuka kemungkinan baru yang lebih sulit dibuktikan yakni Axel di makamkan bukan di Kota XXX.

“Oh iya ada. Di Blok F-7 sisi timur,” jawab salah seorang petugas TPU yang ditanya Pandu sambil menunjukkan fotonya.

Gue kaget. Feeling gue langsung gak enak?

“Bapak yakin, foto makam Axel Sidarta Willian memang ada di TPU sini?” gue masih mencoba meyakinkan diri.

“Iya, Bapak yakin. Bapak hapal karena dari kemarin banyak yang nanya letak kuburan sambil nunjukkin foto ini. Ya seusia-usia kalian gitulah. Almarhum punya banyak teman yang ziarah, baguslah jadi banyak yang doain,” tegas si Bapak sambil mengembalikan ponsel Pandu.

Dan setelah seharian nyari, akhirnya gue dan Pandu sudah di depan makam Axel.

Kami berdua sama-sama terdiam. Gue kemudian jongkok di samping makam Axel.

Anjing, babi lo Xel.Giliran gue mau nagih hutang lo, lo malah udah pergi !!

“Mas, bunga sama airnya mas,” sapa seorang ibu-ibu yang menjual peralatan ziarah.

Gue mengiyakan tawaran ibu tersebut dan membeli sekantung plastik bunga dan sebotol air. Setelah menaburkan bunga di sepanjang kuburnya dan menyiram air, gue pun berdoa agar apapun penyebab Axel meninggal, dia tenang di alam sana.

“Xel, lo gak takut apa dengan gaya hidup sesembrono ini, lo bisa dibunuh orang tiba-tiba?”

Gue ingat pernah bertanya hal seperti ini ketika entah untuk yang keberapa kalinya gue jenguk dia di rumah sakit sehari setelah ia duel dengan Anton untuk ketiga kalinya. Axel dengan kondisi tertatih-tatih dan masih memakai baju khas pasien lalu mengajak gue mengikutinya ke suatu taman di belakang rumah sakit yang sepi.

“Bagi rokoknya. Sepet banget gue udah 2 minggu gak ngrokok.”

Gue Cuma geleng-geleng dan mengangsurkan sebungkus rokok serta Zippo. Axel mengambil sebatang dan ia terlihat menikmati sekali rokoknya.

“Gue punya feeling, usia gue gak akan sepanjang umur lo, Oscar, Feri bahkan Anton sekalipun,” jawabnya sambil menghembuskan asap rokok. Pandangan matanya menerawang ke arah taman.

Pada saat itu gue menganggap omongan Axel Cuma asal. Karena dia memang suka ngasal ceplas-ceplos kalau ngomong. Tetapi hari ini gue sadar, bahwa omongan Axel memang serius pada saat itu.

Petualangan Axel di dunia ini terhenti di usia 18 tahun lebih 3 hari.

Masih sangat muda.

Sejak awal, gue sudah tertarik dengan karakter Axel ketika kami masih kelas 1 dulu, setelah bagaimana ia tiba-tiba datang ke dalam kelas gue saat gue hendak pulang seuasai jam pelajaran. Axel duduk di kursi kosong depan meja gue.

“Elo yang namanya Toni? Anak paling kuat dari angkatan kelas 1 SMA SWASTA XXX?”tanyanya

Gue sebenarnya masih bingung. Ini anak siapa? Apa dari kelas sebelah? Tapi kok gue belum pernah lihat.

“Iya. Siapa lo?”

“Gue Axel. SMA NEGERI XXX. Ton, berantem yuk. Gue yakin lo udah dengar nama gue. Kalau lo gak mau terima tantangan gue, berarti lo bencong.”

PLAK !!!

Gue menahan pukulan Dede yang diarahkan ke muka Axel. Dede adalah teman semeja gue pada saat itu.

“Hey…Santai,” tegur gue kepada Deni. Gue meremas kepalan tangan Dede agar ia tenang. Setelah Deni tenang, gue lalu minta maaf ke Axel.

“Sori, teman gue kepancing gara-gara omongan lo.”

Axel cuma tersenyum sambil menatap gue. Axel tetap terlihat tenang, bahkan tidak ada ekspresi terkejut saat gue menahan pukulan Dede yang tiba-tiba.

“Jadi, lo laki apa bencong?”

Gue tertawa. “Lo punya adik, kakak atau saudara cewek gak? Bawa ke rumah gue ntar malam. Gue kasih lo keponakan. Atau bawa nyokap elo deh kalau lo gak punya saudara cewek. Biar lo punya adik baru,” balas gue tajam.

Dede dan beberapa teman sekelas gue sudah mengerubungi meja kami tertawa terbahak-bahak. Anehnya Axel ikut tertawa dan ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

“Nih foto kakak gue. Lo bisa pakai dia sepuasnya kalau lo bisa menang dari gue,” kata Axel sambil menaruh ponselnya di atas meja. Ponsel tersebut memperlihatkan satu foto cewek yang membuat teman-teman gue langsung bilang mendesah, “Ouuhhh”.

Termasuk gue.

“Coeg, ini kakak lo asli atau hasil googling?” tanya salah seorang teman.

Anjir, cantik banget ! toge pula ! Kalau gue lihat, foto cewek ini memang mirip sekali dengan Axel. Jadi sekali lihat gue juga tahu ini kakaknya Axel. Cantik parah.

“Kakak kandung gue lah !! Jawa – Amerika !! gue ulangi sekali lagi Ton. Kalau lo bisa menang lawan gue, gue bantuin lo sampai bisa jalan sama kakak gue. Pegang kata-kata gue. Deal?”

DEAL !!!!” teriak Dede.

Anjing ni teman gue, tadi sok mukul Axel, giliran sekarang lihat “hadiah” kalau gue menang lawan Axel, malah dia yang lancang ngejawab.

Gue pukul kepala Dede, dia Cuma cengar-cengir. “Maap bos, reflek, cakep banget soalnya ini cewek.”

“Deal. Sekarang kita ke Ruko Lama.”

Gue dan  Axel bersalaman.

Gue sudah mendengar nama Axel sebelumya yang sedang ramai dibicarakan oleh beberapa teman, bahwa ada anak kelas 1 SMA NEGERI XXX yang sudah mengalahkan para bajingan dari berbagai sekolah akhir-akhir ini. Dan hari ini rupanya jadwal Axel “main” ke SMA SWASTA XXX. Segala omongan dan kabar tentang Axel membuat sisi bajinga dalam diri gue juga penasaran dan pengen buktiin. Di saat gue lagi nyari waktu yang tepat untuk nantang Axel,eh dia duluan yang datangin gue.

Sama tawaran dari Axel kalau gue bisa ngentotin kakaknya kalau gue menang dari dia, juga menjadi faktor penyemangat haha.

Tapi kabar yang beredar bahwa Axel itu beringas ternyata memang bukan isapan jempol.

Di hadapan anak-anak dari kedua sekolahan kami, gue tumbang melawan Axel. Bahkan nyaris terjadi tawuran masal ketika Axel yang sedang kalap menginjak-injak muka gue tiba-tiba diserang oleh teman-teman gue. Teman-teman Axel tentu saja tidak terima dan ikut tersulut. Beruntung masih ada beberapa senior yang tetap tenang segera memisahkan dan membubarkan sebelum tawuran makin membesar.

Hubungan antara SMA NEGERI XXX dengan SMA SWASTA XXX terbilang aneh. Di satu hari kami bisa saling adu pukul atau tawuran namun keesokan harinya bisa nongkrong bareng kek gak ada masalah. Namun tiba-tiba bisa ribut lagi. Kedua sekolah terbilang rival tetapi persaingannya tidak sebrutal persaingan SMA NEGERI XXX dengan STM XXX.

Perkelahian gue tersebut pada akhirnya membuat gue dan Axel jadi akrab. He is such bastard and good friends at the same time. Terlebih kami memiliki hobi yang sama, main cewek. Beberapa kali malah sering saling tukaran cewek hahaha. Satu hal lain yang gue suka dari Axel adalah, Alexa kakaknya.

Gue benar-benar jatuh hati sama kakaknya semenjak Axel kasih lihat fotonya. Bahkan ketika Kak Alexa sedang pulang ke Indonesia (dia kuliah di Inggris), Axel sengaja mengenalkan gue dengan kakaknya. Yang jauh lebih cantik di aslinya.

“Ton. Tawaran gue masih berlaku lho. Kalau lo bisa kalahin gue, gue bantu lo tidur sama kakak gue,” bisiknya sambil tertawa.

Bajingan memang si Axel, dia tahu kalau gue gak bakal bisa ngalahin dia. Namun demi Kak Alexa, gue lalu rajin fitness, work out bentuk badan. Dan sedikit latihan tinju di beberapa kesempatan.

Rencana gue nanti adalah gue akan kembali menantang Axel tepat sebelum gue lulus SMA. Gue yakin bisa menang kali ini dan akhirnya bisa bobok sama Kak Alexa.

Tapi itu semua menjadi sia-sia sekarang dengan kepergian Axel untuk selama-lamanya.

Bajingan lo Xel, bisa lo ya pergi sebelum gue ngalahin elo, ratap gue dalam hati. Karena sejujurnya gue benar-benar sedih karena kehilangan seorang teman baik, seorang rival, seseorang yang membuat gue berlatih keras.

“Ton, balik yuk. Udah mendung, gelap,” ujar Pandu yang membuat gue mengakhiri flashback gue dengan Axel.

Pandu - SMA SWASTA XXX kls 3

Gue lalu berdiri kemudian gue bilang ke Pandu.“Kumpulin semua anak-anak malam ini jam 9 di BigHouse.”

“Termasuk Vino?”

“Ya, tentu saja. Minta Vino untuk datang bersama Alan dan Bayu. Jalu, Ucok juga.”

“Puput?” tanya Pandu sambil ngeliat ke gue.

“Tetap kabari dia, tetapi bahasanya lo ganti jangan terkesan untuk meminta dia wajib datang. Sifatnya info saja, terserah dia mau datang atau enggak.”

“Oke.”

Kematian Axel, berita penyerangan mematikan yang menimpa anak-anak CHC dan kemungkinan lainnya mesti segera gue kasih tahu ke anak-anak.

Gue lalu mengeluarkan sebungkus rokok Mild yang masih baru berikut dengan zippo milik gue. Gue letakan kedua benda favorit Axel di bawah batu nisannya.

"Rest In Pride bro...."


****


Setelah semuanya berkumpul dalam 1 meja besar dan masing-masing sudah memegang minuman, gue langsung membuka pembicaraan.

Oh Puput gak datang ya. Oke.

"Entah kalian sudah dapat dari broadcast WA atau sumber lainnya, gue mau memastikan satu hal tentang kebenaran berita tentang kematian Axel. Berita tersebut adalah 100 % akurat. Axel memang sudah meninggal 8-9 hari yang lalu."

Gue memperhatikan berbagai macam ekspresi saat mereka mendengarnya dari mulut gue langsung. Jika beberapa anak kelas 3 nampak syok, begitu juga dengan anak kelas 2, lain halnya dengan ekspresi Vino. Ia tersenyum kecil. Alan dan Bayu malah bersulang. Ketiga bajingan dari kelas 1 seperti baru saja mendengar kabar bahagia.

"Berarti ini saat yang tepat untuk menyerang anak SMA NEGERI XXX di saat mental mereka sedang down akibat berita kematian Axel.." komen Vino santai.

"Yoihhh! Hell yeah!" Sahut kedua temannya berbarengan.

"Kalian bacot doang yang gede, aksi NOL BESAR!" komen Jalu ketus sambil menatap tajam Vino.

"Hehe. Kalau aksi gue selama ini lo anggap nol besar. Berarti saat gue ngalahin elo beberapa waktu yang lalu termasuk nothing. Oke-oke ngerti gue. Menangnya lawan receh sih, jadi gak ada nilainya seperti kata lo,” balas Vino tajam.

"Ups.." Alan juga gak menambah panas suasana.

Jalu langsung berdiri. Diikuti dengan Vino. Keduanya saling berdiri berhadapan.

"AYO KITA KELUAR SEKARANG. GUE SUMPAL MULUT LO PAKE BOTOL !"

"BRING IT ON LOSER !"

Prank !!!

Botol bir yang gue pegang, gue banting ke tengah-tengah meja sehingga gelas dan botol lainnya ikut berantakan.

"Jika kalian berdua bertindak lebih dari ini, gue sendiri yang akan kirim kalian ke Rumah Sakit. Kalian tahu banget khan gimana gue udah menahan diri selama 1 tahun terakhir ini."

Baik Jalu dan Vino langsung kembali duduk.

Vino dan Jalu tidak akan pernah cocok karena sama-sama temperamental. Ego Jalu tentu merasa tercoreng karena ia kalah dalam waktu relatif singkat saat berkelahi dengan Vino. Vino juga temperamental tetapi ketika ia berduel, ia masih pakai otak. Tidak cuma menuruti emosi saja. Jalu yang sudah kenyang perkelahian benar-benar dipermalukan ketika ia menjadi bulan-bulanan Vino.

Gimana gue bisa percaya kalau setelah gue dan anak kelas 3 lainnya lulus lima bulan lagi, kalian bisa akur dan bisa bersama-sama menjaga martabat bajingan SMA SWASTA XXX?

"Toni. Ini kesempatan besar buat kita! Efek pertarungan 2 kelompok terbesar di SMA NEGERI XXX tentu masih ada. Dan tidak ada Axel lagi!" ujar Vino menggebu-gebu.

"Denger Vin. Sama elo semua yang datang malam ini. Perhatiin baik-baik perkataan gue mulai detik ini. Jangan ada yang bertindak lancang, berbuat sesuatu tanpa seizin gue. Jangan ada yang cari gara-gara dengan SMA NEGERI XXX. Intinya gini, gue kumpulin kalian bukan cuma untuk kasih kabar tentang Axel. Untuk SMA NEGERI XXX. Biarkan saja. Tanpa ada Axel pun, masih banyak bajingan-bajingan tangguh. Terutama si anak kelas 1 yang gue dengar secara maraton duel dengan para Edgar, Heru, Opet, Oscar bahkan Axel juga sempat ia lawan."

Perkataan gue barusan membuat Vino yang tadinya cuek langsung memperhatikan gue. Ya, Vino tahu kalau perkataan gue barusan pada dasarnya gue tujukan kepadanya. Si anak kelas 1 itu siapa lagi kalau bukan Yandi. Vino sudah pernah bertemu dengan Yandi ketika Axel turun tangan dan mencoba menyelesaikan masalah Yandi dengan Puput secepat mungkin.

"Kalian tentu sudah tahu kan insiden penyerangan ke CHC dua hari lalu? Peristiwa tersebut bukan peristiwa penyerangan biasa antara CHC dengan lawannya seperti rilis dari pihak Kepolisian. Identitas para penyerang CHC masih gelap. Karena ada korban tewas, Polisi akan semakin sering patroli untuk mengantisipasi serangan balasan. Gue minta kalian lebih waspada jangan sampai terlibat keributan yang tidak perlu, kalau bolos sekolah jangan berkeliaran dengan memakai seragam sekolah."

"Ton, duduk perkara dari penyerangan CHC apaan sih? Jadi bikin repot orang lain aja. Mereka yang bermasalah, kita jadi ikut kena getah," tanya Ucok.

Gue sebenarnya tahu pangkal awal mula penyerangan ke CHC. Namun untuk beberapa alasan tertentu, gue memutuskan untuk menyimpan dulu informasi tersebut.

"Lebih baik berjaga-jaga. Just stay out from unnecessary trouble."

Setelahnya kami lanjut nongkrong minum kopi hingga sekitar jam 1 pagi anak-anak mulai pulang. Kecuali Vino yang masih belum beranjak. Padahal dua temannya sudah pergi duluan. Gue tahu beberapa omongan gue tadi cukup membuatnya gusar. Gue kemudian bangkit berdiri.

"Ikutin gue ke belakang."

Tanpa banyak kata, Vino mengekor gue dari belakang hingga kami berada di parkiran motor yang mulai lengang karena BigHouse sebentar lagi juga tutup.

Gue dan Vino lalu berdiri berhadapan.

"Lo gak akan bisa kalahin gue. Lo memang kuat tetapi gue adalah langit yang gak bisa lo capai," kata gue di depan Vino.

"Iya gue tahu. Namun gue masih punya cukup waktu untuk ngalahin elo. Sedikit lagi. Perbedaan gue dengan elo tinggal sedikit lagi..."

Gue tersenyum. Mungkin sudah tiga atau empat kali Vino nantang gue. Tentu saja dia gak bisa, ehm belum bisa ngalahin gue. Namun gue merasakan progress dia semakin membaik.

"Waktu dan tempat gue persilahkan"

15 menit kemudian...

Gue ngos-ngosan. Terasa asin mulut gue. Cuh.

Darah cukup banyak dari dalam mulut gue rupanya. Gue menatap Vino yang terkapar. Dia masih sadar nyaris pingsan namun dia sudah tidak mampu bangkit.

"Not bad. You can come to me. Anytime."

Gue lalu pergi ke depan dimana Pandu sudah menunggu gue di dalam mobil.

"Wah sepertinya kali ini Vino lumayan bikin lo kesulitan ya..." Komen Pandu saat melihat gue masuk mobil.

"Yeah," jawab gue sambil mengusap pelan luka lebam di wajah dengan tissu basah yang ada di atas dashboard mobil. "Tetapi masih belum, dia masih belum siap. Untuk saat ini. Namun dengan determinasinya, gue yakin dia akan siap tepat pada waktunya. Ndu, udah yuk cabut. Capek gue bangsat."

Saat melewati satu mobil, gue menurunkan kaca. Alan dan Bayu rupanya masih menunggu Vino. 

 Bayu - SMA SWASTA XXX kls 1.

Alan - SMA SWASTA XXX Kls 1.

"Bay, bawa Vino ke klinik. Kepalanya bocor."

Bayu, teman sekelas Vino mengangguk.

"Kampret lo bang. Sama adek sendiri kejam bener," kata Alan.

Gue cuma tertawa lalu menutup kaca mobil.

Justru karena Vino adik gue sendiri, gue gak boleh manjain dia. Beban dia gak akan ringan setelah gue lulus nanti.


*****
@ Jembatan Veteran
Malam yang sama
*****



(POV Oscar)


Gue berjalan sempoyongan sambil menenteng sebotol Jack Daniel's. Gue agak mabuk tetapi gue masih cukup sadar dan tahu bahwa gue sedari tadi dibuntuti seseorang. Setelah sampai di dekat jembatan kecil yang sepi, gue lalu berhenti.

"Keluar lo semua bangsat. Gue tahu lo pada buntutin gue...."

"Haha lo tahu bahwa kami ngikutin lo semenjak lo cabut dari diskotik namun lo tetap tenang bahkan sengaja mencari tempat sepi," jawab seseorang dari belakang gue sambil bertepuk tangan.

Gue menengok ke belakang dan melihat satu orang muncul dari balik truk yang terparkir di sisi jalan. Ia mengenakan jaket hoodie dan celana panjang warna hitam. Oh ternyata ia juga memakai balaclava.
  

Di belakang dia lalu muncul tiga orang yang juga mengenakan balaclava. Gue juga menengok ke belakang saat mendengar suara benda di seret di sepanjang jalan. Dari ujung sana ternyata juga muncul dua orang berpenampilan sama. Keduanya menenteng pipa besi

Trank !!

Kesunyian malam pecah saat salah seorang dari mereka memukulkan pipa besi ke pagar jembatan yang juga terbuat dari besi sehingga menimbulkan suara ribut.

Empat di belakang. Dua di belakang memegang senjata. Total ada enam orang.

Gue tenggak lagi minumannya sambil tergelak tertawa.

"Hahaha untuk melawan orang mabuk kayak gue, kalian mesti berenam. Mengenakan penutup kepala pula. Siapapun yang mengirim kalian kemari sepertinya dia tahu benar siapa gue..LPH," kata gue sambil kembali meneguk minuman pahit ini.

Glukk.

Bugh!

Tiba-tiba saja salah seorang dari mereka menerjang lalu menghantam perut gue cukup keras sehingga gue muntah karena gue udah banyak minum sebelumnya.

Hoekkkkksss!!!

Lalu selanjutnya gue dikeroyok secara beramai-ramai. Gue gak sanggup melawan karena selain gue mulai mabuk, pusing tentu saja mereka lebih banyak. Namun yang paling penting, gue udah gak punya hasrat untuk melawan, membela kehormatan diri gue yang sedang di injak-injak orang.

Gue tahu gue akan menerima hukuman dari LPH karena perbuatan gue yang secara terang-terangan melibatkan Opet dan Ander ke dalam masalah di sekolahan.

Tapi gue gak menyangka mereka akan datang di saat titik terendah dalam hidup gue.

Sepertinya mereka para penyerang gue menyadari bahwa gue tidak berusaha melawan atau bahkan melindungi diri. Mereka berhenti menyerang gue. Lantas salah seorang di antara mereka jongkok sambil memukul-mukulkan ujung pipa ke pipi gue.

"SAW benar, lo gak akan melawan sedikitpun. Menyedihkan. Mana asyik melawan orang yang sudah gak peduli jika dirinya mati dikeroyok sekalipun. Well, anggap saja ini peringatan pertama dari kami. Kami akan datang lagi, secepatnya.."

Lalu mereka pergi meninggalkan gue.

Anjing, tindakan mereka justru membuat gue marah. Belum pernah dalam hidup gue, gue merasa terhina seperti ini.

I’m Worthless scum...

Ini semua gara-gara Axel. Si brengsek itu terlalu pengecut untuk memulai penyerangan ke STM XXX. Padahal dia tahu benar cepat atau lambat mereka akan menyerang kami.

"Kita serang mereka dulu sebelum mereka datang !! Kita habisin sampai ke akar-akarnya. Anton tidak akan bisa menang melawan kita berdua sekaligus!" terang gue kepada Axel sekitar 6-7 bulan yang lalu di Warung Burjo Bang Roni saat disana hanya ada kami berdua, tidak ada siapapun.

"Lo mau darah tumpah gitu aja? STM XXX bukan target sembarangan. Kita belum siap. Biarkan Anton cs menyusun rencana, selama mereka tetap tenang, tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jawab Axel santai.

Gue jelas geram mendengarnya. "Jadi lo takut?"

Axel tersenyum sambil menyulut sebatang rokok.

"Lo siapa nyuruh-nyuruh gue? Gini-gini lo belum bisa kalahin gue. Lo cuma orang nomor 2. Kalau lo mau nyerang STM XXX, lo bentuk pasukan dan lo serang aja sendiri. Gak usah bawa-bawa nama sekolah segala. Dah gue mau cabut, gue mau senang-senang ma cewe gue!" Axel kemudian pergi begitu saja.

Someday i'll kill you for sure, batin gue geram.

Mendapat penolakan Axel, membuat gue bergerak sendirian menyusun rencana penaklukan semua bajingan SMA NEGERI XXX. Ketika semua bajingan sudah tunduk sama gue, Axel tidak akan punya pilihan untuk menyetujui keinginan gue dan bahkan turut serta untuk menyerang STM XXX. Semakin lama membiarkan mereka, feeling gue mengatakan situasi akan semakin berbahaya.

Keputusan gue untuk mengajak serta Ander dan Opet sudah gue pikir matang-matang terlepas dari segala macam resikonya. LPH akan memburu gue. Namun jika gue mampu terlebih dahulu menaklukan Anton cs. Gue punya cukup orang untuk memberikan perlawanan kepada LPH.

Namun karena faktor X yang gue anggap remeh, rencana gue hancur. Gue masih gak percaya gue kalah sama Yandi. Yandi yang memang kuat atau gue yang lemah?

Setelah semuanya gagal, kini gue sendirian menanggung semua resiko. Termasuk hukuman dan teror dari LPH seperti yang barusan gue alamin. Gue gak heran kalau menghilangnya Opet dan Ander pasca bentrokan berhubungan dengan LPH. Tapi entah bagaimana ceritanya keduanya bisa di culik begitu saja di depan hidung semua orang.

Goddamn...Axel...I hope you go to the fucking hell you brat...


*****
@ Pemandian Air Panas Umbul Kencana
Malam yang sama
*****


(Pov Sadli)


"Menurut lo, ada campur tangan Dewa gak di peristiwa kemarin?" Bisik Trias perlahan.

"Ngapain bisik-bisik sih, orang di ujung kolam sana juga gak bakal dengar lo ngomong," kata gue.

"Sori kebiasaan ngomong hal sensitif pelan-pelan sih. Eh gimana menurut lo omongan gue tadi?"

"Ada."

Jawaban gue membuat Trias menoleh.

"Serius lu?"

"Deadsquad. Garda bajingan terdepan STM XXX kalau pecah tawuran, memancing kerusuhan dan melakukan penyerangan dengam terorganisir. Deadsquad itu bentukan Dewa. Dan Anton menjadi anggota Deadsquad paling menonjol. Setelah Dewa lulus, Anton yang meneruskan Deadsquad."

"Gue penasaran, mereka itu gak tahu atau gak mau tahu bahwa kakakny Roy ketua CHC itu Hanan yang jadi manager WISDOME sekaligus residivis. Mantan petinju professional pula."

"Entahlah. Generasi muda sekarang main babat aja. Tetapi naif sekali kalau Anton tidak tahu tentang Roy dan Hanan."

"Kalau Hanan memutuskan untuk balas dendam. Huh, polisi bakalan sibuk. "

"Sekarang ini pun mereka sudah rajin patroli ke tempat-tempat rawan keributan. Aturan jam malam semakin di perketat. Polisi tentu juga menyadari potensi balas dendam yang dilakukan Hanan mengingat adiknya menjadi korban meninggal dalam peristiwa penyerangan. Masalah hitungan hari aja sih sampai Hanan dapat info identitas para pelaku. Dan perang yang seharusnya tidak perlu terjadi pun akan membuat situasi di Kota XXX akan semakin membara.”

"Fuck them. Sebaikny kita tetap tenang, tidak usah ikut campur. Kalau Dewa memutuskan membantu Anton menghadapi Hahan, itu urusan dia. Kalau Dewa sampai bawa-bawa nama LPH, nah itu baru jadi urusan kita," papar gue panjang lebar.

"Setuju. Kita lihat saja perkembangan situasinya," sahut Trias menyetujui pendapat gue.

Semoga Hanan masih tetap waras, namun siapa yang bisa menghentikan Hanan yang menuntut balas atas kematian adiknya.

Tidak ada satu pun anak sekolah yang bisa menghentikan Hanan.

“Sad, udah dengar berita bahwa Axel ternyata udah meninggal kira-kira seminggu lalu?"

"Udah."

"Meskipun gue gak terlalu kenal dengan Axel tetapi ikut berduka gue. Baru 18 tahun. Penyebab kematiannya pun masih misteri sampai sekarang. Dan kematiannya jelas membuat posisi SMA NEGERI XXX sedikit rentan. Apalagi hasil tawuran ternyata di luar dugaan. Oscar yang secara posisi cuma kalah dengan Axel ternyata malah kalah lawan anak kelas 1. Jadi secara kasat mata Yandi menjadi orang nomor 1 sekarang. Poor kid. Dia muncul di saat yang paling buruk.  Bajingan-bajingan tangguh anak kelas 3 akan lulus, mewarisi segudang masalah, musuh. Belum lagi problem internal yakni penerimaan siswa senior kepadanya. Jadi orang paling kuat gak serta merta membuat dia dapat respek dan diterima oleh semuanya."

"Setuju. Situasinya bahkan jauh lebih kompleks daripada yang dihadapi Boy. Boy dan Yandi memiliki satu kesamaan. Baru kelas 1 tetapi sudah menjadi top dog."

"Jangan bandingin Boy dengan Yandi. Terlalu jauh perbedaannya. Boy jadi top dog karena dia punya ambisi sedari awal. Lha Yandi? Dari yang gue dengar, dia berada dalam posisi tidak punya pilihan selain duel dengan Oscar. Dan dia menang."

"Iya lo benar, tanpa ambisi, hasil akhir akan menjadi lain. Boy selama 3 tahun benar-benar membuktikan bahwa dia adalah siswa SMA terkuat di Kota XXX tanpa sekalipun kalah dalam hal duel satu lawan satu. Mengerikan. Kalau ada Hall of Fame Bastard, nama dia akan berdiri sendirian di puncak."

"Eh bukannya legenda siswa SMA terkuat itu Tomo? Yang jadi kepala sekolah SMA NEGERI XXX."

"Tomo jangan lo masukkin ke hitungan lah. He is on another planet, generasi dinosaurus. Dan keberhasilan beliau menduduki kursi Kepala Sekolah yang sudah membesarkan namanya, membuat seorang Tomo jadi legenda hidup paling Inhuman."

"Haha fuck ngeri benar tite si Tomo. Udah cabut yuk ah. Biji gue makin mengkerut kalau kelamaan berendam. Lagian, seram, tinggal kita doang disini," ajak Trias sembari keluar dari kolam.

"Cemen lo," ejek gue.

HAUUUUUUUUUUUUUUUUUUU .

Lolongan Anjing yang panjang tiba-tiba terdengar, membuat bulu kuduk gue auto berdiri. Trias udah lari duluan menuju tempat bilas.

"Asuu, tungguin !"


*****
@ Warung Mbak Asih
Keesokan harinya
*****



(POV Yandi)


"Minumnya apa Mas?" aku bertanya kepada empat orang pembeli yang baru duduk.

"Eh mo minum apaan? Es teh manis?" Salah satu di antara mereka bertanya kepada temannya. Dua orang mengacung. "Gue es jeruk," jawab yang lain.

"Berarti es teh manis 3, es jeruk 1."

"Baik mas. Di tunggu."

Aku lalu segera ke belakang membuatkan minuman pesanan pembeli. Ya, beberapa hari sebelum aku kembali masuk sekolah di Semester genap, aku menyibukkan diri dengan bekerja membantu di warung Mbak Asih yang ramai setiap kali jam makan siang tiba karena banyaknya perkantoran yang ada di sekitar rumah Mbak Asih. Dengan begini, aku tidak melulu membuat otakku lelah karena terus menerus memikirkan Dita, kondisi Eko, efek kematian Axel dan masih banyak lagi.

"Ini Mas," aku membawa nampan berisi minuman para pembeli.

Semua meja sudah full, rata-rata pada baru mulai makan jadi belum ada piring maupun gelas kotor yang bisa aku bereskan. Saat aku hendak kembali ke belakang, tiba-tiba aku mendengar suara seseorang yang aku kenal, suara yang benar-benar membuatku rindu, memanggilku.

Itu suara Dita ! Aku segera menoleh dan benar saja, aku mendapati Dita berdiri di dekat pintu. Setelah 2 minggu, akhirnya aku bisa ketemu langsung dengan Dita. Dengan wajah sumringah aku pun menghampiri Dita.

Namun.

PLAK !!!

Dita menamparku keras sekali sehingga aku yakin membuat semua orang menoleh ke arahku.

"KAMU APAIN EKO?! KAMU APAIN DIA SEHINGGA KAKI KANANNYA MESTI DI AMPUTASI !?BELUM CUKUP KAMU NYAKITIN AKU?!" teriak Dita histeris sambil menangis.

"Dit-"

PLAK !!!

Dita kembali menamparku untuk kedua kalinya saat aku hendak menjelaskan semuanya.

"KAMU KAN JAGOAN. TAMPARANKU JELAS BUKAN APA-APA. YAN. KITA PUTUS! JANGAN PERNAH KAMU HUBUNGIN ATAU COBA-COBA TEMUIN AKU LAGI!" Sembur Dita sambil menunjuk-nunjuk mukaku. Dari eskpresinya, belum pernah aku melihat Dita sedemikian marahnya. Dita kemudian pergi berlinang air mata.

"Dit..tunggu Dit !" Di saat aku hendak mengejar Dita.

Ada seseorang yang memegang pundakkku dari belakang. Mbak Wati. "Jangan disusul. Biarkan dulu. Nanti malam mbak akan deketin Dita," katanya menasehatiku.

"Udah, kamu masuk ke dalam," Mbak Wati mengambil nampan yang aku pegang.

Aku sedih. Sangat sedih. Aku sedih bukan karena Dita bilang ia putus denganku. Namun aku sedih karena sudah benar-benar menyakiti hatinya.

Maaf Dita ..Maaf.

***

Hari pertama masuk sekolah setelah 2 minggu libur di mulai dengan Upacara Bendera setiap hari Senin pagi. Pada dasarnya aku menyukai aktifitas di Sekolah dan bersemngat masuk tiap kali selesai liburan panjang. Hari ini aku lebih banyak diam bahkan kadang melamun. Semua teman-temanku pasti tahu kenapa sikapku seperti ini.

Apa sudah terjadi selama 2 minggu terakhir benar-benar menguji kewarasanku. Setali uang dengan apa yang aku rasakan sekarang ini, suasana sekolah juga terlihat lain. Aku yakin semua siswa sudah mengetahui berita kematian Axel.

Ketika upacara sudah sampai di bagian pidato dari Pak Tomo, beliau menyampaikan kabar meninggalnya Axel, siswa 2-F kepada semuanya. Termasuk penyebab Axel meninggal yakni penyakit Kanker Paru-paru. Di bagian ini aku terkejut karena rupanya banyak siswi yang menangis terisak-isak. Bukan hanya itu, Feri yang dikenal cool pun menangis sampai mesti di tenangkan teman-temannya. Beberapa anak kelas 1 juga ikut menangis terisak-isak termasuk teman-teman XYZ yang sudah aku beritahu kemarin malam dalam satu pertemuan penting. Di akhir pidato, Pak Tomo mengajak semua siswa untuk mendoakan agar almarhum Axel tenang di sisi-Nya.

"Oia, maaf saya hampir lupa. Mulai hari ini kita kedatangan satu staf penting di sekolahan ini. Namanya Pak Indra. Beliau akan membantu saya sebagai wakil saya alias Wakil Kepala Sekolah SMA NEGERI XXX. Selain itu beliau juga akan menjadi salah seorang tenaga pengajar sebagai Guru Olahraga yang baru. Karena Pak Indra belum bisa hadir karena tadi telepon saya karena terjebak kemacetan, maka untuk kelas yang jam 1-2 nya adalah Olahraga. Selesai upacara bisa langsung siap-siap ganti seragam olahraga dan menuju ruang gym. Bisa langsung kenalan dengan Pak Indra nanti di sana."

Wakil Pak Tomo? Entahlah.

Apakah aku mesti senang atau khawatir. Rasanya datar saja. Dan aku baru sadar juga, jadwal di kelasku hari ini adalah Olahraga. Jadi begitu selesai upacara, aku langsung kembali ke kelas untuk siap-siap ganti seragam olahraga. Kami para siswa cowok menunggu di luar terlebih dahulu karena kelas sedang di pakai teman-temanku cewek ganti baju.

"Xav. Jangan-jangan Pak Indra itu orang pilihan nyokap lo," bisik Yosi pelan kepada Xavi yang duduk di sebelahku.

"Enggaklah. Ngapain juga."

"Haha. Cuma nanya. Eh tar pulang sekolah ke rumah Zen yuk," ajak Yosi.

"Lho, emang dia uda boleh pulang?"

"Parah lo. Keasyikan pacaran sama Asha sampe gak taw kalau Zen udah pulang semalam. Kan gue udah cerita di grup. Pasti WA gue cuma lo mark as read."

"Iya sori-soriii. Oke ntar kita jenguk Zen."

"Gak bisa asal bilang sori. Lo mesti tanggung jawab, belikan makanan. Banana Tokyo!!"

"Anjing lu Yos! Pinter amat lo manfaatin situasi. Yadah ! Berapa kotak?"

"Lima ! Eh enam kotak yang isinya 1 lusin."

"Iyaaaaaa !!!!"

"Nah gitu !"

Aku mau tak mau ikut ketawa juga karena mendengar obrolan mereka berdua.

"Yan, lo ikut kan?" Tanya Yosi.

Aku mengangguk.

Zen yang menderita luka paling parah, baru bisa balik semalam. Aku juga tahunya dari WA Yosi di grup. Kalau dengar cerita dari Wira, alibi Zen yang mengatur Pak Tomo. Pak Tomo datang ke rumah Zen untuk memberikan kabar buruk kepada orang tua Zen bahwa terjadi satu kecelakaan yang menimpa Zen di kamp. Zen tanpa sengaja tertusuk ruas besi yang mencuat di tempat pelatihan.

Kata Wira juga, sampai Pak Tomo bersujud sebagai permintaan maaf yang sebesar-besarnya dan beliau akan bertanggung-jawab sepenuhnya. Bahkan tidak keberatan jika orang tua tidak terima dan menuntut. Ajaibnya, orang tua Zen percaya dengan cerita Pak Tomo. Meskipun kami semua tahu itu adalah kebohongan namun kami respek karena Pak Tomo bersedia menanggung kesalahan orang lain. Aku lumayan lega karena pada akhirnya Zen sudah dalam tahap pemulihan dan tidak ada buntut di belakangnya.

Setelah semua teman cewek keluar kelas sudah mengenakan seragam olahraga giliran kami para cowok yang ganti baju. Selesai ganti, kami menyusul ke ruang gym. Aku terkejut karena ramai sekali.

Aku baru ingat bahwa dalam 1 hari, masing-masing angkatan ada 2 kelas yang memiliki jam olahraga bersamaan. Dari angkatan kelas 1 ada 1-F (kelasku) dan 1-D (kelasnya Riko, Astra). Dari kelas 2 ada 2-F (Bram !) dan 2-C(Edgar).  Terakhir dari angkatan kelas 3 ada 3-A (Oscar, Budi) dan 3-B (Feri, Deka).

Tensi langsung kembali panas. Meskipun kami cuma saling lihat. Lalu Bu Nuning memberikan pengumuman bahwa semua siswi cewek dari 6 kelas untuk mengikutinya kumpul di lapangan basket untuk senam bersama.

"Untuk siswa cowok tetap di sini. Materi akan di sampaikan langsung oleh Pak Indra. Silahkan pak."

Bu Nuning menoleh ke belakang sambil sedikit mengangguk.

Kami semua seperti baru menyadari bahwa ada seorang pria paruh baya mengenakan jas lengkap, sepatu pantofel sedang duduk di belakang sambil memegang stik bisbol. Jemari kanannya berada di depan mata, menunjukkan gestur seperti orang membidik dari lensa.

Pak Indra

"Terimakasih Bu Nuning."

Setelah Bu Nuning pamit untuk turun ke bawah, Pak Indra mengunci pintu. Lalu ia berjalan ke tengah. Berdiri tepat di depan kami semua.

"Bajingan kalian semua."

Kami semua jelas terkejut dengan perkataan Pak Indra barusan. Namun kami segera tahu bahwa Pak Indra memiliki aura yang sama dengan Pak Tomo.

"Gue gak bisa basa-basi. Jadi langsung saja. Gue Indra. Gue guru olahraga yang baru. Gue mau ajak kalian maen game sederhana. Aturannya begini, gue main dengan kalian semua satu persatu masing-masing anak dapat waktu 60 detik. Kalau ada yang sanggup nemenin gue main selama 60 detik,  boleh untuk tidak ikut pelajaran olahraga sampai akhir semester.

Selama jam olahraga, bebas lo mau ngapain. Mau tidur, mau pergi dari sekolah, nongkrong di kantin. BEBASS !! Masalah nilai tenang, gue kasih skor sempurna 10 di raport bahkan tanpa perlu ikut ujian praktek. Ini bukan omong-kosong. Lu semua bisa pegang kata-kata gue. Bagaimana menarik, bukan?"

Tentu saja semua siswa langsung ramai, beberapa bahkan terlihat senang. Cukup melewati tes dari Pak Indra selama 60 detik, seorang siswa bisa santai untuk pelajaran olahraga sampai akhir semester nanti udah gitu dapat skor 10 pula ! Ini gilaa.

"Pak, Game nya apa?" tanya Riko lantang sambil mengangkat tangan.

Pertanyaan dari Riko seolah mewakili kami semua dan kami menyimak dengan serius.

Senyum Pak Indra tersungging. Ia lalu menuju lemari peralatan olahraga.

"Survivor game."

Pak Indra melemparkan sepasang sarung tinju dan helm pelindung kepala ke lantai.

Lagi-lagi kami terkejut!

"Pakai sarung tinju dan pelindung kepala. Lalu berdiri di tengah lantai yang sudah gue kasih penanda seluas 7  meter. Jika selama 60 detik kalian masih bisa berdiri dan tidak keluar dari kotak 7 meter, dia menang dan bisa bersantai sampai akhir semester."

"Ehm, Pak Indra akan memukuli kami gitu?"

"Kalau lo gak nyerang ya gue serang. Untuk mempermudahnya, gue cuma akan memakai sarung tinju sebelah kiri saja. Gue gak akan nangkis, gue cuma berkelit. Jadi terserah sih, lo mau nyerang gue selama 60 detik agar bisa bertahan atau main defensif gue yang nyerang. Tadi siapa yang nanya? Lo mau maju duluan?!"

Riko pucat dan langsung menggelengkan kepala. "Ehm, saya belakangan aja Pak."

"Pengecut tolol," maki Pak Indra. Riko cuma terdiam dengan muka merah karena malu.

"Kenapa kalian mesti takut? Bukankan kalian ini para siswa bajingan yang paling jagoan di daerah sini ? Masak gak ada yang berani temenin gue main? Tenang saja, yang tidak sanggup atau kalau, tidak akan gue hukum. Paling cuma gue panggil namanya jadi 'Losser' sampai akhir semester. Udah cukup gue ngomong. Sini maju satu-satu. Silahkan siapa yang mau jadi peserta pertama."

Suasana langsung hening. Tidak ada yang bersuara maupun maju. Semua tetap pada posisi.

"CEMEN KALIAN SEMUA !! PANTAS SAJA, TOMO SAMPAI MEMOHON KE GUE UNTUK BERSEDIA MENGAJAR DI SINI. MENTAL KALIAN MEMALUKAN !!!! OKE, KALAU GAK ADA YANG MAU MAJU DULUAN. YANG NAMANYA GUE SEBUT. LANGSUNG MAJU, PAKAI PELINDUNG KEPALA DAN PAKAI SARUNG TINJU. YANDI !! YANG NAMANYA YANDI RAHARJO, MAJU!!"

Sial, itu aku. Kenapa dia langsung tahu namaku. Apa maksudnya? Tanpa banyak kata, aku segera maju dan mengenakan pelindung kepala. Xavi tiba-tiba maju dan membantu mengencangkan ikatan di sarung tinju. Oke, aku sudah siap untuk melayani permainan Pak Indra yang kasar. Pak Indra hanya mengenakan sarung tinju sebelah kiri saja.

"Oh jadi ini yang katanya siswa paling kuat di sekolahan?" Dari kata-katanya terlihat betapa ia meremahkanku.

"Iya Pak," jawabku sopan.

"Tepat terdengar denting dari jam. Game dimulai," ujar Pak Indra serius

Aku otomatis melirik ke arah jam dinding yang ada di sisi kiriku dan pada saat yang sama, jam tersebut berdenting 1 kali.

TENG!

"Awas Yan!" Teriak seseorang.

Aku kaget karena saat mengalihkan pandangan ke depan, Pak Indra sudah tidak kelihatan. Namun aku merasakan kelebatan bayangan di sisi kananku.

Dziing..

Lima menit kemudian…

"Yan, bangun Yan. Lo gak apa-apa?" Aku mendengar suara seseorang mencoba memanggil-manggilku. Panggilan ini membuatku tersadar dan langsung bangun. Namun aku langsung merasa limbung. Ada Yosi yang dengan sigap menahan badanku sehingga tidak jatuh.

"Apa yang terjadi Yos?"

"Lo langsung pingsan setelah kena pukulan Pak Indra. Bangsat," jawab  Yosi geram. "Apa-apan itu orang?"

"Bukan sekedar pukulan Yos," timpal Xavi yang wajahnya nampak pucat. "Itu hook. Hook yang sangat tajam tepat kena rahang lo, memanfaatkan blindspot. Itu hook yang mengerikan, seakan membelah udara saking cepatnya,” paparnya.

"Kek gitu doang kualitas seorang siswa yang disebut-sebut sebagai bajingan nomor 1 saat ini di SMA NEGERI XXX? CUH !! Kalau lu hidup di generasi ketika gue  bersekolah di sini, lu jadi siswa yang mati paling awal pas tawuran !!" Teriak Pak Indra tepat di depanku.

"Siswa selanjutnya !! Yang namanya Oscar maju !!!"



= BERSAMBUNG =

2 comments for "LPH #62"

  1. Wkwkwk indra mulai beraksi

    ReplyDelete
  2. msh penasaran ma misi pak tomo sama indra.apa semuanya itu,biar anak sma negri xxx jadi penguasa para bajingan kota xxxx

    ReplyDelete

Post a Comment