Featured Post

DLF #8

DEEP LYING FORWARD #8
LA COPPA ITALIA parte II



Stadio San Vito, Cosenza, 15 Agustus 2000


Setelah selesai briefing di sesi akhir latihan jam 5 sore, semua pemain membubarkan diri. Ada yang langsung menuju ke ruang ganti untuk mandi, ada juga beberapa pemain yang masih beristirahat sejenak di pinggir lapangan. Aku ada janji untuk bertemu dengan Daniela nanti jam 7 malam, jadi ketika Silvestri mengajakku untuk beristirahat sejenak di pinggir lapangan, aku mengiyakannya toh aku sedang tidak terburu-buru. Silvestri adalah sahabat terbaikku di tim baik di luar maupun dalam lapangan. Kami berdua sudah bermain bersama sejak usia 15 tahun di Cosenza. Mulai dari Cosenza U-16 di musim 1996/97. Dan kemudian secara berjenjang kami berdua bisa naik hingga ke tingkatan Cosenza Baretti atau Cosenza U-19. Silvestri adalah sosok yang easy going, menyukai seni dan juga humoris. Silvestri sebenarnya bukan orang asli Cosenza, dia dan keluarganya pindah ke Cosenza ketika usianya 14 tahun dari Lecce. Lecce yang terletak di Italia Selatan, mempunyai julukan “Kota Florence dari Selatan” karena kotanya yang kental dengan sentuhan arsitektur beraliran Baroque.

Aliran Baroque adalah aliran arsitektur di era Baroque yang muncul di akhir abad 16 di Italia yang memiliki ciri khas bangunan yang mengekplorasi bentuk, cahaya dan bayangan dan kesan dramatis. Tidak lama setelah pindah ke Cosenza, orang tua Silvestri segera mendaftarkan dirinya ke Cosenza agar dia cepat punya banyak teman dan bisa segera beradaptasi dengan lingkungan barunya. Keputusan yang tepat karena sifat Silvestri yang gampang akrab dengan orang membuatnya cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan Silvestri juga tidak butuh waktu lama untuk membuat para pelatih di akademi Cosenza terkesan dengan kemampuannya sebagai bek tengah. Meskipun kami sekarang sama-sama bermain untuk tim utama Cosenza, tetapi Silvestri lebih dahulu mendapatkan kesempatan bermain di tim utama. Ketika pertengahan musim 1999/2000, Cosenza mendapat badai cedera.

Sejumlah pemain pilar bertumbangan, karena tidak ada budget untuk membeli pemain baru di jendela transfer musim dingin, maka pelatih Signor Mutti memutuskan mengambil beberapa pemain dari Cosenza Baretti salah satunya adalah Silvestri. Tanpa disangka penampilan Silvestri begitu apik dan bisa menjadi supersub ketika salah satu 2 bek utama, Pavone dan Pasceta tidak bisa bermain. Sementara aku sendiri baru mendapat promosi ke tim utama di 4 pertandingan terakhir liga karena lagi-lagi banyak pemain depan Cosenza yang cedera dan yah menurutku aku tampil cukup lumayan. 4 pertandingan 3 gol dan 1 assist. Dan di pre-season ini , kami berdua nampaknya mendapat perhatian dan kesempatan bermain lebih banyak dari pelatih signor Mutti.

“Bagaimana kabar Daniela ? sudah jelas belum masalah dia tu apa”Tanya Silvestri sambil melemparkan sebotol air mineral kepadaku.

Setelah meneguk air, aku kemudian mencopot bajuku yang basah kuyup oleh keringat dan duduk berselonjor. Dari semua temanku di Cosenza, hanya Silvestri yang tahu aku sudah memiliki pacar. Kemarin ketika dalam perjalanan pulang dari Pescara, aku tidak tahan menyimpan sendiri masalahku ini kemudian bercerita kepada Silvestri tentang Daniela yang kuakui sangat mempengaruhi penampilanku sewaktu bermain melawan Pescara tempo hari yang berakhir dengan skor imbang 1-1 (tentu saja dibagian aku bercinta dengan Daniela tidak aku ceritakan).

“Belum tahu tapi kemarin malam aku telfon Daniela dan dia bilang sedang berada di rumah temannya di Forevia dan dia bilang dia baik-baik saja, dia merasa bosan sendirian di asrama kemudian pergi menginap ke rumah kawannya yang kebetulan selama liburan musim panas tidak berlibur ke luar kota. Dia lalu memintaku untuk menjemputnya nanti malam di rumah temannya tersebut. Kalau dari nada suaranya sih dia udah baik-baik saja, tapi entahlah. Cewe kan paling jago nyimpan masalah. Nanti aku mau coba tanyakan lagi.”

“Mending saranku, kamu bersikap biasa aja. Jangan kamu tanya-tanya lagi tentang masalahnya, semakin kamu kejar dan kamu tanya-tanya malah Daniela bisa makin stress, bisa menghindari kamu tuh. Uda slow aja, kalau Daniela sudah tenang pikirannya, aku yakin tanpa kamu minta pun dia pasti akan ngejelasin semua masalahnya ke kamu. Jadi ntar malam kalau ketemu, kamu ajak dia makan malam, jalan-jalan pokoknya buat dia senang deh.Oia, kamu mau jemput Daniela jam berapa ?“

“Tenang, ntar jam 7 kok Ini baru jam setengah 6. Hmm setelah kupikir-pikir bener juga saranmu. Selain tacklingmu yang keras, nasihatmu juga keras bung hahaha. Oi tetapi kamu juga jangan cuma pinter ngomong doang. Cari pacar sana, bola terus kamu pikirin, sesekali bola-bolanya cewek juga perlu kamu pikirin ahahahah.”

“Dannazione (sialan), aku orangnya fokus biar gak ada yang ganggu pikiran kalau mau bertanding, gak kayak kamu. Baru ada masalah dikit ma pacar, langsung ngelamun di tengah pertandingan. Dasar lemah hahaha”

“Makanya cepetan cari pacar biar tahu rasanya susah konsentrasi di pertandingan gara-gara mikirin pacar nangis-nangis ga jelas.” Gerutuku.

“Weitss lento (tenang) Mateo. Maka dari itu aku ngajak kamu ngobrol bentar. Aku mau cerita nih soal cewe hehehe”

“Wuihh asik nih. Siapa wanita yang sedang kamu deketin ?”

“Kamu ingat cewek cakep yang setiap kita entah sarapan, makan siang dan makan malam tu cewek terkadang ada di ruang makan sedang sibuk mengatur para pramusaji agar selalu sigap melayani kita ? ituh waktu kemarin kita pramusim selama 2 minggu di Pontevallecepi,” jelasnya.

“Ya ampun, seleramu gadis pramusaji yak? Ahahahah. Cewek cakep di Pontevallecepi ?ah mana ada cewek cakep disana, kita 2 minggu disana disiksa menu latihan seperti di neraka, masih sempat-sempatnya kamu mikirin cewek.”

“Bukannn, dia penampilannya lain sendiri. Jelas beda lah sama para pramusaji yang pakai seragam. Kamu aja yang gak perhatiin, lha setiap malam kalau kamu gak sibuk telpon-telponan sama Daniela, kamu tidur kayak babi dibius, susah banget dibangunin.”
Aku kemudian berpikir sejenak, masak ada gadis cakep aku sampai gak tahu. Aku mencoba mengingat-ingatnya lagi.

Pontevalleceppi….ruang makan….gadis cakep…hmmmm

Tepat ketika aku mulai bisa menyusun kepingan ingatanku 1 bulan lalu, kemudian Silvestri memberikan beberapa deskripsi tentang gadis tersebut yang membuatku seketika mengingatnya.

“Orangnya cantik, rambutnya pirang dan panjang, sementara badannya bagus banget, terutama pantatnya gilaa, seksiii bangettt. Namanya…..”

“Ilary” jawabku spontan tanpa bisa kutahan.

Silvestri terkaget ketika tanpa disangka aku mengetahui nama gadis tersebut.

“loh kok kamu bisa tahu namanya?” kata Silvestri sambil menatapku curiga.

“Oh itu..apa ya..hmmm, aku kenal dia sewaktu semalam sebelum kita pulang ke Cosenza, aku melewatkan makan malam karena asyik telpon-telponan dengan Daniela sampai jam 11 malam. Kemudian aku terasa lapar banget, lalu aku ke ruang makan berharap masih ada orang di dapurnya yang bisa menyiapkan malam malam. Tepat ketika aku masuk ruang makan, ada orang yang sedang siap-siap untuk pulang, singkat kata gadis tersebut mau nyiapin makan malam, terus dia ijin pulang duluan sementara aku makan. Sebelum dia pulang, aku kenalan sama gadis penolong tersebut yang sudah aku repotkan malam itu. Udah itu aja sih, aku gak pernah ketemu lagi sama Ilary. Karena besok paginya kan kita pulang ke Cosenza.”jawabku cepat dan agak gugup karena mesti bohong tiba-tiba.

Secara naluri aku berpikir bahwa Silvestri menyukai Ilary, sehingga aku cukup bercerita dengan sedikit bumbu kebohongan. Bahkan di bagian aku bilang tidak pernah bertemu lagi dengan Ilary, aku sepenuhnya berbohong karena yang terjadi sebenarnya adalah kami sempat bertemu beberapa kali sebelum seluruh pemain serta staf mengakhiri pelatihan pra musim di Pontevaleceppi lalu pulang ke Cosenza.

Silvestri yang menatapku dengan tatapan aneh nampaknya mulai percaya dengan yang kuceitakan barusan. Sebelum dia bertanya lebih jauh, aku mesti segera mengganti subjek pembicaraan dari bagaimana aku mengenal Ilary menjadi bagaimana Silvestri mengenal Ilary.

“Lha kamu sendiri kok bisa kenal sama Ilary bagaimana ceritanya?kan kamu cuek banget sama cewek biasanya, bahkan aku sempat mengira kamu memang gak doyan sama permpuan hahah.

“Merda (taik) ! kamu pikir saya gay, Sebenarnya awal mula aku berani mengajak kenalan karena gak sengaja sih. Waktu hari pertama kita tiba di Pontevalecepi dan malamnya kita makan malam bersama semua pemain dan staff, setengah jam sebelum acara makan malam, aku sudah tiba di ruang makan karena aku sudah merasa kelaparan setelah dihajar lari marathon nonstop 5 jam. Waktu aku melihat ke dalam ruang makan, makanan dan minuman sedang ditata ke atas meja. Dan pada saat itulah aku melihat Ilary, memakai gaun berwarna merah dengan rambut pirangnya yang indah dibiarkannya terurai, sedang memberikan instruksi kepada para pramusaji agar menata makanan sebaik dan serapi mungkin.

Di saat aku tengah memandangi dirinya, tiba-tiba dia menoleh ke arahku dan menyapaku ramah banget. Dia bertanya apakah aku salah satu pemain dari Cosenza. Baru pada saat itu aku merasa lidahku terasa kelu susah untuk menjawab sehingga aku cuma mengangguk. Lalu dia bilang makanan akan segera siap sebentar lagi, jadi mohon menunggu sebentar lagi. Sambil dia berkata seperti itu, dia berjalan ke arahku yang berdiri seperti patung di depan pintu ruang makan. Oh mio dio (Ya Tuhan) sosoknya begitu sempurna, warna merah terang gaun yang dipakainya malah semakin menambah aura kecantikannya.”

Sambil bercerita, Silvestri mendongak melihat ke langit dan memejamkan mata seolah sedang memutar lagi adegan tersebut.

“Woi kamu ngelamun jorok ya haha terus gimana” kataku penasaran sambil mengamati tingkah Silvestri yang tiba-tiba melankolis begini.

“Tepat ketika dia berhenti di depanku, tercium bau parfumnya yang wangi tipis tetapi sangat sensual, lau dia berkata, kelihatannya anda sudah sangat lapar ya setelah seharian berlatih. Kalau begitu, anda bisa langsung masuk dan makan duluan, anak buah saya sudah hampir selesai menata semuanya dan bisa segera melayani anda. Kemudian dia melihat ke dalam dan memang hampir semua makanan sudah tertata rapi lalu dia melihat cepat ke jam tangan yang dipakainya. Kemudian dia berpamitan dan mohon maaf tidak bisa menyambut langsung dan menemani saya serta semua pemain-staf Cosenza untuk makan malam karena ada acara keluarga yang harus segera dia hadiri. Dan ketika dia berjalan keluar, dari belakang saya melihat dress merah yang dipakainya cukup mini dan pendek  sehingga aku bisa melihat kakinya yang jenjang dan pahanya yang putih terutama gila pantatnya. Itu pantat tercantik, terseksi dan temontok yang pernah aku lihat. Sempurna. Perfetto.. ”

Aku juga setuju !! jawabku dalam hati. Bahkan harus saya akui untuk urusan daerah bagian belakang tubuh, pantat Ilary jauh lebih seksi daripada pantat Daniela. Jika pantat Daniela membulat padat tetapi kecil sekel maka pantat Daniela mempunyai bentuk yang jauh lebih besar membulat padat dan sedikit tertarik ke atas sehingga menimbulkan kesan sedikit menungging ketika berjalan dan jika dilihat dari samping, maka siluet pantatnya akan terlihat semakin sempurna. Tanpa Silvestri dan semua pemain Cosenza ketahui, ketika di Pontevalecepi aku secara diam-diam, selalu sengaja melewatkan makan malam sesudah malam pertama aku berjumpa dengan Ilary.

Dan entah kenapa, Ilary seperti bisa menebak pikiranku. Karena setiap jam 11 malam aku diam-diam pergi ke ruang makan dan berharap bisa bertemu lagi dengan Ilary, dia sudah menyiapkan 2 set lengkap menu makan malam yang sama persis dengan yang disantap ketika makam malam. Jika aku selalu beralasan bahwa aku melewatkan acara makan malam bersama karena ketiduran selepas selesai latihan sore, maka Ilary juga beralasan dia memang selalu menyiapkan makan malam tambahan untuk orang yang tidak sengaja melewatkan acara makan malam bersama. Kalau sudah begitu, kami kemudian tertawa secara bersama-sama karena tanpa kami berdua sampaikan langsung pun, kami tahu bahwa alasan tersebut adalah sekedar basa-basi belaka. Aku dan Ilary sepertinya “memiliki kesepakatan tidak tertulis” untuk selalu bertemu lagi dan sekedar mengobrol sambil dia ikut menemaniku makan malam “yang terlambat” berdua saja di ruang makan.

Dari obrolan larut malam tersebut aku mengetahui bahwa Ilary mempunyai cita-cita menjadi seorang Chef professional dan bermimpi memiliki sendiri restoran masakan asli Italia dimana dia sendiri yang akan memasaknya. Kenapa dia sekarang bekerja menjadi asisten chef di Pontevalecepi adalah salah satu cara dia menabung sekaligus belajar langsung. Karena setelah uangnya cukup, dia berniat ingin pergi ke Bologna, ibu kota pusat kuliner di Eropa, dan mendaftar ke kelas khusus selama 1 bulan penuh di Culinary Institute of Bologna. Sekolah masak terbaik di Italia. Belajar dari yang terbaik tentu saja membutuhkan “uang sekolah” yang tidak murah juga, tapi dia bertekad tahun ini juga dia sudah bisa berangkat ke Bologna,. Saya jujur sangat terkesan dengan gadis yang penuh ambisi dan sekaligus “berbahaya” seperti Ilary. Bagaimana tidak berbahaya, karena setiap kali aku bertemu dengannya, dia selalu menggunakan pakaian ketat dengan belahan dada yang wow, terlebih dia juga sangat mengekspose asset terbaiknya yaitu pantatnya yang semok dengan sering hanya memakai legging ketat. Aku tidak berani untuk bertidak lebih jauh ataupun berbuat macam-macam dengannya, walaupun dari cara dia menatapku dan bahasa tubuhnya dia tidak menolak kalau aku ajak dia berkencan dan bahkan aku ajak bercinta….

Hanya karena aku sangat mencintai Daniela dan tidak ingin mengkhianatinya, aku selalu bisa menahan diri untuk tidak bertindak lebih dari seorang teman. Tetapi bodohnya, ketika dalam suatu obrolan dia bertanya kepadaku apakah aku sudah mempunyai seorang kekasih, aku diam saja dan malah menggeleng pelan. Tindakan paling bodoh yang pernah aku lakukan, karena secara tak langsung aku telah membohongi 2 wanita sekaligus, Daniela dan Ilary. Dan mendengar jawabanku tersebut, Ilary seperti mendapat lampu hijau dariku. Kami yang awalnya duduk di meja berseberangan, tiba-tiba dia menarik meja merapat ke arahnya lalu dia berdiri dan tanpa disangka segera duduk di pangkuanku dengan posisi menyamping dan kedua tangannya secara lembut mengusap rambut dan wajahku.
PAZZO (GILA) !!

Aku menahan nafas tidak menyangka Ilary akan seagresif ini. Secara tidak sadar kedua tanganku memeluk pinggang Ilary sehingga membuat tubuh kami semakin merapat satu sama lain. Kedua mata kami saling beradu, saling menatap lekat-lekat. Secara perlahan wajah kami mendekat, bahkan aku bisa merasakan nafas memburu Ilary di wajahku.

Tepat sebelum kami lupa diri dan bertindak lebih jauh di ruang makan, kami berdua mendengar seseorang berteriak memanggil nama Ilary dari arah lorong yang menuju ke ruang makan, dengan buru-buru Ilary turun dari pangkuanku dan merapikan pakaiannya kemudian segera berjalan ke arah pintu masuk ruang makan, sementara aku juga buru-buru merapikan celanaku dan melanjutkan makan malam yang baru habis setengahnya. Aku mendengar sekilas Ilary berbincang-bincang dengan seseorang dan ketika aku melihat ke arah pintu, aku melihat petugas security yang juga kebetulan sedang melihat ke arahku, aku menyapanya dan petugas tersebut membalas sapaanku. 5 menit kemudian Ilary sudah kembali dan dia duduk di kursinya. Ilary bilang, petugas tersebut sedang patroli mengecek seluruh ruangan dan dia heran melihat pintu ruang makan masih terbuka dan lampu masih menyala. Tanpa kami sadari, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam lebih, hampir jam setengah 1 malam malah. Ada sedikit perasaan canggung di antara kami berdua mengingat hal gila yang mungkin saja kami lakukan di ruang makan jika saja tidak ada petugas security yang lewat.

Makanan di piring sudah habis, Ilary berniat untuk mengambil piring dan gelas untuk dicuci, tapi aku mencegahnya dan aku bilang biar aku saja yang mencucinya sendiri, kamu sebaiknya ganti pakaian dan siap-siap untuk pulang. Sebelum kami berpisah, dia meminta nomer handphoneku karena dia bilang mungkin kami tidak bisa bertemu lagi karena besok dia harus pergi ke Piacenza selama 4 hari ke rumah sepupunya yang akan melangsungkan pesta pernikahan sementara aku dan tim pulang ke Cosenza esok lusa dan setelah berpisah dengan ciuman di pipi, kami bertukar nomer telpon.

Perasaanku campur aduk malam itu antara perasaan bersalah, senang, sedih, sekaligus kecewa kepada diriku sendiriku, apakah aku menyukai Ilary? Tidak boleh, akau tidak boleh lemah, aku harus menepis sekuatnya perasaan tersebut. Dan semenjak itu beberapa kali Ilary mengirim sms kepadaku, aku hanya membalas satu atau dua patah kata. Sehingga pada suatu malam, Ilary menelponku. Aku yang mengira itu telepon dari Daniela segera meraih handphone, untung saja tepat sebelum aku jawab, aku melihat nama Ilary yang muncul. Seketika muncul perasaan bimbang, akhirnya kuputuskan untuk tidak mengangkat panggilan telponnya, aku hanya menggumam pelan, Ilary maafkan aku. Handphone yang masih berdering segera kumasukkan ke dalam laci meja kamarku. Kemudian aku mematikan lampu dan keluar kamar, memutuskan untuk tidur di sofa ruang tamu sambil menonton TV, mencoba mengusir perasan bersalah. Dan semenjak itu, Ilary tidak pernah lagi SMS atau menelponku. Dan kini tanpa pernah aku sangka, aku mendengar nama Ilary lagi dan itu dari mulut sahabatku sendiri.

Becia me (mampus).

“Woiiiyy ni orang, diajak cerita malah melamun sendiri” kata Silvestri sambil menepuk pundakku.

“Gak melamun kok, aku dengerin nih. Terus-terus kamu akhirnya bisa tahu namanya gimana” tanyaku mengalihkan pembicaraan.

“Awas kalo aku cerita, kamu malah ngelamun sendiri. Jadi setelah aku ketemu dengan Ilary, jujur saja aku penasaran setengah mati siapa gadis tersebut. Saking penasarannya, setiap sesi makan di ruang makan, aku celingukan mencari gadis tersebut tetapi tidak pernah ketemu lagi.  Beberapa hari kemudian setelah sesi latihan sore, untuk mengusir rasa galau, aku sengaja lari-lari sore di taman kota yang berada tidak jauh dari kompleks latihan Pontevalecepi. Dan coba tebak siapa yang kutemui disana? Ilary! Ya dia rupanya juga sedang jogging sore hari di taman kota. Bahkan dia duluan yang menyapaku. Ketika aku melewatinya, dia sedang merunduk membenarkan tali sepatunya. Ketika aku hampir melewatinya, dia melihatku dan menyapaku duluan, dia menyapaku dengan panggilan, selamat sore pemain bola yang cepat lapar. Mateo kamu tahu tidak, itu panggilan meledek yang paling indah dan paling merdu yang pernah aku terima.”

Melihat roman muka Silvestri yang biasanya garang menjadi terlihat seperti bunga matahari mekar, rasanya ingin ku ambil bola dan kutendang sekuat tenaga ke arah mukanya. Aku merasa geli sekaligus jijik melihat ekspresi muka Silvestri.

“Pada akhirnya aku berani mengajaknya berkenalan langsung dan tahu bahwa namanya adalah Ilary. Lalu kemudian setiap aku sesi makanan, baik itu sarapan, makan siang maupun makan malam, aku selalu duduk di kursi paling pojok dekat jendela karena dari situ aku bisa melihat langsung ke arah dapur yang hanya tertutup setengahnya dan melihat aktivitas Ilary yang sedang sibuk di dapur. Dan nampaknya Ilary juga mulai merasakan bahwa aku selalu duduk di tempat yang sama dan mengamati dirinya di dapur, reaksinya dia hanya tersenyum manisss banget dan menunjukkan ekspresi lucu dan gemesin gitulah.” Kata Silvestri melanjutkan ceritanya.

 “Lalu gimana sekarang hubungan kalian? Masih kontak-kontakan?“tanyaku. Mau tidak mau aku semakin penasaran dengan ceritanya.


“Masih dan hampir setiap hari kami saling berkirim SMS. Telepon jarang mungkin hanya seminggu sekali tetapi buat aku itu sudah cukup. Tentang bagaiman kami berdua bisa sedekat ini, hmm gimana ya, ada takdir bermain disini. Jadi pada suatu hari ketika aku ingin memberanikan diri untuk meminta nomer teleponnya, karena pada waktu itu kalau tidak salah 3 hari lagi kita selesai latihan pramusim di Pontevalecepi, jadi aku harus cepat mendapat nomer telponnya atau aku akan menyesal seumur hidup. Tapi sampai kita sarapan terakhir sebelum berangkat ke bandara, Ilary tidak pernah datang. Akhirnya aku bertanya kepada salah satu pramusaji cowok disana, Ilary dimana kok tidak pernah datang lagi ke sini, cowok itu bilang signorina (nona) Ilary sedang cuti 4 hari keluar kota karena ada acara keluarga.

Aku langsung lemes mendengar dia bilang begitu, kemudian aku tidak kehabisan akal, aku kemudian meminta nomer telpon Ilary dari pramusaji tersebut. Eh dia nya gak mau kasih karena signorina Ilary berpesan kepada semua pramusaji jika ada penghuni penginapan yang meminta nomer handphonenya dilarang untuk memberikan nomer telponnya karena dia tidak mau di ganggu orang iseng. Aku sudah mencoba berbagai macam alasan agar dia memberikan nomer handphone Ilary, tapi cowok itu tidak bergeming. Saking putus asanya, rasanya pingin kuhajar itu saja, tapi akhirnya aku ada ide cemerlang. Aku mengajaknya masuk ke dalam dapur yang sepi, kemudian aku keluarkan uang 20 Euro, dia sepertinya tahu bahwa aku akan menyogoknya dengan uang, dia geleng kepala. Aku rogoh lagi uang di sakuku, ada uang 50 Euro, dia masih menggeleng. Akhirnya aku keluarkan dompet aku ambil 10 Euro, jadi total ada 80 Euro, dia sempat terdiam tapi masih menggelengkan kepala. Duh rasanya pengen aku ambil pisau yang tergeletak di atas meja dapur dan kupotong burungnya. Di tengah rasa frustasi sekaligus kesal, pramusaji tersebut kemudian berkata pelan, tambahin 20 Euro lagi maka aku kasih nomer handphone nona Ilary tapi jangan pernah bilang anda mendapat nomernya dari saya, bilang saja anda dapat dari anak Front Office, katanya menyeringai licik.

Bastardo (bajingan) aku jadi semakin yakin ingin potong burung tu cowok. Aku menahan diri dan segera menambah uang 20 Euro jadi 100 Euro untuk dapetin nomer handphone Ilary !! tapi aku tidak mau dibodohin begitu saja sama tu bocah, aku ambil handphonenya dan minta dia sebut nama kontak Ilary di handphone. Waktu dia bilang nama Ilary tersimpan dengan nama ILARY IL CULO GRANDE (Ilary si pantat besar), dia cuma meringis. Setelah kusalin nomer Ilary, aku segera pergi takut lepas kendali sama kelakuan tu pramusaji.” Papar Silvestri panjang lebar kemudian berhenti bercerita sejenak untuk minum air mineral.

Aku tertawa sampai keluar air mata mendengar cerita bagaimana Silvestri susah payah mendapat nomer Ilary, sementara aku tidak perlu susah payah sampai mengeluarkan uang sogokan 100 Euro untuk mendapat nomer handphone Ilary. Malah Ilary yang memberikan nomernya kepadaku.

Setelah selesai minum, Silvestri kembali melanjutkan kisahnya.

“Kalau tadi aku bilang, bahwa ada faktor takdir yang ikut bermain di kisah ini, memang benar. Jadi ketika aku sudah dapat nomer handphone Ilary, aku malah bingung mau aku apain ini nomer. Dari perjalanan kita pulang ke Cosenza, setiap aku ketik SMS aku hapus lagi, begitu terus sampai kita mau naik pesawat. Aku cuma sekedar mau SMS ke Ilary aja sudah gemetar apalagi kalau menelpon langsung. Bahkan ketika sampai di rumah, aku cuma memandangi nomer handphonenya di layar. Tapi ketika aku iseng mengetik kata-kata di layar handphone, dan mau aku tekan tombol hapus secara gak sengaja handphone ku meleset jatuh dari pegangan tangan karena basah dan licin dari tanganku yang basah oleh keringat. Dan ketika kuambil handphone, aku rasanya mau mati saja karena membaca di layar handphone ada notifikasi bahwa pesan telah terkirim…ke Ilary.”

Aku semakin terpingkal mendengar cerita Silvestri yang konyol sekaligus lucu. Silvestri memang berbeda 180 derajat ketika di dalam dan di luar lapangan. Ketika tengah bermain, jangan harap melihat dia tersenyum, dia akan memasang wajah serius, penuh konsentrasi dan tanpa kompromi dengan lawan, tetapi begitu di luar lapangan, dia menjadi badut di ruang ganti bersama dengan Biagioni mengeluarkan komentar-komentar lucu.

“Mateo apakah kamu tahu kata-kata apa yang kuketik dan gak sengaja terkirim ke Ilary?”

Aku menggeleng, tak kuasa berkata karena sakit perut kebanyakan tertawa.

Aku mengetik begini……oh Ilary, aku merindukanmu, tawamu dan gerak badanmu yang gesit dalam membuat masakan yang lezat. Apalagi melihat goyangan pantatmu yang montok bergerak kiri kanan dengan manja ketika kamu sedang jogging. Oh Ilary rasanya aku kuat dan takkan mengeluh jika kamu memintaku untuk menemanimu jogging dari Italia sampai ke Afrika Selatan sekalipun…Miss You…Dari Pangeran di Lapangan Hijau Yang Cepat Lapar… Rasanya aku mau mati saja SMS kayak gitu bisa terkirim ke Ilary.”

Belum reda sakit di perutku karena tertawa terpinngkal-pingkal mendengar cerita sebelumnya, kini aku tertawa histeris sampai terguling-guling di pinggir lapangan mendengar kata-kata SMS dari Silvestri yang tidak sengaja terkirim ke Ilary.

“Kampret, puas banget kayaknya kamu dengar ceritaku.”

“Asli sumpah lucu bangett, maap, pangeran di lapangan hijau yang cepat lapar hahahahahahha inisial macam apa itu”

Anehnya Silvestri malah ikut tertawa,

“Dan taw gak, 5 menit kemudian Ilary malah menelponku, aku yakin dia pasti tersinggung dan marah besar sampai-sampai dia langsung menelponku !! Edan rasanya aku pengen lompat dari jendela kamarku, untung saja aku sadar, aku tinggal di apartemen di lantai 10. Dengan gemetar akhirnya aku angkat teleponnya, aku pasrah saja kalau Ilary akan memaki aku habis-habisan lewat telpon. Tetapi setelah kuangkat dan saking aku takutnya, aku malah menjawab dengan kalimat begini…

halo ini dengan Christian Silvestri pemain Cosenza Calcio nomer punggung 18, ada yang bisa saya bantu?’ 

Mampuss aku malah nyebutin identitasku lengkap banget..Dan aku yang akan menyangka akan mendapat caci maki, dari ujung telpon sana aku malah mendengar suara Ilary yang tertawa kencang banget. Aku kemudian buru-buru minta maaf soal kata-kata tidak sopan yang tidak sengaja terkirim kepadanya dan Ilary bilang dia tidak marah atau tersinggung malah dia bilang dia lagi bosen banget di rumah saudaranya dan gara-gara baca SMS dariku dia jadi tertawa dan merasa terhibur. Dan yah selanjutnya hampir 1 jam lamanya kami ngobrol lewat telepon, saling bertukar kabar.  Ilary ternyata selain cantik, seksi dia juga tidak gampang marah dan juga enak buat diajak bercanda. Mateo, tampaknya aku resmi jatuh cinta sama Ilary.”

Mendengar kalimat terakhir dari Silvestri, tawaku reda dengan sendirinya. Ada sedikit rasa cemburu kurasakan. Tapi apa hak ku? Aku jadi penasaran, apakah Ilary bercerita tentang kedekatannya denganku? Kalau Ilary bercerita kepada Silvestri kalau dia pernah dekat denganku, bisa kemana-mana akibatnya, bukan hanya hubungan persahabatanku dengan Silvesri yang bisa retak karena aku sudah membohonginya tetapi bisa merembet juga ke hubunganku dengan Daniela. Aku ikut senang dengan Silvestri nampaknya sedang bahagia banget jatuh cinta dengan Ilary tetapi di sisi lain aku khawatir karena cepat atau lambat pasti Silvestri bercerita ke Ilary kalau aku adalah sahabat dekatnya dan aku sudah punya pacar. Dan kalau sudah begitu, aku takut Ilary hanya memanfaatkan Silvestri untuk “membalas sakit hatinya” kepadaku dan yang lebih kutakutkan adalah Daniela juga akan tahu hal yang sebenarnya. Kepalaku jadi pusing memikirkan masalah yang menurutku seperti bom waktu ini.

Ah aku hanya bisa berharap Ilary adalah gadis baik-baik yang tidak memanfaatkan situasi ini.

“Ya semoga kamu bisa cepat jadian sama Ilary deh. Tapi kalaupun kalian cocok terus jadian, kalian akan pacaran jarak jauh dong. Cosenza-Perugia lumayan jauh 250 km.  4 jam naik mobil. Pesawat 1,5 jam.”

“Iya sih tetapi itu menurutku itu bukan masalah besar, aku masih bisa 1 bulan sekali kesana dan kemarin Ilary bilang ternyata dia masih punya saudara di Cosenza. Pamannya kata dia tinggal di daerah Rende.Tuh deket malahan sama rumah kamu. Tapi yang penting sekarang adalah aku sedang mencari momen dan waktu yang tepat untuk bisa mengungkapkan perasaanku sama Ilary dan syukur-syukur Ilary juga memiliki perasan yang sama denganku sehingga benar-benar ada komitmen sebagai pasangan kekasih antara kami berdua. Mateo, aku lebih memilih menjalani hubungan jarak jauh asal statusnya jelas daripada setiap hari bertemu tetapi tidak memiliki status hubungan yang tidak jelas. Doakan saya berhasil kawan.”

Selain sifatnya yang kocak, Silvestri memiliki sisi yang dewasa dalam menyikapi suatu hal.

“Eh udah jam 6 sore lebih nih. Kamu cepat siap-siap terus jemput Daniela, jangan telat. Ingat pesanku tadi. Jangan tanya hal yang macem-macem dulu, buat dia senang dengan keberadaanmu di sampingnya. Kamu duluan saja, aku masih ingin disini bentar lagi.. Mateo, mille grazie per il tempo (Makasih buat waktunya), fiuh aku lega banget bisa cerita-cerita sama kamu.”kata Silvestri yang segera berdiri dan kemudian mengulurkan tangannya membantuku berdiri. Kuraih tangan sahabatku ini. Kupeluk dan ketepuk punggungnya.

“Iya sama-sama. Makasih juga uda kasih nasihat yang bagus sobat. Sip Aku duluan ya. Ci vediamo domani (sampe jumpa besok) !!.”

Lalu kami berdua toss, aku segera berjalan menuju ruang ganti, baru beberapa langkah, aku mendengar Silvestri berteriak sesuatu dari belakang.

“Hoii Mateo, aku baru ingat, kemarin setelah telpon-telponan dengan Ilary, dia nitip salam kepadamu. Katanya jangan sering-sering telat makan malam, buat seorang atlet makan malam di atas jam 11 itu ga baik bisa buat kamu kegemukan, hahahha”

Sono morto (mati aku)

***

Kupacu motorku menembus lalu lintas kota Cosenza, menuju Forevia yang tidak terlalu jauh dari Stadio San Vito. Ketika baru sekitar 5 detik aku berhenti di lampu merah, ada mobil yang berhenti di samping kiriku. Mobil merk Fiat 124 Spider Pininfarina keluaran tahun 1983 berwarna hitam. Mobil cukup antik yang sangat cantik menurutku. Tipe mobil convertible yang bisa dibuka atapnya untuk 2 orang penumpang, real wheel drive dengan top speed 112 mil/jam. Eksotis. Kubuka kaca helm full face yang aku pakai, lalu kuacungkan jempolku kepada 2 orang penumpangnya dan kubilang kepada mereka, mobil yang keren.”

2 orang penumpangnya membalas dengan angukan. 1 penumpang yang duduk di sebelah kiri tampak sedang melihat-lihat dengan seksama motor kebanggaanku.

“Hey accoppiarsi (hey bung)  itu motor MV Agusta 750 S produksi tahun 1971 ya?”

“Yap, masih original. Ini motor kebanggaan kakekku sewaktu dia masih muda” jawabku bangga.

“Asli keren banget motormu. Antik dan pasti langka. Berapa mau kamu jual?20 ribu Euro?25 ribu? Ya aku kira 25 ribu Euro cukup untuk membeli motor warisan kakekmu, semoga Tuhan mengampuni semua dosa kakekmu, karena dia sudah meninggalkan warisan yang luar biasa. Kalau kamu tertarik dengan tawaranku, kapan saja kamu bisa datang ke Autonoleggia Andrechio di Viale Emilia 88100. Cari saya disana, nama Andrecio Fasceti. “

Sumpah, dari rasa kagum berubaah menjadi rasa marah, mendengar perkataan orang tersebut yang menurutku sangat menghina kakekku.

“Hei bung, motor ini tidak ini akan pernah aku jual dengan harga berapapun. Dan satu lagi, kakekku sudah berumur 74 tahun masih hidup sehat dan aku yakin dia bisa mengalahkanmu dalam lomba lari 500 meter dengan mudah. “

Mendengar jawabanku tersebut, dia melihatku dengan tatapan menantang dan berkata tajam,
“UN FIGLIO DI PUTTANA (SON OF B*TCH) !!”

Sontak emosiku langsung tersulut mendengar kata-katanya, aku tidak terima mendengar dia menghina mendiang mamaku, aku langsung mematikan mesin motorku, menstandar motorku di tengah jalan lalu berdiri di samping mobilnya sambil mencopot helm full faceku.

“kalau kamu merasa bukan anak laki-laki manja khas anak orang kaya, ayo keluar kamu dari mobil, Vaffanculo (fuck you) !! ”

Orang yang bernama Andrecio tersebut langsung melepas sabuk pengaman dan bergegas untuk keluar dari mobil, tetapi temannya yang sedang memegang stir dan sedari tadi diam, mencegah Andrecio untuk keluar dari mobil.

“Tenang Andre, kita selesaikan urusan ini nanti saja, aku tidak mau terlibat masalah beberapa hari sebelum pertandingan. Kita sedang berada di tengah jalan raya. Hey jagoan !! kamu ada masalah dengan anak orang kaya ya rupanya..ckckck dasar orang miskin.”

Di belakang kami, mobil-mobil semua mengklakson keras-keras sambil memaki kami yang menyebabkan kemacetan. Akhirnya dia menyalakan mesin mobilnya dan segera pergi dengan tatapan sinis. Sementara aku melihat ke belakang antrian mobil, membuat gesture minta maaf dan segera kukenakan helm, menyalakan motorku dan segera bergegas pergi.

***

Aku mengajak Daniela makan malam di restoran pizza favoritnya di Le Magnolie dan kami beruntung mendapat tempat duduk di teras luar dengan view kota Cosenza di malam hari yang mempesona. Obrolan hangat mengalir begitu saja di antara kami berdua, bisa melihat Daniela tertawa lepas aku semakin jatuh cinta kepadanya, aku seolah lupa dengan beban pikiran tentang Ilary dan nyaris berkelahi di tengah jalan.

Tetapi keintiman kami terganggu oleh orang yang tidak aku sangka-sangka. Ketika kami sudah selesai makan, kami sengaja tidak segera langsung pergi karena sedang asyik ngobrol. Kemudian aku ijin pergi sebentar ke toilet. Selesai ke toilet aku menuju ke kassa untuk menyelesaikan pembayaran. Aku harus mengantri sebentar karena ada beberapa customer juga yang sedang membayar, aku kemudian melihat ke luar ke arah ke tempat kami berdua duduk, dari jarak 10 meter aku melihat ada 2 orang laki-laki yang menghampiri Daniela kemudian duduk di samping kiri kanan Daniela dengan posisi agak membelakangiku. Aku pada awalnya tidak berpikir macam-macam karena bisa saja mereka 2 teman Daniela, karena aku tahu Daniela memiliki banyak teman.

Tapi aku perhatikan ekspresi Daniela nampak terlihat risih dengan kehadiran mereka berdua dan gesture 2 orang tersebut yang semakin mendekat. Melihat gelagat tidak benar ini, aku segera buru-buru menyelesaikan pembayaran dan kemudian segera menyusul Daniela. Ketika sudah dekat, aku mengenal kedua orang yang duduk mengapit Daniela, kedua orang itu adalah dua orang yang sama aku temui di lampu merah yang nyaris berujung perkelahian!! Setelah menghina kakekku sekarang mereka berdua mengganggu kekasihku! Bastardo (bajingan) !! tanganku terkepal menahan emosi, tapi aku sadar ini adalah tempat umum, kalau sampai aku membuat keributan disini sampai-sampai muncul di berita esok hari, karirku seumur jagungku di Cosenza akan berakhir. Aku kemudian mengambil kursi kosong yang aku lihat di salah satu meja, dan secara tiba-tiba aku melempar kursi tepat di samping Daniela dan segera mendudukinya. Suara yang kutimbulkan cukup keras sehingga bukan hanya membuat Daniela dan kedua orang tersebut yang sangat terkejut melihat kehadiranku, tetapi juga membuat para pengunjung Le Magnolie kaget dan melihat ke arah kami.

Aku yang tidak peduli dengan tatapan para pengunjung yang di arahkan ke tempat kami duduk, segera merangkul erat bahu Daniela dari samping. Aku ingin menunjukkan kepada mereka siapa Daniela.

“Jadi setelah kalian mencoba menghina kakekku, kini kalian sekarang mencoba mengganggu kekasihku. Tampaknya kalian berdua benar-benar butuh hiburan, coba aku tebak, selama 1 minggu terakhir orang tua kalian pasti mengurung kalian berdua di kamar untuk rajin belajar agar naik kelas tahun ini. Dan malam ini ketika orang tua kalian sedang pergi keluar kota, kalian menyelinap pergi dengan salah satu mobil ORANG TUA KALIAN YANG KAYA RAYA lalu berbuat seenak kalian, ckckckck…dasar anak manja.”

Selesai mengatakan hal tersebut, aku mencium bibir Daniela tepat di depan kedua mata mereka secara perlahan. Daniela yang nampaknya bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi diam saja ketika aku tiba-tiba mencium bibirnya di tempat umum.

Wajah kedua orang tersebut yang masih kaget karena tidak menyangka akan bertemu lagi dengan aku di sini, semakin merah padam, Andre yang lepas kendali duluan segera berdiri dan aku juga tidak mau kalah segera berdiri dan kini kami saling berhadap-hadapan. Andre memiliki tinggi yang hampir sama denganku, tepat sebelum tangan kiri Andre melayang ke arahku, teman Andre yang lebih pendek daripada kami berdua menahan ayunan tangan Andre dan segera menariknya menjauh, sebelum benar-benar pecah perkelahian, beberapa pelayan Le Magnolie melerai kami. Daniela juga memegang kedua tanganku agar jangan terpancing emosi dan menariknya menjauh.  Dari jauh aku melihat Andre dan 1 temannya di tarik menjauh oleh salah satu security dan menyuruh mereka untuk tetap tenang. Aku kemudian menarik tangan Daniela dan membawanya untuk segera pergi dari Le Magnolie.

***

Di parkiran, Daniela memintaku penjelasan dariku, aku yang masih dikuasai oleh emosi tidak segera menjawab. Setelah emosiku mulai turun, aku mulai menjelaskan kenapa emosiku bisa tersulut. Mulai dari kejadian di tengah jalan raya dan kata-kata kotor yang saling kami lemparkan sampai tanpa disangka ketemu lagi sama mereka berdua Le Magnolie. Setelah mendengar penjelasanku, Daniela kemudian memelukku dan membuat aku tenang kembali. Daniela kemudian berbisik di telingaku,

“Sayang kita ke Corzo Mazzini yuk, panas-panas begini enaknya makan gelato dingin rasa pistachio dan tiramisu favorit kita di POP Gelatio.”

Kemudian kami berdua menuju ke Corzo Mazzini yang berada di tengah kota Cosenza. Corzo Mazzini pada mulanya adalah salah satu nama ruas jalan yang kemudian diubah dan diperuntukkan khusus untuk para pejalan kaki sekaligus dilengkapi dengan berbagai macam karya seni berupa patung dan ukiran koleksi pribadi dari kolektor benda seni ternama Carlo Bilotti yang kemudian didonasikan secara gratis kepada kota Cosenza. Selain menjadi museum outdoor yang sering juga disebut “Museo All’aperto Bilotti”, kawasan Corzo Mazzini juga banyak berdiri restoran, café, agen-agen perjalanan dan tentu saja ada pusat perbelanjaan dimana ada beberapa butik ternama seperti Zara, Foot Locker, Swarovski, Carpisa dan masih banyak lagi.

Kami berdua tidak pernah bosan menyusuri Corzo Mazzini karena sambil mengobrol ringan sembari makan es krim Gelatto yang nikmat, kami bisa melihat-lihat karya-karya seni luar biasa seperti patung “The Wolf of the Sila” karya Mimmo Rotella, sebuah patung serigala yang menjadi lambang kota Cosenza sekaligus lambang klub Cosenza Calcio 1914. Ada juga patung dari Salvador Dali yakni “Saint George and the Dragon” dan masih banyak lagi.

Setelah hampir 1 jam kami jalan-jalan di Corzo Mazzini, Daniela mengajak pulang karena dia sudah capek. Jam 11 malam aku mengantar Daniela sampai ke asrama, tetapi dia takut ke kamar sendirian karena suasana asrama yang masih sepi dan lengang. Akhirnya aku mengantar sampai ke dalam kamarnya, tanpa berganti pakaian, Daniela langsung masuk dan berbaring di tempat tidurnya yang rapi dan wangi khas kamar wanita.

“Mateo, ayo sini temani aku bobok, aku gak akan nakalin kamu kok kayak terakhir kamu kesini,hehehe”

Akhirnya, Daniela membuka lagi percakapan tentang kejadian kemarin. Sempat aku ingin bertanya dia sedang ada masalah apa tetapi aku mengurungkan niatku, aku tidak ingin merusak momen dimana malam ini Daniela terlihat ceria dan bersemangat.

Aku kemudian meletakkan tasku di kursi yang ada di dalam kamar Daniela dan menggantungkan jaketku di belakang pintu kamarnya. Kemudian aku berbaring di samping Daniela. Kupandangi wajah Daniela yang cantik, sangat cantik. Kedua bola matanya yang berwarna hitam legam menatapku lembut, kulitnya yang kecoklatan terlihat eksotis. Kubelai rambutnya yang panjang dan hitam. Daniela juga membelai-belai wajahku dan rambutku.

Tanpa kata, tetapi sentuhan-sentuhan lembut kami seperti berarti banyak, kami berbincang bukan dengan kata tetapi dengan bahasa cinta. Daniela memejamkan matanya ketika kukecup keningnya, kubelai-belai rambutnya dan kusibakkan ke samping, perlahan-lahan aku melihat mata Daniela mulai terpejam pelan, dan tak lama kemudian, Daniela tertidur dengan menyunggingkan senyum.

Buona notte e dormire bene il mio amore (selamat malam dan tidur yang nyenyak kekasihku)

Aku sendiri juga mulai merasakan rasa kantuk, sebelum aku benar-benar tertidur, aku ambil handphone di celana dan mengirim SMS kepada kakekku bahwa malam ini aku menginap di rumah teman dan akan pulang jam 6 pagi, jangan lupa kakek siapkan sarapan buatku. 5 menit kemudian handphoneku bergetar, ada sms balasan dari kakek. Dia menjawab, Oke Mateo. Selamat Istirahat. Ah kakek ku memang kakek palin top. Aku kemudian mematikan handphoneku lalu kuletakkan di meja samping tempt tidur, kemudian aku memeluk erat Daniela dan tak lama kemudian aku tertidur.


***

Calcionews.com/Coppa-Italia /2000-08-17/Cosenza-Savoia/Match-Report

SERU !! DENGAN HANYA 10 PEMAIN, COSENZA SUKSES MEMBALIKKAN SKOR DAN MERAIH KEMENANGAN MELAWAN SAVOIA

Cosenza – Savoia yang bernafsu meraih kemenangan demi memastikan diri lolos ke babak kedua Coppa Italia justru tampil kurang baik dan menelan kekalahan dari tuan rumah Cosenza yang bermain dengan hanya 10 pemain sejak menit ke 30.

Savoia menyianyiakan keunggulan jumlah pemain dan malah menelan kekalahan 2-1 melawan tuan rumah Cosenza, Kamis (17/8) sore, di Stadio San Vito. Hasil ini membuat Cosenza sementara menjadi peringkat 1 grup F dengan poin 4 dan berpeluang besar lolos jika di pertandingan terakhir mereka menang melawan Siena. Sementara itu, Savoia tertahan di peringkat kedua dengan poin 3

Savoia sukses membuat publik Cosenza terdiam karena berhasil mencetak gol cepat lewat Frezza memanfaatkan bola hasil sepak pojok di menit ke-6, bahkan petaka semakin menghampiri ketika di menit-30, winger Cosenza Imbriani mendapat kartu merah langsung dari wasit karena melakukan tackling yang berbahaya. Unggul jumlah pemain, Savoia terus menekan pertahanan Cosenza untuk memperbesar keunggulan tetapi sampai babak pertama selesai skor masih belum 0-1 untuk keunggulan tim tamu Savoia.

Di babak kedua, justru Cosenza mengambil alih kendali permainan, Cosenza memaksimalkan kedua sektor sayap,dimana sayap kanan yang kosong karena di tinggal oleh Imbriani akibat kartu merah di babak pertama kini ditempati oleh Pelicori. Cosenza terus menggempur pertahanan Savoia yang kini fokus bermain defensive dan sesekali melancarkan serangan balik. Penampilan Mussaco dan Pelicori yang begitu ciamik memanfaatkan lebar lapangan berhasil memecah kebuntuan Cosenza. Di menit-76, Pelicori yang beraksi di sektor kanan memberikan umpan silang ke kotak penalti dan langsung disambar striker andalan mereka Varicio dari jarak dekat.

Skor yang kini berimbang, membuat permainan menjadi lebih terbuka.. Adu kemampuan di lini tengah terlihat sengit, tetapi lagi-lagi Pelicori menjadi pembeda dengan mengarsiteki gol kedua Cosenza di menit 86. Pemain kidal tersebut itu memberikan umpan terobosan ke kotak penalti yang diselesaikan oleh Mateo Rocco dengan dingin walau sempat dihalau oleh Luigi Riva, kiper Savoia.

Tertinggal 1 gol, Savoia menarik keluar bek tengah Filipe untuk digantikan oleh seorang penyerang asal Mali, Ibrahim Sassou Striker enerjik itu memberikan dimensi lain dalam permainan Savoia, tapi tetap tak mampu menciptakan perbedaan. Hasil 2-1 pun bertahan hingga peluit panjang dibunyikan. Publik Cosenza menyambut dengan gegap gempita hasil ini.

***

Calcionews.com/Coppa-Italia /2000-08-20/Cosenza-Siena/Match-Report

KALAHKAN SIENA DENGAN SKOR TIPIS, COSENZA LOLOS KE PUTARAN KEDUA COPPA ITALIA

Cosenza – Gol cepat striker baru Cosenza Fabio Bazzani di menit ke-3, sukses mengantar Cosenza maju ke babak kedua Coppa Italia untuk ketika berhasil mengalahkan Siena dengan skor tipis 1-0 di partai terakhir di Grup F Babak pertama.

Skuat asuhan Massimo Rondon datang ke Cosenza dengan harapan mampu mengalahkan Cosenza dengan skor besar sambil berharap Savoia kalah melawan Pescara.Akan tetapi justru Siena harus melihat gawang mereka robek dengan cepat setelah Fabio Bazzani mampu mencetak gol ketika laga baru berjalan tiga menit. Pemain berusia 22 tahun yang sebelumnya bermain untuk klub Genoa itu melepas tembakan jarak jauh akurat yang tidak bisa diantisipasi kiper Siena, Marco Simonceli.

Tertinggal satu gol, Siena berusaha bangkit dengan mengandalkan striker utama mereka, Enrico Ciofani.

Bahkan, Eldinho yang dimasukkan di awal babak kedua untuk mempertajam lini depan Siena gagal memanfaatkan sejumlah peluang emas, karena performa apik kiper Cosenza Pantanelli yang mampu mematahkan empat peluang yang didapat Ciofani dan Eldinho.

Hingga laga berakhir, skor 1-0 tetap bertahan untuk Cosenza sekaligus memastikan mereka lolos ke babak kedua Coppa Italia sebagai pemuncak grup F dengan poin 7 karena di pertandingan lain di grup F, Savoia yang sebelumnya di peringkat 2 kalah dengan skor ketat 3-4 melawan Pescara.



“THE HARDER THE STRUGGLE, THE MORE GLORIOUS”
-The Triumph-
=======


Bersambung

Next Chapter :

Deep Lying Forward #9 :  Nuova Stagione, Nuova Sprito (New Season, New Spirit)


No comments for "DLF #8"