DLF #3
DEEP LYING FORWARD #3
PRATO CAMPO DI BATTAGLIA (GREEN BATTLEFIELD)
Hotel Brufani Palace, Perugia, 5 July 2000.
Dering handphone yang terus berbunyi di pagi hari membuat tidur nyenyak Masimmo Bonini terganggu, coba dibenamkan kepalanya di bawah bantal berharap dering telponnya tidak terdengar olehnya. Bonini lega ketika dering telponnya berhenti, tetapi sesaat kemudian berbunyi lagi. Setelah berdering lebih dari 2 menit tanpa putus, Bonini menyerah, segera di ambil Blackberry di atas meja samping tempat tidur, langsung di angkat tanpa melihat siapa yang menelpon.
“Ada apa Franco, kamu membangunkan ku pagi sekali.hoaahemm”.jawab Bonini sambil menguap lebar.
Boini seakan sudah tahu siapa yang menelponnya pagi itu tanpa melihat di layar handphone, nama penelponnya.
“ADA APA KAU BILANG, hah?! Dari semalam aku telpon, SMS tapi tidak kamu respon. Mana laporan hasil scoutingmu yang harusnya sudah kamu email 2 minggu lalu? Kalau di jadwal, harusnya sekarang kamu di Perugia!”.jawab laki-laki di ujung telpon sambil berteriak kesal.
“Tenang lah signor, ingat jangan dibuat stress nanti tekanan darahmu naik lagi.hehe”
“INI SUDAH NAIK TEKANAN DARAHKU, Signor moggi sudah menagih semua hasil scouting para pemandu bakat. Terutama laporan darimu, Karena cuma kamu yang belum submit, pokoknya malam ini, semua harus beres. Dan ingat tanggal 15 minggu depan semua scout berkumpul di Turin. Meeting.”
“Iya..iyaa..slowww..saya dapat beberapa pemain muda yang menarik. Sore ini Perugia ada friendly match melawan Cosenza, malam ini aku submit semua hasil scoting tim Perugia.”kata Bonini sambil menyalakan sebatang rokok.
“ya aku tahu ada beberapa pemain muda yang menarik di sana, terutama Manuele Blasi dan Fabio gatti...pokoknya aq tunggu laporan lengkapnya malam ini.oia matikan rokokmu aku tidak suka kamu merokok.ciao”
“Iya signor.Ciao”kata Bonini menutup pembicaraan.
Dasar pak tua, kalau marah masih kenceng juga suara, batin Bonini. Di hirupnya lagi rokok, dan nikotin membuat pikirannya lebih tenang. Bonini teringat Franco Ceravolo, sosok yang sangat berjasa buat dirinya, yang saat ini menjadi Chief Scout Juventus. 20 tahun lalu Ketika Bonini berumur 19 tahun dan masih aktif bermain di Reggina di pentas Serie-A, orang pertama yang jeli melihat potensi Bonini adalah Franco Ceravolo, yang saat itu masih menjadi pemandu bakat Juventus. Penampilan Bonini yang lugas dan tenang mengawal jantung pertahanan Reggina sebagai bek tengah memikat Franco. Di akhir musim 1980-1981, Juventus resmi membeli Masimo Bonini dari Reggina dengan bandrol 300.000 Lira dan menjadi salah satu rekor pembelian termahal pemain di bawah usia 20 tahun di Serie-A kala itu. Dan itu semua berkat rekomendasi dari Franco Ceravolo. Di akhir musim 1981-82, Bonini berhasil membukukan total 15 kali penampilan dan 1 gol. Bonini yang diplot sebagai pemain lapis kedua, bisa menjadi supersub untuk duo Center Back Juve yakni Claudio Gentile dan Gaetano Scirea.
Juventus yang kala itu diperkuat oleh pemain-pemain timnas Italia seperti Dino Zoff, Gentile, Scirea, Cesare Prandelli, Roberto Bettega dan Paolo Rossi dan di arstiteki salah satu allenatore terbaik Italia, Giovani Trapatoni membuat mental Bonini semakin kuat dan matang. Bahkan berkat penampilannnya yang bagus di Juventus, membuat Enzo Bearzot, pelatih timnas Italia memberinya kesempatan. Setelah mengoleksi 8 kali caps di sepanjang kualifikasi Piala Dunia 1982, nama Bonini masuk ke dalam 30 pemain seleksi pertama untuk Piala Dunia 1982 di Spanyol. Beberapa hari menjelang pengumuman 23 nama pemain yang ikut ke Piala Dunia 1982, publik Italia yakin nama Masimo Bonini menjadi 1 nama yang akan dibawa Enzo Bearzot ke Spanyol, Kepercayaan Bonini semakin membumbung.
Tetapi satu kejadian membuat publik Italia tidak akan pernah lagi menyaksikan Bonini mengenakan jersey Italia tidak hanya di Piala Dunia 1982, tetapi hingga pertandingan-pertandingan timnas Italia selanjutnya. Franco selain mempercayai kemampuannya, dia juga orang yang selalu menemani Bonini seperti ketika dia harus mengalami masa paling nahas dalam hidupnya.
Malam itu kota roma hujan cukup deras, Bonini ingin sekali pergi keluar dari hotel sekedar refreshing makan pizza dan pasta di restoran setelah seharian berlatih keras. Bersama teman setimnya di Juve dan Timnas, Marco Tardelli, keduanya memutuskan berjalan kaki karena jarak restorannya dekat dengan hotel tempat mereka menginap. Keduanya berlari-lari kecil sepanjang trotoar karena hujan masih turun dengan intensitas sedang. Dan ketika tengah berlari menyeberang jalan, secara tidak sengaja Bonini menyenggol seorang ibu-ibu yang juga menyebrang dari arah berlawanan sehingga ibu tersebut terjatuh dan terduduk di pinggir jalan. Bonini segera berbalik arah dan mencoba membantunya, ketika Bonini mencoba meraih tangan ibu tersebut dan ingin membantunya berdiri, cuma ada 4 hal terakhir yang Bonini ingat sebelum sebuah mobil sedan Fiat menghantamnya.
Teriakan panik Tardelli, Decitan suara ban mobil yang direm mendadak, bunyi tulang-tulang patah berderak keras dan kegelapan dingin yang menyakitkan….
Kecelakaan tersebut seperti susunan kartu remi yang membentuk menara dan ketika hampir selesai tersusun sempurna, satu sentuhan kecil merobohkan semua susunan kartu dari atas sampai ke bawah di putarana hidup Bonini. Ketika karir Bonini mulai berjalan bagus dan di gadang-gadang akan menjadi bagian dari skuad Italia di piala dunia 1982 Spanyol, kecelakaan tersebut merubah segalanya. Bukan hanya kesempatan tampil di panggung piala dunia yang buyar, bahkan karirnya sebagai seorang pesepakbola professional terancam tamat. Akibat kecelakaan tersebut, tempurung lutut kiri bonini pecah dan bergeser, patah tulang paha kiri, 2 tulang tibia dan fibula kaki kiri patah dan gegar otak. Dokter bilang, bonini masih beruntung nyawanya masih tertolong karena sang pengendara mobil yang menerobos lampu merah, masih sempat menginjak rem 10 meter sebelum tabrakan terjadi sehingga tabrakan yang lebih fatal tidak terjadi.
“Nyawa Bonini masih bisa diselamatkan, operasi berjalan lancar dan butuh kurang lebih 6-7 bulan untuk menyembuhkan kaki kirinya dan 4-5 bulan berikutnya untuk proses fisioterapis dan belajar berjalan kembali. Dengan luka di kaki yang mengerikan seperti ini, hanya Tuhan yang tahu bagaimana karir Massimo Bonini sebagai seorang pemain bola selanjutnya, Sekian penjelasan dari kami. Kita semua mendoakan yang terbaik buat Masimo Bonini. Grazie,”tutup Carlo Biraghi, Manajer Timnas Italia dengan wajah sedih ketika menutup konferensi pers singkat tentang kondisi Masimo bonini pasca kecelakaan.
Bonini menggelengkan kepala, mengusir memori pahit dalam hidupnya. Setelah menghabiskan secangkir espresso, Bonini mandi dan kemudian bersiap untuk memulai pekerjaannya sebagai seorang pemandu bakat Juventus. Setelah keluar hotel Bonini segera mencegat Taxi dan menuju ke Pontevalleceppi karena Perugia sore ini menjalani pertandingan pramusimn melawan salah satu tim dari Serie-B yang musim lalu tampil mengesankan, Cosenza. Bonini selama 6 bulan terakhir ini intens sekali mengamati Perugia. Perugia yang diprediksi akan kesulitan setelah ditinggal salah seorang pemain andalan mereka di lini tengah asal Jepang, Hidetoshi Nakata yang hijrah ke AS Roma di hari terakhir jendela transfer musim dingin dengan nilai transfer 15 juta Euro, ternyata bisa mengakhiri musim Serie-A 1999/2000 di peringkat 10. Posisi Centrocampista yang biasa dihuni oleh Nakata bisa diperankan dengan baik secara bergantian oleh Manuele Blasi (19 tahun) yang bertipe petarung di lini tengah dan piawai memutus alur serangan lawan atau Fabio Gatti (21 tahun) gelandang mungil yang rajin menerobos dari lini tengah dengan tusukan driblling-driblingnya.
Dan 2 pemain muda tersebut akan menjadi fokus utama Bonini sore ini. Pertandingan melawan Cosenza meskipun hanya persahabatan akan menjadi acuan terakhir sebelum Bonini membuat laporan terakhir yang berisi statistik penampilan selama 6 bulan terakhir, kelebihan-kekurangan, prospek di 2-3 tahun mendatang, perkiraan nilai transfer dan rekomendasi nilai apakah pemain ini pantas untuk di rekrut.
Setelah terpaksa pensiun dini di usia 22 Tahun akibat kecelakaan yang menimpanya, Bonini memutuskan ingin keluar dari sepakbola dan fokus melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, namun pada April 1987, Franco Ceravolo menawarkannya pekerjaan sebagai pemandu bakat dan ditugaskan di untuk mengamati para pemain-pemain muda di kompetisi Primavera, sebuah pekerjaan yang sulit ditolak oleh Bonini. Pada saat itu Masimo Bonini berstatus sebagai pemandu bakat termuda di Juventus, berusia 27 tahun. Di tahun ke- 5 sebagai pemandu bakat Juventus, beberapa pemain muda yang Bonini rekomendasikan ke Franco yang saat itu sudah menjadi Chief Scout Juventus belum ada yang mendapat lampu hijau.
Hingga pada suatu hari, pada tahun Musim 1992-93, ketika ada seorang pemain Primavera di klub Padova yang bermain di Serie-B berusia 16 tahun berhasil menembus ke tim utama, di usia 17 tahun sudah membuat debut profesionalnya di Lega Calcio Serie-B dan 3 bulan kemudian mencetak 1 gol perdana bagi Padova ketika timnya menang 5-0 melawan Ternana, Bonini yang pada saat itu melihat pertandingannya langsung, tergetar melihat permainan pemuda tersebut. Setelah mengamati dengan seksama skill dan karakter pemuda tersebut selama 6 bulan dengan catatan 14 kali penampilan dengan 1 gol di Padova, Bonini datang ke Franco dan mengatakan jika pemain ini harus segera direkrut oleh Juventus. Bonini bahkan bersedia meletakkan jabatannya sebagai pemandu bakat jika dalam 6 bulan, setelah direkrut, pemuda tersebut tidak bisa mencatatkan 10 kali penampilan di tim utama Juventus. Franco yang mulai tertarik dengan profil yang disampaikan Bonini, memutuskan turun tangan dan melihat langsung permainannya. Hanya butuh 10 menit bagi Franco untuk menilai langsung dan 1 jam kemudian, Juventus resmi melayangkan tawaran pertama ke Padova, Setelah beberapa kali negosiasi, akhirnya Juventus berhasil mengunci kesepakatan dengan Padova dan pemuda jenius tersebut. Pada tanggal 6 Agustus 1993 Juventus mengumumkan pembelian pemain muda berusia 18 Tahun tersebut dengan bandrol 5 juta Lira.
Selang 7 tahun kemudian, dengan jersey Juventus, pemuda setinggi 173 cm ini berhasil memenangkan berbagai macam gelar. 2x gelar Scudetto, 1x Copa Italia, 2x juara SuperCopa, 1x juara Liga Champion, 1x juara Piala Winner, 2x juara Intercontinental dengan catatan 228 penampilan - 91 gol bagi Juventus dan 33 caps – 12 gol bagi timnas Azzuri. Sang Wonderkid yang mempunyai julukan Ill Pinturichio atau Sang Pelukis ini bernama Alessandro Del Piero.
Menjadi pemandu bakat adalah pekerjaan yang unik dimana dibutuhkan 3 hal penting, yakni pengetahuan, kemampuan merayu pemain incaran dan seni. Pengetahuan disini adalah kemampuan melihat potensi pemain dan “meramal” perkembangan pemain tersebut hingga 5 tahun ke depan. Intuisi dan pengambilan keputusan yang cepat adalah kemampuan mutlak seorang pemandu bakat, jika pemain berusia dibawah 18 tahun, bermain di tim kecil dan bukan di kasta tertinggi, atau dengan kata lain belum terekpose secara luas, maka waktu untuk menilai akan lebih banyak antara 5-6 bulan hingga 1 tahun sehingga hasilnya komprehensif dan mendetil, tetapi lain cerita ketika pemain muda tersebut bermain di kasta tertinggi, para pemandu bakat sudah pasti akan cepat mendeteksinya, sehingga seorang pemandu bakat harus segera membuat rekomendasi apakah klub mesti segera bergerak di pasar transfer atau tidak. Intuisi atau feeling seorang pemandu bakat bukanlah hal yang bisa di ”latih”, tetapi lebih kepada faktor pengalaman di sepakbola. Seperti kasus Del Piero, Berkat kejelian dan pertaruhan Bonini, Juventus berani memutuskan untuk bergerak lebih cepat daripada AC Milan, yang juga berminat Del Piero dengan tetapi masih ragu untuk melayangkan tawaran ke Padova, dan pada akhirnya keputusan Juventus ini dipandang sebagai salah satu transfer terbaik mereka di tahun 90an. Setelah Alesandro Del Piero, beberapa pemain muda yang direkut oleh Juventus adalah hasil rekomendasi dari Masimo Bonini.
Kemampun merayu pemain incaran juga membutuhkan kepintaran dan kejelian dari seorang pemandu bakat, karena beberapa kali Bonini menemukan pemain yang bagus, klub tempatnya bermain setuju untuk menerima tawaran Juventus (akan lebih susah jika klub tersebut ngotot tidak ingin menjual pemainnya), si pemain juga suka dengan kontrak yang disodorkan tetapi ada saja faktor X yang membuat segalanya menjadi rumit dan berujung pada transfer yang urung terealisasi. Contohnya adalah ketika Bonini memberikan nama pemain yang membuat kening Franco berkenyit. Pemain tersebut adalah Gianluca Pesotto. Bukan masalah harga yang Franco pikirkan, karena dia sendiri juga suka dengan gaya main Pesotto. Bahkan sebenarnya pemain tersebut juga sudah masuk ke dalam shortlist pemain yang diinginkan Marcelo Lippi, satu-satunya hal kenapa sampai saat ini mereka belum bisa mewujudkan transfer tersebut selain karena faktor dimana pemain tersebut bermain ( bukan AC Milan, Napoli ataupun AS Roma tetapi saudara sekota mereka yakni Torino, klub dimana pemain serba bisa ini bermain sekarang) ada juga faktor keluarga, terutama kakek Pesotto yang tidak sudi cucunya menyebrang ke rival sekota, meskipun Juventus adalah tim yang lebih besar daripada Torino. Pesotto yang menyayangi kakeknya, juga tidak mau pindah ke Juventus tanpa restu kakeknya meskipun Juventus menawarkan kontrak yang lebih menggiurkan.
Usut punya usut, ternyata kakek Pesotto yang bernama Damiano Pesotto adalah mantan pelatih tim Primavera Torino di tahun 80an. Bonini juga sudah mengetahui hal teresebut, tetapi Bonini yakin pemain berusia 24 tahun tersebut akan menjadi pemain penting bagi Juventus. “Oke, kalau kamu bisa membujuk kakek tua tersebut dan memberikan izin agar cucunya boleh bergabung dengan kita di musim panas ini, kamu tidak usah khawatir saya akan urus masalah transfer dan nilai kontrak Pesotto, waktu kamu 1 bulan.” kata Franco kepada Bonini. 2 minggu kemudian Bonini menelpon Franco, memberi kabar bahwa Gianluca Pesotto siap datang minggu depan ke kantor untuk berunding masalah nilai kontrak. Belum sempat Franco bertanya bagaimana dengan kakeknya, Bonini menambahkan informasi bahwa Gianluca Pesotto datang ke Delle Alpi diantar sendiri oleh Damiano sang kakek. Franco seakan tidak percaya hal yang baru saja di dengarnya tersebut. Bagaimana kamu bisa membujuk kakek keras kepala tersebut, saya pernah datang ke rumahnya dan langsung di usir begitu saya memperkenalkan diri, tanya Franco penasaran. Bonini hanya tertawa dan sebelum menutup telpon dia berpesan, hei Franco tolong siapkan kontrak baru untuk saya. Saya mau gaji saya naik.
Yang sebenarnya terjadi adalah Bonini selama 7 hari berturut-turut mengirimkan paket kepada Damiano berisi jersey Juventus bernomer punggung 22 lengkap dengan nama Pesotto. Reaksi Damiano tentu saja marah dan jersey tersebut selalu berakhir di tempat sampah depan rumah. Di hari ke-8, Bonini mengantarkan langsung paket jersey tersebut kepada Damiano ke rumahnya dan hasilnya adalah jersey tersebut dilempar langsung ke wajah Bonini. Di hari ke-9 Bonini datang ke rumah Damiano memakai jersey Juventus dengan nama Pesotto di punggung. Damiano yang mulai jengah, membuka pintu dan segera menyuruh Bonini masuk karena tempat tinggal Bonini berada di daerah Ultras Torino, dia tidak mau laki-laki tersebut mendapat masalah.
“Kamu punya waktu 15 menit untuk berbicara setelah itu kamu pergi dan saran saya, kamu jangan berkeliaran di daerah sini dengan jersey Juventus jika kamu tidak ingin mendapat masalah,” Damiano memperingatkan Bonini.
Bonini tersenyum mendengarnya. Setelah Bonini memperkenalkan siapa dirinya dan tujuannya kemari, Damiano teringat ketika dia masih aktif melatih di Torino, ada pemain belia Juventus dan anggota timnas Italia di tahun 80an yang mengalami kecelakaan tragis dan merenggut seluruh karir sepakbolanya. Dan ternyata Bonini yang dulu waktu masih muda identik dengan kepala plontosnya, kini di usia 42 tahun memiliki penampilan rambut gondrong sebahu disisir rapi dan jenggot tebal, datang ke rumahnya untuk membujuk agar dia memberi restu cucu kesayangannya pindah ke Juventus. Timbul rasa respek Damiano kepada Bonini. Bonini yang melihat sikap Damiano yang mulai terbuka segera menjelaskan bahwa dia menghormati sikap
Damiano yang ingin Pesotto tetap bermain untuk Torino, mengingat penampilan Pesotto yang impresif mengawal lini belakang Ill Toro di Serie-A musim 1999/2000, tetapi dengan segala hormat, Bonini menjelaskan bahwa Pesotto tetap tidak akan mencapai level permainan terbaiknya jika dia hanya bermain di Serie-A, Pesotto harus merasakan indahnya bermain dan berkompetisi di level Klub terbaik se-Eropa yakni Liga Champions agar segala potensi Pesotto bisa keluar. Dan Bonini meyakinkan kepada Damiano bahwa Juventus sangat mengagumi bakat Pesotto, Juventus percaya bahwa Pesotto memiliki segala atribut yang dibutuhkan agar menjadi pemain top dan Bonini yakin Pesotto akan meraih puncak permainan dan kesuksesan bersama Juventus, perihal Juventus yang merupakan rival sekota, menurut Bonini itu tidak akan menjadi masalah besar. Bonini berharap agar Damiano berpikir realistis demi kemajuan karir Pesotto.
Damiano sebenarnya juga menyadari bahwa perkataan Bonini ada benarnya, bahwa klub kesayangannya Torino saat ini, tidak akan mampu bersaing dengan klub-klub besar seperti AC Milan, Juventus, Inter, Parma, Fiorentina dan AS Roma untuk meraih tiket bermain di kompetisi Eropa. Jangankan bersaing untuk tiket ke Eropa, tetap bertahan di Serie-A saja sudah bagus. Jika Ambisi Torino adalah memantapkan posisi di 10 besar Serie-A setiap tahunnya, maka ambisi klub rivalnya, yakni Juventus adalah menjadi yang terbaik di Italia dan Eropa. Damiano juga berpikir betapa cucunya amat sangat menghargainya, bisa saja Pesotto pindah ke Juventus dengan penghasilan yang jauh lebih baik dan bermain dengan para pemain-pemain hebat, meskipun dia tidak merestuinya. Pesotto bahkan pernah bilang bahwa dia tidak keberatan untuk tetap bermain di Torino musim depan dan menolak kesempatan bermain di tim besar seperti Juventus jika memang Damiano menghendaki dia tetap bertahan di Torino.
Presiden Torino, Mauro Cammarata yang juga sahabat baik Damiano memberikan informasi bahwa Juventus bersedia menebus Fee Release Clause Pesotto sebesar 7 Juta Lira dan siap memberikan gaji 3x lipat di Juventus dengan durasi kontrak 4 tahun. Jadi pada dasarnya Torino sendiri juga tidak keberatan menjual Pesotto ke Juventus. Jika sampai saat ini proses transfer Pesotto mengalami kebuntuan itu karena dirinya yang keras kepala. Kegigihan dan kepintaran Bonini dalam memainkan logika pada akhirnya mampu meluluhkan pendirian Damiano. Pada tanggal 1 Agustus 1993, Gianluca Pesotto, 24 Tahun, resmi menandatangani kontrak dengan Juventus selama 5 musim dari Torino dengaan nilai transfer 7 juta Lira, dengan disaksikan langsung oleh kakeknya, Damiano Pesotto.
Kemudian yang terjadi selanjutnya adalah Gianluca Pesotto meraih segalanya dengan Juventus, menjadi pemain tak tergantikan selama 7 tahun di Delle Alpi dan siap untuk menghabiskan karirnya di Juventus.
Selain pengetahuan dan kemampuan meyakinkan orang, hal lain yang dibutuhkan adalah seni dalam melakukan pemantauan kepada pemain incaran. Tidak mungkin seorang pemandu bakat datang ke tempat latihan pemain yang di incarnya, berpakaian jas rapi, membawa kartu nama dan memperkenalkan diri ke klub tersebut, halo saya seorang pemandu bakat dari klub yang anda tidak suka dan saat ini saya sedang mengamati pemain yang ada dalam tim anda. Tentu saja jika klub tersebut tahu, mereka tidak akan suka dengan kehadiran anda dan mereka akan memagari pemain mereka dengan bandrol harga yang jauh lebih tinggi daripada nilai sebenarnya. Pemandu bakat harus pandai berkamuflase sehingga klub pemilik maupun pemain incaran tidak sadar bahwa mereka sedang diamati sedetail mungkin. Di Januari 1996, Bonini pernah “bekerja” menjadi Office Boy di klub Padova selama 6 bulan agar bisa mengamati perkembangan secara detail striker muda potensial Padova berusia 21 Tahun yang handal dalam bola-bola atas milik Padova bernama Nicola Amoruso dengan total 33 penampilan dengan 14 gol di Serie-B. Di awal jendela transfer musim panas 1996, Nicola Amoruso menjadi rekrutan pertama Juventus di musim 1996/97. Dan sampai sekarang Amoruso tidak pernah tahu bahwa berkat Bonini-lah dia bisa bermain di tim besar sekelas Juventus.
Tapi dari segala hal mendasar yang mesti diketahui oleh seorang pemandu bakat ada juga faktor keberuntungan yang bermain. Dari sekian pengalaman Bonini menjadi pemandu bakat, pengalaman Bonini paling ajaib adalah ketika Desember tahun 1998 Bonini yang saat itu “bergabung” ke dalam salah satu Ultras yang cukup disegani di Italia yakni Boys San, supporter garis keras Inter Milan penguasa Curva Nord Giuseppe Meazza agar mendapat info sebanyak mungkin dari fans tentang 1 pemain muda Inter Milan berusia 19 tahun asal Uruguay yakni Alvaro Recoba yang ada di daftar starting line-up ketika Inter Milan vs Pisa malam ini di babak 16 besar Coppa Italia.. 1 jam sebelum kick-off, Bonini yang sedang duduk sendiri mencoba menghapalkan salah satu chant, tanpa sengaja mendengar percakapan 2 suporter Inter Milan yang duduk di bawahnya. Salah satu dari fans tersebut bercerita kepada temannya bahwa dia senang senang karena kemarin dia mendapat kabar bahwa keponakannya yang masih berusia 19 tahun bernama Enzo Maresca berhasil mencetak 1 gol di pertandingan liga saat melakukan laga debutnya membela West Bromwich Albion yang bermain di Championship, kasta kedua Liga Premier Inggris.
Sang paman kemudian bercerita bagaimana perjuangan Maresca setelah dilepas Cagliari di akhir musim 1998 setelah menjalani 4 tahun kontrak tanpa sekalipun membuat penampilan di laga kompetitif, Maresca memutuskan mencoba peruntungan di Inggris, setelah melakukan trial di beberapa klub peserta Liga Premiership dan gagal mendapat kontrak, kemudian Maresca mendapatkan tawaran trial selama 2 minggu di West Bromwich yang bermain di Championship, di akhir masa trial Enzo Maresca di ganjar dengan kontrak 4 tahun di Hawthorne Stadium.
Bonini yang sudah melupakan chant yang coba dia hapal, karena Bonini mencoba mengingat-ingat lagi nama pemuda tersebut yang tampaknya pernah dia dengar. Beberapa menit kemudian, Bonini ingat bahwa beberapa tahun lalu, dia mendapatkan kesan yang bagus tentang bocah berusia 15 tahun yang saat itu bermain di tim U-16 AC Milan di suatu turnamen. Bonini berpikir, ada berapa banyak pemain Italia yang berani bermain di luar negeri. Apalagi bermain di Inggris. Sebuah negara dengan kultur sepakbola dengan ciri Kick n Rush, cepat dan bertenaga. Sangat berbeda dengan Italia yang mengandalkan teknik permainan dan pemahaman taktik yang njlimet. Belum lagi perbedaan cuaca, Italia negara yang banyak sinar matahari, sementara Inggris adalah negara yang lembap, sering hujan. Menarik sekali. Entah kenapa Bonini merasa kagum dengan keberanian Enzo Maresca, pemuda asli Italia yang mengawali karir profesionalnya justru di Inggris. Niat Bonini untuk mengamati Alvaro Recoba hilang entah kemana. Beberapa hari kemudian, Massimo Bonini terbang ke Inggris.
Selama hampir 1 tahun, Bonini memantau langsung perkembangan Enzo Maresca yang bertipe gelandang elegan yang tidak segan berjibaku di lapangan tengah, selain keberanian, stamina kuat, dua kaki yang sama baiknya, Maresca memiliki senjata mematikan yakni tendangan jarak jauh yang akurat. Gol debut Maresca yang di cetak melalui tendangan kaki kanan melengkung dari jarak 15 yard menjadi bukti kekuatan kakinya. Meskipun begitu Maresca masih memiliki beberapa kekurangan. Di beberapa pertandingan Maresca kerap memaksakan melepas tendangan jarak jauh, padahal jika dia lebih jeli bola tersebut bisa di oper ke rekannya yang memiliki posisi lebih bagus untuk mencetak gol. Perbedaan cuaca juga berdampak dengan kerapkali Maresca mengalami cedera kram, engkel bermasalah.
Rumor Maresca yang santer diberitakan akan kembali ke Italia terdengar semakin kencang, Torino, Fiorentina dan Lazio diberitakan siap memulangkan Maresca ke Italia dengan bandrol sekitar 2,5 Juta Pounds. Tetapi pelatih WBA, Denis Smith menolak segala spekulasi transfer dengan berniat mempertahankan Maresca. Ketika klub peminat lain belum mengajukan tawaran resmi, Bonini sebagai wakil Juventus datang dengan memberikan tawaran konkrit sebesar 4, 3 juta Pounds. Penawaran tertinggi yang pernah diterima oleh West Bromwich Albion sepanjang sejarah klub. Pada akhirnya, WBA menerima tawaran Juventus tersebut dan Maresca sendiri menyambut baik prospek untuk kembali pulang ke Italia membela Juventus. Di jendela bursa transfer musim dingin Januari 2000, Enzo Maresca resmi meninggalkan Hawthorne Stadium dengan catatan 43 penampilan dan melesakkan 5 gol selama 1, 5 tahun membela West Bromwich Albion.
Setelah tiba di lokasi tempat pertandingan pramusim Perugia, Bonini yang menenteng tas hitam, setelah turun dari taxi tidak segera menuju ke lapangan, tetapi menuju ke toilet. 10 menit kemudian, bonini keluar dengan penampilan berbeda. Dari yang memakai kemeja panjang body suit dan celana panjang rapi, sekarang sudah berganti dengan kostum Perugia berwarna merah tanpa nomer punggung, celana training panjang warna hitam dan sepatu lari merk Nike warna merah. Kali ini Bonini ingin berkamuflase berbaur dengan supporter Ill Grifoni. Setelah menitipkan tasnya di bagian penitipan, Bonini kemudian menuju tribun sisi barat Pontevallecepi City Stadium dimana disitu sudah berkumpul ratusan supporter Perugia.
Meskipun hanya partai persahabatan, tetapi fans ill Grifoni tetap datang karena Pontevallecepi masih berada di daerah Perugia. Sehingga lawan Perugia hari ini akan terasa melakukan pertandingan tandang. Di lapangan , kedua kesebelasan sudah bersiap dengan melakukan pemanasan ringan. Bonini melihat Gatti sedang melakukan lari-lari kecil dan Blasi sedang bermain operan-operan pendek dengan Ze Maria, rekrutan terbaru Perugia dari Brazil berposisi wing back kanan. Tampaknya baik Gatti maupun Blasi akan bermain dari menit pertama. Karena pertandingan baru di mulai setengah jam lagi, Bonini memilih untuk duduk dulu. Bonini memlilih duduk di tribun di atas yang tidak terlalu bising dengan teriakan-teriakan fans. Bonini berharap Gatti ataupun Blasi bermain serius di pertandingan persahabatan kali ini. Sehingga semakin membuatnya yakin, mengajukan keduanya kepada Franco. Setelah sibuk membalas beberapa BBM yang masuk ke BBnya, kemudian Bonini memasukkan handphonenya ke kantong dan bersiap menikmati pertandingan kali ini.
Semoga lawan Perugia hari ini juga bermain serius dan memberikan perlawanan kepada Perugia. Dan yah siapa tahu aku bisa menemukan hal menarik dari Cosenza sore ini.”batin Bonini.
Seakan menjawab harapan Bonini, selepas pertandingan. Mata Bonini tidak bisa lepas dari satu pemain muda. Pemain yang belum pernah dia dengar namanya. Pemain yang menampilkan permainan yang mengingatkan dia kepada pemain favoritnya.
“Kadang mereka seperti komunitas rahasia. Anda bisa datang ke beberapa laga dan mengenali pemandu bakat lain, tapi kadang mereka bisa tampak tidak jelas. Saya rasa itu memang bagian dari pekerjaan: menyimpan kartu Anda dgn rapi.”
Kevin Reeves – Chief Scout Swansea City
==========================
Bersambung
Next Chapter:
#4 : Campeggio Estivo (Summer Camp)
Next Chapter:
#4 : Campeggio Estivo (Summer Camp)
No comments for "DLF #3"
Post a Comment