Featured Post

DLF #13

DEEP LYING FORWARD #13
ATTENTI ILL LUPI FERITO ( Beware To The Wounded Wolf )



Grand Hotel De La Ville, Largo Calamandrei, Parma.- Settembre 20, 2000, 10:03 PM

Selesai mandi, aku merasa badanku kembali segar. Akan sangat nyaman sekali jika langsung bisa tertidur tetapi entah kenapa aku belum merasa ingin segera tidur. Sementara teman sekamarku, Vangioni, kiper kedua Cosenza, sudah tertidur pulas. Aku heran dia bisa cepat sekali tidur, yah terlepas dari dia tidak bermain hari ini, apakah kekalahan telak yang kita terima malam ini tidak berbekas sama sekali kepadanya. Ah entahlah. Aku kemudian keluar kamar sejenak lalu berjalan keluar menuju balkon lantai 3 yang berada di ujung lorong. Di balkon ada tempat 2 tempat duduk yang mempunyai sandaran dan kelihatannya sangat nyaman. Lantas aku duduk di salah satu kursi, mengambil 1 kursi kosong di sebelah dan aku taruh di depanku untuk senderan kaki. Kuhirup udara malam yang begitu menyegarkan masuk ke paru-paru. Ah  nyaman sekali. Dari balkon hotel yang berada di lantai 3, aku bisa melihat dari kejauhan bayangan Stadio Ennio Tardini berdiri gagah di sebelah selatan, tempat kami dijagal tadi sore dan di sebelah barat terlihat deretan café dan restoran yang ramai.

Seandainya aku bisa mencetak gol tersebut, pasti moodku tidak seburuk ini. Pikiranku melayang ke pertandingan sore tadi, tetapi aku langsung tersadar, apakah sumber kegelisahanku ini lebih disebabkan karena kekalahan telak yang diderita oleh tim atau malah bersumber dari ketidakmampuanku dalam mengkonversi peluang? Jika jawabannya adalah yang terakhir maka betapa egoisnya aku. Meletakkan egoku di atas tim, ini seperti jika tim kalah 10-3 pun, aku tetap tidak merasa seburuk ini karena aku masih bisa mencetak 3 gol.

Bastardo….

Di tengah lamunan, aku merasakan ponsel di saku kiriku bergetar sekali. Ada pesan masuk. Bahkan sebelum aku membuka pesan tersebut dari siapa, aku sudah tahu siapa yang mengirim pesan. Pasti Daniela. Dia sering mengirimkan SMS setiap kali Cosenza selesai bertanding, entah aku bermain atau tidak di pertandingan tersebut. Ku ambil ponsel di saku kiri dan kubaca identitas pengirimnya. Sesuai dengan tebakanku, pengirim pesan SMS adalah Daniela. Dengan malas aku buka lalu baca SMS tersebut,

Sayang, jangan patah semangat ya. Aku tetap bangga sama kamu. Aku memang mengidolakan Buffon tetapi aku jauh lebih mengidolakan kamu. Karena kamu adalah kekasihku yang hebat.

Ah Daniela…Jari jempolku masih terdiam di atas keypad ponsel, aku bingung mau mengetik balasan pesan SMS tersebut. Kubalas besok pagi sajalah. Segera kumasukkan kembali ponsel tersebut dan kembali terpekur menatap langit malam Parma. 5 menit kemudian aku merasakan

ponselku kembali bergetar dan kali ini getarannya lebih panjang. Pertanda ada panggilan masuk. Segera kuambil kembali ponsel di saku dan kulihat di layar “Daniela CALLING”. Aku bisa saja pura-pura sudah tidur dan tidak mengangkat telpon ini, tetapi pada akhirnya kuterima telpon tersebut daripada aku mesti repot-repot berbohong besok.

“Halo sayang.” kataku dengan nada datar.

“Hei matteo-ku. Tumben kamu ga balas SMS ku. Aku tahu kamu pasti belum bisa tidur emm karena hasil pertandingan tadi ya.”

To the point banget. Kalau sudah begini, aku berbohong pun percuma.

“ehm iya sih. Aku ga nyangka hasil pertandingannya akan separah tadi. Yang penting kami semua sudah bekerja keras.” Kataku menghibur diri.

“Sayang..maafkan aku ya. Karena gara-gara aku menantang kamu, memanas-manasi kamu agar kamu bisa mencetak gol ke gawang Buffon malah membuat kamu merasa terbebani dan pada akhirnya membuat kamu menanggung rasa bersalah yang sebenarnya tidak perlu.”

Aku terdiam memikirkan perkataan Daniela tersebut. Seandainya saja Daniela tidak menantangku seperti itu apakah aku bereaksi seperti ini…..

Seperti mendapat pencerahan, segala kegelisahanku dan perasaan tidak karuan ini, kini tampak jelas. Sangat terang benderang.

“halo..halo..sayang?? halo kok malah diem sih.”

“Daniela sayanggg..Ti Amoooo. Makasih sayang, kamu membuat mataku benar-benar terbuka sekarang dan menyadari sesuatu yang sangat penting.”jawabku dengan nada suara yang sudah jauh lebih tegas.

“Nah..gitu dong. Semangat lagii..ehm sesuatu yang penting yang baru kamu sadari sekarang itu apa? “

“Sesuatu itu adalah….AMBISI. Selama ini aku sebagai seorang pesepakbola berusia 18 tahun yang baru beberapa bulan lalu menandatangai kontrak professional, berpikir terlalu simpel,  naïf, cepat merasa puas dan sombong, sombong kepada diriku sendiri bahwa aku memiliki kemampuan istimewa. 4 pertandingan di liga musim lalu aku bisa mencetak 3 gol dan 1 assist termasuk 1 gol tendangan voli di pertandingan debutku melawan Atalanta semakin menambah rasa percaya diriku sekaligus mempertebal kesombonganku. Aku jadi sering mengeluh bahkan mengeluh langsung kepada signor Muti bahwa menu latihan yang terlalu fokus di fisik, terasa membosankan. Seorang pemain baru kemarin sore sudah berani komplain ke pelatih kepala! Bahkan dengan kemampuanku yang baru segini, aku berani menantang dan meremehkan Buffon dan Parma sebelum pertandingan di depan mereka langsung! Aku selalu berkata kepada orang-orang di sekitarku, kepada rekan-rekanku di tim, kepada kakek Javier, kepada kamu…aku akan melakukan yang terbaik. I’ll do the best.

Dan ternyata hanya sebatas itu saja. Sebagai pemain muda, aku tidak mempunyai target yang jelas sangat abstrak, hanya sekedar menikmati permainan, terima gaji yang lumayan untuk ukuran seseorang berusia 18 tahun, selesai. Dalam 2 kali pertandingan melawan Parma, dari sisi lapangan aku melihat dengan mata kepalaku sendiri betapa kualitas kami dibandingkan dengan Parma amat sangat sangat jauh. Kami perlu waktu 1 jam untuk mencetak gol ke gawang Parma tetapi mereka hanya butuh 2 menit, 2 menit saja untuk langsung menyamakan kedudukan dengan begitu mudahnya. Dan setelah kekalahan ini, aku merasa malu, malu sekali. Selepas pertandingan, aku merasa ada yang salah dengan diriku tetapi aku tidak tahu itu apa. Sampai kemudian kata-katamu menyadarkanku. Aku tidak memiliki ambisi. Ambisi yang sebenarnya menjadi bahan bakar utama seorang atlet untuk terus berkembang meningkatkan kemampuan, kemauan untuk mengalahkan para pesaing-pesaing mereka, terus bekerja keras mencapai target dan meraih kemenangan, menggenggam kejayaan,kataku dengan berapi-api.

Daniela terdiam, dan aku pun ikut terdiam sejenak lalu kemudian melanjutkan penjelasanku.

Ini semua karena kamu sayang, yang entah kamu sadari atau tidak,  mendorongku untuk menjadi pemain yang hebat. Aku bersyukur segera menyadari hal ini ketika aku masih memiliki banyak waktu untuk meningkatkan kemampuan. Sayang kok malah gantian kamu yang diam saja? ”

“Mateo sayang…aku bangga sama kamu. Aku yakin kamu bisa menjadi pemain hebat nanti. Ambisi memang bagus karena bisa membuat kita semakin termotivasi. Lalu apa ambisi dan targetmu sekarang? ”

“Ambisiku? Ambisiku di musim ini bisa mencetak 2 digit gol, menjadi penyerang utama tim, menjadi top skor Cosenza mengalahkan Varrichio dan tentu saja nanti di akhir musim, aku bisa membawa Cosenza promosi ke Serie-A untuk pertama kalinya dalam sejarah. Untuk saat ini itulah target utamaku. Tidak mudah memang tetapi aku yakin aku pasti bisa! ”

“Kamu kalau lagi tegas dan semangat gini pasti kelihatan semakin ganteng deh,hehehe. Ah aku jadi kangen. Kalian balik ke Cosenza besok pagi ya?”

“Hehehe iya kami besok balik ke Cosenza penerbangan paling pagi. Um aku juga kangen sama kamu. Oia aku juga sadar 1 hal penting lagi.”

“Ih kamu lagi mabok ya? Dari tadi bilang,aku sadar aku sadar terus.”

“Hahaha iya aku mabok, mabok cinta sama kamu.”

“Gombal. Perasaaan tadi kamu galau mikirin Buffon mulu.”

“Hahaha.”

“Yaudah, besok sore kamu main ke asrama yaaa,”

“Duhh besok aku gak bisa sayang,”

“Loh bukannya 1 hari setelah pertandingan biasanya Cosenza libur 1 hari latihan.?”

“Iya, besok memang libur latihan tetapi tadi sebelum kami kembali ke hotel, signor Muti bilang kepada kami semua untuk kumpul di ruang meeting Stadio San Vito pukul 5 sore dan setiap pemain juga diminta untuk menyiapkan analisa tentang pertandingan melawan Parma hari ini. Tampaknya pelatih ingin setiap pemain benar-benar belajar dari kekalahan telak tadi sore. Terus 3 hari ke depan kami pasti dihajar menu latihan berat karena 4 hari lagi, tim akan bermain tandang ke kota Turin melawan Torino.”

“Yah lusa aku juga sudah mulai sibuk-sibuknya kuliah.”

“hahahahaha nasib punya pacar sama-sama sibuk.”
“Wah ya ampun udah hampir 1 jam kita ngobrol sayang, udah jam 11 malam nih. Kamu cepat balik kamar terus istirahat ya sayang. Aku mau lanjut baca lagi kitab Hukum Pidana Internasional nih.”

“Oke sayang, terimakasih sudah perhatian sama aku. Muahh. I Love You.bye”

“Iya..I love You too,bye”

Ah Daniela betapa beruntungnya aku memiliki kekasih seperti dirimu. Aku kini menemukan semangatku menyala kembali, bahkan kali kini menyala dan berkobar semakin besar karena terpercik oleh api ambisi.

“hey kamu Buffon. Aku tak peduli kamu seorang Superman sekalipun. Tahun depan kami akan datang lagi ke sini, dalam keadaan lebih kuat dan lebih lapar daripada kalian. Akan kami balas kekalahan kami hari ini. Dan nanti kita akan bertarung dalam langit yang sama, dalam kasta tertinggi sepakbola Italia yakni Serie-A, aku bergumam.


***

Head Coach Office , Stadio San Vito, Cosenza.- Settembre 21, 2000, 8:25 PM


Meeting dengan para pemain Cosenza selesai pukul tujuh malam lalu dilanjutkan dengan makan malam bersama. Selesai makan dan para pemain sudah diperbolehkan untuk pulang, signor Muti kembali ke ruangannya. Signor Muti kemudian menyalakan PC dan membuka 1 pesan e-mail dari signor Ciumento, Chief Scout Cosenza. Subjek e-mail tersebut adalah “Overview : Torino 2000/2001”. Laporan tersebut berisi analisa 2 pertandingan terakhir Torino, data statistik Torino di musim 1999/2000 dan data statistik para pemain Torino. Selama 20 menit signor Muti serius membaca laporan yang sangat terperinci tersebut sambil sesekali membuat catatan penting di buku notesnya.

Torino bersama dengan Venezia, Cagliari dan Piacenza adalah 4 tim yang terdegradasi dari Serie-A musim 1999/2000. Torino menempati peringkat 15 dengan koleksi 36 poin, berjarak 3 poin dengan tim peringkat ke 14 AS Bari. Dalam 34 pertandingan Torino menorehkan catatan 8 kali menang, 12 kali imbang dan 14 kali kekalahan. Dengan catatan memasukkan 35 gol dan kemasukkan 47 gol membuat mereka defisit 12 gol. Signor Muti menemukan 1 fakta bahwa dari 8 kemenangan yang dikoleksi oleh Torino, 6 diantaranya diraih di Stadio Delle Alpi di kandang mereka. Salah satu kemenangan di partai kandang paling di ingat adalah ketika Torino secara mengejutkan berhasil mengalahkan Fiorentina, salah satu tim dari Magnificent Seven dengan skor tipis 1-0. Meskipun mencatatkan musim yang sangat mengecewakan pendukung mereka, Torino memiliki 1 prestasi yang cukup membanggakan yang diraih oleh striker andalan mereka yaitu Marco Ferrante.

Ferrante menempati urutan keempat di tabel Capocannonieri dengan koleksi 18 gol. Meskipun hanya menempati peringkat 4 di tabel top skor Seria-A, Marco Ferrante menjadi pemain asli Italia tersubur di kompetisi Serie-A 1999/2000 karena 3 besar top skor diraih oleh 3 pemain asing yakni Andriy Shevchenko (AC Milan) 24 gol, Gabriel Batistuta 23 gol dan Hernan Crespo (Parma) 22 gol. Catatan 18 gol yang dicetak oleh Ferrante berhasil mengalahkan catatan gol dari para striker-striker berkelas Italia lainnya seperti Vincenzo Montella (AS Roma) 17 gol, Fillipo Inzaghi (Juventus) 15 gol, Giuseppe Signori (Bologna) 15 gol dan Christian Vieri (Inter) 13 gol. Marco Ferrante yang kemudian diburu oleh tim-tim besar secara mengejutkan memutuskan untuk tetap bertahan di Torino dan siap membantu Torino untuk segera bangkit dan kembali ke Serie-A secepatnya. Hal itu menjadikan Torino bersama dengan Piacenza, Chievo dan Sampdoria menjadi 4 tim yang paling diunggulkan mendapat tiket promosi ke Serie-A di akhir musim nanti.



Torino dalam 2 pertandingan awal di Serie-B musim 2000/2001 mendapat hasil yang kurang baik. Di giornata (pekan) 1 Torino takluk oleh Ancona dengan skor 0-2 di kandang mereka sendiri lalu di giornata-2 Torino bermain imbang 1-1 melawan Pistoiese di partai tandang. Dengan raihan 1 poin, Torino berada di peringkat 16 saat ini. Meskipun begitu, signor Muti melihat kiprah Torino di kompetisi Coppa Italia sangat impresif. Torino sama seperti Cosenza berhasil melaju hingga putaran. Di putaran pertama Torino menjadi juara grup E dengan poin 7. Di putaran kedua, Torino bertemu dengan AS Bari dan berhasil mengalahkan Bari dengan agregat skor 2-1. Di putaran ketiga, Torino sama apesnya dengan Cosenza bertemu dengan salah satu tim Magnificent Seven yaitu AC Milan. Di leg I yang digelar di Stadio Delle Alpi Torino dikandaskan Rossoneri dengan skor 1-3 lewat 2 gol Guglielminpietro dan 1 gol Bierhoff sementara 1 gol Torino dicetak oleh Ferrante. Di leg II Torino berhasil mencuri kemenangan 1-0 di San Siro melalui gol pinalti striker gaek Torino Schwoch tetapi tetap kalah dengan agregat skor 3-2.

Sehingga dari sini signor Muti bisa melihat bahwa kondisi fisik mereka akan berada dalam level yang tidak berbeda jauh karena sama-sama bertanding hingga putaran ketiga Coppa Italia. Hanya saja dari segi psikologis signor Muti merasa khawatir dengan moral bertanding anak-anak setelah mengalami moment memilukan melawan Parma kemarin sore. Tetapi hasil meeting signor Muti dengan para pemain tadi sore menurutnya lumayan berhasil mengembalikan kepercayaan diri mereka. Dari diskusi tersebut signor Muti melihat bahwa para pemain mampu memberikan pandangan dan analisa pribadi mereka yang cukup tajam tentang apa yang sebenarnya membuat tim mengalami kekalahan telak melawan Parma. Mengetahui kelemahan dan kekurangan diri sendiri akan lebih berguna dibandingkan mengetahui kelebihan orang lain. Karena dengan hal ini, tim Cosenza akan terus mampu bekerja keras mengikis kekurangan dalam diri mereka dan hal ini akan sangat menentukan di kemudian hari.

Torino yang musim ini berada dalam arahan pelatih gaek Luigi Simoni, bermain dengan formasi 3-1-4-2 dimana mereka akan sangat mengandalkan bola-bola direct dan bermain rapat mengandalkan serangan balik sebagai senjata. Di dalam laporan tersebut, signor Chiumento menyarankan agar tim mewaspadai pergerakan 2 striker utama Torino yang memiliki karakter yang berbeda tetapi saling melengkapi. Pinga striker asal Brazil memiliki kecepatan dan beragam trik untuk melewati bek dalam kondisi 1 lawan 1. Dari 9 kali penampilan di musim ini,7 di Coppa Italia dan 2 di kompetisi liga, Pinga sudah mengoleksi 2 gol dan 1 assist. 2 gol tersebut dicetak melalui aksi individu lewat serangan balik. Kekurangan Pinga terletak dalam hal duel-duel udara dan dalam bertahan. Untuk Ferrante sang predator di kotak pinalti, meskipun dia hanya memiliki tinggi 176 cm tetapi dia memiliki penempatan serta insting yang tajam dan dia bisa menyelesaikan operan apa saja. Siapapun yang akan memarking Ferrante, pemain tersebut harus memiliki antisipasi dan konsentrasi yang prima.


Signor Muti lantas memvisualkan pergerakan Pinga maupun Ferrante dalam imajinasinya ketika Torino melancarkan serangan balik. Pinga yang lemah dalam bola-bola atas pasti akan mendapat suplai bola melalui umpan-umpan daerah menyusur tanah. Sehingga Pinga pasti akan bergerak melebar ke area flank mengincar ruang-ruang kosong. Sementara Ferrante akan segera menyusup bergerak ke kotak pinalti. Di sini Ferrante pasti akan membawa 1 bek yang mengawalnya sehingga bek lawan yang lengah tidak akan menyadari 1 pemain tengah  Torino akan ikut maju menambah opsi bagi Pinga melepas umpan ke kotak pinalti. Pinga dengan kecepatannya akan menggiring bola hingga mendekati kotak pinalti dan selanjutnya dia memiliki 2 opsi. Mengeksekusi sendiri atau mengumpan ke dalam kotak pinalti.

Di musim ini Torino sudah bermain 9 kali pertandingan dengan catatan 12 kali memasukkan gol dan 8 kali kemasukkan. Sementara Cosenza dalam 9 kali pertandingan melesakkan 9 gol dan kebobolan 11 gol. Pinga yang selalu bermain dalam 9 pertandingan memiliki catatan 2 gol dan 1 assist, cenderung egois ketika melancarkan serangan balik. Sedangkan Ferrante memiliki catatan yang lebih superior, 9 kali bertanding 7 gol. Ini membuktikan ketika serangan via Pinga berhasil diredam oleh lawan, Torino akan langsung melancarkan serangan frontal mengandalkan Ferrante.

Signor Muti kemudian terdiam sejenak, berpikir sambil mencoret-coret kertas. Hmmm…serangan balik ya senjata Torino dan mereka akan bermain di kandang tentu saja tuntutan untuk segera mendapat kemenangan perdana mereka di musim ini sangat tinggi. Ah bagaimana kalau kami membiarkan mereka menguasai bola dan kamu bermain rapat di belakang. Seperti apa mereka akan menghadapi serangan balik dari kami yang mempunyai kecepatan dalam diri Imbriani dan finisher seperti Varrichio. Oke, aku punya feeling bagus di pertandinga ini nanti. Hanya saja jika kami kalah lagi di pertandingan besok, mental anak-anak akan segera down lagi dan keadaan akan menjadi semakin sulit buat kami.

TOK..TOK..

Signor Muti menengok ke arah pintu dan melihat Malusci membuka sedikit pintu dari luar.

“Boleh ganggu sebentar signor? ”

“Ya silahkan masuk saja.”

“Belum pulang signor?”

“Belum, saya masih baca laporan tentang Torino dari Chiumento dan sekalian memikirkan strategi lawan mereka. Oia ada apa?”

“Tadi selesai makan malam, Mateo. Mateo Rocco mengajak saya berbicara empat mata. Dia meminta latihan individu tambahan diluar sesi latihan reguler.”

“Hmmm..kenapa dia tiba-tiba meminta latihan eksta ?”
“Saya juga menanyakan hal yang sama kepada Mateo, dia mengatakan bahwa setelah laga melawan Parma kemarin dia menyadari bahwa dia masih memiliki banyak kekurangan sebagai seorang pemain sepakbola khususnya sebagai seorang striker. “

“Apakah dia menyadari dan tahu apa saja kekurangannya selama ini?

Malusci mengangguk.

“Mateo menjelaskan kepada saya kekurangannya seperti stamina yang masih belum kuat bermain 90 menit full dengan intensitas tinggi, body balance yang belum kokoh untuk menahan bola dalam tekanan lawan, kekuatan fisik ketika harus beradu badan dengan lawan, finishing melalui heading masih buruk, kekuatan tendangan lemah dan masih sering kalah ketika mesti beradu lari dengan lawan yang memiliki speed bagus. Dan ketika tim dalam kondisi bertahan, dia masih kurang mensupport pertahanan. Meskipun Mateo seorang penyerang nampaknya dia juga memiliki kesadaran untuk juga bisa bertahan membantu tim.”

Signor Muti tersenyum,

“Dia bisa secara spesifik menyebutkan apa saja kekurangannya?” Tanya signor Muti dengan nada kagum.

“Iya signor. Saya juga merasa terkejut mendengarnya. Untuk ukuran pesepakbola berusia 18 tahun, dia bisa dengan detil mengetahui kekurangan dalam dirinya adalah hal yang sangat luar biasa. Dan ketika dia berbicara, saya bisa melihat dia sungguh-sungguh serius dengan perkataannya. Karena dia tidak ingin salah latihan, makanya Mateo memberanikan diri menghadap kepada saya dan meminta jadwal latihan individu tambahan setelah sesi latihan bersama tim selesai.”

“Anak itu memang berbeda dengan pesepakbola seumuran dia. Mateo memiliki teknik yang bagus, dribbling jarak pendek yang berguna ketika harus berhadapan 1 vs 1 dengan lawan, ketenangan di dalam kotak pinalti lawan, pergerakan tanpa bola yang brilian dan ada satu kemampuan yang bisa muncul ketika dia dalam kondisi tertekan dan menghadapi lawan yang tangguh. Contohnya ketika kita bertanding melawan Pescara di ajang Coppa Italia dan dalam kondisi tertinggal 1-0 kita seperti kehilangan ide untuk membongkar pertahanan Pescara. Mateo yang di babak I bermain seperti badut dan terlihat ketakutan karena di marking ketat oleh Galigo seolah menjadi sosok yang berbeda di babak II.  

Dia bisa mengatasi ketakutannya dan secara luar biasa mampu menemukan cara untuk membuka pertahanan gerendel Pescara lewat 1 skenario serangan yang dia rencanakan secara matang dan berbuah gol yang dieksekusi dengan cerdik oleh Mussaco. Dalam meeting tadi kamu juga dengar paparan Mateo tentang analisa pertandingan melawan Parma kan? Ketika mayoritas pemain memiliki jawaban bahwa perbedaan skill, organisasi permainan, kualitas individu yang menyebabkan kita kalah telak, Mateo memiliki jawaban sendiri. Bahwa di luar faktor teknis di atas lapangan, Mateo bisa melihat dari sisi non-teknis bahwa faktor kematangan, disiplin dan determinasi Parma berada jauh sangat jauh di atas kita.  Mengagumkan, di usia 18 tahun visi permainan dan kemampuannya membaca pertandingan, saya pikir Mateo sudah hampir setara dengan Pelicori. Lalu apa jawaban anda terhadap permintaan Mateo? ”

“Saya ingin memberitahu kepada anda terlebih dahulu tentang permintaan Mateo ini. Makanya saya mengatakan kepada Mateo, untuk menemui anda setelah selesai sesi latihan pagi hari besok.”

“Oke, biar saya besok bicara langsung dengan Mateo dan tentang permintaan Mateo tentang latihan individu, saya berpikir sebaiknya kita perbaiki dan matangkan terlebih dahulu fisik Mateo. Karena tanpa fisik yang prima, segala potensi yang Mateo miliki saat tidak akan bisa berkembang maksimal. Setelah dia mampu bermain penuh selama 90 menit dan sudah mencapai tingkat kebugarannya, selanjutnya kita akan bekerja memperbaiki finishing, heading, shooting power dan mempoles kemampuan dia dalam hal bertahan. Bagaimana menurutmu?”

“Ya saya setuju. Lalu apakah dia tetap bermain di tim utama atau sementara kita ikutkan Mateo di tim Primavera U-21? Karena dia bisa bermain regular disitu.”

“Saya pikir lebih baik Mateo tetap berada di tim utama agar dia bisa merasakan langsung atmosfer kompetisi liga yang berat, Mateo adalah tipikal pemain yang akan cepat berkembang jika bertanding langsung melawan tim yang lebih tangguh. Jadi sesekali kita masukkan Mateo sebagai supersub ketika Varrichio, Bazzani maupun De Francesco tidak bermain atau sudah kelelahan di tengah pertandingan. Untuk detil program latihan khusus untuk Mateo, tolong besok anda persiapkan dan koordinasikan dengan staf pelatih lainnya.”

“Oke. Oia apakah ada yang bisa saya bantu tentang persiapan kita melawan Torino nanti?”

“Saya sudah memikirkan beberapa strategi melawan Torino, tetapi kita bahas besok saja. Lebih baik kita pulang dan beristirahat.”

“Siap signor, terkadang karena pekerjaan ini kita lupa bahwa kita sudah tidak muda lagi, haha.”

“Hehehe, justru dengan pekerjaan ini, membuat kita bisa tidur lebih nyenyak di malam hari setelah seharian bekerja memeras otak dan keringat.”

Sambil membereskan meja kerjanya dan bersiap untuk pulang, signor Mutti mengobrol berbagai macam hal lainnya dengan signor Malusci di luar masalah sepakbola. Bartolo Mutti dan Silvio Malusci, 2 sosok di pinggir lapangan yang sudah bekerjasama 8 tahun terakhir bahu-membahu membangun dan membentuk Cosenza seperti saat ini. Dan keduanya nampak antusias melihat prospek calon pemain bintang dari Cosenza dalam diri Mateo Rocco. Mutti dan Malusci seakan tidak sabar melihat akan sampai sejauh mana pemuda berusia 18 tahun tersebut akan berkembang.


***

Via Galeazzo di Tarsia, Borgo Partenope, Cosenza – Settembre 20, 2000, 11:02 PM

Di daerah ghetto yang berada di pinggiran kota, Agusto, 25 tahun, pramuniaga merangkap kasir dari Riccardo minimarket, sedang sibuk merapikan display rokok yang berada di belakang area kasir ketika melihat seorang pemuda berusia sekitar awal 20an berpostur tinggi, berkulit putih dengan rambutnya yang coklat klimis di sisir ke belakang, mengenakan jaket model hoodie berwarna hitam, celana jeans berwarna biru dan sepatu sneaker berwarna putih. Meskipun memakai jaket, Agusto tahu badan pemuda tersebut besar dan berotot. Dan Agusto juga melihat leher pemuda tersebut tertutup dengan  tattoo. Yang menambah kesan misterius dari pemuda tersebut adalah kedua bola matanya yang berwarna hitam legam dan memiliki sorot mata  yang tajam. Pemuda tersebut berjalan menuju arahnya.



“Tolong rokok Chesterfield 1 bungkus,” pintanya.

Setelah menyerahkan rokok tersebut kepada pemuda tersebut, Agusto bertanya apakah ada yang lain, pemuda tersebut menggeleng. Dia lalu merogoh uang 20 Euro dan menyerahkan kepada Agusto. Ketika pemuda tersebut memberikan uangnya, Agusto bisa melihat punggung tangan pemuda tersebut ternyata juga penuh tato hingga ke jari-jarinya. Setelah mendapat rokoknya, pemuda tersebut berkata,

“Kembaliannya ambil saja. Oia aku pinjam koreknya sebentar. “

Belum sempat Agusto berterimakasih dan mengatakan sesuatu, pemuda tersebut langsung mengambil Zippo dari rak di dekat kasir dan langsung menyalakan rokok di depannya. Setelah rokok menyala, pemuda tersebut menaruh kembali korek di rak. Agusto sebenarnya ingin menegur pemuda tersebut karena di larang merokok di dalam . Tetapi melihat aura pemuda tersebut yang terlihat aneh, Agusto hanya menganguk.

Sambil menghisap rokok dalam-dalam, pemuda tersebut berkata,

“Bro, aku nitip motorku di depan minimarket ya. Aku mau ke tempat temanku sebentar, apartemennya tuh ada di seberang jalan. Paling lama setengah jam. Bisa kan?”

Agusto kemudian melihat ke luar minimarket dari balik jendela dan melihat di parkiran luar ada 1 motor Ducati berwarna hitam terparkir disana.

“Emm, bung lingkungan disini tidak terlalu aman. Lebih baik kamu parkir ke dalam basement apartement di depan itu saja.” Kata Agusto memberi saran.

“Tenang, aku cuman bentar kok. Lagian tidak akan ada yang berani macam-macam sama motorku diluar.” Kata pemuda tenang.

“Yah terserahlah, yang penting aku sudah memperingatkanmu. Kalau motormu kenapa-kenapa atau bahkan hilang, aku tidak mau tanggung-jawab.”tegas Agusto.

Grazie,ucap pemuda tersebut sambil asik mengisap rokoknya.

“Aku ke depan sebentar. Makasih pinjaman korek apinya.”

Agusto lalu melihat pemuda tersebut keluar dari minimarket lalu berjalan santai menyeberang jalan yang tidak terlalu ramai menuju ke apartemen yang berada di seberang minimarketnya. Apartemen yang menurut Agusto kurang terawat dan memiliki bangunan dengan arsitektur yang biasa saja. Agusto hendak melanjutkan pekerjaannya kembali tetapi mau tak mau dia tetap khawatir kalau motor Ducati tersebut kenapa-kenapa dan nanti dia yang disalahkan, akhirnya Agusti keluar dari minimarket sambil menenteng kursi kecil dan duduk di minimarket. Agusto kemudian mengamati motor Ducati tersebut, dan jika dilihat dari dekat ternyata Ducati tersebut bukan berwarna hitam tetapi bodynya berwarna green army dengan velg berwarna merah. Dan di samping body motor, Agusto melihat stiker bertuliskan Ducati 748S.



“Wow, ini kan superbike seri terbaru dari Ducati yang baru rilis 3 bulan lalu, harganya lebih dari 10.000 Euro! Ckckck” decak Agusto setelah menyadari betapa mengagumkan sekaligus mahal motor ini.

“Dengan  mesin 748 cc tipe V-Twin, dimensi tinggi 790 mm berat 196 kg dan mampu mencapai kecepatan 150 mph dengan kekuatan 103 bhp dan desain begini stylish, rasanya pasti luar biasa menaiki motor ini.”

Siapa ya pemuda tersebut, melihat dari penampilan dan motornya yang mahal ini dia pasti bukan orang sembarangan, batin Agusto.

Sementara Agusto sedang mengamati dan mengagumi motornya, pemuda tersebut memilih untuk lewat tangga darurat menuju ke lantai 4. Sambil menikmati rokoknya, sesekali pemuda tersebut bersiul-siul. Dan ketika sudah sampai di lantai 4, pemuda tersebut langsung menuju ke salah satu kamar yang berada di paling ujung lorong. Setelah sampai di depan pintu apartemen yang bernomer 420, pemuda tersebut mengetuk pintu tiga kali. Butuh waktu sekitar 5 menit sebelum pintu tersebut dibuka dari dalam.

“Selamat malam Vincent. Boleh saya masuk? ” sapa pemuda tersebut kepada pria berusia 25an  yang memiliki tubuh kurus, berambut panjang hitam sebahu yang terlihat berantakan. Pria yang disapa Vincent tersebut terlihat kuyu dengan kedua mata berwarna kelabu yang cekung.

“Se..selamat..malam Brady. Silah..kan…masuk.” kata Vincent dengan terbata-bata setelah mengetahui siapa yang malam-malam datang ke apartemennya.
Brady kemudian segera duduk di sofa berwarna putih tetapi terlihat kusam karena kotor.

“Vincent.. apakah kakakmu, Leon ada disini? Harusnya sih ada disini karena menurut Silvio, kalian berdua sudah tiga hari bersembunyi di apartemen sini.” tanya pemuda tersebut yang bernama Brady .

“Tunggu sebentar, Leon nampaknya sedang berada di kamar. Saya panggil dulu. Ehmm, Brady kamu mau minum apa? Tanya Vincent sambil membuka kulkas yang berada tidak jauh dari Brady duduk. Nada bicara Vincent yang gugup membuat kewaspadaan Brady muncul. Dan benar saja, setelah kulkas terbuka, Vincent dengan cepat mengambil sebotor bir dari dalam kulkas lalu melempar dengan sekuat tenaga ke arah Brady. Brady yang sudah curiga dengan gerak-gerik Vincent yang mencurigakan, masih sempat untuk mengelak ke samping dan botol bir tersebut menghantam dinding dengan keras dan pecahannya bertebaran di bawah lantai.

“Wah nampaknya ada yang perlu diajari sopan santun yang baik terhadap tamu ni,” kata Brady sambil berdiri.

Vincent yang tidak menyangka Brady masih sempat menghindar dari lemparannya lalu meraih tongkat  baseball yang berada di samping kulkas dan mengayunkan ke arah Brady, lebih tepatnya  ke arah kepala Brady. Tetapi kemudian tongkat tersebut berhenti di udara karena sebelum tongkat tersebut mencapai titik ayunan, Brady memegang dan menahan ujung tongkat baseball dengan telapak tangan kanannya.

“Saya paling tidak suka orang yang berkelahi menggunakan alat.” Kata Brady sambil menyeringai ke arah Vincent. Seringai yang perlahan menghilang dan kini berganti dengan tatapan tajam ke arah Vincent. Brady lalu melemparkan tongkat baseball dan mencekik leher Vincent yang memiliki tinggi hampir sama dengannya yakni sekitar 182 cm, tetapi dalam urusan tenaga mereka sangat berbeda jauh.

“Hey, Leon.Aku tahu kamu berada di dalam, cepat keluar jika kamu tidak ingin adikmu ini mati kehabisan nafas.”teriak Brady meminta Leon untuk segera keluar. Sementara itu Vincent yang kalah tenaga mencoba meronta-ronta dan memegang tangan kanan Brady yang mencekiknya.

“ggaaaahhhhh…ghhhhh”

Perlahan wajah Vincent mulai memerah dan menegang seiring dengan cekikan tangan Brady yang semakin kencang di lehernya.

“Leon…aku cuma ingin mengambil Stardust dan uang yang seharusnya kamu serahkan 3 hari lalu. Aku tidak ingin mengotori tanganku dengan darah kalian, kuhitung sampai 5. Sekarang terserah kamu, ingin cara yang halus dengan kamu keluar dari kamar lalu kita berbicara sambil menikmati sebatang rokok atau cara kasar dimana setelah mematahkan leher adikmu ini aku akan mendatangimu dan mematahkan kedua tangan serta kedua kakimu. Lalu melemparmu dari jendela apartemenmu sampai ke jalanan dibawah sana.“

“satu.”

“dua..”

“tiga…”

“empat….”

Bola mata Vincent kini yang terlihat hanya putihnya saja, sudah lemas dan mengeluarkan suara khas orang tercekik.

“lim-“

Tepat sebelum Vincent mati kehabisan nafas di tangan Brady, seorang laki-laki berbadan gemuk, berjenggot lebat dengan rambut ikal awut-awutan, keluar dari kamar hanya mengenakan celana pendek dan kaos singlet putih sambil mengangkat kedua tangannya. Terlihat di tangan kanannya, Leon memegang 1 tas kecil sebuah tas pinggang berwarna hitam.

“Brady, aku menyerah !! tolong lepaskan Vincent. Ini uang dan Stardustmu ada disini. !! ” kata Leon sambil berharap agar Brady segera melepaskan adiknya.

“Seharusnya kamu peringatkan adikmu untuk tidak berbuat macam-macam. Aku tidak ingin ada kekacauan. Aku cuma ingin mengambil uang dan Stardust yang kamu pegang sekarang lalu pergi. “ jawab Brady lalu melepaskan cengkraman tangan kanannya di leher Vincent. Tubuh Vincent yang sudah lemas lalu jatuh ke lantai dengan lunglai.

Hanya saja, sebelum tubuh Vincent roboh seluruhnya, Brady tiba-tiba mengayunkan uppercut menggunakan tangan kirinya dari bawah dan menghantam dagu Vincent dengan telak. Leon yang kaget melihat. tubuh Vincent terhempas ke udara lalu jatuh berdebum di lantai dengan keadaan tergolek di lantai, dengan mulut menganga, mengeluarkan darah dan beberapa giginya rontok.

Vincent pingsan.

“Itu sebagai hadiah atas ketidaksopanan adikmu dalam menyambut tamu, kamu tenang saja dia tidak akan mati, dia cuma pingsan dan untuk beberapa waktu dia tidak akan bisa makan steak yang enak,, hehehe.” Kata Brady lalu duduk di sofa.

“Ayolah kamu juga duduk sini. “ pinta Brady  menyuruh Leon untuk duduk di sofa.

Dengan wajah ketakutan, Leon lalu duduk di sofa bersebrangan dengan Brady.

Brady merogoh ke saku jaketnya, mengeluarkan  sebungkus rokok Chesterfield, mengambil 1 batang rokok dan menawari Leon. Leon mengambil 1 batang rokok. Sisa bungkus rokok di taruh di meja kecil yang berada di antara mereka berdua. Setelah menyelipkan 1 batang rokok di mulutnya, Brady mengambil Zippo yang tergeletak di atas meja dekat dengan asbak yang penuh dengan abu rokok. Brady berdiri lalu membantu menyalakan rokok yang masih dipegang oleh Leon, kemudian menyalakan rokok yang terselip di mulutnya sendiri.

Brady melihat tangan Leon gemetar,

“Kamu tenang saja Leon, tidak usah takut. Kita nikmatin rokok ini sebentar lalu kita berbicara tentang bisnis.” ujar Brady lalu mengambil ponsel dari saku celana kirinya dan sekarang terlihat sibuk mengetik sesuatu di ponselnya. Sementara Leon yang semula gemetaran, perlahan pengaruh nikotin dalam rokok yang dihisapnya membuat dia mulai tenang, sambil sesekali melihat keadaan adiknya yang terkapar pingsan dengan kondisi cukup mengenaskan tidak jauh darinya.

Dasar bodoh, yang coba kamu bunuh ini Angelo Brady, bukan berandalan pinggir jalan yang biasa kamu hajar seenak hatimu, gerutu Leon dalam hati.

5 menit kemudian, Brady mematikan rokoknya yang masih tersisa setengah batang  ke asbak yang berada di atas meja.

“Okey Leon, parliamo adeso di affari (mari sekarang kita berbicara bisnis), kamu tentu tahu kan kenapa saya datang kesini.?”Tanya Brady.

“Iya..saya tahu.”

“Kenapa kamu malah lari dan bersembunyi disini, ?”

Leon terdiam.

“Cih, mana uang dan Stardust nya?”

Leon segera mengangsurkan tas pinggang yang dari tadi dipegangnya kepada Brady. Brady lalu membuka resliting depan tas tersebut dan  melihat di dalamnya berisi 8 gulung uang kertas. Brady kemudian mengambil dan menaruh ke 8 gulungan di atas meja. Brady mengambil 1 gulung dan menghitung dalam 1 gulung ada 50 lembar uang 100 Euro. Sehingga 8 gulung uang tersebut totalnya 40.000 Euro. Brady merasa senang karena jumlahnya sesuai dengan seharusnya Leon setorkan. Dan ketika Brady mulai mengeluarkan 1 kantong plastik warna merah dari dalam tas hitam, Leon terlihat mulai pucat, keringat dingin mulai mengucur dari wajahnya. Brady yang menyadari perubahaham di wajah Leon, lalu menumpahkan isinya ke atas meja. Dari dalam plastik keluar beberapa paket Stardust. 1 paket Stardust yang terbungkus dalam plastik kecil memiliki berat 100 gram. Brady melihat sejenak lalu menghitung.

“Kalau saya tidak salah hitung, di depan saya 8 paket Stardust. Dan menurut laporan dari Silvio, kamu seharusnya masih memiliki 10 paket Stardust.  Selisih 2 paket Stardust atau sama dengan 200 gram Stardust yang bernilai 16.000 Euro. Coba jelaskan kepada saya, dimana 2 paket tersebut sekarang.? ” Tanya Brady dengan nada suara dingin.

Seluruh badan Leon kembali bergetar. ketakutan.

“ Du…duu..a ..dua paket Stardust hil….hilll…ang..” jawab Leon lirih.

“Apa ? coba kamu ulangi lagi perkataanmu, dan gunakan suaramu sama seperti ketika kamu berteriak-teriak di meja judi. ”

“Dua paket Stardust tersebut hilang.” Jawab Leon dengan susah payah.

“hmm…hilang.?”

“I…i..yaa..hilang ketika kami lolos dari sergapan polisi di Roma.”

“Oh begitu..kenapa ceritamu sedikit berbeda dengan apa saya dengar dari Silvio ya. Bahwa kamu dan Vincent bersenang-senang di Roma menghabiskan banyak uang dan Silvio punya bukti kuat bahwa uang yang kamu pakai untuk bersenang-senang tersebut adalah uang dari hasil penjualan Stardust. Coba jelaskan siapakah yang perlu saya percayai, omonganmu atau omongan Silvio? ” kata Brady santai sambil menatap Leon.

Leon kehabisan kata-kata lalu tertunduk.

“Bereskan ini semua dan masukkan lagi ke dalam tas.”perintah Brady kepada Leon. Leon tanpa banyak bicara segera merapikan gulungan uang dan 8 paket Stardust lalu memasukkan semuanya ke dalam tas pinggang dan kemudian meletakkan tas tersebut di depan Brady.

“Kuberi kalian waktu 2 hari untuk mengganti 2 paket Stardust atau diganti dengan uang senilai 16.000 Euro. Kita sudah berbisnis cukup lama Leon. Kita ini kawan baik, aku sering memberikanmu bonus yang lumayan. Jadi saya sebenarnya cukup kecewa dengan tindakanmu yang bodoh ini tetapi yang namanya bisnis tetap bisnis. Kalian berdua dalam pengawasan kami. Jadi mulai dari sekarang berpikirlah bagaimana caranya kalian akan membereskan masalah ini dalam waktu 2 hari dan jangan bertindak bodoh atau coba-coba melapor hal ini kepada Polisi. Karena kamu tidak tahu, siapa polisi baik dan siapa polisi jahat di luar sana. Jika dalam 2 hari ke depan kamu tidak bisa menggantinya,  kamu tentu tahu konsekuensinya.” Papar Brady dengan nada dingin.

Brady lalu berdiri dan mengambil tas hitam tersebut.

“Oia Leon, aku pinjam dulu tas ini. Besok saya kembalikan. Arriverdeci. (selamat tinggal)” Kata Brady sambil menepuk ringan kepala Leon yang tertunduk.

Setelah Brady keluar dari apartemennya, wajah Leon masih tertunduk dan tak lama kemudian tubuhnya bergetar. ia menangis.

Tidak mungkin dalam waktu 2 hari kami bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Ini sama saja seperti kami menuju tiang gantungan dalam 2 hari, apa yang mesti kami lakukan, batin Leon.

Brady dengan santai turun ke lantai 1 kali dan kali ini menaiki lift sambil menenteng tas hitam. Ketika sampai di luar apartemen, Brady bisa melihat beberapa orang sedang melihat-lihat motor Ducatinya yang dia parkir di depan minimarket.

Seandainya kalian tahu, isi kantong hitam di tanganku ini bisa untuk membeli 10 motor Ducati terbaru sama seperti milikku, batin Brady.

Sebelum menyeberang jalan, Brady mengambil ponsel lalu masuk ke menu kontak, mengetikkan nama “Verdi Antonelli” lalu menekan tombol panggil.

Tut…tuut….tuuut…tuut…..tuuuttt.

“Ha..ha.loo. Ada apaa Brad..dy..”jawab seseorang di ujung telepon.

“Urusan Leon dan Vincent sudah selesai, uang dan Stardust ada sama aku sekarang. Kamu dimana? “

“Ngapain sih kamu repot-repot turun tangan langsung mengurus 2 bajingan tengik seperti Ruopolo bersaudara."

"Yah lagi bosen saja, oke, Aku ke tempatmu sekarang."

“Oke. Ciao.

Selesai menelepon Verdi, Brady lalu mengenakan tas pinggang tersebut di balik jaketnya. Warna tas dan jaketnya yang sama-sama berwarna hitam membuat tas tersebut tidak terlalu kentara dari luar. Setelah merapikan jaketnya, Brady segera menyebrangi jalan dan menghampiri Ducatinya.

“Bro, terimakasih sudah menjaga motor saya.” Teriak Brady dengan suara cukup lantang sehingga membuat beberapa pemuda yang mengelilingi Ducatinya menoleh ke sumber suara dan melihat Brady datang. Agusto sempat melihat reaksi beberapa orang yang entah kenapa terperanjat kaget ketika menoleh dan melihat sang pemilik Ducati datang. Agusto juga mendengar orang-orang berbisik dan kemudian dengan buru-buru segera membubarkan diri.

“Fiuh, untung kamu segera kembali bung. Jika 15 menit lagi kamu baru datang, saya yakin orang-orang tadi akan merampok Ducatimu karena saya mengenali beberapa orang di antaranya adalah berandalan yang tidak segan bertindak nekat.”

“Hahaha benarkah ?berarti saya beruntung datang tepat waktu. Oke, urusan saya sudah selesai dengan teman saya disana. Ini ada sedikit tips buat kamu bro.” kata Brady sambil menyelipkan selembar uang di saku pakaian Agusto lalu menaiki motor Ducatinya.

Agusto yang sudah 2 x mendapat uang lebih dari pemuda ini semakin penasaran siapa sebenarnya pemuda ini.

“Nama kamu siapa bung?” Tanya Agusto.

Brady yang sudah memundurkan Ducatinya dan sudah bersiap untuk menyalakan mesin motor hanya menjawab singkat.

“Namaku Angelo. Nice to meet you bro.

BRUMM..BRUMMM.

Suara Ducati yang gahar terdengar sangat merdu di telinga Agusto. Agusto lalu melihat Angelo sudah melaju ke jalanan mengendarai Ducatinya. Agusto lalu merogoh uang di saku pakaian yang tadi diselipkan oleh Angelo. Agusto kaget setelah tahu ternyata Angelo memberikan selembar 50 Euro. Agusto lantas tersenyum, malam yang menyenangkan. Tetapi siapakah Angelo. Ah sudahlah mungkin dia anak orang kaya yang kebetulan punya teman disini, pikir Agusto. Agusto lalu masuk kembali ke dalam minimarket dan merapikan beberapa barang. Tak lama kemudian Agusto melihat Paul yang tinggal berdekatan dengan minimarket dan sudah ia kenal baik masuk ke dalam Minimarket. Paul berambut cepak dan memiliki ear piercing di kedua telinganya, dengan kedua lengan yang penuh dengan tato.

 “Malam Paul.”sapa Agusto.

“Yo.” Balas Paul.

“Cari apa?”

“Biasalah sebotol bir dingin dan beberapa snack ringan untuk melewatkan malam yang membosankan.”

“Haha, makanya cari pacar sana biar malam ada yang menemani.”

“Hahahaha, bisa aja. Tumben kamu shift malam sendirian, dimana Ivan? “

“Tadi Ivan ijin gak bisa masuk, lagi ada tugas kuliah yang penting banget katanya.”

“Oh gitu.” Sahut Paul sambil mengambil sebotol bir dingin dari dalam kulkas dan beberapa keripik dari rak makanan. Kemudian ke kasir untuk membayar. Ketika Paul merogoh dompet di saku belakang celana, Agusto bilang,

“Gak usah bayar, kali ini biar aku yang traktir.”

“Loh kenapa?”

“Tadi ada customer yang memberikan tips lebih. ”

“Wuih tips buat apaan?”

“Tips buat jagain motor Ducatinya selama 30 menit dapat 50 Euro.hehe”

“Wuih sedapp. Maksudmu motor Ducati yang barusan ?”

“Iya. Kamu melihatnya juga?.”

“Hohohoho. Saya tadi sedang merokok di luar dan melihat orang-orang pada berkerumun di depan minimarket. Aku kira ada apa, ternyata mereka sedang melihat motor Ducati yang terparkir di depan sini tadi. Dan mereka langsung bubar ketika Brady ternyata sang pemilik motor tersebut datang, hampir sama seperti sekumpulan anak kucing yang ketakutan melihat seekor anjing jantan datang, ahaha.”

“Brady ? maksudmu Angelo? Tadi dia bilang, namanya adalah Angelo. Apakah kamu mengenalnya?

“Aku sih tidak mengenalnya, hanya tahu saja. Ah iya, aku lupa kamu kan orang baru disekitar sini. Jadi wajar kamu tidak mengenalnya atau baru pertama kali melihatnya. Dia tidak bohong kalau mengenalkan dirinya bernama Angelo. Karena nama lengkapnya adalah Angelo Brady.”

“Brady? Angelo Brady? Jika dilihat dari nama lengkapnya dia sepertinya bukan orang asli Italia.”

“Iya Brady berdarah campuran Italia-Irlandia. Nama dan darah Irlandia berasal dari ibunya yang asli berdarah Irlandia sedangkan saya dengar ayahnya yang asli Italia berasal dari Palermo.”

“Pantas saja, dia memiliki logat bahasa Italia yang terdengar sedikit aneh. Angelo Brady. Hmm nampaknya dia bukan orang sembarangan. Siapa sih dia?”

“Pasti kamu melihat kalau lehernya penuh tattoo kan? Angelo Brady adalah seorang tattoo artist yang punya studio tattoo cukup terkenal disini, The Bollock, yang berada di pusat kota tidak jauh dari Stadio San Vito. Brady berkawan dekat dengan Verdi, Verdi Antonelli. Dan mereka berdua adalah pentolan dari Popilia Ghetto Rebel Boys Cosenza Ghetto atau biasa disebut Ghetto Boys, ultras garis keras Cosenza yang konon mempunyai hampir 1.000 anggota yang mayoritas berasal dari Popilia, termasuk daerah ini Borgo Partenope. Popularitas Verdi dan Brady sebagai pemimpin ultras garis keras membuat mereka memiliki reputasi yang cukup menyeramkan di kawasan sini. Jadi jangan heran ketika tadi para berandalan kelas teri langsung pergi ketika tahu bahwa Brady adalah pemilik motor Ducati. Dan ada desas-desus yang mengatakan bahwa peredaran seluruh narkoba di kota Cosenza ini berada di dalam kendali mereka berdua. Dan mereka berdua juga disinyalir menjadi bagian dari ‘Ndrangheta, satu dari empat mafia terbesar di Italia bahkan di dunia bersama dengan Cosa Nostra, Camorra dan Sacra Corona Unita. Aku yakin kamu juga juga sudah tahu mereka, para Mafioso bergerak di bidang apa saja.”

Agusto terdiam saat Paul bercerita tentang siapakah pemuda bernama Angelo Brady. Agusto yang orang asli Italia tentu saja tahu tentang Mafia. ‘Ndrangheta, Cosa Nosta, Camorra dan Sacra Corona Unita adalah organisasi kejahatan besar yang berasal dari Italia. Mereka adalah organisasi yang sangat kaya dan berkuasa serta memiliki banyak cabang dan koneksi tersebar di seluruh dunia. Sumber pendapatan mereka diperoleh dari perdagangan narkoba dan senjata, perjudian, prostitusi, money laundry dan segala macam aktivitas illegal lainnya.
Agusto menelan ludah.

Verdi & Brady - Ghetto Boys

“Kamu tentu merasa sedikit aneh kenapa Riccardo Minimarket, yang berada di daerah dengan tingkat kriminalitas tinggi, selama ini aman-aman saja tidak ada yang mencoba berani merampok dan berbuat onar disini?kalau kamu berpikir karena para Polisi sudah melakukan tugasnya dengan baik itu salah. Salah besar. Bukan karena polisi. Tetapi karena Dario Riccardo, bosmu, selalu rutin dan tepat waktu membayar uang keamanan kepada Silvio Peluca, penguasa dunia bawah tanah Borgo. Dan coba kamu tebak kepada siapakah Silvio bekerja?”

“Verdi dan Brady.”jawab Agusto pelan.
  
“Yak, kamu tepat sekali. Silvio adalah orang kepercayaan mereka berdua. Dan selama bos mu selalu bisa membuat Silvio senang maka kamu dan teman-temanmu yang bekerja di minimarket ini bisa bekerja dengan tenang. Jadi sebenarnya secara tidak langsung uang tips yang kamu dapat dari Brady adalah uang dari boss mu juga, ahahahaa.“

Pantas saja selama 4 bulan bekerja di Riccardo Minimarket, disini aman-aman saja meskipun minimarket ini selalu buka selama 24 jam dan berada di daerah rawan, batin Agusto.

“Eh Agusto, karena kamu mau traktir aku dengan uang pemberian Brady, aku boleh ambil 1 krat bir ga?” Tanya Paul oportunis.

“Hehehe ambil saja sekalian tambah snack ataupun makanan lainnya juga boleh. Yah hitung-hitung berbagi rejeki dengan customer setia Riccardo Minimarket sekaligus info yang luar biasa ini.”
“Haha. Oke. Oia ngomong-ngomong, segala sesuatu yang aku ceritakan malam ini kepadamu tentang Brady, Ghetto Boys, ‘Ndrangheta dan Silvio Peluca sifatnya adalah rahasia. Jadi tolong kamu jangan bercerita ini kepada siapapun.” Tukas Paul.

“Sip, kamu tenang saja Paul. Aku tidak akan bercerita kepada siapapun tentang obrolan kita malam ini. Tetapi jika informasi ini sifatnya rahasia kenapa kamu mau mengatakannya kepadaku?”Tanya Agusto penasaran.

Paul tersenyum, kemudian berkata,

“Karena aku tahu kamu orangnya baik dan bisa dipercaya, dan lagipula kalau kamu tahu 1 rahasia lagi, aku yakin kamu tidak akan berani bercerita kepada siapapun tentang segala informasi yang kamu dengar malam ini.”

Padahal firasatnya mengatakan jangan bertanya lebih jauh lagi tetapi rasa penasarannya yang jauh lebih besar membuatnya Agusto bertanya,

“1 rahasia lagi?apa itu?” tanya Agusto pelan.

Paul tersenyum lalu mendekat ke arah Agusto lalu berbisik pelan di dekat telinganya.

“1 rahasia lagi itu adalah nama lengkapku. Semua tetangga kita disini, termasuk kamu mengenalku dengan nama Paul Emiliano. Tetapi tidak ada yang tahu nama lengkapku. Agusto, nama lengkapku adalah Paul Emiliano Peluca. Silvio Peluca adalah kakak kandungku dan kami berdua adalah tangan kanan dari Angelo Brady.”

Agusto terperanjat kaget dan otomatis tubuhnya mundur beberapa langkah ke belakang, berarti semua informasi yang dia dengar  dari Paul malam ini bukanlah sekedar desas-desus tetapi fakta. Fakta karena dia mendengarnya langsung dari mulut Paul, yang ternyata adalah adik kandung Silvio Peluca. Agusto melihat Paul kini tersenyum atau lebih tepatnya menyeringai kepadanya dan baru kali ini dia melihat sosok Paul yang sebenarnya.

“Aku tahu dimana kamu tinggal Agusto, jadi bersikaplah biasa saja dan simpan baik-baik rahasia kita berdua malam ini. Terimakasih atas traktirannya. Selamat malam dan selamat bekerja kembali. Oke Agusto?”

Agusto dapat merasakan adanya nada ancaman meskipun samar tetapi dapat dia rasakan merambat perlahan di udara.

“Oke Paul.” Jawab Agusto cepat,

Paul tersenyum normal kembali dan mengacungkan jempol kepada Agusto, mengambil barang belanjaanya lalu pergi.

Meskipun di dalam minimarket terpasang AC, keringat dingin mulai terbentuk di dahi Agusto lalu mengalir ke perlahan di wajah Agusto yang memucat ketakutan, sama seperti keadaan Leon yang berada tidak jauh dari Agusto.

***

San Nicola Apartement, Cosenza - Settembre 21, 2000, 00:07 AM


“Itu uang dan Stardust yang kuambil dari Ruopolo bersaudara. Tepat seperti yang Silvio informasikan, kakak beradik itu telah menggelapkan 2 paket Stardust untuk mereka pakai di meja judi dan tentu saja mereka kalah. Sadar karena mereka telah berbuat kesalahan besar, mereka kemudian kabur dan bersembunyi di sebuah apartemen daerah Borgo.”

Sambil berbincang-bincang dengan Verdi, Brady mulai menanggalkannya kaosnya,



“Lalu kakak-beradik tersebut kamu apakan, kamu bunuh?”Tanya Verdi.

“Tidak, aku memberi mereka waktu 2x24 jam untuk mengganti 2 paket Stardust yang mereka gunakan. Kalau langsung membunuh mereka, kurang greget dan terlalu mudah. Aku tahu mereka tidak akan mungkin bisa menggantinya dalam waktu 2 hari, makanya aku ingin mereka depresi dan tersiksa secara mental terlebih dahulu sebelum mati, Aahh.” Jawab Brady santai .

“Hahahah you’re fucking evil. Apakah kamu tidak khawatir kalau mereka berdua melarikan diri atau berbuat nekat dengan cara melapor ke polisi dan mengakui perbuatan mereka sebagai seorang bandar narkoba?”

“Heheheheh tenang saja, mereka sudah ikut dengan kita cukup lama jadi mereka pun tahu, seberapa jauh mereka kabur tetap percuma, karena tetap akan kita temukan dengan cepat. Sementara untuk opsi melapor ke polisi, aku sudah mengancam mereka bahwa tidak semua polisi itu baik dan bersih. Komposisi polisi Cosenza yang saat ini berada dalam “perintah” kita itu 4 berbanding 1. Dan hanya kita berdua saja dan para Capo yang tahu nama-nama polisi brengsek yang mau kita suap. Hehehe. Jadi aku yakin 2 opsi, entah itu kabur atau melapor ke polisi sudah mereka coret.”

“Jadi kamu akan benar-benar menunggu mereka selama 2 hari kemudian membunuh mereka?”

“Ehmm sebenarnya aku ingin mereka mengambil 1 opsi lagi.”

“Opsi 1 lagi ? memang ada opsi lain bagi mereka? ”

‘Ada. 1 opsi tersebut adalah bunuh diri. Karena mereka tahu dengan pasti bahwa jika kita memutuskan untuk menghilangkan nyawa seseorang, kita tidak akan memberikan orang tersebut cara mati yang mudah dan cepat. Jadi mereka akan berpikir lebih baik mati dengan cara mereka sendiri daripada mati di tangan kita. Maka saya berdoa kepada para iblis yang mendiami neraka yang agung, agar mereka mati bunuh diri saja sehingga kita tidak perlu repot-repot mengotori tangan kita dengan darah hina mereka.Oh iya Verdi,  jika kamu akan bertanya lagi, bagaimana jika sebelum Ruopolo bersaudara mati bunuh diri, mereka akan meninggalkan pesan atau petunjuk yang bisa merugikan kita dan organisasi, kamu tenang saja. Saya meminta Silvio untuk mengawasi gerak-gerik mereka dengan menyewa kamar apartemen tepat bersebelahan dengan mereka. Silvio akan menemukan cara untuk mendeteksi jika sewaktu-waktu Ruopolo memutuskan bunuh diri di kamar apartemen mereka.

Jika Silvio sudah yakin bahwa Ruopolo bersaudara telah mati bunuh diri, yang aku yakin mereka pasti akan memilih cara bunuh diri paling enak yaitu mati dengan cara overdosis obat-obatan bercampur dengan alcohol, Silvio akan masuk ke dalam kamar mereka lalu menyisir TKP apakah mereka meninggalkan petunjuk atau tidak. Jika Silvio sudah yakin telah menyisir sebersih mungkin TKP, dia akan menelpon koneksi kita di kepolisian Cosenza agar menjadi orang pertama yang tiba di TKP dan menyisir dan menyingkirkan barang bukti, petunjuk atau apapun yang berkaitan dengan kita maupun organisasi.

Penjelasan panjang lebar Brady membuat Verdi agak terkejut lalu kemudian tertawa.

HHAHAHAHA You’not only fucking evil, but you’re also a fucking genius and psychopath. Hahaha,” kata Verdi sambil menepuk bahu Brady.

“Hehehe. Kamu juga seorang setan maniak pecinta anarkis. Oh iya, katanya tadi di telpon kamu mau berbicara tentang bisnis, ada apa?”

“Sebentar, sebelum lanjut ngobrol, kusiapkan dulu ‘makan malam’.”

Verdi lantas membuka tas pinggang yang di atas meja dan mengeluarkan 1 paket Stardust. Dengan hati-hati Verdi membuka salah satu ujung plastik dengan cutter. Dengan 1 sayatan kecil, Verdi bisa membuat 1 lubang kecil di ujung plastik kemudian menumpahkan isi Stardust pelan-pelan ke atas meja. Setelah sekitar 1 gram bubuk putih sudah berada di atas meja kaca, Verdi menaruh 1 paket Stardust yang sudah sobek tersebut ke dalam 1 toples kaca kosong yang juga ada di atas meja. Setelah menaruh ke dalam toples dan menutupnya, Verdi kemudian mencari-cari sesuatu di kantong celana panjangnya yang berserakan di lantai. Setelah menemukan 1 lembar kertas uang 10 Euro, Verdi kemudian duduk di sofa lalu dengan menggunakan cutter, ia membagi-bagi 1 gram bubuk Stardust menjadi 5 deret memanjang. Verdi kemudian melinting uang kertas 10 Euro menjadi seperti sedotan lalu menaruhnya di depan lubang hidung sebelah kanan, sementara lubang hidung sebelah kiri ia tekan dengan tangan kiri. Verdi menunduk di depan salah satu bubuk Stardust kemudian dengan cepat menghirup bubuk Stardust menggunakan lintingan uang. Verdi langsung merasakan perasaaan melayang dan merasa ini adalah perasaan terbaik yang pernah ia rasakan, jauh melebihi kenikmatan karena orgasme.

Setelah Verdi, kini Brady yang bersiap dan ia langsung menghisap 2 deret Stardust sekaligus membuat kedua tangannya terentang di atas sofa sementara kepalanya tergolek ke atas begitu Stardust seperti terasa memasuki otakknya. Setelah hampir 3 menit, efek Stardust mulai mengendur.

“This is so fucking Good….” 


“When a sinister person means to be your enemy, they always start by trying to become your friend.”
-William Blake-
---------------------------------

Bersambung

Next Chapter:

Deep Lying Forward #14 : Angelo e Demone Accordo (Angel and Demon Agreement)

5 comments for "DLF #13"

  1. Om panth, ane ud subscribe tp kok ga dpt notifilasi yah.. apa ad yg salah?

    ReplyDelete
  2. Thanks om...sambil nunggu LPH bacaDLF emang pas

    ReplyDelete
  3. Matahari terbit dari timur dan tenggelam di sebelah barat,
    selamat datang kembali Matteo Rocco dan kawan kawan
    Tengkyu Om Panth,,

    ReplyDelete

Post a Comment