Featured Post

LPH #89

Episode 89
Senja di Tanah Anarki bagian A


(POV Yandi)


Hari-hari “tenang” di sekolah membuatku bisa rileks dan hal itu kumanfaatkan dengan hal-hal yang berguna. Aku mulai rutin olahraga jogging di sore hari setelah membantu di warung hingga jam 5 sore. Karena aku tidak sempat untuk olahraga di pagi hari, karena pagi hari aku belajar, baca buku pelajaran selama kurang lebih satu jam sebelum mandi, sarapan dan berangkat ke sekolah. Aku merasa akhir-akhir ini konsentrasiku dalam menyerap, mengulang dengan membaca buku pelajaran jauh lebih “masuk” jika kulakukan di pagi hari, saat pikiran masih fresh. Di malam hari pun aku tidur lebih awal. Ya maksimal jam 10 aku sudah tidur setelah dua jam belajar. Aku menikmati rutinitas sebagai seorang siswa pada umumnya.

Mbak Asih juga kadang memujiku karena aku rajin belajar, olahraga dan tidak lupa membantu di warung setelah pulang sekolah. Hal-hal sepele tapi nikmat ini membuatku jarang melamum memikirkan masalah. Baik masalah yang sudah lalu-lalu maupun masalan laten. Termasuk Dita. Aku sudah nothing to lose, ikhlas. Tidak lagi beban. Memang yang terbaik adalah kami hanya bertetangga, berteman meski apa yang sudah kami lalui, sudah jelas tidak bisa aku dan Dita lupakan begitu saja. Secara pribadi aku pun tidak lagi memikirkan lebih jauh kedekatanku dengan Vinia. Dari awal aku memang sudah dekat dengan Vinia. Jadi aku menepis, membuang segala pikiran yang terlalu jauh dengan Vinia. Telepon-telepon dengan Vinia tidak setiap hari namun sekalinya telepon, bisa berjam-jam. Banyak sih yang kami bicarakan mulai dari sekolah, musik, film, hobi dan masih banyak lagi.

Aku jadi ingat percakapanku dengan Vinia semalam.
.
.
“Kapan-kapan ke BOWIE lagi yuk, Yan?” ajak Vinia di salah satu percakpan via telepon.

Sebelum aku telponan lama dengan Vinia, dia mengirim WA terlebih dahulu.

VINIA
Udah bobo belum Yan?
Gue baru ajaa sampai rumah, setelah off-air di Kota LLL. Capek tapi entah kenapa gak bisa tidur ini mata,
00.33

Aku ngantuk sih sebenarnya karena dari jam 8-9 malam, aku habiskan Sabtu malam di rumah dengan membaca komik hingga tengah malam. Aku rutin beli komik tetapi jarang langsung kubaca. Jadi pas lah, malam minggu di rumah saja baca komik. Aku lagi males keluar padahal ya teman-teman banyak yang ngajakin nongkrong. Karena di luar lagi hujan gerimis dari jam 7 malam sampai sekarang. Jadi ya kutolak dengan beralasan lagi gak bisa keluar karena rumah sedang di pakai untuk arisan RT Bapak-bapak.  

Aku mikir, kubalas atau enggak ya WA si Vinia?Kalau kubalas, “belum tidur” pasti Vinia balas lagi, “Bisa gue telepon gak?”. Karena kasihan juga sama Vinia yang susah tidur, jadi kubalas WA-nya

YANDI
Belum, lagi baca komik.
00.35

WA-ku langsung centang biru alias langsung kebaca.

VINIA
Bisa gue telepon gak?
00.36

Aku tertawa membaca balasan Vinia. Tuh benar kan. Nijr, lama-lama aku kok hafal dengan sifat Vinia ya?

Ya malam itu aku lebih banyak jadi pendengar sih, karena Vinia yang lebih banyak cerita tentang kesibukannya terutama pengalamannya semalam manggung di Kota LLL. Vinia curhat, merasa sedikit “jenuh” dengan rutinitasnya sebagai penyanyi. Karena sudah empat kali weekend berturut-turut ia manggung di luar kota dan kemudian ajakan untuk main ke BOWIE pun meluncur dari Vinia.

Karena aku punya pengalaman yang menyenangkan di BOWIE dan merasa tempat itu nyaman, jadi ya kujawab singkat, “Boleh-boleh..”

“Ya mungkin minggu depan aja Yan kita ke BOWIE, gue udah minta Mbak Ratna, seminggu ke depan gue gak terima job dulu, Capek woii,”

“Haha atur saja.”

10 menit kemudian aku mulai mendengar suara Vinia menguap.

“Wah akhirnya, kantuk yang di tunggu datang juga,” kataku.

“Ehhh sori-sorii, lo dengar ya gue nguap barusan?”

“Heee dengar lah. Istirahat, bobok Vinia. Mumpung besok hari Minggu bisa bangun siang.”

“Yadah, makasih Yan, udah nemenin gue ngobrol sampai gue ngantuk. Memang suaramu ajaib, bisa membuat gue nyaman. Nyaman pangkal ngantuk, hehehe,” suara Vinia yang renyah tertawa, enak di dengar kalau Vinia tertawa gini.

“Wah besok-besok aku pasang tarif deh. Terima jasa telepon di jamin ngantuk, tarif satu jam 100 ribu.”

“Haahah, oke aku booking ya. Besok aku kasih DP dulu 10 juta. Hitung aja 10 juta bisa untuk berapa jam tuh telepon elo Yan, hihi.”

Aku tertawa. "Ada-ada saja kelakuan penyanyi negara +62. Vin, kebanyakan ketawa ntar ngantuknya hilang loh.”

“Hoaheeemmm, udah ngantuk berat ini, gak enak ketawa pas ngantuk. Met tidur Yan, maaf udah ganggu tengah malam gini.

“Iya.”

Ya itu potongan percakapanku dengan Vinia semalam. Kami akrab tetapi makin kesini, makin akrab. Tapi menurutku masih wajar sih, toh karena kami sahabatan.

Aih BOWIE. Karena Vinia menyinggung BOWIE, aku jadi keinget Dini kan. Entah apa reaksi Vinia kalau seandainya dia tahu kalau aku juga sering WA’nan dengan Dini, waitress di BOWIE. Yang secara tidak langsung, Bang Marvin, om Vinia yang ngenalin aku dengan Dini.

Kalau Vinia sering telepon, nah kalau Dini sering WA duluan. Bahkan gak lama setelah Vinia menutup telepon dan aku hendak tidur, ponselku bergetar. Ada WA masuk, aku kira Vinia yang WA namun ternyata Dini.

Entah kenapa tiap selesai telpon/WA dengan Vinia, tak lama kemudian Dini nge-WA.

DINI BOWIE
Masih online aja Yan jam segini, lagi malam mingguan asyik kayaknya nih, beda sama gue. Malam minggu kerja huuu, baru sampai kosan malah….
01.42

Karena udah terlanjur aku buka dan baca, rasanya gak sopan kalau gak kubales, padahal mata udah mulai berat.

YANDI
Hehe, di rumah kok gak kemana-mana, maraton baca komik.
Loh, katanya kamu kalau weekend gak kerja? Kan cuma part-time di weekday ajah.
01.43

DINI BOWIE
Iyaaa, tapi tadi sore bg marpin telepon, ia minta tolong agar gue masuk kerja karena ada gugun main di bar, jadi ramai dan perlu lebih banyak waitress.
01.44

YANDI
Gugun? Gugun siapa?
01.45

DINI BOWIE
Gugun blues shelter. Lo tahu kan?
01.46

YANDI
Wiiiwdiiiwww, tahu lah! Keren itu band. Aih tahu gitu aku tadi ke bowie.
01.47

DINI BOWIE
Padahal gue awalnya mo kasih tahu elo Yan. Karena gue yakin lo pasti tahu dan suka sama gugun. Tapi karena tadi lagi ribet jadi ya lupaa. Padahal kalau lo datang, selain lo bisa liat gugun perform langsung, lo juga bisa ketemu sama gue, hihihihi
01.48

Rasa kantukku agak hilang karena Dini memang “centil” kalau WA. Agak aneh juga sih si Dini ini, kami sering WA’nan padahal setelah pertemuan gak sengaja di Gramed waktu aku beli beli komik, kami gak pernah janjian untuk ketemu. Cuma sering saling komen di status WA. Dini sering sih update status di WA, biasanya pas dia lagi di kampus, di BOWIE atau pas lagi rame-rame sama temannya sedang entah nongkrong di semacam club malam gitu lah. Sementara aku kadang-kadang saja. Update status WA paling cuma foto makanan yang ada di warung.

Ya aku cuma anak SMA yang tiap hari makan warteg, sementara si Dini  seorang mahasiswi psikologi di kampus top yang identik dengan tempat kuliah anak orang berduit.

YANDI
Hehe gak apa-apa, lain kali saja kalau ada bintang tamu keren lainnya.
01.53

Layar ponselku redup tiba-tiba, pertanda lowbat, tinggal 5 %. Dini juga gak baca WA ku setelah beberapa saat, mungkin dia ketiduran. Aku pun sudah tak kuasa menahan kantuk. Ponsel lalu kumatikan dan ku charge.

Vinia dan Dini.

Mereka cantik. Sama cantiknya pula. Omong-kosong kalau aku tidak tertarik dengan mereka. Namun mereka berdua pada dasarnya sama. Aku anggap sebagai sahabat atau teman. Karena aku kapok punya pacar sementara di saat yang sama, aku terlibat banyak masalah di sekolah dan malah di tambah di incar oleh geng berbahaya pula.

Ah Blood Creep.

Aku baru inget kalau selama beberapa hari ini, aku lupa kalau mungkin aku di awasi mereka. Namun tidak terjadi apa-apa. Semua aman, tenang, damai sentosa.

Aku tahu “masa tenang” ini tidak akan lama, namun paling tidak, biarlah kunikmati masa damai ini.

Zzzzz….
.
.
Hari Minggu aku isi dengan banyak membantu di warung. Semenjak ada Mas Asep, kehadirannya secara tenaga amat sangat membantu, sehingga Mbak Asih memutuskan di hari Minggu warung buka, setelah sebelumnya selalu libur. Meski di hari Sabtu dan Minggu, warung hanya buka sampai jam 5 sore. Ketika banyak barang yang mesti di beli di pasar, aku biasanya menemani Mas Asep belanja sayuran, bumbu dapur ke pasar. Kalau semua sayuran dan bumbu sudah beres, aku ikut melayani pembeli, mengambil piring, gelas kotor bekas pembeli yang makan di warung. Semua piring dan gelas kotor ku bawa ke belakang di mana Mas Asep yang bertugas mencuci peralatan makan yang kotor. Untuk urusan masak-memasak, di pegang langsung sama Mbak Asih dan Mbak Wati.

Salah satu alasan kenapa Mbak Asih memutuskan buka warung di hari Minggu karena di sekitar rumah kami mulai banyak di bangun kos-kosan. Kos-kosan tersebut mayoritas di huni oleh para pegawai atau karyawan, karena rumah kami selain dekat dengan Mall Biru, salah satu mall terbesar di Kota XXX juga tidak jauh dengan kawasan bisnis yang banyak di isi oleh perkantoran. Sehingga ini jadi peluang dan terbukti meski hari Sabtu atau Minggu, warung tetap ramai karena mayoritas pembeli adalah penghuni kosan.

Sore itu sekitar jam 3 sore, saat aku sedang memindahkan mendoan, tempe gembus dan tahu isi yang sudah di tiris ke dalam wadah plastik khusus gorengan, tiba-tiba masuk seseorang tinggi besar. Kehadirannya amat sangat menarik perhatianku dan juga beberapa pembeli yang sedang makan di warung. Bagaimana tidak mencolok? Orang ini sudah bertubuh tinggi besar, aku cuma sepundak orang ini. Ini sih raksasa. Dia memakai jaket kulit warna hitam dengan model bulu-bulu di bagian kerah, jeans belel hitam yang terlihat kumal dan sepasang sepatu bots hitam. Belum lagi ekspresi wajahnya yang terlihat garang, tulang wajahnya juga terlihat “keras”. Bekas luka di sisi mukanya yang membentuk tanda “+” di sisi wajahnya, seakan menjadi penegas bahwa dia itu bukan orang biasa. Rambutnya berdiri tegak berwarna blonde. Menambah kesan sangar dalam dirinya.

Aku baru kali ini melihat orang asing ini di sini. Aura bajingan terasa sekali meski aku tidak merasakan hawa permusuhan. Blood Creep? Itulah yang terlintas di pikiranku. Aku berusaha tetap tenang meski di saat yang sama, aku memang sikap waspda. Mungkin saja orang ini kebetulan lewat dan berhenti di sini untuk makan, bukan untuk membuat onar.

Semoga.

Orang ini berdiri bersedekap menatap etalase kaca yang berisi banyak lauk serta sayuran. “Makan sini apa bungkus bang?” aku bertanya dengan sopan.

“Makan sini,” jawabnya. Suaranya tipe bariton, terdengar berat, cocok sekali dengan orangnya.

Aku pun mengambil piring dan mengisinya dengan nasi satu porsi penuh. “Makan pakai apa?”

“Pakai sayur sop, kasih ati ampela, dadar telor, orek tempe, kikil. Sambel banyak.”

Anjir, rame bener lauknya. Sampe gak keliatan nasinya karena ketutup sama sop-sopan dan lauk. “Minumnya apa bang?” kataku sambil menyerahkan piring kepadanya.

“Kopi item panas, gak pake gula, gelas kecil,” ujarnya cepat. Dia membawa piring dan memilih duduk di bangku pojokan.

Edan, minum kopi pahit panas gelas kecil. Apa gak seret itu tenggorakan? Batinku. Selesai membuatkan kopi yang mengepul, menguarkan aroma biji kopi kapal api yang harum, aku juga menyiapkan segelas air putih di hangat di gelas berukuran sedang. Orang ini diam saja saat aku meletakkan dua gelas minuman berisi kopi dan air putih. Setelah menyajikan minuman, aku membersihkan meja serta mengambil piring dan gelas kotor.

PRANK !!!!

WUSH !!

Tiba-tiba aku mendengar suara kaca pecah. Suara keras tersebut berasal dari benda yang di lempar dari luar lewat pintu masuk dan mengenai etalase makanan. Hal ini tentu saja membuat para pembeli berteriak ketakutan dan berlarian keluar dari dalam warung. Aku meletakkan piring kotor dan melihat benda yang di lempar dari luar ternyata adalah botol bekas bir yang di sumbat kain dan sudah terbakar. 

Percikan api kain sumbatan botol membakar lap kering yang berada di dalam etalase kaca yang sudah hancur berantakan. Sayur, lauk berserakan, wadah makanan sudah berhamburan di lantai bercampur dengan pecahan kaca. Bau bensin tercium jelas sekali dari botol ini yang menjadi sumber api yang menjilat dan membakar bukan lagi cuma lap kering namun juga mulai merambat membakar rangka etalase yang terbuat dari kayu.

Bom ! bom molotov !!!!

Keparatt!!! Karena di liputi amarah membuatku lamban bergerak.

Mbak Wati bereaksi lebih cepat, ia segera menutupi sumber api dengan lap. Bukan sekedar lap tetapi lap yang sudah di basahi terlebih dahulu. Api segera padam sebelum meluas.

“Yan, jangan kesini! Awas banyak pecahan kaca!” ujar Mbak Wati memperingatkan saat aku mendekatinya.

Aku melongok ke lantai dan memang benar, banyak pecahan kaca berserakan di lantai, kaki telanjangku pasti menjadi sasaran empuk karena aku sedang tidak mengenakan sandal. Aku segera melihat ke arah kaki Mbak Wati dan langsung lega karena ia mengenakan sandal sehingga ia kakinya terlindung.

“Mbak gak apa-apa?”

Mbak Wati mengangguk. Wajahnya memucat. Aku salut karena di dalam situasi serba mengagetkan dan serba tiba-tiba, Mbak Wati bertindak cepat dengan segera memadamkan api. Di rak tepat di bawah etalase yang terbakar, banyak tersimpan kertas koran serta kertas minyak sebagai pembungkus makanan. Ini bisa jadi sarana empuk untuk api menjalar dengan cepat.

Aku lega namun di saat yang sama aku marah, marah sekali.

BRUM !! BRUM !!!

Aku mendengar suara knalpot motor RX-KING yang di gas-gas di sertai gelak tawa, tepat di luar rumah. Saat aku keluar rumah, kulihat dua orang menyeringai ke arahku di atas motor kemudian tancap gas. Sudah pasti mereka pelaku pelemparan! Tanpa pikir panjang aku berlari mengejar mereka. Orang-orang di sepanjang jalan hanya bingung saja, mereka sepertinya tidak tahu kalau dua orang yang kukejar sudah membahayakan orang-orang di warung !

“KEPARATTTT ! BERHENTII KALIAN BANGSATT !!”

Aku melihat kesempatan untuk menyusul saat aku hanya berjarak kurang lebih 5 meter. Entah aku yang berlari dengan kecepatan tinggi atau pengendara motor yang menurunkan kecepatan. Namun orang yang di bonceng menoleh ke arahku dan tersenyum.

“Ayo kejar, haha! Kalau sampai kami lolos, rumah lo bakal gue bakar beserta para penghuninya! Gahahahahah!”

Emosiku jelas auto terpantik, ini fix mereka pelakuny! Sambil berteriak marah dan menambah kecepatan lari, aku coba menggapai, menarik baju orang yang di bonceng namun saat terasa sudah dekat, si pengendara motor menekan gas sehingga jarak kembali menjauh hingga 10 meter. Adrenalin yang di suntik dengan emosi membuatku tidak menyerah dan terus berusaha mengejar. Anehnya tiba-tiba sang pengendara motor kemudian menurunkan kecepatan sehingga jarak kembali dekat, hal ini memancingku untuk berlari sambil merentangkan tangan. Namun saat tinggal beberapa langkah, gas motor kembali di tekan sehingga jarak kami kembali menjauh. Di titik ini aku merasa mereka memang ingin memancing amarahku, sengaja mempermainkanku. Mereka mengulangi tindakan ini hingga beberapa kali. Sehingga tanpa kusadari, aku sudah sampai di kawasan persawahan, rumah-rumah warga sudah agak jauh. Kurang lebih sekitar 2 km dari rumah.

Akal sehatku mengatakan di sela gedoran paru-paru yang kuforsir dengan terus berlari dengan kecepatan tinggi, mereka memang seperti sengaja ingin aku mengejar mereka. Padahal kalau mereka mau, mereka bisa kapan saja menekan gas dan melesat pergi. Tapi ini tidak ! jelas ini bagian dari sebuah rencana!

Meski aku sadar mungkin ini jebakan dimana mereka menggiringku ke lokasi yang jauh dari pemukiman, aku tidak peduli. Nafsu ingin menghajar mereka karena sudah mengganggu rumahku sudah menguasai otak!

Lo jual, gue beli !!!

Menjelang di pertigaan, mereka menekan gas, berbelok ke kiri lalu kulihat mereka masuk ke jalan tanah yang kutahu benar menuju ke area perumahan yang mangkrak, entah karena apa meski sudah dibangun beberapa puluh unit rumah tipe 21, tetapi tidak di lanjutkan. Sehingga lama-lama rumah ini rusak karena aksi vandalisme. Suara knalpot yang terdengar kencang tiba-tiba tidak terdengar. Mereka sudah mematikan mesin motor dan kemungkinan menungguku di dalam. Aku berhenti sejenak di pertigaan untuk mengambil nafas, telapak kakiku panas dan perih. Pantas saja, aku berlarian mengejar para bangsat ini dengan telanjang kaki. Aku lalu turun ke arah parit dimana aliran air cukup deras. Kurendam kakiku di dalam air. Air yang dingin dan segar ini lumayan meredakan pegal, lelah serta lecet-lecet di bagian telapak kaki. Namun aku tidak bisa berlama-lama.

Blood Creep.

Aku yakin itu adalah mereka, seharusnya aku tahu di dalam sudah di siapkan perangkap atau jebakan. Namun sekitar sini sepi, tidak ada orang lewat karena memang sudah menjelang maghrib. Aku pun tidak membawa ponsel untuk memanggil teman-teman. Aku hadapin saja ! aku tidak mau menempatkan keluargaku di situasi berbahaya. Sebelum menyusul aku melihat sekeliling, kulihat potongan besi siku yang tergeletak di pinggir jalan. 



Besi ini sepanjang 30 cm. Kebetulan di dekat situ juga tergeletak lakban coklat yang masih sisa. Kulakban salah satu ujung besi siku sebagai pegangan agar tidak licin. Setelah beres, kuselipkan besi ke balik punggung. Aku bukan tipe orang yang suka pakai senjata untuk urusan perkelahian tetapi yang akan kuhadapi sebentar lagi adalah preman atau gangster yang bisa berbuat nekat.

Oke, saatnya menghajar para keparat yang sudah mengganggu keluargaku !!

Dari jalan aspal menuju perumahan yang masih jalan tanah ada sekitar 300 meter. Di dalam sana gelap, tidak ada lampu penerangan, meski begitu kulihat ada beberapa jejak ban motor di tanah. Ada sekitar 4-5 jejak ban motor. Kalau begitu bisa jadi ada sekitar 10 orang kalau satu motor ada 2 orang. 10 vs 1 memang konyol, aku lega karena memutuskan membawa besi siku sebagai senjata. Meski aku agak ciut juga karena mereka bisa saja juga membawa sajam.

Ah bodoh amat! Aku bergegas masuk ke dalam, setelah melewati gapura “PERUM BINTANG ASRI” aku melihat sekeliling. Sepi. Jejak roda menghilang karena di dalam area perumahanan sudah di batako semua. Pemandangan rumah-rumah tipe 21 yang sebagian besar dan penuh coretan, di tambah keadaaan yang begitu kotor karena berserakan sampah yang di dominasi botol-botol bekas, rokok. Ini sebenarnya seram apalagi bertepatan dengan temaram senja menjelang maghrib. Pamali kalau pas maghrib berkeliaran di luar, kalau kata orang tua dulu di kampung.

Aku sih percaya bahwa ada hantu, tetapi sejahat-jahatnya hantu, masih lebih jahat dan berbahaya manusia yang punya sifat setan. Seperti para anggota Blood Creep yang sudah meneror warung Mbak Asih dengan melemparkan bom molotov. Aku tidak heran jika mereka tahu dengan lokasi rumah, tapi di saat yang sama aku khawatir, karena aku sudah berusaha waspada namun BC tetap tahu di mana aku tinggal. Kemampuan anggota BC menguntit, mengawasi target tanpa di sadari membuatku semakin yakin bahwa kelompok mereka adalah kelompok yang sangat berbahaya.

Aku semakin dalam menyusuri area perumahan hingga sampai di belakang lalu tiba-tiba dari dalam rumah-rumah yang sudah rusak, muncul 4-5 orang sekaligus. Mereka semua mengenakan masker. Kudengar suara tawa di belakang, saat aku menoleh, dua orang yang tadi kukejar sudah berdiri di belakang. Bukan cuma mereka berdua, ada beberapa orang bermasker bersama mereka. Pokoknya hanya si pengendara RX KING dan orang yang di bonceng, yang tidak mengenakan masker.

Oke, depan belakang aku sudah di kelilingi banyak lawan.

“Berani banget lo bocah,” kata si botak yang merupakan si pengendara RX-KING. Temannya yang berambut keriting hanya tertawa mengejek. “Infonya, ini anak, anak yang pegang SMAN XXX lho. Jadi wajar kalau nyalinya besar.”

Aku tidak tertarik menanggapi ejekan mereka, aku lalu menghadap ke arah dua orang tersebut, “Kalian Blood Creep?” aku menghardik keras.

“Ya iyalah ! masak iya kami dari grup boyband!”

Aku tersenyum karena dugaanku benar, mereka semua adalah Blood Creep.

“Eh anjir, kenapa lo senyum-senyum?” tanya si keriting.

“Apa mau kalian? Kalian mau nuntut dendam atas kematian mantan leader kalian yang terbunuh di Hanggar?” kataku berbalik bertanya. Meski hanya pertanyaan retoris sih. Namun dalam posisi terjepit dan kalah jumlah seperti ini penting buatku untuk memprovokasi dan membuat mereka yang datang menyerang.

“Nah itu tahu. Intinya lo bakal kami bawa ke markas. Di sana baru lo akan terima hukuman,” terang si keriting. “Tetapi lo gak akan kita bawa begitu saja. Kita main-main sebentar, yang penting sih lo masih ada nafas aja, hehehe.”

“Oh kalian mau menculik dan menyiksaku di markas kalian? Sini, coba culik kalau bisa. Karena kalian orang-orang bangsat jahat, aku tidak akan menahan-nahan lagi,” kataku sambil menyeringai.

“Keras juga mental lo, nyali lo gak ciut meski posisi lo tengah kami kepung. Baguslah, gue udah lama gak ketemu sama orang yang punya nyali gede,” ejek si keriting.

“Cuih!” aku membuang ludah di depan mereka. “Perutku rasanya eneg, mau muntah dengar omonganmu. Untuk orang yang bawa 10 orang kawanan untuk menyergap dan menculikku, kamu masih gak punya rasa malu untuk menyinggung masalah nyali, hah! KALAU KAMU PUNYA NYALI, AYO LAWAN AKU SATU LAWAN SATU !!! BUKAN KEROYOKAN !!! ITU KALAU KAMU PUNYA NYALI GEDE!!!” aku menghardik dengan suara nyaring. Emosiku sudah di ubun-ubun, bisa-bisanya dia orang nyebut soal “nyali” tapi dia sendiri bawa banyak orang.

Si botak dan si keriting mukanya merah padam. Saat si keriting hendak maju - si keriting sudah terpancing omonganku sehingga ia berniat meladeni tantanganku - tiba-tiba dari arah belakang ada tangan yang memegang pundaknya. Bukan cuma pundak si keriting, pundak si  botak juga di pegang dari belakang.

Lalu sosok tersebut menyeruak maju ke depan. Pria ini berambut panjang mengenakan jaket kulit, tinggi tegap dengan piercing menghiasi  kuping, alis dan bibir. Auranya terlihat paling berbeda.


“Kalian berdua jangan terpancing. Anak ini sengaja memancing emosi kalian berdua karena ia mengincar duel satu lawan satu,” katanya sambil menatapku.

Sialan, strategiku kebaca! Siapa dia? Tapi yang jelas,sepertinya dia ketua atau semacam pimpinan orang-orang ini. Namun setelah kuperhatikan lambat laun, wajahnya tidak asing. Bukan karena pernah melihat atau bertemu langsung dengannya namun aku pernah di perlihatkan beberapa fotonya oleh… Zen ! Ya Zen ! Ketika beberapa minggu yang lalu Zen memperlihatkan profil tentang Blood Creep berikut foto-foto para pimpinannya, foto orang ini muncul! Aku lupa siapa namanya namun yang jelas  level dia kalau gak salah, dua level di bawah Kobra, big bos Blood Creep

Waj ini gawat…Tapi sudah kepalang tanggung.

“Maju kalian semua,” tantangku sambil memasang posisi siaga, aku mundur ke samping untuk meluaskan daya pandang sehingga kawanan Blood Creep yang tadinya ada di depan dan belakang kini berada di sisi kiri dan kanan.

Si piercing tidak berkata apa-apa, dia malah mmembakar sebatang rokok.

“Kalian tunggu apalagi, wujudkan permintaan anak ini. Serang serentak, tapi ingat jangan di mati-in di sini, kalau sampai anak ini mati, kalian semua bakal jadi santapan big bos,” katanya santai.

Aku mengeratkan kepalan, paling tidak aku tidak akan mati di sini. Namun aku bisa saja mati kalau sampai mereka bisa menculik lalu membawaku ke markas mereka.

Aku bisa menang lawan 10 orang preman itu mission imposibble, jadi aku memilih berlari masuk ke dalam salah satu rumah yang pintunya sudah rusak.

“Kejar dia ! jangan sampai anak itu lolos!” teriak salah seorang di antara mereka.

Aku bukannya berlari menghindar, namun aku hendak menyempitkan area. Aku berlari masuk ke dalam kamar mandi dan menunggu di dalam.

Gak percuma aku suka nonton film action terutama The Raid 2. Saat adegan Iko Uwais di dalam bilik kamar mandi di keroyok para napi. Dengan berada di tempat sempit dan satu pintu, otomatis serangan hanya bisa melawai situ saja. Kalau aku tetap di tempat terbuka, serangan bisa datang dari mana saja, terutama dari area blind spot.

Dan cara ini berhasil ! Mau berapapun lawan, kalau sudah begini, ini tak ubahnya aku seperti melawan satu orang, meski tiap satu lawan tumbang segera di gantikan serangan lainnya. Selama tidak ada yang berhasil masuk ke dalam kamar mandi, aku bisa survive.

Satu preman yang menghambur masuk langsung aku hajar, lewat sekali pukulan dia langsung pingsan, membuat dua orang yang ada di belakangnya kaget karena temannya terkapar di depan pintu kamar mandi. Mereka berdua saling menatap lalu berteriak dan menyerang bersamaan.

Tolol ! karena pintu sempit tidak akan muat dua orang menyerang sekaligus. Mereka malah terjepit di pintu.  Ku pukul ke arah hidung mereka berdua.

BUGH ! BUGH !!

Darah segar mengucur dari hidung mereka. Saat mereka memegangi hidung, kujambak rambutnya dan kubenturkan kepala mereka satu sama lain. Baru mereka pingsan di depan kamar mandi. Tiga orang yang pingsan di depan kamar mandi, menyulitkan yang lain untuk menyeruak masuk.

“Anjing lo !! lo pikir bisa mengalahkan kami semua dengan cara ini !” umpat salah seorang di antara mereka. Ia mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya.

Aku gak takut ! karena aku juga membawa senjata ! kukeluarkan besi dari balik selipan celana.

Orang yang mengeluarkan pisau sempat terdiam saat kukeluarkan sepotong besi siku.

“Sini maju,” kataku.

“Bangsat!” umpatnya sambil melompati temannya yang pingsan.

SYUUUTT !!

Aku mengelak ke samping saat ia menerjang masuk, kuhantam tangan kanan yang memegang pisau. Pisau jatuh ke lantai. Lalu kuhantam mukanya dengan besi.

Dua kali.

“Arrghh!”

Sebagai pemanis kutendang mukanya hingga terjengkang keluar.

Aku terengah-engah. Lima sampai enam orang menunggu beberapa meter dari depan pintu kamar mandi. Mereka sepertinya ragu untuk menyerang setelah melihat empat orang teman mereka terkapar pingsan di depan pintu kamar mandi. Termasuk si kriting dan si botak yang mengeram kesal. Salah seorang di antara mereka lalu menyeret keempat temannya yang pingsan menjauh.

“Ayo sini njing !” kataku karena merasa di atas angin.

Kulihat si botak berlari keluar dan saat kembali membawa batako. Lalu ia melempari ke arah kamar mandi dengan batu, teman-teman si botak juga akhirnya turut mengambil batu dari luar. Sehingga kini aku di hujani dengan batu, aku berlindung di bagian pojok kamar mandi yang memanjang ke samping. Namun lama-lama ini juga bahaya.

“Keluar lo bocah!” teriak mereka.

Aku terdesak, lemparan batu batako yang bercampur debu membuatku terbatuk-batuk. Karena hampir tidak ventilasi. Di perparah dengan keadaan yang mulai gelap gulita. Sialan, pengap sekali. Melawan 5-6 orang mungkin aku masih bisa bertahan. Sebenarnya aku bisa saja melarikan diri dari lokasi ini. Tapi itu sama saja memperpanjang masalah karena mereka bisa saja kembali meneror rumahku. Mbak Asih bukan orang bodoh, ia pasti tahu serangan tiba-tiba dari gang motor pasti berhunungan dengan tindak-tandukku di luar. Ah pasti makin ruwet kalau Mbak Asih tahu.

Jadi aku mesti selesaikan malam ini juga, kalau aku bisa mengalahkan si piercing, aku merasa ada kesempatan untuk membalikkan keadaan. Ya! Satu-satunya jalan keluar adalah mengalahkan mereka para antek Blood Creep  d tempat ini!

Setelah mengambil ancang-ancang, aku melesat keluar dari dalam kamar mandi, tetapi karena keadaan gelap gulita aku tidak melihat bahwa di balik dinding pembatas kamar mandi ternyata sudah menunggu salah satu di antara mereka. Aku di tendang ke arah perut sehingga aku nyaris muntah dan pegangan besi terlepas. Selanjutnya aku di injak-injak, aku meringkuk melindungi kepala. Sampai akhirnya kepala di lempari pecahan batu yang berserakan. Sakit sekali ! ini kalau aku sampai pingsan di sini, tamat riwayataku. Melawan rasa sakit dan di tengah injakan di kepala, badan, kaki aku melawan balik!

Aku bangkit dan menyeruduk  orang yang berada di depanku. Kuseruduk dan kudorong sekuat tenaga ke belakang. Doronganku membuat orang yang kuseruduk menabrak kaca di ruang depan dan menimbulkan suara gaduh bukan main. Aku pun kaget saat orang ini menabrak kaca jendela tanpa teralis hingga kami terjengkang di teras. Aku selamat tidak luka karena terlindung badan ini orang. Orang yang kuseruduk ini berteriak keras sekali, lukanya sepertinya parah terkena pecahan kaca. Aku segera bangkit dan berlari ke depan jalan dengan tergopoh-gopoh. Tapi aku merasa sangat silau ketika tiba-tiba lampu sorot sebuah mobil di nyalakan. Aku kembali menjauh karena khawatir di tabrak. Badanku sakit semua, kepala mungkin benjol dan mungkin ada yang bocor, kuraba kepalaku dan lega karena sepertinya tidak ada luka sobek di kepala.

Entah sejak kapan ada mobil di sini namun adanya sorot lampu depan mobil ini memberikan penerangan. Sebuah mobil van berwarna hitam. Kulihat ada orang di balik kemudi mobil, si piercing menyeringai. Dari dalam rumah yang tadi kugunakan untuk berlindung muncul empat orang. Si kriting, Si botak dan dua orang bermasker. Kulihat mereka tidak membawa senjata.

Oke, satu lawan empat dengan tangan kosong ! kali ini aku yang menyerang dulu. Kutendang lawan pertama yang paling dekat denganku. Tendangan yang mengarah ke dada, membuat ia terjengkang ke belakang. Di saat yang sama, aku merasakan tanda bahaya dari arah samping, aku menunduk.

SYUT !!

Pukulan dari si botak hanya mengenai udara kosong di atas kepala karena aku menunduk tepat sebelum pukulan di layangkan. Kuhantam rusuknya dengan pukulan kiri, membuat badan si botak melenting. Saat hendak kubereskan dengan satu lagi pukulan, dua pukulan mendarat terlebih dahulu mengenai hidung dan mulutku. Lalu kedua lenganku di  tarik dan di pegang dari belakang dan berusaha menguncinya. Tenaganya cukup besar, saat aku sedang berusaha mengadu kuat, dia mencoba mengunci aku coba melepaskan kuncian. Membuat aku dalam posisi terbuka. Beberapa pukulan masuk ke perut dan dada, rambutku di pegang lalu

BAM !!

Aku seperti blank ketika satu pukulan masuk mengenai sisi muka. Perih sekali dan membuatku berkunang-kunang.

BAM !!

Kembali aku dihantam dari sisi muka yang satunya, membuat sudut bibirku sobek.

Si keriting rupanya yang menghajarku. Pukulannya keras sekali! Bisa bahaya kalau aku di hajar dalam posisi seperti ini. Pertama aku mesti segera melepaskan kuncian. Kutandukkan kepalaku ke arah belakang, membuatku menyundul wajah serta hidung lawan yang mengunci kedua lenganku. Kuncian menjadi agak mengendur, tapi si keriting berusaha kembali memukul, karena kedua kakiku masih terbebas, kujejak lutut kirinya dengan segenap kekuatan yang kupusatkan di telapak kaki kanan. Terdengar suara “krak”, tempurung lututnya melesak tertekuk ke bagian dalam persendian. 

Sepertinya patah.

“Argghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!!!” terdengar teriakan parau nan panjang dari si keriting. Ia ambruk di bawah sambil memegangi tempurung lututnya.

Memanfaatkan momentum, tangan kananku yang tadinya terkunci, kini terbebas. Aku segera membalikan badan sembari melayangkan hantaman Àalengan ke bagian leher lawan yang tadi di belakangku.

BUGH !!

Ia terjungkal dan bergulingan di bawah sambil kedua tangannya memegangi lehernya. Itu sakit banget asli karena tadi jakunnya terhantam cukup keras. Ia pasti kini merasakan sensasi tidak bisa bernafas selama beberapa detik, rasa sakit yang amat sanagt mencekik leher. Saking sakitnya sampai matanya mendelik namun tak  bisa mengeluarkan erang kesakitan.

Tendangan di punggung membuatku mengernyit kesakitan. Si botak rupanya sudah pulih. Saat ia hendak kembali menendang, kaki kanannya kutangkap sehingga ia kini berdiri dengan satu kaki. Langsung kutarik kebelakang kakinya sehingga posisi kedua pahanya terentang terbuka seperti orang split. Si botak berteriak kesakitan. Dengan posisi badan begini terbuka, saatnya mengakhiri perlawanan si botak ! kutendang tengkuknya dengan tendangan putar 360 derajat.

DUGH!

Tumit kaki kananku sukses mendarat keras di tengkuk si botak. Hasilnya? Si botak ambruk tak sadarkan diri. Tiga lawan terkapar, menyisakan satu orang lawan bermasker yang tadi di awal kena tendangan ke arah dada. Ia mundur ke belakang dan bersandar di kap mobil. Ia menepuk-nepuk kaca depan.

Si piercing terlihat santai. Ia kemudian keluar dari mobil sambil bertepuk tangan.

“Edan lo bocah.”

Aku lelah namun masih punya tenaga untuk menyelesaikan dua lawan tersisa, si masker dan si piercing.

“Belum saatnya lo lawan gue bocah, masih ada ronde kedua,” kata si piercing sambil menepuk pintu samping mobil van.

Begitu pintu samping mobil terbuka, keluar empat orang berbadan besar dan semuanya membawa stik bisbol.

Setan……

Satu lawan 6 orang. Si masker yang masih terengah-engah, si piercing yang belum ngapa-ngapain + 4 ekor gorila bersenjata stik bisbol.

Ini konyol. 

Konyol rasanya aku nekat meladeni mereka. Di saat aku tengah kalut dan menghitung peluang menang duel, tiba-tiba dari arah depan, di ujung jalan perumahan, muncul cahaya sorot berikut deru suara mobil yang meluncur kencang ke arahku.

Saat semakin dekat, laju mobil justru bertambah kencang. Ini kalau aku gak minggir bisa kena tabrak !! aku meloncat ke samping. Ternyata bukan cuma aku yang melompat menghindari mobil. Si piercing dan empat gorila juga lari tunggang-langgang ke samping jalan menghindari terjangan mobil.

Bunyi decitan terdengar saat mobil mengerem dan kemudian berhenti. Sebuah mobil jeep berwarna hitam. Aku fix bakalan lari kalau yang keluar dari mobil adalah gerombolan Blood Creep.

BLAM ! Si pengemudi Jeep keluar dan membanting pintunya.

Aku tercengang melihat satu sosok yang keluar dari Jeep!




*****
@ Rumah Bram
di saat yang bersamaan....
*****


(Pov Bram)


TOK..TOK…

Saat gue sedang menikmati rokok dan minum bir dingin dapur, terdengar ketukan pintu dari luar. Gue sempat mikir, siapa nih yang datang ke rumah gue? Aelah “rumah gue”? Rumah mendiang kakek sih sebenarnya, setelah kakek meninggal beberapa tahun yang lalu, gue sendirian tinggal di sini. Karena Bokap, sebagai anak sulung, tinggal sama Nyokap di Sumatera karena kerjaan mereka memang ada di sana. Sementara, Jack, adik dari Bokap, tinggal di Kota HHH. Sejak SD gue sudah tinggal berdua sama kakek di Kota XXX karena gue di sekolahkan di sini. Dan gue betah, betah banget. Jadi setelah kakek meninggal karena sakit asma, aku tetap tinggal di sini. Gue gak ada alasan pindah, ikut ke Sumatera apalagi tinggal sama Jack.

BIG “FUCKING” NO.

Kembali terdengar ketukan pintu dari luar.

Kayaknya gue gak sedang menunggu teman. Malahan gue rencana ini mau keluar, mo ketemuan sama Renata setelah abis ini rokok sebatang. Renata anak kampus XXX yang berkenalan dengan gue beberapa hari yang lalu. Karena kebanyakan masalah akhir-akhir ini, membuat gue benar-benar butuh hiburan. Bersenang-senang dengan Renata jadi salah satu cara menghilangkan penat.

TOK…TOK..

“Ish, bentar anjing,” rutuk gue pelan. Dengan kondisi kaki terpincang-pincang, membuat gue kesusahan berjalan cepat.

DUGH !!! DUGH !!! DUGH !!!

Bangke! Dari semula ketokan sopan, kini sudah berganti dengan gedoran kencang! Dan semakin kencang !

“SABAR PELER ANJING !!!!” gue berteriak kesal dari dalam rumah.

Cuma ada beberapa kawan yang kalau datang ke rumah, selalu gedor-gedor pintu kayak grebekan satpol PP seperti sekarang ini.

“Bajingan, udah gue bilang….” omongan gue terhenti saat pintu gue buka dan melihat siapa yang sudah menggedor pintu rumah gue.

Satu orang pria berwajah sangar dengan batang hidung yang besar, sangat jauh dari kesan ramah sudah berdiri di depan pintu. Dia berdiri diam hanya menatap gue.



Siapa nih?! gue baru kali ini lihat ini orang. Tapi gue mencium ada hawa tidak beres saat di belakang ini orang, tiba-tiba muncul 4-5 orang bergerombol dan mengenakan masker.

“Bang, ini orang yang namanya Bram,” kata salah seorang di antara mereka.

FUCK, ALARM TANDA BAHAYA DI OTAK GUE, BERBUNYI NYARING !! DARI SEGALA KEMUNGKINAN, CUMA ADA SATU NAMA YANG TERBAYANG DI OTAK TENTANG IDENTITAS MEREKA YANG KINI ADA DI DEPAN PINTU RUMAH GUE.

Blood Creep.

Shieeetttttt!

Hal yang berikutnya adalah gue di tendang hingga terdorong di belakang. Si hidung besar yang menendang perut gue langsung masuk ke dalam rumah di ikuti 3 orang bermasker. Salah satunya lalu menutup pintu dari dalam, meninggalkan 2 orang bermasker untuk berjaga di luar.

Gawat…mana ponsel gue tinggal di meja dapur.

“Blood Creep ya….” kata gue.

Mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Namun tiga orang bermasker melangkah ke depan. Sementara si hidung besar bersedekap, tatapan kebenciannya sangat terasa. Ketiganya melangkah pelan dua orang di sisi kiri kanan dan satu lagi di belakang. Karena ruang tamu ini luas, jadi mereka dengan mudah membentuk formasi mengepung gue.

“Jangan ada yang coba menyentuh mangsa gue,” kata si hidung besar.

“Oi, siapapun elo, gue manusia, masak iya lo kanibal, mau makan gue.”

Si hidung besar tidak bereaksi apa-apa. Anjing, keras ini orang. Lalu dia mendekati gue dan melayangkan tinju kanan.

Tapi malah gue yang kaget, karena gerakannya lamban sekali, sehingga dengan mudah kuhindari. Ya gue bales dong! Gini-gini gue juga bukan bajingan kaleng-kaleng ! kueratkan kepalan tangan dan

BAM!!

Kuhantam pelipis kirinya, amat sangat telak dan dalam jarak yang dekat, pasti bocor itu pelipis.

Tapi sekali lagi, gue di buat kaget karena si hidung besar tidak bergeming. Jangan kan menunjukkan rasa sakit, bekas pukulan gue di pelipisnya cuma berbekas merah doang. Malahan buku-buku tangan kanan gue yang sakit!

Anjing…ini fix gue dalam masalah besar…



= BERSAMBUNG =

35 comments for "LPH #89"

  1. Okeh..masih ada typo. Dan higlight warna yg salah.
    Tapi besok ajalah gw beneri

    ReplyDelete
  2. Akhirnya yg di tunggu2...makasih om panth..

    ReplyDelete
  3. Genderang perang mulai ditabuh

    ReplyDelete
  4. Tamatlah riwayatmu Braaaam!!!
    Khu.. Khu.. Khuuu..


    Thanks suhu serpanth updatenya.

    ReplyDelete
  5. Duh lupa siapa yg cover yandi, kalo ga salah pas yandi yosi ketemu mas karjo dan temennya.

    Pentolan memang harus dicover.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau gk salah namanya Hasan temennye Karjo
      Yang waktu itu ketemu sama Yosi dan bang Sadli (LPH)
      Yandi belum pernah ketemu

      Delete
    2. Nah iy bang hasan. Kali aj dia. Bram teteplah dpt coveran dari rangga.

      Gak mungkin lawan BC,mereka2 lepas pengawasan.

      Penasaran brp episode buat sunset menjadi bloody valentine.

      Delete
  6. Thanks update nya om Panth
    Itu yg mau nabrak BC anggotanya Jong XXX ya om?

    ReplyDelete
  7. Kentaaaaaaaang.
    Ampun dah ini cerita.tp thanks ya om.

    ReplyDelete
  8. Emosiku di permainkan om serpanth. Arrrggthh....

    ReplyDelete
  9. Anjir karakter siapa tuh yg makan di warung mba asih plus mau bantu yandi, gw kira sapi karna pake jeep

    ReplyDelete
  10. Wanjiirrr makin seru ini mah,,,

    ReplyDelete
  11. gaya bahasanya asik bener bang epan
    manteeeeeppppp
    thanks update nya bang

    ReplyDelete
  12. Perang siap dimulai, anjing semakin tambah tegang.

    ReplyDelete
  13. Aduh ini yg makan d warung mbak asih coveran yandi apa gimana nih...

    ReplyDelete
  14. Wuidihhh mantaabbb semakin nagihhhh

    ReplyDelete
  15. Matur tengkyu suhu ephant.. gileee berasa pengen ikut mengayunkan kepalan tangan..

    ReplyDelete
  16. at last.... thanks om serpant, smg lancar updat dan sukses di RL...
    ceriitanya bikin candu, membuat penasaran episode apa berikuutnyaa

    ReplyDelete
  17. thx om phanth... makin penasarannn ✊🏼

    ReplyDelete
  18. Blood Creep vs Jong XXX
    Lanjut Om Panth

    ReplyDelete
  19. mantab updatenya suhu...
    jd makin penasaran buat kelanjutannya...
    next ep mungkin nyeritain nasibnya yosi, hehe

    btw, kl g salah inget, yg bantu2 d warung mba asih bukannya mang asep yah? Cmiiw

    ReplyDelete
  20. Kerennn n selalu buat penasaran

    ReplyDelete
  21. Makasih om panth update nya...
    Ditunggu next episodenya ya 😁

    ReplyDelete
  22. edian si yandi..makin keras aja dia..

    ReplyDelete
  23. Nunggu aksinya zen ah , sadis kayanya

    ReplyDelete
  24. Akhirnya. . .setelah nunggu hampir sebulan,89 rilis juga

    ReplyDelete
  25. Afuuu...
    Adrenalin barusan naik udah di cut, bikin g sabar nunggu lanjutannya 👹

    ReplyDelete
  26. Ga sabar nunggu lanjutan nya...
    Episode yg ku tunggu tunggu

    ReplyDelete
  27. Wohooo... Keren abis omku, penasaran sama yang keluar dari Jeep, semoga yandi diantar pulang kerumah sama dia, he he he

    ReplyDelete
  28. Ini kalau adiknya boy kaga muncul buat nyelametin si Bram,,,abis dah.kayaknya yang mau nabrak si Yandi grupnya Jong xxx yak

    ReplyDelete
  29. Lambat baca 2 hari. Its okey.. tks suhu. Lanjut #90

    ReplyDelete

Post a Comment